Anda di halaman 1dari 33

STAN

2014
LIABILITIES IN PUBLIC SECTOR
Kewajiban dalam Sektor Publik

Disusun Oleh:
KELAS 8D PROGRAM D IV REGULER
Adinda Widyastari (2)
Hana Kurniati (10)
Niczen Henry Lolowang (18)
Rocky Simamora (24)
Yudi Dwiprasanto (29)

Daftar Isi
Daftar Isi ........................................................................................................................................................ 1
A. Definisi Kewajiban ................................................................................................................................. 2
B. Klasifikasi Kewajiban ............................................................................................................................. 4
C. PENGAKUAN KEWAJIBAN ..................................................................................................................... 5
PENGAKUAN KEWAJIBAN MENURUT PP 71 TAHUN 2010 ........................................................................ 5
PENGAKUAN UTANG MENURUT IPSAS ................................................................................................... 10
D. PENGUKURAN KEWAJIBAN ................................................................................................................. 12
Pengukuran Kewajiban Jangka Pendek ................................................................................................... 12
Pengukuran Kewajiban Jangka Panjang .................................................................................................. 13
Penilaian Kewajiban ................................................................................................................................ 14
Perubahan Valuta Asing .......................................................................................................................... 15
Penyelesaian Kewajiban sebelum Jatuh Tempo ..................................................................................... 16
Tunggakan ............................................................................................................................................... 17
Restrukturisasi Utang .............................................................................................................................. 17
Penghapusan Utang ................................................................................................................................ 18
Biaya-Biaya yang Berhubungan dengan Utang Pemerintah ................................................................... 19
E. PENYAJIAN DAN PENGUNGKAPAN KEWAJIBAN ................................................................................. 20
Penyajian dan Pengungkapan Kewajiban Secara Akrual ........................................................................ 20
Penyajian dan Pengungkapan Kewajiban Secara Kas Menuju Akrual (CTA) ........................................... 23
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................................................... 32









A. Definisi Kewajiban
Definisi kewajiban menurut Peraturan Pemerintah Nomor 71Tahun 2010 adalah utang yang
timbul dari peristiwa masa lalu yang penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya
ekonomi pemerintah. Pengertian ini sejalan dengan pengertian kewajiban menurut IPSAS. Menurut
IPSAS kewajiban adalah present obligations of entity arising from past event, the settlement of which is
expected to result in an outflow from the entity of recources embodying economic benefits or service
potential. Dari pengertian tersebut, dapat diuraikan karakteristik kewajiban, sebagai berikut:
1. Adanya pengorbanan sumber daya ekonomi di masa yang akan datang.
2. Timbul karena konsekuensi pelaksanaan tugas atau tanggung jawab untuk bertindak di masa
lalu.
3. Dapat dipaksakan menurut hukum sebagai konsekuensi dari kontrak yang mengikat atau
peraturan perundang-undangan.
Menurut Buletin Teknis SAP Nomor 8 tentang Akuntansi Utang, Kewajiban dapat berupa:
1. Utang kepada Pihak Ketiga
Kewajiban yang timbul dari kontrak atau perolehan barang/jasa yang sampai dengan tanggal
pelaporan belum dibayar.
2. Utang Bunga
Kewajiban yang timbul karena pemerintah mempunyai utang jangka pendek, seperti SPN, utang
jangka panjang, seperti utang luar negeri dan utang luar negeri, utang obligasi negara, dan utang
jangka panjang lainnya.
3. Utang Perhitungan Fihak Ketiga
Utang pemerintah kepada pihak lain yang disebabkan kedudukan pemerintah sebagai pemotong
pajak atau pungutan lainnya seperti Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Iuran Askes,
Taspen, dan Taperum.
4. Bagian Lancar Utang Jangka Panjang
Bagian utang jangka panjang baik pinjaman dari dalam negeri maupun luar negeri yang akan
jatuh tempo dan diharapkan akan dibayar dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal
neraca
5. Uang Muka dari Kas Umum Negara/ Daerah
Utang yang timbul akibat bendahara pengeluaran KL/SKPD belum menyetor sisa Uang
Persediaan sampai dengan tanggal neraca. Akun ini hanya muncul pada Neraca Kementerian/
Lembaga/ SKPD dan akan tereliminasi pada saat konsolidasi neraca.
6. Utang Jangka Pendek Lainnya
Utang jangka pendek yang tidak dapat diklasifikasikan sebagai utang jangka pendek sebagai
utang jangka pendek pada nomr 1 sampai dengan 5 di atas. Termasuk di dalamnya:
a. Pendapatan Diterima Dimuka
Kewajiban yang timbul atas penyerahan barang/jasa yang belum dilakukan oleh pemerintah
kepada pihak lain, sementara pembayaran sudah diterima oleh pemerintah.
b. Utang Biaya
Kewajiban yang timbul terkait penerimaan jasa yang belum dibayar sampai dengan
penyusunan laporan keuangan.
c. Kewajiban pada Pihak Lain
Saldo dana yang berasal dari SPM LS kepada Bendahara Pengeluaran yang belum seluruhnya
diserahkan kepada yang berhak pada akhir tahun, seperti Dana penyidikan/intelijen di
Bendahara Pengeluaran Kejaksaan Agung yang belum digunakan.

7. Utang Luar Negeri
Setiap pinjaman luar negeri sebagai setiap penerimaan Negara baik dalam bentuk devisa atau
devisa yang dirupiahkan, rupiah, maupun dalam bentuk barang/jasa yang diperoleh dari
pemberi pinjaman luar negeri yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu.
8. Utang Dalam Negeri Sektor-Perbankan
Utang jangka panjang yang berasal dari perbankan dan diharapkan akan dibayar lebih dari 12
(dua belas) bulan setelah tanggal neraca.
9. Utang Dalam Negeri-Obligasi
Kewajiban yang timbul saat melakukan penjualan Surat Utang Negara.
10. Utang Pembelian Cicilan
Kewajiban yang timbul karena perolehan barang/jasa pemerintah dilakukan dengan membayar
secara angsuran.
11. Utang Jangka Panjang Lainnya
Utang jangka panjang lainnya adalah utang yang tidak termasuk pada kelompok Utang Dalam
Negari Sektor Perbankan, Utang Dalam Negeri Obligasi, dan Utang Luar Negeri, seperti utang
kemitraan.
12. Utang Transfer
Kewajiban suatu entitas pelaporan untuk melakukan pembayaran kepada entitas lain sebagai
akibat ketentuan perundang-undangan.
13. Kewajiban Pensiun
Kewajiban atas kontribusi masa lalu yang belum dipenuhi yang mengakibatkan terjadinya utang
kewajiban pensiun pemerintah kepada dana pensiun pegawai negeri
14. Kewajiban Kontinjensi
a. Kewajiban yang timbul dari peristiwa masa lalu dan keberadaannya menjadi pasti dengan
terjadi atau tidak terjadinya satu peristiwa atau lebih pada masa depan yang tidak
sepenuhnya berada dalam kendali pemerintah; atau
b. Kewajiban kini yang timbul sebagai akibat peristiwa masa lalu, tetapi tidak diakui karena:
i. Tidak terdapat kemungkinan besar pemerintah mengeluarkan sumber daya yang
mengandung manfaat ekonomis untuk menyelesaikan kewajibannya; atau
ii. Jumlah kewajiban tersebut tidak dapat diukur secara andal.


B. Klasifikasi Kewajiban
Menurut PSAP nomor 9, Kewajiban diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka pendek dan
kewajiban jangka panjang. Kewajiban jangka pendek adalah kewajiban yang diharapkan dibayar dalam
waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan. Kewajiban jangka pendek antara lain terdiri dari:
1. Utang kepada Pihak Ketiga
2. Utang Bunga
3. Utang Perhitungan Pihak Ketiga (PFK)
4. Bagian Lancar Utang Jangka Panjang
5. Utang Transfer
6. Utang Surat Perbendaharaan Negara (SPN)
7. Utang Jangka Pendek Lainnya, meliputi
a. Utang Biaya
b. Pendapatan Diterima Dimuka
Sementara itu, kewajiban jangka panjang adalah kewajiban yang diharapkan dibayar dalam
waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan. Kewajiban jangka panjang antara lain
terdiri dari:
1. Utang Luar Negeri
2. Utang Dalam Negeri-Sektor Perbankan
3. Utang Dalam Negeri-Obligasi
4. Utang Pembelian Cicilan
5. Utang Jangka Panjang Lainnya
Dalam PSAP nomor 9, diatur juga bahwa kewajiban jangka panjang yang telah jatuh tempo dan
akan diselesaikan dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan tetap diklasifikasikan
sebagai kewajiban jangka panjang jika:
1. Jangka waktu aslinya adalah untuk periode lebih dari 12 (dua belas) bulan; dan
2. Entitas bermaksud untuk mendanai kembali (refinance) kewajiban tersebut atas dsar jangka
panjang; dan
3. Maksud tersebut didukung dengan adanya suatu perjanjian pendanaan kembali (refinancing),
atau adanya suatu perjanjian kembali terhadap pembayaran, yang diselesaikan sebelum laporan
keuangan disetujui.
Sementara itu, klasifikasi kewajiban menurut IPSAS juga diklasifikasikan berdasarkan
likuiditasnya. Dalam IPSAS, kewajiban diklasifikasikan sebagai Current Liabilities dan Non-Current
Liabilities. Suatu kewajiban diklasifikasikan sebagai current liabilities jika memenuhi kriteria sebagai
berikut:
1. Timbul akibat siklus operasi normal instansi.
2. Dipegang untuk tujuan diperjualbelikan.
3. Diharapkan dibayar dalam waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan.
4. Tidak ada kebijakan untuk refinancing dan rollover.
Berikut ini merupakan contoh klasifikasi kewajiban menurut IPSAS yang terlihat dari potongan
neraca sektor publik:



