Anda di halaman 1dari 9

Kolokium Hasil Kegiatan Tahun 2006 Pusat Lingkungan Geologi

Bandung, 29 November 2007



POTENSI AIR TANAH DAERAH PONTIANAK DAN SEKITARNYA
PROVINSI KALIMANTAN BARAT


Oleh :
Robi S. Hidayat


SARI
Data dan informasi potensi air tanah di daerah Pontianak dan sekitarnya sangat diperlukan pemerintah
daerah dalam mengelola sumber daya air tanah yang berbasis pada cekungan air tanah.
Daerah Pontianak dan sekitarnya dipisahkan menjadi 3 (tiga) wilayah potensi air tanah, yaitu wilayah
potensi air tanah tinggi, wilayah potensi air tanah sedang, dan wilayah potensi air tanah rendah.
Wilayah Potensisi Air Tanah Tinggi, sistem akuifer ini dicirikan oleh kedalaman akuifer berkisar antara
80 145 mbmt, kelulusan sistem akuifer (K) antara 17,3 77,8 m/hari, keterusan sistem akuifer (T)
antara 53 95 m
2
/har, kedalaman muka air tanah (MAT) antara 0 9 mbmt, Qs antara 17,3 69
m
3
/hari/m, dengan debit optimum (Qopt) antara 99,6 2678 m
3
/hari/m. Kualitas air tanah baik dan layak
untuk air minum.
Wilayah Potensi Air Tanah Sedang, mempunyai kedalaman akuifer berkisar antara 60 120 mbmt,
kelulusan sistem akuifer (k) antara 39.10
-2
6,9.10
-1
m/det, T antara 35 52 m
2
/hari, kedalaman air
tanah (MAT) antara 3 15 mbmt, debit spesifik (Qs) antara 0,33 0,50 l/dtk/m, dengan Qopt antara 1,7
8,2 l/dtk. Kualitas air tanah baik dan layak untuk air minum.
Wilayah Potensi Air Tanah Rendah,mempunyai kedalaman akuifer berkisar antara 50 100 mbmt, K
antara 28.10
-2
4,6.10
-1
m
2
/det, T antara 7 - 13,7 m
2
/hari. Kuantitas air tanah ditunjukkan oleh MAT
antara 7 25 mbmt, sumur yang dibuat dengan menyadap sistem akuifer tersebut dapat menghasilkan Qs
antara 0,08 0,13 l/dtk/m, dengan Qopt antara 0,62 1,8 l/dtk. Kualitas air tanah baik dan layak untuk
air minum.

1. PENDAHULUAN
Kebutuhan air bersih yang bersumber dari air
tanah di daerah Pontianak dan sekitarnya dari
tahun ke tahun meningkat sesuai dengan
pertumbuhan penduduk dan kegiatan
pembangunan.
Untuk melayani kebutuhan air bersih yang
bersumber dari air tanah tersebut, perlu
diketahui potensi air tanah di daerah Pontianak
dan sekitarnya baik secara kuantitas maupun
kualitas.
2. KEADAAN UMUM
Lokasi daerah penyelidikan mencakup peta
topografi sekala 1:250.000 Lembar 1315
Pontianak, secara geografis terletak antara garis
109
o
00' - 110
o
15' Bujur Timur dan garis 00
o

00' - 01
o
30' Lintang Selatan (Gambar 1).
Secara administrasi pemerintahan, daerah
penyelidikan ini meliputi sebagian Kabupaten
(Kab.) Pontianak, sebagian Kab.Sanggau,
sebagian Kab. Ketapang, dan Kota Pontianak,
termasuk wilayah Provinsi Kalimantan Barat.

Luas seluruh daerah penyelidikan ini kurang
lebih 13.400 km
2
, sekitar 85% terdiri atas
dataran dengan elevasi rata-rata berkisar antara
0,00 - 50,00 m di atas muka laut (aml) dan
selebihnya secara setempat-setempat merupakan
medan perbukitan dengan elevasi sekitar 250
930 m aml.
2.1 Morfologi
Morfologi di daerah penyelidikan dibagi
menjadi 2 (dua) satuan morfologi, yaitu satuan
morfologi dataran dan satuan morfologi
perbukitan
Satuan morfologi dataran, menempati sekitar 85
% dari seluruh luas daerah penyelidikan.
Ketinggiannya rata-rata kurang dari 50 meter di
atas muka laut (aml), merupakan daerah
endapan sungai dan rawa. Sebagian merupakan
daerah bantaran banjir (flood plain), sedangkan
rawa meliputi daerah bagian pesisir barat, utara,
dan dibagian selatan lembar penyelidikan
(Gambar 2).

