KADAR COTININE PADA ANAK YANG MASUK RUMAH SAKIT DAN
DIRAWAT BERULANG DENGAN ASMA
Judie A. Howrylak, MD, PhD, Adam J. Spanier, MD, PhD, MPH, Bin Huang, PhD, Roy W. A. Peake, PhD, Mark D. Kellogg, PhD, Hadley Sauers, MPH,and Robert S.Kahn, MD, MPH
Apa yang Sudah diketahui pada Topik ini? Cotinine pada serum dan saliva sebelumnya telah diketahui sebagai biomarker andalan untuk paparan terhadap asap rokok. Apa yang ditambahkan pada studi ini? Kami menemukan bahwa cotininine serum dan salive yang terdeteksi sangat umum ditemukan pada anak yang masuk dirawat karena asma dan pada anak yang mengalami perawatan berulang.Penemuan ini dapat memberikan informasi pada perawatan klinis untuk anak-anak berkaitan dengan peningkatan risiko morbiditas asma.
Daftar Singkatan: CCHMCCincinnati Childrens Hospital Medical Center CIConfidence Interval (Interval Kepercayaan) LODLimit of Detection (Batas Deteksi)
ABSTRAK TUJUAN: Untuk mengetahui hubungan antara paparan asap rokok (yang dilaporkan dibanding dengan biomarker) dan tingkat masuknya anak-anak dirawat di Rumah Sakit karena asma METODE: Kami mengadakan studi kohort prospektif pada 774 anak barusia 1 hingga 16 tahun yang masuk RS karena asma atau bersin-bersin yang responsif terhadap bronkodilator. Hasil primernya adalah setidaknya terdapat 1 pasien yang dirawat kembali di RS karena asma maupun penyakit terkait bersin selama 1 tahun. Orang tua / keluarga pasien melaporkan adanya asap rokok di lingkungan rumah, di lingkungan sekitar rumah, maupun di dalam mobil. Kami mengukur kadar cotinine di serum dan saliva dengan mass spectrometry. Kami menggunakan regresi logistik untuk mengevaluasi hubungan antara paparan rokok dengan masuknya pasien ke RS kembali. HASIL: Sejumlah 619 anak memiliki data paparan rokok lengkap.57% merupakan ras Afrika Amerika dan 76% perlu perawatan medis.17% anak-anak tersebut dirawat kembali di RS dalam 1 tahun. Tingkat paparan rokok adalah 35,1%, 56,1% dan 79,6% pada pengukuran melalui laporan, serum dan saliva. Keluarga pasien melaporkan bahwa asap rokok tidak berhubungan dengan masuknya kembali pasien ke RS (OR 1,18; tingkat kepercayaan 95%[95%CI] : 0,79-1,89), namun adnaya cotinine yang terdeteksi pada serum dan saliva berhubungan dengan peningkatan odds rasio perawatan kembali pasien (OR: 1,59 dengan 95% CI: 1,02-2,48 untuk serum dan OR:2,35, 95% CI: 1,22-4,55 untuk saliva). Pada anak-anak yang dari keluarganya mengaku bahwa mereka tidak terpapar paparan rokok, 39,1% memiliki cotinine serum dan 69,9% mengandung cotinine saliva. Pada anak-anak dengan paparan yang telah dilaporkan, 87,6% memiliki cotinine serum dan 97,7% memiliki cotinine saliva. KESIMPULAN: Kadar cotinine serum dan saliva umum ditemukan pada anak yang masuk dirawat dengan asma dan berhubungan dengan perawatan pasien kembali ke RS, namun keluarga pasien melaporkan bahwa paparan obat tidak berpengaruh. Pediatrics 2014;133:e355e362