C. PENGAKUAN KEWAJIBAN
PENGAKUAN KEWAJIBAN MENURUT PP 71 TAHUN 2010
Berdasarkan PP 71 Tahun 2010, Kewajiban diakui jika besar kemungkinan bahwa pengeluaran
sumber daya ekonomi akan dilakukan untuk menyelesaikan kewajiban yang ada sampai saat
pelaporan, dan perubahan atas kewajiban tersebut mempunyai nilai penyelesaian yang dapat diukur
dengan andal.Keberadaan peristiwa masa lalu (dalam hal ini meliputi transaksi) sangat penting dalam
pengakuan kewajiban. Suatu peristiwa adalah terjadinya suatu konsekuensi keuangan terhadap suatu
entitas. Suatu peristiwa mungkin dapat berupa suatu kejadian internal dalam suatu entitas seperti
perubahan bahan baku menjadi suatu produk, ataupun dapat berupa kejadian eksternal yang
melibatkan interaksi antara suatu entitas dengan lingkungannya seperti transaksi dengan entitas lain,
bencana alam, pencurian, perusakan, kerusakan karena ketidaksengajaan.
Saat pengakuan kewajiban adalah saat dana pinjaman diterima oleh pemerintah atau
dikeluarkan oleh kreditur sesuai dengan kesepakatan, dan atau pada saat kewajiban
timbul.Kewajiban dapat timbul dari:
1. Transaksi dengan pertukaran (exchange transaction)
Dalam transaksi dengan pertukaran, kewajiban diakui ketika salah satu pihak menerima barang
atau jasa sebagai ganti janji untuk memberikan uang atau sumber daya lain di masa depan.
Contoh: pegawai pemerintah memberikan jasa sebagai ganti dari kompensasi yang diperolehnya
(gaji).
2. Transaksi tanpa pertukaran (non exchange transaction), sesuai hukum yang berlaku dan
kebijakan yang diterapkan, yang belum dibayar lunas sampai dengan saat tanggal pelaporan
Dalam transaksi ini, suatu kewajiban harus diakui atas jumlah terutang yang belum dibayar pada
tanggal pelaporan. Contoh: beberapa jenis hibah dan program bantuan umum dan khusus
kepada entitas pelaporan lainnya
3. Kejadian yang berkaitan dengan pemerintah (government-related events), yaitu kejadian yang
tidak didasari transaksi namun berdasarkan adanya interaksi antara pemerintah dan
lingkungannya, dan mungkin berada di luar kendali pemerintah. Contoh: kerusakan tak sengaja
terhadap kepemilikan pribadi yang disebabkan pelaksanaan kegiatan yang dilakukan
pemerintah.
4. Kejadian yang diakui pemerintah (government-acknowledged events), yaitu kejadian-kejadian
yang tidak didasarkan pada transaksi umum namun kejadian tersebut memiliki konsekuensi
keuangan bagi pemerintah karena pemerintah memutuskan untuk merespon kejadian tersebut.
Pemerintah sering diasumsikan bertanggung jawab terhadap suatu kejadian yang sebelumnya
tidak diatur dalam peraturan formal yang ada, sehingga biaya yang timbul dari berbagai
kejadian, yang disebabkan oleh entitas non pemerintah dan bencana alam, pada akhirnya
menjadi tanggung jawab pemerintah. Namun biaya-biaya tersebut belum memenuhi definisi
kewajiban sampai pemerintah secara formal mengakuinya sebagai tanggung jawab keuangan
pemerintah, yaitu jika memenuhi kriteria:
a. Badan legislatif telah menyetujui atau mengotorisasi sumber daya yang akan digunakan, dan
b. Timbul transaksi dengan pertukaran (misalnya saat kontraktor melakukan perbaikan) atau
jumlah transaksi tanpa pertukaran belum dibayar pada tanggal pelaporan.
Contoh: Suatu kerusakan akibat bencana alam di kota-kota Indonesia dan DPR mengotorisasi
pengeluaran untuk menanggulangi bencana tersebut. Kejadian ini merupakan konsekuensi
keuangan dari pemerintah karena memutuskan untuk menyediakan bantuan bencana bagi kota-
kota tersebut. Transaksi yang berhubungan dengan hal tersebut, meliputi sumbangan
pemerintah ke masing-masing individu dan pekerjaan kontraktor yang dibayar oleh pemeritah,
diakui sebagai transaksi dengan pertukaran atau tanpa pertukaran. Dalam kasus transaksi
dengan pertukaran, jumlah terutang untuk barang dan jasa yang disediakan untuk
pemerintahdiakui saat barang diserahkan atau pekerjaan diselesaikan. Dalam kasus transaksi
tanpa pertukaran, suatu kewajiban harus diakui sebesar jumlah terutang yang belum dibayar
pada tanggal pelaporan. Kewajiban tersebut meliputi jumlah tagihan ke pemerintah untuk
membayar manfaat, barang atau jasa yang telah disediakan sesuai persyaratan program yang
ada pada tanggal pelaporan pemerintah.
Pengakuan Kewajiban sesuai dengan klasifikasi kewajiban menurut Bultek 08 tentang Akuntansi Utang

No Jenis Kewajiban Pengakuan Kewajiban
A KEWAJIBAN JANGKA PENDEK
1 Utang kepada Pihak Ketiga
a. Pembelian barang FOB
destination point (C&F)
b. Pembelian barang FOB Shipping
Point

c. Pembelian jasa

d. Kontrak pembangunan fasilitas
atau peralatan

a. Saat barang yang dibeli sudah diterima tetapi
belum dibayar
b. Saat barang sudah diserahkan kepada perusahaan
jasa pengangkutan (dalam perjalanan) tetapi
sampai tanggal pelaporan belum dibayar.
c. Saat jasa/ bagian jasa diserahkan sesuai perjanjian
tetapi pada tanggal pelaporan belum dibayar
d. Saat sebagian/seluruh fasilitas atau peralatan
tersebut telah diselesaikan sebagaimana
dituangkan dalam berita acara kemajuan
pekerjaan/serah terima, tetapi sampai dengan
tanggal pelaporan belum dibayar.
2 Utang Bunga
Sebagai bagian dari kewajiban atas
pokok utang berupa kewajiban
bunga yang telah terjadi dan belum
dibayar

Pada setiap ahir periode pelaporan
3 Utang Perhitungan Fihak Ketiga
(PFK)

Setiap akhir periode pelaporan (demi kepraktisan saja,
karena pada dasarnya diakui saat dilakukan
pemotongan oleh BUN/BUD atas pengeluaran dari kas
negara untuk pembayaran tertentu)
4 Bagian Lancar Utang Jangka Panjang Saat reklasifikasi pinjaman jangka panjang yang akan
jatuh tempo dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah
tanggal neraca pada setiap akhir periode akuntansi,
kecuali yang akan didanai kembali (refinancing PSAP
09 paragraf 17)
5 Uang Muka dari Kas Umum Negara
/ Daerah
Saat bendahara pengeluaran menerima UP dari Kas
Umum Negara/Daerah
6 Utang Jangka Pendek Lainnya
a. Pendapatan diterima di muka


a. Saat terdapat/timbul klaim pihak ketiga kepada
pemerintah terkait kas yang telah diterima
pemerintah dari pihak ketiga tetapi belum ada

b. Utang Biaya



c. Kewajiban pada Pihak Lain
penyerahan barang/jasa dari pemerintah
b. Saat terjadi klaim pihak ketiga, biasanya
dinyatakan dalam bentuk surat penagihan atau
invoice, kepada pemerintah terkait penerimaan
barang/jasa yang belum diselesaikan
pembayarannya oleh pemerintah.
c. Saat akhir tahun, jika masih terdapat dana yang
berasal dari SPM LS kepada Bendahara
Pengeluaran yang belum diserahkan kepada yang
berhak.
B KEWAJIBAN JANGKA PANJANG
1 Utang Luar Negeri
a. Letter of Credit

b. Penarikan dengan pembayaran
langsung
c. Penarikan dengan pembukaan
rekening khusus
d. Penarikan dengan pembiayaan
pendahuluan

a. Saat lender melakukan disbursement kepada bank
koresponden untuk membayar LC tersebut.
b. Saat lender melakukan disbursement kepada pihak
ketiga (rekanan)
c. Saat lender melakukan disbursement ke rekening
khusus tersebut.
d. Saat lender melakukan disbursement ke Rekening
BUN dan/atau Rekening Kas Negara atau Rekening
Penerusan Pinjaman untuk mengganti pengeluaran
yang telah dilakukan.
2 Utang Dalam Negeri Sektor
Perbankan
Sepanjang tidak diatur khusus dalam perjanjian
pinjaman, diakui saat dana diterima di Kas Daerah
3 Utang Obligasi

