(BENANG KUSUT PENDIDIKAN DI ERA OTONOMI PENDIDIKAN)
Oleh: Wira Kafryawan 10535 4766 10 Kelas D (Pengikut)
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2014
BAB I PENDAHULUAAN
A. Latar Belakang Jika direnungkan, lama-lama kekusutan permasalahan pendidikan di Tanah Air ini ibarat pasien yang mengalami komplikasi. Gawatnya lagi, di samping permasalahan kronis yang tidak kunjung tertangani, seperti pengelolaan ketenagaan yang kurang hirau efisiensi dan efektivitas, serta masalah mutu guru yang akarnya merambah dari hilir ke hulu sehingga tidak mungkin dibenahi hanya melalui pembinaan dalam-jabatan, juga bermunculan faktor-faktor risiko baru berupa pilihan kebijakan yang kontraproduktif. Beberapa hasil survei dan riset yang dilakukan lembaga lembaga dunia yang kredibilitasnya dapat dipertanggungjawabkan, menggambarkan bahwa kredibilitas bangsa Indonesia dimata masyarakat dunia tidak semakin memuncak, tetapi justru semakin memudar dalam beberapa tahun terakhir ini. Berbagai publikasi yang dikeluarkan oleh organisasi internasional, bail lembaga formal seperti Bank Dunia maupun lembaga nonformal seperti LSM, telah memberi gambaran yang lebih konkret mengenai hal tersebut. Dalam dunia pendidikan. Hasil studi PERC, Politik and Economical Risk Consultancy (2001), menempatkan Indonesia di urutan ke 12 dari 12 Negara di Asia. Dalam hal ini Malaysia, Singapura, Brunei, Thailand, Filipina, dan sebagainya, lagi-lagi berada diatas kita. Jika dicermati, publikasi World Bank (WB), UNDP, UNESCO, USAID, Asia Week, dan badan-badan Internasional lainya; hampir tidak ada dapat menjelaskan prestasi terbaik bangsa kita di bidang ekonomi, politik, sosial, dan bidang-bidang lainya dalam beberapa tahun terakhir. (Hamzah B. Uno 2009 : 130) B. Masalah Permasalahnya sekarang adalah mengapa posisi Indonesia tidak kalah bersaing, baik dari segi ekonomi, pendidikan dan bidang lain-lainya dalam pembangunan? Jawabannya banyak orang yang menyatakan bahwa itu semua itu disebabkan terjadinya badai krisis yang menghantam sistem perekonomian Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 yang lalu. Berawal dari sinilah selanjutnya aneka krisis muncul di permukaan. Apabila kita telaah lebih dalam, sebenarnya ada faktor yang lebih fundamental sebagai penyebab keterpurukan kita, yaitu ketidakberhasilan pendidikan nasional kita. Dikarenakan pendidikan kita tidak mengahsilkan kader- kader bangsa yang berkemauan tulus dan berkemampuan professional maka kita tidak sanggup menahan krisis, dan ketika aneka krisis sudah berkecambuk yang mengantar kita kedalam keterpurukan maka kita pun sulit melakukan recovery. (Hamzah B. Uno 2009 : 131) Pada saat ini pendidikan nasional juga masih dihadapkan pada beberapa permasalahan yang menonjol ; (1) masih rendahnya pada pemerataan untuk memperoleh pendidikan, (2) masih rendahnya kualitas dan relevansi pendidikan, dan, (3) masih lemahnya manajemen pendidikan, disamping belum terwujudnya kemadirian dan keunggulan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dikalangan Akademis. Ketimpangan pemerataan pendidikan juga terjadi antarwilayah geografis, yaitu antara perkotaan dan perdesaan, serta Kawasan Timur Indonesia (KTI) dan Kawasan Barat Indonesia (KBI), dan antartingkat pendapatan penduduk ataupun anatargender. Beberapa hasil riset yang berkaitan dengan kualitas pendidikan Indonesia masih sangat memperihatinkan. Hal tersebut tercermin, antara lain dari hasil studi kemampuan membaca untuk tingkat Sekolah Dasar (SD) yang dilaksnakan oleh Organisasi International Educational Achievement (IEA) yang menunjukan bahwa siswa SD di Indonesia berada pada urutan ke-38 negara peserta studi. Sementara untuk tingkat Sekolah Menegah Pertama (SMP), Studi utuk kemampuan Matematika siswa SMP di Indonesia hanya berada pada urutan ke 39 dari 42 negara, dan untuk kemampuan Ilmu pengetahuan Alam (IPA) hanya berada pada urutan ke-40 dari 42 negara peserta. (Hamzah B. Uno 2009 : 134) C. Tujuan 1. Mengetahui kondisi dunia pendidikan di Indonesia 2. Mengetahui peran guru dalam menentukan kebijakan pendidikan 3. Mengarahkan pendidikan yang sesuai dengan kompetensinya 4. Menigkatkan mutu pendidikan di Indonesia 5. Memperbaiki sistem pendidikan di Indonesia