Pada anak-anak, asma mewakili beban hidup yang signifikan, baik karena peningkatan biaya kesehatan untuk perawatan dan juga pengaruh ekonomi akibat hari yang terlewatkan karena mereka tidak masuk sekolah atau bekerja. Terdapat bukti bahwa paparan rokok memiliki pengaruh kuat pada aliran undara dan responsivitas jalan nafas pada anak-anak1-7 dan hal ini akan mengakibatkan rendahnya control terhadap asma.8-12 Untuk alasan ini, pengumpulan informasi mengenai paparan rokok dapat membuat seorang klinisi untuk membedakan manakah anak yang mungkin akan meningkat risikonya pada eksaserbasi asma berikutnya dan untuk mengelompokkan kelompok yang memperoleh manfaat dari intervensi penurunan paparan rokok. Metode terbaik untuk menilai paparan rokok pasif masih belum jelas. Mengumpulkan informasi detail dari keluarga terdekat pasien mengenai jumlah paparan rokok merupakan pendekatan langsung yang terang-terangan dan menunjukkan hubungan yang sederhana dengan control asma.12 Namun, ketika dibandingkan dengan ukuran objektif paparan, ketergantungan pada laporan paparan ini dapat menyebabkan salah klasifikasi pada pasien yang dirawat jalan.13,14 meskipun telah dipelajari hubungan antara laporan pribadi status merokok terkait cotinine,15 Namun belum ada studi yang meninjau lebih lanjut mengenai hubungan ini pada kasus rawat inap pasien pediatri, dimana bias untuk paparan rokok pasif yang tidak dilaporkan sangat kuat. Tujuan kami adalah untuk memeriksa prevalensi paparan asap rokok pada studi kohort anak-anak yang masuk karena bersin-bersin atau asma dan untuk meninjau hubungan antara paparan asap rokok (yang dilaporkan dibanding biomarker) dan tingkat perawatan kembali.
METODE Desain Studi dan Populasi Kami mengevaluasi sebuah studi kohort observasional prospektif dimana seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya.16 jelasnya, studi ini melibatkan 774 anak, berusia 1 hingga 16 tahun, masuk antara bulan Agustus 2010 dan oktober 2011 di Cincinnati Childrens Hospital Medical Center (CCHMC),satu-satunya rumah sakit pediatric urban dan dengan pelayanan tersier. Pasien diidentifikasi menggunakan jalur klinis berbasis bukti untuk asma akut maupun bersin yang responsif terhadap bronkodilator (digunakan pada anak-anak yang mana diagnosis asmanya belum digunakan).Dewan institusi komite medic CCHMC menyetujui studi ini. Sebuah subsample acak 25% dari 774 anak tersebut dihubungi via telepon hingga 12 bulan untuk memeriksa tingkat potensial loss terhadap follow-up dan admisi (masuk)ke bangsal-bangsal kecuali CCHMC.Jika sampel tidak dapat hadir untuk memenuhi panggilan, maka alamat pasien saat ini diidentifikasi menggunakan rekam medis elektronik dan riwayat umum. Total 95,9% dari sampel random dikonfirmasi memiliki area servis pelayanan primer CCHMC di wilayah tertentu. Dari mereka-mereka yang dapat dihubungi lewat telepon (84%), tidak ada yang melaporkan masuk karena asma ke rumah sakit kecuali CCHMC selama periode follow-up. Data yang mengindikasikan bahwa CCHMC menerima >85%pasien masuk pada area pelayanan 8 kotakami. Hal ini membuat hubungan rehospitalisasi pada rumah sakit lainnya.
Hasil Luaran (Outcome) Primer Luaran primer kami, perawatan kembali ke Rumah Sakit (RS) selama 12 bulan penelitian diperoleh dengan menggunakan International Clasification of Disease, revisi ke-9, modifikasi klinis, kode klasifikasi diagnosis akhir primer atau sekunder (493.XX atau 786.07 untuk asma dan bersin-bersin) dicatat di data pembayaran Rumah Sakit. Ketepatan hasil diverifikasi dengan menggunakan tinjauan catatan rekam medis elektronik untuk memastikan bahwa masing-masing kejadian rawat kembali memenuhi kriteria eksklusi dan inkluasi sesuai dengan indeks masuk pasien.