Bunga atas utang obligasi
Saat kewajiban timbul yaitu saat terjadi transaksi
penjualan
Sejak saat penerbitan utang obligasi tersebut, atau
sejak tanggal pembayaran bunga terakhir, sampai
terjadinya transaksi.
4 Utang Pembelian Cicilan Saat barang yang dibeli telah diserahkan kepada
pembeli dan perjanjian utang secara legal telah
mengikat para pihak (ditandatangani para pihak)
5 Utang Jangka Panjang Lainnya
Misalnya: Utang Kemitraan
Saat aset diserahkan oleh pihak ketiga kepada
pemerintah yang untuk selanjutnya akan dibayar
sesuai perjanjian, misalnya secara angsuran.
C UTANG TRANSFER
1 Utang Dana Bagi Hasil
a. Karena kesalahan tujuan
dan/atau jumlah transfer
b. Yang terjadi karena realisasi
penerimaan melebihi proyeksi
penerimaan sehingga timbul
utang DBH dari persentase
terhadap realisasi penerimaan
(bagian daerah sesuai
peraturan perundang-
undangan
c. Yang terjadi karena kekurangan
transfer sebagai akibat daerah
penghasil belum dapat
diidentifikasi/diketahui sampai
dengan akhir tahun anggaran.
a. Saat kesalahan tersebut diketahui

b. Saat jumlah definitif diketahui setelah dilakukan
rekonsiliasi penerimaan sampai dengan bulan
Desember.


c. Saat penyusunan laporan akhir tahun (mengacu
pada PSAP 09 paragraf 25 yang menyatakan bahwa
untuk transaksi tanpa pertukaran, suatu kewajiban
harus diakui atas jumlah yang belum dibayar pada
tanggal pelaporan)
2 Utang Dana Alokasi Umum
a. Karena perbedaan total alokasi
DAU menurut Perpres dengan
realisasi pembayarannya
b. Karena penundaan akibat
sanksi terhadap daerah
penerima DAU
c. Karena kesalahan tujuan
dan/atau jumlah transfer

a. Saat diterbitkan dokumen yang sah untuk
mengakui Utang Transfer DAU tersebut

b. Saat penyusunan laporan keuangan

c. Saat kesalahan diketahui
3 Utang Dana Alokasi Khusus
Jumlah yang belum ditransfer
Saat diterbitkan dokumen yang sah untuk mengakui
Utang Transfer DAK tersebut.
4 Utang Dana Otonomi Khusus
Jumlah yang belum ditransfer
Saat diterbitkan dokumen yang sah untuk mengakui
Utang Transfer Dana Otsus tersebut.
5 Utang Transfer Lainnya
Jumlah yang belum ditransfer

Saat diterbitkan dokumen yang sah untuk mengakui
Utang Transfer Lainnya tersebut.
Misalnya tahun Anggaran 2008, Pemerintah
menyalurkan Dana Tambahan Infrastruktur khusus
untuk Provinsi Papua dan Dana Penyesuaian.
D KEWAJIBAN KONTINJENSI Tidak diakui dalam neraca, namun diungkapkan dalam
Catatan atas Laporan Keuangan (kecuali kemungkinan
arus keluar sumber daya kecil)
Kewajiban kontingensi dapat berkembang ke arah yang
tidak diperkirakan semula. Oleh karena itu, kewajiban
kontingensi harus terus-menerus dikaji ulang untuk
menentukan apakah tingkat kemungkinan arus keluar
sumber daya bertambah besar (probable). Apabila
kemungkinan itu terjadi, maka pemerintah akan
mengakui kewajiban diestimasi dalam laporan
keuangan periode saat perubahan tingkat
kemungkinan tersebut terjadi, kecuali nilainya tidak
dapat diestimasikan secara andal.