D. Manfaat 1. Bagi Mahasiswa Agar mahasiswa lebih peka lagi dalam menyikapi keterpurukan pendidikan dan menigkatkan kualitas manusia agar dapat bersaing dengan dengan negara lain dan lebih dikenal didalam dunia pendidikan Internasional dengan harapan pembangunan pendidikan di Indonesia dapat memiliki peringkat teratas dari negara-negara tetangga sehingga meghasilkan anak bangsa yang berprestasi dimata Internasional. 2. Bagi Lembaga Supaya lebih menigkatkan mutu pendidikan dan kelayakan mengajar serta kesejahteraan guru. Agar kedepanya guru lebih dapat membangkitkan perhatian peserta didik pada materi pembelajaran yang diberikan serta dapat menggunakan berbagai media dan sumber belajar bervariasi.
BAB II LANDASAN TEORI
A. Pengertian Berbicara permasalahan yang muncul dalam dunia pendidikan, bagaikan mengurai benang kusut yang sulit dicari mana ujung dan mana pangakalnya. Pendidikan merupakan suatu proses yang sangat kompleks dan berjangka panjang, dimana berbagai aspek tercakup dalam proses saling berkaitan erat antara satu dengan yang lainnya. Prosesnya bersifat kompleks dan tidak berlangsung dalam suasana yang steril dan vakum, melainkan akan senantiasa berinteraksi dengan lingkungan, baik sosial, politik, budaya, ekonomi, agama serta aspek lainnya seperti guru, bahan ajar, fasilitas, kondisi siswa, metode mengajar yang digunakan, dan sebagainya. Baik buruknya hasil pendidikan tidak dapat dilihat dalam waktu yang singkat, tetapi membutuhkan waktu yang agak panjang. Salah satu permasalahan yang muncul dan banyak dibicarakan dalam dunia pendidikan kita dewasa ini adalah rendahnya mutu pendidikan. Mutu pendidikan yang dimaksudkan disini adalah muara dari sebuah proses pendidikan yakni terwujudnya manusia yang memiliki nilai hidup, pengetahuan hidup dan keterampilan hidup. B. Unsur-unsur dalam system pendidikan Menurut (Martini Yamin dan Maisyah, 2012 : 113) Sistem pendidkan mengandung proses pendidikan khususnya disekolah yang bekerja untuk langsung atau tidak langsung mencapai tujuan pendidikan. Proses ini merupakn interaksi fungsional antara komponen-komponen pengambil kebijakan pendidikan pada opeerintahan dipusat, pemerintah didaerah provinsi dan kabupaten atau kota, serta penyelenggaraan pendidikan disekolah merupakan penjabaran tujuan pendidikan nasional. 1. Guru Guru merupakan ujung tombak pendidikan. Sebagai pendidik, guru harusmemiliki kompetensi kompetensi tertentu agar mampu mendidik anak didiknya dengan baik. Menurut UU No.14 Tahun 2005 pasal 10 ayat 1, kompetensi yang harus dimiliki oleh guru meliputi kompetensi pedagogik,kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Tugas guru adalah menyampaikan ilmu. Ilmu yang disampaikan oleh guru akan lebih bermanfaat apabila penyampaiannya juga dilakukan melaui karya tulis ilmiah karena tidak hanya dapat dinikmati oleh anak didiknya, namun juga oleh masyarakat luas. Sekarang maslah-masalah yang dihadapi pendidikan dalam tenaga guru adalah keprofesionalan guru, kelayakan mengajar dan kesejahteran guru. 2. Bahan ajar Saat ini banyak anggapan yang menilai guru kurang serius dalam mengembangkan profesinya. Hal ini dapat dilihat dari guru yang tidak mempunyai persiapan mengajar dan kurang minatnya guru dalam mengembangkan kualitas dirinya. Guru dituntut untuk dapat mengembangkan bahan ajar, namun saat ini banyak guru yang kurang antusias dalam menjalankan profesinya khususnya dalam mengembangkan bahan ajar. Menurunnya produktivitas guru ini sangat disayangkan mengingat banyaknya