Penilaian Paparan Pada saat penelitian ini, kami memeriksa paparan rokok yang dilaporkan melalui wawancara yang dilakukan dengan keluarga dekat pasien yang kami tanyai dengan pertanyaan, apakah ada yang merokok di rumah anda?. Kami juga menanyakan mereka apakah anak-anak tidur jauh dari rumah (tidak di rumah sendiri), dan jika begitu, Apakah ada yang merokok didalam rumah tersebut?. Untuk memeriksa seseorang merokok di dalam mobil, kami menanyai orangtua/ penjaga mereka untuk menjelaskan situasi berkaitan dengan merokok di dalam mobil dengan 4 pilihan jawaban berikut: (1) tidak ada yang merokok di dalam mobil, (2) merokok hanya terjadi di mobil jika tidak ada anak-anak, (3) merokok diperbolehkan didalam mobil, atau (4) tidak memiliki mobil. Jika jawabannya adalah Ya pada pernyataan merokok diperbolehkan di dalam mobildipertimbanhkan sebagai bukti paparan di dalam mobil. Kita juga bisa saja menyatakan sebuah analisis sensitivitas meliputi merokok hanya dapat dilakukan ketika anak tidak di dalam mobil. Perawat yang sudah terlatih mengumpulkan spesimen serum dan saliva dari pasien selama indeks pemeriksaan.Kami mengumpukan serum baik melalui venipuncture atau melalui jalur intravena yang sudah ada. Kita akan memproses, membekukan dan meletakkanya kedalam serum beku lalu ke laboratorim. Kami mengumpulkan saliva pada sebuah swab kassa (salimetrik), dan kemudian saliva di sentrifugasi, dibekukan, dan dimasukkan pada lokasi yang sama. Kami mengumpukan sampel secepat mungkin setelah masuk rumah sakit (median 22,8 jam), jangkauan interkuartil (16,8 minggu-33,12 jam). Kami mengukur cotinine, sebuah metabolit nicotine pada specimen ini. Analisis kadar cotinine pada serum dan saliva dilakukan di RS Anak Boston melalui chromatography liquid tandem mass spectrometry dengan menggunakan Acquity Ultraperformance LC system coupled to a Quattro Premier triple quadropole tandem mass spectrometer (Waters Corporation, Milford, MA). Metode ini divalidasi berkaitan dengan standar baku dari Food and Drug Administration tentang validasi pada bioanalisis assay.17 penilaian cotinine serum dan saliva memperoleh sensitivitas 100 dan 50 ug/mL. nilai-nilai ini di tempatkan memberikan nilai-nilai konsentrasi cotinine dimana penilaian yag dlanjutkan dengan reproduksibilitas dan penerimaan kelola (<20% ketepatan total}. Kami mengevaluasi pengukuran-pengukurana ini menjadi (diketahui/ tidak diketahui) dengan nilai di atas atau di bawah batas deteksi (LOD) untuk membuat mereka bisa dibandingkan dengan variabel paparan.
Kovariat Asisten penelitian yang terlatih disuruh untuk memasukkan survey pada saat dilakukan peneitian. Survei ini memeriksa karakteristik demografik, meliputi usia, jenis kelamin, dan ras (yang dikategorikan menjadi kulit putih, Afrika Amerika, multiras, maupun lainnya). Kami juga mengumpulkan informasi mengenai pendidikan dari keluarga terdekat yang merawat pasien dan rata-rata pendapatan.Untuk mengelompokkan anak-anak dengan asma lebih persisten, kami juga mempertimbangkan penggunaan obat-obatan kontroller asma yang digunakan sebelum masuk RS.Koesioner kami tidak menspesifikkan jenis kontroller (misalnya dengan kortikosteroid inhalasi atau inhibitor leukotrien dan lain-lain).