PENGAKUAN UTANG MENURUT IPSAS
1. Provisi
Provisi diakui ketika:
- Entitas memiliki kewajiban saat ini (legal atau konstruktif) sebagai akibat dari peristiwa masa
lalu,
- Adanya kemungkinan bahwa arus keluar sumber daya atau jasa potensial akan diminta untuk
melunasi kewajiban, dan
- Estimasi yang andal dapat dibuat atas jumlah kewajiban
Bila tidak terdapat kejelasan mengenai kewajiban saat ini, peristiwa masa lalu dianggap menimbulkan
kewajiban saat ini (dengan mempertimbangkan bukti yang ada). Jika terdapat perdebatan apakan
peristiwa tertentu telah terjadi atau apakah mereka mengakibatkan peristiwa dalam kewajiban saat ini,
(misal dalam gugatan), maka harus ditentukan apakah ada kewajiban saat ini pada tanggal pelaporan
dengan mempertimbangkan setiap bukti yang ada, misalnya pendapat para ahli. Atas dasar tersebut,
- Jika lebih mungkin bahwa kewajiban saat ini ada pada tanggal pelaporan, entitas mengakui
provisi (jika memenuhi kriteria pengakuan),
- Jika lebih mungkin bahwa kewajiban saat ini tidak ada pada tanggal pelaporan, entitas
mengungkapkan kewajiban kontinjensi
Peristiwa masa lalu yang menimbulkan kewajiban saat ini disebut obligating event. Peristiwa ini
diperlukan jika entitas tidak mempunyai alternatif realistis untuk menyelesaikan kewajiban yang timbul.
Kasus ini terjadi:
- Jika penyelesaian obligasi dapat dipaksakan dengan hukum, atau
- Dalam kasus obligasi konstruktif, jika peristiwa menciptakan ekspektasi valid pada pihak lain
bahwa entitas akan melepaskan kewajiban
Laporan keuangan hanya menyajikan posisi keuangan entitas pada akhir periode pelaporan, sehingga
tidak ada provisi yang diakui atas biaya yang dibutuhkan untuk melanjutkan aktivitas entitas di masa
depan. Kewajiban yang diakui hanya kewajiban yang ada pada saat tanggal pelaporan. Hanya kewajiban
yang timbul dari peristiwa masa lalu yang terlepas dari tindakan entitas di masa depan diakui sebagai
provisi.
Contoh: denda atas pelanggaran hukum berupa kerusakan lingkungan yang dikenakan oleh undang-
undang kepada entitas sektor publik. Kewajiban tersebut mengakibatkan arus keluar sumber daya di
masa depan. Sebaliknya, jika entitas memutuskan untuk menyesuaikan kontrol emisi pada
kendaraannya, hal tersebut tidak diakui sebagai provisi karena entitas dapat menghindari pengeluaran
masa depan melalui tindakan tertentu di masa depan.
Kemungkinan arus keluar sumber daya mewujudkan keuntungan ekonomi
Arus keluar sumber daya dianggap mungkin jika lebih besar kemungkinan peristiwa terjadi. Jika tidak
mungkin bahwa kewajiban masa kini ada, entitas mengungkapkan kewajiban kontinjensi, kecuali
kemungkinan arus keluar sumber daya untuk mewujudkan manfaat ekonomi adalah kecil.
Estimasi yang andal atas kewajiban
Penggunaan estimasi merupakan bagian penting dari persiapan laporan keuangan dan tidak
melemahkan keandalan mereka. Hal ini terutama berlaku dalam kasus provisi, yang menurut sifatnya
lebih pasti dari pada kebanyakan item dalam laporan atas posisi keuangan. Kecuali dalam kasus yang
sangat jarang, suatu entitas akan dapat menentukan berbagai kemungkinan hasil dan karena itu dapat
membuat estimasi kewajiban yang cukup handal untuk digunakan dalam mengenali provisi.
Dalam kasus yang sangat langka di mana tidak ada estimasi andal yang dapat dibuat, kewajiban ada
yang tidak dapat dikenali. Kewajiban tersebut diungkapkan sebagai kewajiban kontinjensi.
2. Kewajiban Kontinjensi
Entitas tidak mengakui kewajiban kontinjensi. Sebuah kewajiban kontinjensi diungkapkan (paragraf 100)
kecuali tingkat kemungkinan dari keluarnya sumberdaya sangat kecil (remote), pada tanggal pelaporan
dengan penjelasan mengenai jenis atau sifat dari kewajiban kontinjensi tersebut, dan jika
memungkinkan:
- Estimasi efeknya secara finansial
- Indikasi ketidakpastian terkait jumlah dan waktunya
- Kemungkinan terjadinya penggantian
Kewajiban kontinjensi mungkin mengalami perkembangan yang tidak diharapkan pada awalnya. Oleh
karena itu, dilakukan penilaian secara berkelanjutan untuk menentukan apakah arus keluar sumber daya
yang mewujudkan manfaat ekonomi mungkin akan terjadi (probable). Jika probable, entitas mengakui
provisi dalam laporan keuangan pada periode perubahan tingkat kemungkinan itu terjadi, kecuali dalam
keadaan langka di mana tidak ada estimasi andal yang dapat dibuat.
Contoh: satker yang melakukan pelanggaran peraturan terkait lingkungan, namun kerusakan yang
ditimbulkan terhadap lingkungan belum jelas. Ketika kerusakannya diketahui, dan remediasi dibutuhkan,
maka harus ada pengakuan provisi karena arus keluar sumber daya sekarang menjadi probable.
D. PENGUKURAN KEWAJIBAN
Dalam Kerangka Konseptual SAP Akrual disebutkan bahwa pengukuran adalah proses penetapan nilai
uang untuk mengakui dan memasukkan setiap pos dalam laporan keuangan. Pengukuran pos-pos dalam
laporan keuangan menggunakan nilai perolehan historis. Kewajiban dicatat sebesar nilai wajar sumber
daya ekonomi yang digunakan pemerintah untuk memenuhi kewajiban yang bersangkutan. Dalam PSAP
01 paragraf 83, disebutkan bahwa kewajiban dicatat sebesar nilai nominal. Kewajiban dalam mata uang
asing dijabarkan dan dinyatakan dalam mata uang rupiah. Penjabaran mata uang asing menggunakan
kurs tengah bank sentral pada tanggal neraca. Berikut ini akan kami sajikan pengukuran kewajiban
berdasarkan klasifikasi pos-posnya pada laporan keuangan sebagaimana dijelaskan dalam PSAP 09
tentang Akuntansi Kewajiban dan Buletin Teknis Nomor 8 tentang Akuntansi Utang.
Pengukuran Kewajiban Jangka Pendek
1. Utang kepada Pihak Ketiga (Account Payable)
Pada saat pemerintah menerima hak atas barang, termasuk barang dalam perjalanan yang telah
menjadi haknya, pemerintah harus mengakui kewajiban atas jumlah yang belum dibayarkan untuk
barang tersebut. Bila kontraktor membangun fasilitas atau peralatan sesuai dengan spesifikasi yang ada
pada kontrak perjanjian dengan pemerintah, jumlah yang dicatat harus berdasarkan realisasi fisik
kemajuan pekerjaan sesuai dengan berita acara kemajuan pekerjaan.
2. Utang Transfer
Dalam paragraf 39 PSAP 09 disebutkan bahwa utang transfer diakui dan dinilai sesuai dengan
peraturan yang berlaku. Penjelasan lebih lanjut terdapat pada Bultek Nomor 8, yaitu pengukuran Utang
Transfer (DBH, DAU, DAK, Otsus dan lainnya) yang timbul dan diakui dilakukan sesuai dengan PSAP 09
paragraf 18 yaitu sebagai berikut:
a. Utang Transfer karena kesalahan tujuan dan/atau jumlah transfer dinilai sebesar jumlah
kekurangan transfer akibat kesalahan tersebut.
b. Utang Transfer karena penundaan penyaluran dinilai sebesar jumlah kekurangan transfer akibat
penundaan tersebut.
c. Utang Transfer karena realisasi penerimaan ternyata melebihi proyeksi penerimaan yang
digunakan sebagai acuan dalam menyusun APBN, maka Utang Transfer dinilai sebesar jumlah
kekurangan transfer.
d. Utang Transfer karena daerah penghasil belum dapat diidentifikasi/diketahui sampai dengan akhir
tahun anggaran, maka Utang Transfer dinilai sebesar total dana bagi hasil yang belum ditransfer
karena rincian daerah penerimanya belum dapat ditentukan.