manfaat yang diperoleh dari pengembangan bahan ajar. Pentingnya pengembangan bahan ajar ini karena bahan ajar harus sesuai dengan tuntutan kurikulum, karakteristik siswa, dan dapat memecahkan masalah dalam pembelajaran. Menurunnya kualitas dan produktivitas guru dalam memenuhi tuntutan pengembangkan bahan ajar mungkin disebabkan karena adanya masalah dan keterbatasan. Hal ini berkaitan dengan situasi yang dialami oleh pribadi guru sehari-hari. Salah satu cara untuk mengatasi masalah atau keterbatasan dalam pengembangkan bahan ajar oleh guru adalah dengan memposisikan individu, dalam hal ini guru untuk menggambarkan situasi/ pengalaman dimana mereka merasa dapat mengembangkan bahan ajar dan dimana mereka tidak mampu mengembangkannya. 3. Fasilitas Berbicara fasilitas yang menunjang keberhasilan pendidikan dalam proses belajar mengajar berarti menyangkut sarana dan prasarana pendidikan yang dapat dimanfaatkan oleh siswa dan guru dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan.Sedangkan menurut Undang- undang sisdiknas nomor 20 tahun 2003 pasal 45 ayat 1 dinyatakan sebagai berikut: Setiap satuan pendidikan formal dan nonformal menyediakan sarana dan prasarana yang memenuhi keperluan pendidiakan sesuai dengan pertumbuhhan perkembangan potensi fisik,kecerdasan intelektual,sosial,emosional,dan kejiwaan peserta didik .dari konsep diatas jelas dapat kita sebut bahwa ternyata sarana dan prasarana syarat mutlak yang harus ada baik sebagai kelengkapan pendidikan formal maupun nonformal yang sangat dibutuhkan bagi peserta didik untuk mengembangkan potensinya secara optimal. 4. Siswa Komponen ini berasal dari penduduk, dan merupakan orang yang turut serta dalam proses pendidikan sesuai jenjang, jenis, dan peminatnya. Fungsi koponen ini adalah belajar, sehingga mengalami proses perubahan kualitas tingkah laku seperti yang diharapkan oleh sistem dan tujuan pendidikan.
BAB III PEMBAHASAN
Menurut (Hamzah B.Uno, 2009: 138) Penempatan pendidikan sebagai salah satu prioritas utamatentunya harus didasarkan atas rasionalisme yang jelas dan dipertanggungjawabkan. Rasionaismel tersebut seyogianya didasarkan atas berbagai isu yang erat kaitannya dengan penyelenggaraan system pendidikan tersebut. Setidaknya terdapat sebelas hal yang menjadi isu kritis yang harus dipertimbangkan, baik oleh jajaran birokrasi pendidikan maupun masyarakat umum dalam menata pendidikan yang unggul dimasa yang akan datang. 1. Guru harus professional. Pada zaman orde baru saat itu guru diposisikan sebagai alat politik kekuasaan untuk melanggengkan rezim orde baru melalui kekuatan Golkar. Sisi yang terabaikan dengan peran guru seperti itu adalah persoalan proesionalisme. 2. Melakukan perubahan atas kesalahan pendidikan. Paling tidak, ada sepuluh kecendrungan kesalahan yang dilakyukan pada penyelenggaraan pendidikan yang lalu dan perlu di ubah secara bersama agar tujuan pendidikan dapat dicapai. Sepuluh kesalahan tersebut antara lain: a. Pendidikan terkesan sebagai proses pembelengguan b. Pendidikan terkesan sebagai proses pembodohan c. Pendidikan terkesan sebagai proses perampasan hak anak-anak d. Pendidikan terkesan menghasilkan tindak kekerasan e. Pendidikan terkesan sebagai proses pengebirian potensi f. Pendidikan terkesan sebagai pemecah wawasan manusia g. Pendidikan terkesan sebagai wahana disintegrasi h. Pendidikan terkesan menghasilkan manusia otoriter i. Pendidikan terkesan menghasilkan manusia apatis terhadap lingkungan j. Pendidikan terkesan hanya terjadi disokolah