ANALISIS STATISTIK Subyek dengan data paparan lengkap (n-619) merupakan sampel analitik.Kami menggunakan uji t dan uji x2 untuk membandingkan antara anak-anak dengan dan tanpa data paparan lengkap.Kami menghitung jumlah dan persentasi rata- rata aritmatika dan SD (Standar Deviasi) untuk semua variabel yang diukur. Kami membandingkan persentasi subyek dengan kadar cotinine serum dan saliva yang terdeteksi dengan berbarbagai karakteristik demografi dengan menggunakan uji x2.Karena adanya korelasi potensial dengan masalah hasil, kami juga memeriksa hubungan antara kovariat tertentu dengan kejadian rawatkembali di RS dengan analisis bivariat. Untuk mengevaluasi persetujuan antara keluarga pasien yang melaporkan paparan rokok pasif dengan kadar cotinine, kami melakukan analisis bivariat. Pertama-tama kami melakukan analisis regresi logistik untuk mengevaluasi hubungan antara paparan rokok pasif dan kovariat potensial dengan kejadian rawat kembali di RS. Kami kemudian melakukan analisis multivariabel untuk mempertimbangkan kovariat potensial. Pada model multivariabel inisial, kami melibatkan kovariat yang memiliki nilai p < 0,5 pada analisis univariabel. Kami menggunakan teknik eliminasi mundur(backward) untuk variabel reduksi. Kovariat kemudian ditahan pada analisis ketika mereka signifikan atau ketika jika mereka dihilangkan menyebabkan perubahan >10% pada perkiraan untuk paparan rokok pasif.Pada semua analisis, kami memasukkan variabel untuk timing pengumpulan sampel untuk menghitung jumlah produk nikotin.Akhirnya, kami melakukan analisis post hoc yang fokus terhadap anak-anak dengan cotinine pada saline untuk mencari bukti hubungan dosis respon antara cotinine pada saliva dan kejadian rawat kembali. Kami juga memeriksa untuk pengaruh modifikasi yang potensial seperti usia (<6 atau 6 tahun), karena definisi asma menjadi lebih jelas sesuai usia anak. Kami menggunakan program R version 2.15.2 (www.r-project.org) untuk semua analisis data.
HASIL Karakteristik Subyek Studi Data yang lengkap tersedia pada 619 pasien dari 774 partisipan studi (80%). Partisipan dengan data paparan lengkap memiliki usia lebih tua daripada mereka dengan data yang kurang lengkap (tabel 1). Pada mereka dengan data yang lengkap, sebagian bear peserta adalah ras Afrika Amerika (57,4%), dan memiliki pendapatan rutin <$60.000 (81,6%), dan memiliki pendidikan kurang dari Sarjana atau sederajat (86,2%) (Tabel 1).Sebagian kecil keluarga pasien melaporkan penggunaan berbagai jenis kontroller asma pada anak-naka ini sebelum masuk RS.Terdapat peningkatan rawat kembali pada partisipan dengan data yang tidak lengkap dibandingkan dengan mereka dengan data yang lengkap (Tabel 1). 35% keluarga pasien melaporkan bahwa anak-anak mereka memngalami paparan rokok dengan 23,7% melaporkan paparan terjadi di lingkungan rumah mereka, 12% melaporkan paparan terjadi di lingkungan sekitar mereka, dan 12,3 melaporkan paparan terjadi di dalam mobil. Sebaliknya, sebagian besar anak-anak memiliki kadar cotinine di atas LOD yang ditemukan di serum (56,1%) dan saliva (79,6).
Karakteristik Demografik dan Kadar Cotinine Serum dan Saliva Persentase anak-anak dengan cotinine yang terde- teksi bervariasi secara signifkan se- suai status demo- grafi.Anak Afrika Amerika memimiliki kadar cotinine serum dan saliva tertinggi (61,1% dan 86,8%) (Tabel 2). Terdapat juga hubungan ter- balik yang signifikan antara jumlah pen- dapatan dan kadar cotinine;Anak-anak dengan pendapatan rumah tangga rutin <$15.000 memiliki kadar cotinine serum adalah sebanyak 71,9% dibandingkan dengan yang pen- dapatan rumah tangganya >$90.000 dengan kadar cotinine serum adalah 11,4%. Hubungan berkebalikam juga terdapat pada hubungan antara pendidikan keluarga terdekat dengan kadar cotinine. Jumlah cotinine yang terdeteksi tidak tergantung pada jenis kelamin maupun jenis obat kontroller asma.