3. Utang Bunga (Accrued Interest)
Utang bunga atas utang pemerintah harus dicatat sebesar biaya bunga yang telah terjadi dan belum
dibayar. Besaran bunga tersebut pada naskah perjanjian pinjaman biasanya dinyatakan dalam
persentase dan periode tertentu yang telah disepakati oleh para pihak. Bunga dimaksud dapat berasal
dari utang pemerintah baik dari dalam maupun luar negeri. Utang bunga atas utang pemerintah yang
belum dibayar harus diakui pada setiap akhir periode pelaporan sebagai bagian dari kewajiban yang
berkaitan.
4. Utang Perhitungan Fihak Ketiga (PFK)
Pada akhir periode pelaporan, saldo pungutan/potongan berupa PFK yang belum disetorkan kepada
pihak lain harus dicatat pada laporan keuangan sebesar jumlah yang masih harus disetorkan. Jumlah
pungutan/potongan PFK yang dilakukan pemerintah harus diserahkan kepada pihak lain sejumlah yang
sama dengan jumlah yang dipungut/dipotong. Pada akhir periode pelaporan biasanya masih terdapat
saldo pungutan/potongan yang belum disetorkan kepada pihak lain. Jumlah saldo pungutan/potongan
tersebut harus dicatat pada laporan keuangan sebesar jumlah yang masih harus disetorkan.
5. Bagian Lancar Utang Jangka Panjang
Nilai yang dicantumkan dalam laporan keuangan untuk bagian lancar utang jangka panjang adalah
jumlah yang akan jatuh tempo dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan. Dalam
kasus kewajiban jangka pendek yang terjadi karena payable on demand, nilai yang dicantumkan di
neraca adalah sebesar saldo utang jangka panjang beserta denda dan kewajiban lainnya yang harus
ditanggung oleh peminjam sesuai perjanjian.
6. Kewajiban Lancar Lainnya (Other Current Liabilities)
Kewajiban lancar lainnya merupakan kewajiban lancar yang tidak termasuk dalam kategori yang ada.
Termasuk dalam kewajiban lancar lainnya tersebut adalah biaya yang masih harus dibayar pada saat
laporan keuangan disusun. Pengukuran untuk masing-masing item disesuaikan dengan karakteristik
masing-masing pos tersebut, contohnya sebagai berikut.
a. Pendapatan diterima di muka
Nilai yang dicantumkan dalam neraca untuk akun ini adalah sebesar bagian barang/jasa yang
belum diserahkan oleh pemerintah kepada pihak ketiga sampai dengan tanggal neraca.
b. Utang biaya
Nilai yang dicantumkan dalam neraca untuk akun ini adalah sebesar biaya yang belum dibayar
oleh pemerintah sampai dengan tanggal neraca.
c. Kewajiban kepada pihak lain
Nilai yang dicantumkan dalam neraca untuk akun ini adalah sebesar dana yang belum diserahkan
kepada yang berhak.
Pengukuran Kewajiban Jangka Panjang
1. Utang Luar Negeri
Utang dalam mata uang asing dijabarkan dan dinyatakan dalam mata uang rupiah berdasarkan nilai
tukar (kurs tengah BI) pada tanggal neraca. Nilai nominal atas utang mencerminkan nilai utang
pemerintah pada saat pertama kali transaksi berlangsung seperti nilai yang tertera pada lembar surat
utang pemerintah. Aliran ekonomi setelahnya, seperti transaksi pembayaran, perubahan penilaian
dikarenakan perubahan kurs valuta asing, dan perubahan lainnya selain perubahan nilai pasar,
diperhitungkan dengan menyesuaikan nilai tercatat utang tersebut.
2. Utang Dalam NegeriSektor Perbankan
Jumlah utang yang tercantum dalam naskah perjanjian merupakan komitmen maksimum jumlah
pendanaan yang disediakan oleh pemberi pinjaman. Penerima pinjaman belum tentu menarik seluruh
jumlah pendanaan tersebut, sehingga jumlah yang dicantumkan dalam neraca untuk utang dalam negeri
sektor perbankan adalah sebesar jumlah dana yang telah ditarik oleh penerima pinjaman. Dalam
perkembangan selanjutnya, pembayaran pokok pinjaman akan mengurangi jumlah utang sehingga
jumlah yang dicantumkan dalam neraca adalah sebesar total penarikan dikurangi dengan pelunasan.
3. Utang Dalam NegeriObligasi
Utang Obligasi Negara/Daerah dicatat sebesar nilai nominal/ par, ditambah premium atau dikurangi
diskon yang disajikan pada akun terpisah. Nilai nominal Utang Obligasi Negara/Daerah tersebut
mencerminkan nilai yang tertera pada lembar surat utang pemerintah dan merupakan nilai yang akan
dibayar pemerintah pada saat jatuh tempo. Dalam hal utang obligasi yang pelunasannya diangsur, aliran
ekonomi setelahnya, seperti transaksi pembayaran, dan perubahan lainnya selain perubahan nilai pasar,
diperhitungkan dengan menyesuaikan nilai tercatat (carrying amount) utang tersebut. Apabila surat
utang obligasi dijual di bawah nilai par (dengan diskon), maupun di atas nilai par (dengan premium),
maka nilai pokok utang tersebut adalah sebesar nilai nominalnya atau nilai jatuh temponya, sedangkan
diskon atau premium dikapitalisasi untuk diamortisasi sepanjang masa berlakunya surat utang obligasi.
4. Utang Jangka Panjang Lainnya
Utang jangka panjang lainnya adalah utang jangka panjang yang tidak termasuk pada kelompok
Utang Dalam Negeri Sektor Perbankan, Utang Dalam Negeri Obligasi dan Utang Luar Negeri, misalnya
Utang Kemitraan. Utang Kemitraan merupakan utang yang berkaitan dengan adanya kemitraan
pemerintah dengan pihak ketiga dalam bentuk Bangun, Serah, Kelola (BSK). Utang kemitraan diukur
berdasarkan nilai yang disepakati dalam perjanjian kemitraan BSK sebesar nilai yang belum dibayar.
Selain itu, ada pula Utang Pembelian Cicilan. Utang cicilan adalah kewajiban yang timbul karena
perolehan barang/jasa pemerintah dilakukan dengan membayar secara angsuran. Utang pembelian
cicilan, baik yang bunganya dinyatakan secara eksplisit maupun yang bunganya disamarkan dalam
bentuk cicilan anuitas, dicatat sebesar nilai nominal. Khusus mengenai utang cicilan anuitas, setiap
pelunasan harus dipecah menjadi unsur pelunasan pokok utang dan pelunasan bunga.
Penilaian Kewajiban
1. Utang Pemerintah yang Tidak Diperjualbelikan (Non-traded Debt)
Nilai nominal atas utang pemerintah yang tidak diperjualbelikan (non-traded debt) merupakan
kewajiban entitas kepada pemberi utang sebesar pokok utang dan bunga sesuai yang diatur dalam
kontrak perjanjian dan belum diselesaikan pada tanggal pelaporan. Untuk utang pemerintah dengan
tarif bunga tetap, penilaian dapat mengacu pada skedul pembayaran (payment schedule) yang
menggunakan tarif bunga tetap. Untuk utang pemerintah dengan tarif bunga variabel, misalnya tarif
bunga dihubungkan dengan satu instrumen keuangan atau dengan satu indeks lainnya, penilaian utang
pemerintah menggunakan prinsip yang sama dengan tarif bunga tetap, kecuali tarif bunganya
diestimasikan secara wajar berdasarkan data-data sebelumnya dan observasi atas instrumen keuangan
yang ada.
2. Utang Pemerintah yang Diperjualbelikan (Traded Debt)
Utang pemerintah yang dapat diperjualbelikan biasanya dalam bentuk sekuritas utang pemerintah
Jenis sekuritas utang pemerintah harus dinilai sebesar nilai pari (original face value) dengan
memperhitungkan diskonto atau premium yang belum diamortisasi. Sekuritas utang pemerintah yang
dijual sebesar nilai pari tanpa diskonto ataupun premium harus dinilai sebesar nilai pari. Sekuritas yang
dijual dengan harga diskonto akan bertambah nilainya selama periode penjualan dan jatuh tempo;
sedangkan sekuritas yang dijual dengan harga premium nilainya akan berkurang.
Perubahan Valuta Asing
Utang pemerintah dalam mata uang asing dicatat dengan menggunakan kurs tengah bank sentral
saat terjadinya transaksi. Pada setiap tanggal neraca pos utang pemerintah dalam mata uang asing
dilaporkan ke dalam mata uang rupiah dengan menggunakan kurs tengah bank sentral pada tanggal
neraca. Selisih penjabaran pos utang pemerintah dalam mata uang asing antara tanggal transaksi dan
tanggal neraca dicatat sebagai kenaikan atau penurunan ekuitas periode berjalan.


Perubahan Valuta Asing
Utang pemerintah dalam mata uang asing dicatat dengan menggunakan kurs tengah bank
sentral pada saat terjadinya transaksi. Namun perubahan kurs yang terjadi setiap saat menimbulkan
kesulitan tersendiri dalam pencatatannya menggunakan kurs tanggal transaksi tersebut. Untuk itu, PSAP
mempermudah dengan memperkenankan pencatatan dengan penggunaan kurs yang mendekati kurs
tanggal transaksi, misalnya rata-rata kurs tengah bank sentral seminggu atau sebulan digunakan untuk
pencatatan seluruh transaksi pada periode tersebut. Akan tetapi, ketika kurs berfluktuasi secara
signifikan, penggunaan kurs rata-rata suatu periode tidak dapat diandalkan.
Pada setiap tanggal neraca, pos utang pemerintah dalam mata uang asing dilaporkan ke dalam
mata uang rupiah menggunakan kurs tengah bank sentral pada tanggal neraca. Dengan adanya
penyesuaian ini, sangat dimungkinkan terjadinya perbedaan saldo utang pada tanggal transaksi dengan
tanggal neraca. Selisih penjabaran tersebut dinyatakan sebagai kenaikan/penurunan ekuitas periode
berjalan. Apabila suatu transaksi dalam mata uang asing timbul dan diselesaikan dalam periode yang
sama, maka seluruh selisih kurs diakui pada periode tersebut. Namun apabila saat timbul dan saat
penyelesaian utang tersebut berada pada periode yang berbeda, maka selisih kurs harus diakui untuk
setiap periode akuntansi dengan memperhitungkan perubahan kurs untuk masing-masing periode.
Efek perubahan mata uang asing, dalam IPSAS diatur dalam satu standar tersendiri yaitu IPSAS 4
tentang Effects of Changes in Foreign Exchange Rate. Dalam standard tersebut, dinyatakan bahwa:A
foreign currency transaction is a transaction that is denominated or requires settlement in a foreign
currency, including transactions arising when an entity:
a) Buys or sells goods or services whose price is denominated in a foreign currency;
b) Borrows or lends funds when the amounts payable or receivable are denominated in a foreign
currency; or
c) Otherwise acquires or disposes of assets, or incurs or settles liabilities, denominated in a foreign
currency
sebuah transaksi dengan menggunakan mata uang asing harus dicatat dengan menggunakan spot
exchange rate antara mata uang asing dengan mata uang fungsional. Mata uang fungsional merupakan
mata uang yang berlaku di tempat dimana suatu entitas beroperasi. Sama halnya dengan PSAP, untuk
kemudahan praktik, rate yang mendekati dengan spot rate dapat digunakan, misalnya rata-rata rate
dalam satu minggu atau satu bulan. Pada tanggal pelaporan, penyesuaian harus dilakukan dengan
menggunakan rate tanggal pelaporan.
Penyelesaian Kewajiban sebelum Jatuh Tempo
Sekuritas utang pemerintah yang diselesaikan sebelum jatuh tempo karena adanya fitur untuk
ditarik (call feature) atau karena memenuhi syarat untuk penyelesaian oleh permintaan pemegangnya
memungkinkan adanya selisih antara nilai perolehan kembali dengan nilai tercatat (carrying value).
selisih tersebut harus disajikan sebagai surplus/defisit dari kegiatan non operasional pada laporan
operasional serta diungkapkan pada catatan atas laporan keuangan sebagai bagian dari pos kewajiban
yang berkaitan. Namun apabila ternyata tidak ada perbedaan antara harga perolehan kembali dengan
carrying value maka penyelesaian tersebut dianggap sebagai penyelesaian utang secara normal, yaitu
dengan menyesuaikan jumlah kewajiban dengan asset yang berhubungan.
Tunggakan
Pemerintah Indonesia memiliki utang dari berbagai sumber baik dari dalam negeri maupun luar
negeri dengan jangka waktu jatuh tempo tertentu. Beberapa jenis utang mungkin saja jatuh tempo pada
tanggal yang sama atau berurutan sehingga diperlukan manajemen utang yang memadai. Pada berbagai
praktik akuntansi, biasanya tidak diperlukan adanya pemisahan antara jumlah tunggakan dari jumlah
utang yang ada di halaman muka laporan keuangan. Namun, bagi pemerintah Indonesia, informasi
mengenai tunggakan pinjaman menjadi salah satu informasi yang menarik perhatian para stakeholder
sebagai bahan analisis kebijakan dan solvabilitas. Oleh karena itu, pemerintah harus menyajikan daftar
umur (aging schedule) pada catatan atas laporan keuangan atas jumlah tunggakan pinjaman yang ada
sebagai bagian dari pengungkapan kewajiban. Tunggakan kewajiban didefinisikan sebagai jumlah
kewajiban yang telah jatuh tempo namun pemerintah tidak mampu membayar jumlah pokok dan/atau
bunganya sesuai jadwal.