3. Kelayakan mengajar dan kesejahteraan guru. Apapun alasannya, guru merupakan titik sentral yang strategis dalam kegiatan pendidikan. Disamping khusus diangkat untuk mengajar dan mendidik, guru dibebani tugas sebagai pelaku pembaruan. Mengingat tugasnya tersebut, masalah kelayakan mengajar menjadi persyaratan yang harus dipenuhi. Padahal, kondisi kemampuan guru- guru yang ada sekarang cenderung masih memprihatinkan. Hasil survey yang berkaitan dengan kurangnya kemampuan guru mentransformasikan ilmu dan keterampilan kepada siswa, dari 22.899 guru di Jakarta yang dites untuk mengetahui seberapa jauh penguasaan guru bidang studi saat mengajar tersebut jumlahnya relatif sedikit dibandingkan mereka yang mendapat nilai kurang dari enam. Melihat kenyataan kondisi gurudi Jakarta tersebut, dapat dipastikan bahwa kondisi pendidikan di daerah tentu lebih memprihatinkan lagi. Sehubungan dengan kurangnya kemampuan guru tersebut, maka system produksi guru merupakan hal pokok yang harus dibenahi untuk memperbaiki sistem pendidikan nasional. Apabila tingkat kelayakan mengajar sudah terpenuhi, tuntutan perbaikan kesejahteraan bagi guru harus menjadi salah satu agenda pokok program pemerintah 4. Efisiensi kemanfaatan anggaran pendidikan. Kurang proporsionalnya anggaran pendidikan menjadi isu yang tidak pernah berhenti untuk diperdebatkan oleh pakar dan pengamat pendidikan. Rendahnya anggaran tersebut dijadikan indikator kurangnya kepedulian pemerintah untuk membenahi sistem pendidikan. Selain itu rendahnya anggaran dituding sebagai sumber penyebab kebobrokan sistem pendidikan nasional. Padahal semakin tinggi alokasi anggaran pendidikan, semakin besar kemungkinan keberhasilan program pembangunan manusianya. Anggaran pendidikan di Indonesia yang beberapa tahun belakangan rata-rata berkisar sekitar 1,4% dari GNP ternyata sangat kecil apabila dibandingkan dengan negara-negara tetangga apalagi negara maju. Tampaknya, efisiensi penggunaan anggaran tersebut jauh dari harapan. Sebagaimana terungkap dari temuan BPK dan BPKB ternyata Departemen Pendidikan Nasional menempati salah satu peringkat tinggi dalam hal penyelewengan dan korupsi.
5. Depolitisasi kebijakan pendidikan. Berbagai kebijakan telah ditetapkan yang pada umumnya berada dalam kerangka perbaikan mutu pendidikan. Pengalaman yang ada menunjukkan bahwa setiap adanya pergantian pimpinan dalam lingkungan Depdiknas akan muncul pemikiran-pemikiran baru. Kebijakan cenderung tidak memiliki kesinambungan dengan kebijakan yang telah diterapkan oleh pimpinan sebelumnya. 6. Restrukturisasi organisasi. Berlakunya otonomi daerah dan perimbangan kewenangan keuangan pusat dan daerah menuntut adanya siste perencanaan dan manajemen baru pengelolaan penbdidikan. Akan terjadi suatu pergesaran paradigma pendidikan nasional dan paradigma birokrasi menuju korporat birokrasi. Dengan bergesernya penyelenggaraan pemerintahan yang terdesentralisasi dan otonom makap pengaturan, peran, dan wewenang seta tanggung jawab pemerintah daerah dalam perencanaan dan pengelolaan pelaksanaan pendidikan menjadi lebih besar. Pembaruan sistem pendidikan yang telah diberikan dominan di daerah tersebut, bias diikuti dengan perubahan sistem kelembagaan dan pengelolaan pendidikan. Perubahan sistem kelembagaan pendidikan yang dimaksudkan, antara lain akselerasi pendidikan dengan cara mencanangkan batas usia masuk Sekolah Dasar 5 tahun, dan lama pendidikan SD 5 tahun, SMP 2 tahun, serta SMA 3 tahun. Pada sisi lain, perlu ada perubahan kurikulum secara mendasar. 7. Tentang kenaikan gaji guru PNS yang di rencanakan naik 200 persen seiring degnan akan di tetapkannya undang-undang guru dan dosen,perlu pendapat sambutan dari jajaran guru dan dosen mengingat hal ini akan berdampak pada peningkatan kualitas pendidikan dan meningkatkan kualitas kerja guru-guru di sekolah. Selain itu, juga di perlukan adanya perubahan fungsi dan struktur organisasi pada tingkat pusat. Perubahan fungsi yaitu bahwa manajemen pada tingkat pusat lebih di harapkan pada lembaga pengontrol untuk lembaga pengevaluasi. Dengan mengacu kepada fungsi serta kewenangan yang dimiliki desentralisasi tersebut, suka atau tidak suka harus di lakukan perubahan struktur organisasi pada tingkat pusat.