Paparan Rokok yang dilaporkan dibandingkan dengan yang diukur Terdapat perbedaan antara laporan mengenai paparan rokok dengan paparan rokok yang diukur dengan biomarker. Pada anak-anak yang dilaporkan dengan paparan rokok pasif, 87,6% memiliki kadar cotinine serum yang terdeteksi dan 97,7% memiliki kadar cotinine saliva yang terdeteksi (Tabel 2). Namun, pada anak-anak yang keluarganya melaporkan tidak ada paparan rokok pasif, 39,1% memiliki kadar cotinine serum yang terdeteksi dan 69,9% mimiliki kadar cotinine saliva yang terdeteksi. Analisis sensitivitas yang memperngaruhi paparan didalam mobil tidak berubah pada hasil-hasil ini.
Hubungan antara Paparan Rokok dengan Rawat Kembali di Rumah Sakit Tingkat rawat kembali di RS tidak berbeda secara signifikan antara anak-anak dengan paparan rokok yang dilaporkan atau tidak (19,4% dibanding 15,2%, p= 0,21) (Tabel 3). Namun, ting- kat rawat kembali untuk anak-anak dengan cotinine yang terdeteksi dibandingkan de- ngan mereka yang tanpa cotinine adalah 19,6% dibanding 12,9% (p=0,03) dan untuk kadar cotinine serum (18,7%) dan saliva (8,7%) (p=0,007). Pada analisis, laporan keluarga pasien terhadap paparan rokok pasif bukan merupakan prediktor signifikan untuk rawat kembali di RS (OR: 1,23; 95% CI 0,79- 1,89) (Tabel 4). Merokok pada lingkungan rumah juga tidak berhubungan dengan hasil penelitian. Adanya cotinine serum dan saliva yeng terdeteksi berhubungan dengan rawat kembali di RS (OR: 1,59; 95% CI :1,02-2,48 untuk serum) dan (OR: 2,35; 95% CI: 1,22-4,55) untuk saliva. Pada analisis post hoc anak-anak dengan kadar cotinine saliva terdeteksi, kami menemukan tidak ada bukti baik hubungan antara dosis respon dengan pengaruh ambang batas antara cotinine dan tingkat rawat kembali. Hasilnya tidak berubah ketika kami memeriksa antara waktu masuk dengan jumlah specimen. Kami melakukan analisis stratifikasi pada usia anak dasar (6 dan<6 tahun) untuk ada di kedua strata, arah hubungan antara cotinine dan rawat kembali masih sama seperti sampel penuh. Untuk kelompok anak <6 tahun (n=328), cotinine saliva masih merupakan prediktor signifikan rawat kembali, namun perbandingan lain sudah tidak signifikan lagi terkait peningkatan pada SE.