Restrukturisasi Utang
Restrukturisasi utang merupakan kesepakatan antara kreditur dan debitur untuk memodifikasi
syarat-syarat perjanjianutang dengan atau tanpa pengurangan jumlah utang. Dengan demikian,
restrukturisasi utang dapat berupa pembayaran utang dengan syarat yang lebih lunak atau lebih ringan
dibandingkan dengan syarat pembayaran utang sebelum dilakukannya proses restrukturisasi utang,
karena adanya keringanan yang diberikan kreditur kepada debitur. Keringanan semacam ini tidaklah
diberikan kepada debitur apabila debitur tersebut tidak dalam keadaan kesulitan keuangan. Keringanan
semacam ini dapat berasal dari perjanjian antara kreditur dengan debitur, atau darikeputusan
pengadilan, serta dari peraturan hukum.Restrukturisasi utang dapat terjadi sebelum, pada, atau sesudah
tanggal jatuh tempo utang yang tercantum dalam perjanjian
Berikut ini adalah dua bentuk restrukturisasi utang:
1. pembiayaan kembali, yaitu mengganti utang lama termasuk tunggakan dengan utang baru;
2. penjadwalan ulang atau modifikasi persyaratan utang, yaitu mengubah persyaratan dan kondisi
kontrak perjanjian yang ada. Penjadwalan ulang dapat berupa:
a. perubahan jadwal pembayaran
b. penambahan masa tenggang
c. menjadwalkan kembali rencana pembayaran pokok dan bunga yang jatuh tempo dan/atau
tertunggak.
Jumlah bunga harus dihitung dengan menggunakan tingkat bunga efektif konstan dikalikan
dengan nilai tercatat utang pada awal setiap periode antara saat restrukturisasi sampai dengan saat
jatuh tempo. Tingkat bunga efektif yang baru merupakan tingkat diskonto yang dapat menyamakan nilai
tunai jumlah kas yang dibayarkan di masa depan sebagaimana ditetapkan dalam persyaratan baru (tidak
termasuk utang kontinjen) dengan nilai tercatat. Berdasarkan tingkat bunga efektif yang baru, akan
dapat menghasilkan jadwal pembayaran yang baru dimulai dari saat restrukturisasi sampai dengan jatuh
tempo. informasi mengenai tingkat bunga efektif yang lama dan tingkat bunga efektif yang baru harus
diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan.
Dalam hal restrukturisasi utang melalui modifikasi persyaratan utang, dampak restrukturisasi
harus dicatat secara prospektif sejak saat dilaksanakannya restukturisasi. Jumlah kas masa depan yang
harus dibayarkan untuk pokok dan bunga utang berdasarkan persyaratan baru mungkin saja berbeda
dengan nilai utang tercatat. Jika jumlah pembayaran kas masa depan atas pokok dan bunga utang
tersebut kurang dari nilai utang tercatat maka debitur harus mengurangi nilai utang tercatat sehingga
jumlahnya sama dengan nilai pembayaran masa depan. Hal tersebut harus dilakukan hanya apabila
jumlah pembayaran kas masa depan dapat ditentukan dengan andal. Apabila jumlah tersebut tidak
dapat ditentukan, maka debitur tidak boleh mengubah nilai utang tercatat. Informasi mengenai hal ini
harus diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan sebagai bagian dari pengungkapan pos
kewajiban yang terkait.
Dalam kondisi tertentu, jumlah bunga maupun pokok utang berdasarkan persyaratan baru
dapat bersifat kontinjen, yaitu tergantung pada peristiwa atau kejadian tertentu. Sebagai contoh,
debitur mungkin dituntut untuk membayar jumlah tertentu jika kondisi keuangannya membaik sampai
tingkat tertentu pada periode tertentu. Untuk menentukan jumlah tersebut, maka berlaku prinsip-
prinsip pada akuntansi kontinjensi.
Perlakuan mengenai restrukturisasi utang tidak dibahas secara mendalam di IPSAS. IPSAS hanya
menyebutkan bahwa adanya restrukturisasi utang harus diungkapkan dalam laporan keuangan.
Penghapusan Utang
Penghapusan utang merupakan pembatalan tagihan oleh kreditur kepada debitur baik sebagian
maupun seluruh jumlah utang debitur dalam bentuk perjanjian formal di antara kedua pihak. Dalam hal
penghapusan utang, dimungkinkan adanya penyelesaian utang melalui penyerahan asset kas maupun
non kas dari debitur kepada kreditur dengan nilai di bawah nilai utang tercatat.
Jika penyelesaian utang dilakukan dengan menggunakan aset kas dan nilai penyelesaian
tersebut di bawah nilai utang tercatat, maka debitur harus mengurangi nilai utang tercatat
sehingga sama dengan nilai kas yang diserahkan.
jika penyelesaian utang dilakukan dengan menggunakan aset non kas dan nilai penyelesaian
tersebut di bawah nilai utang tercatat, maka debitur harus melakukan penilaian kembali atas
aset non kas tersebut ke nilai wajarnya. Perbedaan antara nilai wajar dan nilai aset yang timbul
akibat penilaian kembali tersebut harus diungkapkan pada catatan atas laporan keuangan.
Debitur harus mengungkapkan informasi mengenai penghapusan utang ini dalam catatan atas
laporan keuangan sebagai bagian dari pos kewajiban dan aset non kas yang terkait. Informasi tersebut
harus mencakup jumlah perdebaan yang timbul yang merupakan selisih lebih antara nilai tercatat utang
yang diselesaikan (jumlah nominal dikurangi atau ditambah bunga terutang dan premi, diskonto, biaya
keuangan atau biaya penerbitan yang belum diamortisasi) dengan nilai wajar aset yang diserahkan ke
kreditur.
Biaya-Biaya yang Berhubungan dengan Utang Pemerintah
Biaya-Biaya yang Berhubungan dengan Utang Pemerintah adalah biaya bunga dan biaya lainnya
yang timbul dalam kaitan dengan peminjaman dana. Biaya-biaya tersebut meliputi:
1. bunga dan provisi atas penggunaan dana pinjaman, baik pinjaman jangka pendek maupun jangka
panjang
2. commitment fee atas dana pinjaman yang belum ditarik
3. amortisasi diskonto atau premium yang terkait dengan pinjaman
4. amortisasi kapitalisasi biaya yang terkait dengan perolehan pinjaman seperti biaya konsultan, ahli
hukum, dan sebagainya
5. perbedaan nilai tukar pada pinjaman dengan menggunakan mata uang asing sejauh hal tersebut
diperlakukan sebagai penyesuaian atas biaya bunga.
Biaya pinjaman yang dapat diatribusikan secara langsung dengan perolehan atau produksi suatu
aset tertentu (qualifying asset) harus dikapitalisasi sebagai bagian dari biaya perolehan aset tersebut.
Namun apabila suatu dana dari pinjaman tidak secara khusus digunakan untuk perolehan aset, maka
kapitalisasi biaya pinjaman tersebut harus dilakukan dengan menggunakan metode rata-rata tertimbang
berdasarkan akumulasi biaya seluruh aset tertentu yang berkaitan selama periode pelaporan.
Pada berbagai kasus, ditemukan berbagai kesulitan terkait dengan kapitalisasi biaya pinjaman
ini. Diantaranya adalah adanya kesulitan untuk mengidentifikasi hubungan langsung antara pinjaman
tertentu dengan perolehan suatu aset, serta kesulitan dalam menentukan bahwa pinjaman tertentu
tidak perlu ada apabila perolehan aset itu tidak terjadi. Misalnya, apabila terjadi sentralisasi pendanaan
lebih dari satu kegiatan/proyek pemerintah. Kesulitan juga terjadi apabila suatu entitas pemerintahan
menggunakan beberapa jenis sumber pembiayaan dengan tingkat bunga yang berbeda-beda. Dalam hal
ini diperlukan pertimbangan professional untuk menentukan jumlah biaya pinjaman yang dapat
diatribusikan secara langsung.
Biaya-biaya yang terkait atau timbul karena adanya pinjaman, dalam IPSAS diatur dalam IPSAS 5
tentang Borrowing Cost. Dalam standard tersebut disebutkan bahwa
Borrowing costs may include:
a. Interest on bank overdrafts and short-term and long-term borrowings;
b. Amortization of discounts or premiums relating to borrowings;
c. Amortization of ancillary costs incurred in connection with the arrangement of borrowings;
d. Finance charges in respect of finance leases and service concession arrangements; and
e. Exchange differences arising from foreign currency borrowings, to the extent that they are regarded as an
adjustment to interest costs.
Berdasarkan standar ini, borrowing cost harus diakui sebagai beban pada periode dimana borrowing cost
tersebut terjadi. Seperti dinyatakan dalam PSAP, dalam IPSAS 5 juga dinyatakan bahwa borrowing cost yang dapat
diatribusi secara langsung terhadap akuisisi, konstruksi, atau produksi suatu aset harus dikapitalisasi sebagai
bagian dari cost atas aset tersebut.