8. Memposisikan pejabat pendidikan adalah mereka yang professional. Kebijakan peningkatan mutu pendidikan tidak akan habis dibicarakan dan tidak akan selesai masalahnuya jika tidak dilakukan melalui kebijakan politik peerintah dengan membangun komitmen bersama untuk menjadikan sector pendidiaan merupakan arena yang harus di kelola oleh klompok masyarakat yang professional. 9. Rekrutmen tenaga guru harus professional dan kompeten dalam rekrutmen tenaga guru, saatnya sekarang untuk mengedepankan aspek profesionalisme melalui uji kompetensi jika kemudian ditemukan guru yang tidak professional komite sekolah dapat memutuskan kontrak kerja tersebut. Kebijakan ini mendorong setiap guru berusaha bekerja secara professional dan kompetitif. Deengan demikian, kebijakan pengangkatan guru sebagai PNS tidak dapat di berlakukan, karena ada kecurangan sekarang posisi guru sebagai PNS tugasnya sebagai pengajar tidak lagi menjadi tugas pokoknya. 10. Memberikan tunjangan layak hidup bagi guru yang masih masuk purnatugas pekerjaan sebagai seorang guru adalah pekerjaan professional yang penuh dengan pengabdian karena berurusan dengan upaya mebentuk pola piker, prilaku, dan tindakan manusia. Oleh karena itu, pekerjaan ini tidak bias dilakukan setengah hati. Sebagai imbal jasa yang perlu di berikan harus seimbang dengan kebutuhan dan hari depan guru. Idealnya guru dapat tunjangan rumah, kendaraan, kesehatan, dan tunjangan rekreasi keluar negeri minimal di lima kota besar di Indonesia disamping tunjangan lainnya. Program pendidikan ini merupakan pendidikan praktis, pragmatis, yang di ikuti pemberian modal kerja yang sesuai dengan jenis pekerjaan barunya. 11. Mengarahkan siswa kependidiakan yang sesuai dengan kompetensinya dengan tidak di berlakukannya lagi pendidikan berbasis kompetensi, mungkin daerah dapat mengembangkan pendidikan berbasis kawasan. Disamping aspek potensi alamnya, yang lebih penting adalah bagaiana mengarahkan anak pada pendidikan yang sesuai dengan bakat, minat dan potensinya sejak dini, mungkin sejak smp melalui uji kompetensi khusus.
DAFTAR PUSTAKA
B. uno, Hamzah. 2009. Profesi kependidikan . jakarta: Bumi Aksara. Raka T. Joni. Mengurai Benang Kusut Pendidikan, http://www.unisosdem.org/kliping_detail.php?aid=5117&coid=1&caid=52, Diakses pada 18 Juli 2014 Yamin, Martinis dan Maisyah. 2012. Orientasi baru ilmu pendidikan. Jakarta: Refrensi Zulfikri. Mengurai Benang Kusut Pendidikan di Era Otonomi Pendidikan, http://yuk- kitabelajar.blogspot.com/2013/11/mengurai-benang-kusut-pendidikan-di- era.html, Diakses pada 18 Juli 2014