DISKUSI Paparan rokok pasif sangat umum ditemukan pada anak-anak yang masuk RS karena asma atau bersin-bersin karena respon bronkodilator.Lebih jauh lagi, paparan rokok. Sebagaimana diukur dengan kadar cotinine serum dan saliva, berhubungan dengan hospitalisasi berulang untuk asma dan bersin dalam satu tahun. Sebaliknya, laporan keluarga pasien mengenai paparan rokok pasif bukan merupakan prediktor dalam rawat kembali anak di RS dan tidak berhubungan dengan paparan rokok pasif yang diukur dengan kadar cotinine serum maupun saliva. Kami menemukan hubungan yang kuat dan independen antara cotinine, sebuah biomarker untuk paparan rokok, dan adanya kejadian rawat kembali anak- anak dengan asma maupun penyakit terkait bersin selama kurun waktu 12 bulan. Perkiraan jumlah cotinene saliva terdeteksi lebih tinggi 2,4 kali lipat dibanding cotinine serum dalam meningkatkan rawat kembali anak di RS.Namun, kami tidak menemukan bukti adanya hubungan dosis respon. Penemuan ini mungkin karena variabilitas pasien ke pasien dalam metabolisme cotinine.Studi yang telah menggunakan kadar cotinine didapat melalui meconium, darah tali pusat, dan rambut maternal, urin, maupun serum untuk memeriksa paparan rokok prenatal dan berkaitan dengan peningkatan gejala respirasi dan asma pada anak-anak.14,18-21 Salah satu studi yang dilakukan pada orang dewasa meninjau hubungan antara kadar cotinine dengan tingkat masuk RS karena penyakit terkait asma. Namun, studi ini menemukan bahwa konsentrasi nicotine, bukan cotinine pada rambut lebih tinggi hubungannya dengan peningkatan tingkat hospitalisasi.22 Studi yang lain menghubungkan antara kadar cotinine urin dengan hospitalisasi akibat bronchitis pada janin. Studi saat ini memberikan dukungan tambahan untuk munculnya peran dari cotinine sebagai biomarker dan ukuran klinis yang potensial untuk memperkirakan hospitalisasi berikutnya pada anak-anak, terutama mereka dengan masalah respirasi (saluran nafas). Penemuan tambahan pada analisis ini adalah adanya kesenjangan antara laporan keluarga pasien mengenai paparan rokok pasif dengan hasil pengukuran paparan rokok menggunakan kadar cotinine serum dan saliva. Penemuan ini berlawanan dengan beberapa studi belakangan ini yang menunjukkan adanya keserasian antara laporan keluarga pasien tentang paparan rokok dengan paparan rokok yang diukur dengan kadar cotinine, dan hal ini adpat menyebabkan bias terhadap kasus rawat inap pasien yang tidak terlaporkan. Kesenjangan yang sama juga terjadi pada situasi dimana ada keinginan sosial untuk tidak melaporkan paparan rokok yang meningkat, seperti dalam mengevaluasi paparan rokok prenatal dan merokok saat hamil.14, 24-27 Penelitian kami dapat mencerminkan bias yang sama terhadap adanya kasus yang tidak dilaporkan akan menyebabkan paparan rokok pasif yang tersembunyi dari berbagai faktor lain seperi populasi dengan pendapatan rendah2.8,29 Selain itu, penemuan kami juga dapat mencerminkan kurangnya spesifisitas pada kuesioner kami berkaitan dengan paparan rokok pasif. Misalnya, keluarga pasien mungkin akan menunjukkan respon jawaban bervariasi pada pertanyaan apakah ada orang yang merokok didalam rumah?.Hal ini dapat merancukan bila dalam rumah tersebut ada orang yang tinggal di rumah tapi merokok di luar rumah. Kami juga menemukan perbedaan yang signifikan dalam paparan asap rokok antara kelompok-kelompok dengan demografik berbeda. Hasil pada studi ini seiring dengan studi belakangan ini, termasuk 1 studi oleh Dempsey et al.30 yang mengevaluasi kadar cotinine serum pada pasien anak rawat jalan di klinik. Mereka menemukan bahwa, meskipun tidak terdapat berbedaan kadar cotinine yang signifikan menurut jenis kelamin dan usia, anak-anak dengan ras Afrika Amerika memiliki kadar cotinine lebih tinggi daripada mereka dengan ras lainnya.31 Alasan untuk terjadinya hal ini kemungkinan merupakan multifacktor dan meliputi risiko paparan berbeda dan juga perbedaan metabolisme