E. PENYAJIAN DAN PENGUNGKAPAN KEWAJIBAN
Penyajian dan Pengungkapan Kewajiban Secara Akrual
Dalam Lampiran I.10 Peraturan Pemerintah Nomor 71Tahun 2010, untuk penyajian dan pengungkapan
kewajiban secara akrual dinyatakan sebagai berikut:
87. Utang pemerintah harus diungkapkan secara rinci dalam bentuk daftar skedul utang untuk
memberikan informasi yang lebih baik kepada pemakainya.
88. Untuk meningkatkan kegunaan analisis, informasi-informasi yang harus disajikan dalam Catatan
atas Laporan Keuangan adalah:
a) Jumlah saldo kewajiban jangka pendek dan jangka panjang yang diklasifikasikan berdasarkan
pemberi pinjaman;
b) Jumlah saldo kewajiban berupa utang pemerintah berdasarkan jenis sekuritas utang pemerintah
dan jatuh temponya;
c) Bunga pinjaman yang terutang pada periode berjalan dan tingkat bunga yang berlaku;
d) Konsekuensi dilakukannya penyelesaian kewajiban sebelum jatuh tempo;
e) Perjanjian restrukturisasi utang meliputi:
1. Pengurangan pinjaman;
2. Modifikasi persyaratan utang;
3. Pengurangan tingkat bunga pinjaman;
4. Pengunduran jatuh tempo pinjaman;
5. Pengurangan nilai jatuh tempo pinjaman; dan
6. Pengurangan jumlah bunga terutang sampai dengan periode pelaporan.
f) Jumlah tunggakan pinjaman yang disajikan dalam bentuk daftar umur utang berdasarkan kreditur.
g) Biaya pinjaman:
1. Perlakuan biaya pinjaman;
2. Jumlah biaya pinjaman yang dikapitalisasi pada periode yang bersangkutan; dan
3. Tingkat kapitalisasi yang dipergunakan
Penyajian dan pengungkapan kewajiban secara akrual memang belum dijelaskan secara
mendetail dalam Buletin Teknis Standar Akuntansi Pemerintah seperti halnya penyajian dan
pengungkapan kewajiban secara kas menuju akrual. Namun jika kita melihat pada Peraturan Menteri
Dalam Negeri Republik Indonesia nomor 64 tahun 2013 tentang Penerapan Standar Akuntansi
Pemerintahan Berbasis Akrual Pada Pemerintah Daerah, kita dapat melihat beberapa jurnal yang
mencerminkan bagiaman penyajian dan pengakuan kewajiban secara akrual. Beberapa jurnal terkait
kewajiban secara akrual adalah sebagai berikut:
Penerimaan pembiayaan lewat utang:
Kode
Akun
Uraian Debet Kredit
XXXX Kas xxx
XXXX Utang Jangka Panjang xxx

Kode
Akun
Uraian Debet Kredit
XXXX Estimasi Perubahan SAL xxx
XXXX Penerimaan Pembiayaan xxx

Pembayaran kewajiban:
Kode
Akun
Uraian Debet Kredit
XXXX Utang Jangka Panjang xxx
XXXX Kas xxx

Kode
Akun
Uraian Debet Kredit
XXXX Pengeluaran Pembiayaan xxx
XXXX Estimasi Perubahan SAL xxx

Pembelian asset tetap:
Kode
Akun
Uraian Debet Kredit
XXXX Aset Tetap xxx
XXXX Utang Belanja Modal xxx

Kode
Akun
Uraian Debet Kredit
XXXX Belanja Modal xxx
XXXX Estimasi Perubahan SAL xxx

Reklasifikasi:
Kode
Akun
Uraian Debet Kredit
XXXX Kewajiban jangka Panjang xxx
XXXX Bagian Lancar Utang Jangka Panjang xxx

Penyajian dan Pengungkapan Kewajiban Secara Kas Menuju Akrual (CTA)
Sebagai perbandingan, kami menguraikan penyajian dan pengungkapan kewajiban secara kas menuju
akrual (CTA) sebagai perbandingan seperi yang terdapat pada Buletin Teknis Standar Akuntansi
Pemerintah.
Kewajiban Jangka Pendek
1. Utang kepada Pihak Ketiga (Account Payable)
Utang kepada Pihak Ketiga pada umumnya merupakan utang jangka pendek yang harus
segera dibayar setelah barang/jasa diterima. Oleh karena itu terhadap utang semacam ini disajikan
di neraca dengan klasifikasi/pos Kewajiban Jangka Pendek. Rincian utang kepada pihak ketiga
diungkapkan di CaLK.
Ilustrasi jurnal untuk mencatat Utang kepada Pihak Ketiga adalah sebagai berikut:

Kode
Akun
Uraian Debet Kredit
XXXX Dana yang harus disediakan untuk
pembayaran utang jangka pendek
xxx
XXXX Utang kepada Pihak Ketiga xxx

2. Utang Bunga ( Accrued Interest)
Utang bunga maupun commitment fee merupakan kewajiban jangka pendek atas pembayaran
bunga sampai dengan tanggal pelaporan. Rincian utang bunga maupun commitment fee untuk
masing-masing jenis utang diungkapkan pada Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK).
Utang bunga maupun utang commitment fee diungkapkan dalam CaLK secara terpisah.
Ilustrasi jurnal untuk mencatat Utang Bunga adalah sebagai berikut:
Kode
Akun
Uraian Debet Kredit
XXXX Dana yang harus disediakan untuk
pembayaran utang jangka pendek
xxx
XXXX Utang bunga xxx

3. Utang Perhitungan Fihak Ketiga ( PFK)
Utang PFK merupakan utang jangka pendek yang harus segera dibayar. Oleh karena itu terhadap
utang semacam ini disajikan di neraca dengan klasifikasi/pos Kewajiban Jangka Pendek. Dalam
praktek akuntansi kas menuju akrual (CTA) yang berlaku sekarang, penyajian PFK dilaksanakan oleh
BUN/BUD sebagaimana ilustrasi berikut:
Pada waktu Pembayaran gaji yang disertai dengan Pemotongan PFK

Kode
Akun
Uraian Debet Kredit
XXXX Belanja Pegawai xxx
XXXX Penerimaan PFK xxx
XXXX Kas xxx

Pada saat pembayaran PFK:
Kode Uraian Debet Kredit
Akun
XXXX Pengeluaran PFK xxx
XXXX Kas xxx

Jika pada periode pelaporan masih terdapat saldo pungutan/potongan yang belum disetorkan
kepada pihak lain, maka jumlah saldo pungutan/potongan tersebut harus dilaporkan di neraca
dengan klasifikasi/pos Kewajiban Jangka Pendek sebesar jumlah yang masih harus disetorkan.