Kolokium Hasil Kegiatan Tahun 2006 Pusat Lingkungan Geologi
Bandung, 29 November 2007













































































Gambar 1. Lokasi Daerah Penyelidikan
Kolokium Hasil Kegiatan Tahun 2006 Pusat Lingkungan Geologi
Bandung, 29 November 2007













































































Gambar 2. Peta Morfologi
Kolokium Hasil Kegiatan Tahun 2006 Pusat Lingkungan Geologi
Bandung, 29 November 2007

2.2 Geologi
Geologi daerah penyelidikan secara umum
disusun oleh urutan formasi batuan dari umur
yang tertua hingga termuda adalah batuan Pra-
Tersier sebagian besar disusun oleh tonalit dan
granit, batuan terobosan basa (gabro) dan
batuan gunungapi (lava dan brekasi) yang
merupakan hasil busur magmatis pada zaman
Kapur, jenis batuan lain yang merupakan
kelompok tertua (Trias Karbon) adalah batuan
malihan yang tersingkap setempat-setempat di
daerah perbukitan. Batuan maliham ini terdiri
atas batusabak, batutanduk, filit, sekis,
ampibolit, kuarsit, genes, dan migmatit.
Kelompok batuan Pra-Tersier ini umumnya
telah mengalami pensesaran.
Batuan sediment Tersier (Cekungan Melawi)
terdiri atas perselingan batupasir arenit dengan
batulumpur, setempat kerikilan (Batu Sekayan)
dan perselingan antara batupasir wake dengan
batu Lumpur (Formasi Tebidah). Kelompok ini
sudah mengalami perlipatan dan sebagian
pensesaran. Kelompok batuan aluvium Kuarter
dijumpai di bagian barat daerah penyelidikan,
berupa endapan alluvium sungai, rawa, danau,
dan pantai, yang tersusun oleh gambut,
lempung, lanau sisipan pasir, dan sisa tumbuh-
tumbuhan yang bersifat lepas.
2.3 Curah Hujan
Berdasarkan curah hujan rata-rata tahunan
selama peiode 5 tahun (2001 2005) yang
diperoleh dari Meterologi Bandara Pontianak
sebagai statsiun pengukur curah hujan di daerah
penyelidikan, setelah dianalisis menunujukkan
jumlah curah hujan
tahunan berkisar dari 2737 sampai 3040
mm/tahun atau rata-rata tahunan sebesar 3.050
mm/tahun atau rata-rata bulanan sebesar 254
mm/bulan.
Bila curah hujan ini jatuh di atas daerah
Pontianak dengan luas sekitar 13.400 km
2
atau
13.400 juta m
2
akan diperoleh debit curah hujan
sekitar 40.870 juta m
3
/tahun. Besarnya
intensitas hujan (curah hujan dibagi hari hujan)
di daerah penyelidikan, yakni berkisar dari 8,2
sampai 24,6 mm/hari atau rata-rata sekitar 15,9
mm/hari.
2.4 Suhu Udara
Berdasarkan data klimatologi selama peiode 5
tahun (2001 2005) yang diperoleh dari
Meterologi Bandara Pontianak sebagai statsiun
pengukur suhu udara di daerah penyelidikan.
Suhu udara bulanan di daerah penyelidikan
berkisar dari 26,12 sampai 27,20
0
C.
2.5 Evapotranspirasi
Evapotranspirasi (evapotranspiration) adalah
proses kembalinya air ke udara yang disebabkan
oleh penguapan yang berasal dari permukaan
tanah (sungai, danau, situ) dan tumbuh-
tumbuhan. Proses serupa namun hanya berasal
tubuh air (water body) atau permukaan tanah
tanpa tetumbuhan disebut evaporasi
(evaporation). Jumlah uap air yang kembali ke
udara tersebut merupakan komponen pengurang
(losses) yang berpengaruh terhadap
terbentuknya air tanah.
Perhitungan evapotranspirasi potensial
(potential evapotranspirasition, ETo) dilakukan
dengan metoda Thornthwaite sebagai berikut.
ETo = 1,6 b (10t/i)
a