cotinine pada ras yang berbeda.32 Untuk semua partisipan dalam studi, LOD lebih rendah pada cotinine saliva daripada serum, hal ini konsisten dengan peningkatan sensitivitas pada kadar cotinine saliva.33,34 Perbedaan ini mungkin menjelaskan mengapa saliva merupakan matriks yang lebih bersih, dengan jumlah metabolit yang lebih sedikit terdeteksi. Perbedaan ini menghasilkan pertanda baik: yaitu noise ratio untuk cotinine saliva. Cotinine saliva merupakan pilihan biomarker yang paling sesuai karena dalam hal pengumpulan specimen tidak invasif dan hanya memimbuthkan usaha yang minimal. Kemampuan untuk mengkur kadar cotinine serum dan saliva menghasilkan kemungkinan untuk pengukuran objektif yang dapat diperoleh ketika anak-anak dirawat di departemen gawat darurat atau di rumah sakit dan dapat digunakan untuk memperkirakan tingkat hospitalisasi berikutnya. Pengukuran paparan rokok seperti ini dapat digunakan untuk membuat intervensi target spesifik pada keluarga pasien sebelum anak mereka keluar dari RS. Beberapa intervensi meliputi konseling pada orangtua pasien dan kontak dengan dokter keluarga mereka, yang dapat digunakan dalam intervensi pasien rawat inap dan dalam praktik klinis.35,36 Terdapat keterbatasan pada studi ini.Pertama, data mengenai asma hanya tersedia pada anak-anak yang dirawat di fasilitas CCHMC; padahal anak-anak dapat dirawat dimana saja. Ketika sampel acak yang menjalani studi kohort ini mencapat 1 tahun, tidak ada lagi keluarga pasien yang melaporkan apakah anak mereka dirawat kembali di RS atau di tempat lain. Namun, kami tidak dapat menyingkirkan kemungkinan bahwa mereka masuk ke RS lain atau mereka terdiagnosis penyakit lain yang behubungan (misalnya bronkiolitis). Selain itu, hasil kami tidak memasukkan adanya kunjungan ke departemen gawat darurat atau pusat perawatan akut sehingga mungkin kami melewatkan kompenonenn penting morbiditas asma yang tidak kami perhitungkan.Kedua, sampel kami utamanya terdiri atas ras Afrika Amerika dan anak-anak berkulit putih, sehingga membatasi hasil studi kami.Ketiga, terdapat perbedaan signifikan antara anak-anak yang dimasukkan maupun mereka yang tidak dimasukkan dalam analisis, terutama pada mereka yang tidak termasuk, jumlah rawat kembali ke RS lebih banyak. Namun, situasi ini adalah yang kemungkinan besar dapat menyebabkan bias yang dapat menggagalkan hasil kami. Keempat, kami sebenarnya bisa menggunakan pertanyaan yang lebih detail untuk memperoleh informasi tambahan terkait paparan rokok, sehingga dapat meningkatkan sensitivitas respon jawaban laporan keluarga pasien dibandingkan dengan biomarker. Namun, kami berusaha untuk meniru apa yang biasanya ditanyakan selama perawatan umum rawat inap. Kelima, kami tidak dapat menyingkirkan bahwa anak-anak dengan paparan rokok dirawat kembali dengan ambangbatas keparahan penyakit lebih rendah, karena paparan rokok dapat berhubungan dengan variabel tidak terukur lainnya, misalnya gangguan dalam keluarga. Namun, kami sudah menyesuaikan dengan variabel lain yang mungkin berhubungan, misalnya pendidikan keluarga yang rendah. Batasan akhir pada studi ini adalah kurangnya informasi detail mengenai penggunaan obat-obatan pengontrol asma pada studi kohort kami dalam indeks perawatan dan rawat kembali. Kami tidak memiliki informasi spesifik mengenai penggunaan kortikosteroid inhalasi dan tingkat kepatuhan terhadap obat, dimana hal ini mungkin mempengaruhi jumlah eksaserbasi pada anak.
KESIMPULAN Kami menemukan bahwa paparan rokok pasif umum ditemukan pada anak- anak yang masuk karena bersin-bersin atau asma dan oleh karena itu, kami memeriksanya dengan biomarker, paparan sendiri berhubungan secara independen dengan jumlah rawat kembali. Kadar cotinine serum dan saliva dapat mengemukakan faktor risiko stratifikasi lebih baik dan mengembangkan target intervensi lebih baik pada anak-anak. Intervensi tersebut, jika efektif, dapat menurunkan jumlah rawat kembali di Rumah Sakit.