4. Bagian Lancar Utang jangka Panjang
Bagian Lancar Utang Jangka Panjang disajikan di neraca sebagai kewajiban jangka pendek. Rincian
Bagian Lancar Utang Jangka Panjang untuk masing-masing jenis utang/pemberi pinjaman
diungkapkan di CaLK.
Jurnal untuk mencatat Bagian Lancar Utang Jangka Panjang adalah sebagaimana ilustrasi berikut:
Kode
Akun
Uraian Debet Kredit
XXXX Dana yang harus Disediakan untuk
Pembayaran Utang Jangka Pendek
xxx
XXXX Bagian Lancar Utang Jangka Panjang xxx

XXXX Utang Jangka Panjang xxx
XXXX Dana yang harus Disediakan untuk
Pembayaran Utang Jangka Panjang
xxx

5. Utang Jangka Pendek Lainnya
a. Pendapatan Diterima Dimuka
Pendapatan Diterima Dimuka disajikan sebagai kewajiban jangka pendek di neraca. Rincian
Pendapatan Diterima Dimuka diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
Ilustrasi jurnal untuk mencatat Pendapatan Diterima Dimuka adalah sebagai berikut:
Pada saat kas diterima:
Kode
Akun
Uraian Debet Kredit
XXXX Kas xxx
XXXX Pendapatan xxx

Pada saat penyusunan neraca 31 Desember:
Kode
Akun
Uraian Debet Kredit
XXXX Dana Yang Harus Disediakan
untuk Pembayaran Utang
Jangka Pendek
xxx
XXXX Pendapatan Diterima Dimuka xxx

b. Utang biaya
Utang biaya disajikan sebagai kewajiban jangka pendek.
Ilustrasi jurnal untuk mencatat Utang Biaya adalah sebagai berikut:
Kode
Akun
Uraian Debet Kredit
XXXX Dana Yang Harus Disediakan untuk
Pembayaran Utang Jangka Pendek
xxx
XXXX Utang Biaya.. xxx

c. Kewajiban pada Pihak Lain
Kewajiban pada Pihak Lain disajikan sebagai kewajiban jangka pendek di neraca. Rincian
Kewajiban pada Pihak Lain diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
Ilustrasi Jurnal untuk mencatat Kewajiban pada Pihak Lain adalah sbb.:
Kode
Akun
Uraian Debet Kredit
XXXX Kas lainnya di Bend Pengeluaran xxx
XXXX Kewajiban pd Pihak Lain xxx

Kewajiban Jangka Panjang
1. Utang Luar Negeri
Utang disajikan dalam Neraca sebesar nilai tercatat (carrying amount). Nilai tercatat adalah nilai
buku utang yang dihitung dari nilai nominal setelah dikurangi atau ditambah diskonto atau premium
yang belum diamortisasi.
Hal-hal yang perlu diungkapkan dalam penjelasan pos-pos Neraca yaitu rincian dari masing-masing
jenis utang (apabila rinciannya banyak atau lebih dari satu halaman sebaiknya dibuat lampiran),
jatuh tempo, tingkat bunga, amortisasi diskonto/premium, dan selisih kurs utang dalam valuta asing
yang terjadi antara kurs transaksi dan kurs tanggal Neraca.
Termasuk dalam utang jangka pendek dari pinjaman luar negeri adalah: commitment fee, bunga,
bagian lancar utang jangka panjang, dan utang jangka panjang yang dikonversikan ke dalam utang
jangka pendek.

2. Utang Dalam Negeri- Sektor Perbankan
Utang Perbankan disajikan sebagai kewajiban jangka panjang. Rincian utang perbankan diungkapkan
di CALK berdasarkan pemberi pinjaman.
Ilustrasi jurnal untuk mencatat Utang Dalam Negeri Sektor Perbankan pada saat dana diterima
beserta jurnal korolari untuk pencatatan utang dimaksud adalah sebagai berikut:
Kode
Akun
Uraian Debet Kredit
XXXX Kas xxx
XXXX Penerimaan Pembiayaan xxx

XXXX Dana yang harus Disediakan untuk
Pembayaran Utang Jangka Panjang
xxx
XXXX Utang Dalam Negeri Sektor Perbankan xxx


3. Utang Obligasi
Utang Obligasi Negara/Daerah disajikan dalam neraca pada pos Utang Jangka Panjang, yaitu sebesar
nilai tercatat (carrying amount). Carrying amount adalah pokok utang ditambah/dikurangi sisa
premium/diskon yang belum diamortisasi.
Hal-hal yang perlu diungkapkan dalam penjelasan atas pos-pos neraca yaitu rincian dari masing-
masing jenis utang dalam masing-masing denominasi, jatuh tempo, tingkat dan jenis suku bunga,
registrasi masing-masing jenis obligasi, dan amortisasi diskon/premium.
Ilustrasi jurnal untuk mencatat Utang Obligasi pada saat dana diterima adalah sebagai berikut:
Jurnal pencatatan realisasi penerimaan pembiayaan:
Kode
Akun
Uraian Debet Kredit
XXXX Kas xxx
XXXX Penerimaan Pembiayaan
Pinjaman dalam Negeri Obligasi
xxx

Jurnal korolari pencatatan pengakuan 1 utang obligasi
Kode
Akun
Uraian Debet Kredit
XXXX Ekuitas Dana - Dana yang harus
Disediakan untuk Pembayaran Utang
Jangka Panjang
xxx
XXXX Utang Obligasi xxx

Jurnal untuk mencatat pelunasan obligasi adalah sebagai berikut:
Jurnal pencatatan realisasi pengeluaran pembiayaan
Kode
Akun
Uraian Debet Kredit
XXXX Pengeluaran Pembiayaan
Pembayaran Pokok Pinjaman dalan
Negeri Obligasi
xxx
XXXX Kas xxx

Jurnal korolari pencatatan pelunasan utang obligasi
Kode
Akun
Uraian Debet Kredit
XXXX Utang Obligasi xxx
XXXX Ekuitas Dana - Dana yang harus
Disediakan untuk Pembayaran
Utang Jangka Panjang
xxx

4. Utang Pembelian Cicilan
Utang pembelian cicilan disajikan dalam neraca pada pos Utang Jangka Panjang, yaitu sebesar nilai
tercatat (carrying amount).
Hal-hal yang perlu diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan adalah rincian dari masing-
masing jenis utang cicilan, tanggal jatuh tempo masing-masing cicilan, tingkat bunga baik yang
eksplisit maupun yang tersamar. Dalam hal bunga tersamar pada cicilan anuitas maka perlu
diungkapkan besaran bunga yang tersamar pada anuitas bersangkutan.

5. Utang Jangka Panjang Lainnya
Utang kemitraan disajikan dalam Neraca dengan klasifikasi/pos Utang Jangka Panjang. Rincian Utang
kemitraan untuk masing-masing perjanjian kerja sama diungkapkan dalam CaLK.
Ilustrasi jurnal untuk mencatat Utang Kemitraan dengan Pihak Ketiga:
-- untuk mencatat aset berupa gedung dan bangunan
Kode
Akun
Uraian Debet Kredit
XXXX Gedung dan Bangunan xxx
XXXX Diinvestasikan pada Aset Tetap xxx

-- untuk mencatat utang jangka panjang lainnya
Kode
Akun
Uraian Debet Kredit
XXXX Gedung dan Dana yang harus Disediakan untuk
Pembayaran Utang Jangka Panjang
xxx
XXXX Utang Jangka Panjang Lainnya xxx


KEWAJIBAN TRANSFER
Pencatatan yang diperlukan untuk membukukan utang transfer adalah sebagaimana ilustrasi
berikut:
Kode
Akun
Uraian Debet Kredit
XXXX Dana yang Harus Disediakan Untuk
Pembayaran Utang Jangka Pendek
xxx
XXXX Kewajiban Transfer DBH Diestimasi xxx
Utang Transfer DAU xxx
Utang Transfer DAK xxx
Utang Transfer Dana Otsus xxx
Utang Transfer Lainnya xxx

Berdasarkan PSAP 09 Paragraf 11 Suatu kewajiban diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka
pendek jika diharapkan dibayar dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan. Utang
Transfer termasuk kewajiban jangka pendek karena seharusnya dapat diselesaikan dalam waktu 12 (dua
belas) bulan.
Setelah disajikan di neraca, informasi mengenai akun utang transfer harus diungkapkan dalam
Catatan Atas Laporan Keuangan. Informasi dimaksud dapat berupa:
a. Kebijakan akuntansi yang digunakan dalam penilaian, pengakuan dan pengukuran utang;
b. Rincian jenis utang dan saldo menurut umur; dan
c. Penjelasan atas penyelesaian utang.
Utang Transfer diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan beserta rincian masing-
masing jenis Utang Transfer. Hal ini didasarkan pada paragraf 84 yang menyatakan bahwa Utang
pemerintah harus diungkapkan secara rinci dalam bentuk daftar utang untuk memberikan informasi
yang lebih baik kepada pemakainya.
KEWAJIBAN KONTINGENSI
Kewajiban kontingensi tidak disajikan pada neraca pemerintah, namun demikian pemerintah
harus mengungkapkan kewajiban kontingensi pada Catatan atas Laporan Keuangan untuk setiap jenis
kewajiban kontingensi pada tanggal neraca.
Pengungkapan tersebut 1 dapat meliputi:
1. karakteristik kewajiban kontingensi;
2. estimasi dari dampak finansial yang diukur;
3. indikasi tentang ketidakpastian yang terkait dengan jumlah atau waktu arus keluar sumber daya;
4. kemungkinan penggantian oleh pihak ketiga.

DAFTAR PUSTAKA

PP Nomor 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan
Buletin Teknis Standar Akuntansi Pemerintahan Nomor 08, 2009.
IPSAS 19 Provisions, Contingent Liabilities, Ana Contingent Asset

Anda mungkin juga menyukai