Dengan
ETo = Evapotranspirasi
b = Koefisien koreksi bulanan pada lokasi
terhadap lintang
t = Suhu udara bulanan rata-rata (
o
C)
L = (t/5)
1,514
adalah indeks pemanasan
bulanan
i = i
1
+ i
2
+ i
3
+ i
12

a = 6,75 x 10
-7
x 1
3
7,71 x 10
-5
x i
2

Hasil penghitungan menunjukkan ETp bulanan
rata-rata antara 124 151 mm dan ETp tahunan
mencapai 1.524 mm. Sementara itu, besarnya
evapotranspirasi nyata (actuall
evapotranspiration, ETa) bulanan terhitung
antara 9,55 235,15 mm dan ETa tahunan
mencapai 1.328 mm dalam luasan 13.400 km
2

akan diperoleh volume evapotranspirasi nyata
(hujan efektip) sebesar 17.795 juta m
3
/tahun
(sekitar 45 % total hujan).
2.6 Penduduk dan Kebutuhan Air Bersih
Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2005,
daerah penyelidikan dengan luas daerah sekitar
13.400 km
2
,

dihuni oleh 155.324 jiwa, dengan
tingkat kepadatan penduduk secara keseluruhan
adalah 11,6 jiwa/km
2
.
Kota Pontianak adalah daerah yang paling
padat penduduknya bila dibandingkan dengan
kabupaten lainnya, dengan luas daerah 107,80
km
2
dihuni oleh 487,058 jiwa, dengan tingkat
kepadatan penduduk, mencapai 4,5 jiwa/km
2
.
Kebutuhan air bersih minimal daerah Kota
Pontianak pada tahun 2005 dengan jumlah
penduduk 487.058 jiwa adalah 48.705 m
3
/hari,
yang saat ini telah diupayakan untuk dipenuhi
Kolokium Hasil Kegiatan Tahun 2006 Pusat Lingkungan Geologi
Bandung, 29 November 2007

oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM)
dari sumber air baku di S. Kapuas Kecil yang
berkapasitas 700 l/detik, sehingga terdapat
defisit 21.295 m
3
/hari.
3. HIDROGEOLOGI
Berdasarkan tingkat kesarangan dan
kelulusannya, daerah penyelidikan dibagi
menjadi 2 (dua) sistem akuifer, yaitu sistem
akuifer dengan aliran air tanah melalui ruang
antarbutir dan rekahan.
3.1 Konfigurasi dan Parameter Sistem
Akuifer
Konfigurasi sistem akuifer di daerah
penyelidikan yang mencakup sebaran lateral
dan vertikal adalah sebagai berikut.
3.1.1 Sebaran Lateral Akuifer
Secara lateral, berdasarkan keterdapatan air
tanahnya, sistem akuifer daerah penyelidikan di
kelompokan menjadi dua sistem sebagai
berikut. Sistem akuifer dengan aliran air tanah
melalui ruang antarbutir, seberannya menempati
satuan morfologi dataran di sekitar Kab.
Pontianak, sebagian Kab. Sanggau. dan
sebagian Kab. Ketapang. Sistem akuifer ini
dibentuk oleh satuan endapan aluvium yang
disusun oleh bahan lepas berukuran butir
kerakal, kerikil, pasir, lempung, dan gambut.
Kelulusan umumnya sedang sampai tinggi.
Sistem akuifer dengan aliran air tanah melalui
rekahan, sebarannya menempati satuan
morfologi perbukitan di bagian timur daerah
penyelidikan yang mencakup sebagian daerah
Kab Sanggau dan Kab. Ketapang.
Sistem akuifer ini dibentuk oleh satuan batuan
granit, granodiorit, gabro, batu sabak, batu
tanduk, sekis, filit, kuarsit, genes, amfibolit, dan
migmatit. Kelulusan rendah.
3.1.2 Sebaran Vertikal
Sebaran vertikal sistem akuifer di daerah
penyelidikan, data kedudukan muka air tanah
bebas diperoleh dari hasil pengukuran sumur
gali penduduk terpilih, sedangkan
data/informasi litologi bahwa permukaan
diperoleh dari penampang sumur bor dan tataan
geologi wilayah.
Hasil analisis data kedudukan muka air tanah
yang memberikan gambaran tentang batas atas
sistem akuifer adalah sebagai berikut.
a Di daerah dataran yang disusun oleh endapan
aluvium, kedalaman muka air tanah terukur
antara 0,2 3,5 meter di bawah muka tanah
setempat (bmt), dengan fluktuasi muka air
tanah umumnya kurang dari 1 meter.
b Di daerah perbukitan yang disusun oleh
satuan batuan beku dan satuan batuan
malihan, kedalaman muka air tanah terukur
antara 0,3 3 meter di bawah muka tanah
setempat (bmt), dengan fluktuasi muka air
tanah umumnya kurang dari 2 meter.
Sistem akuifer dibagian atas yang dibentuk oleh
endapan aluvium bersifat lepas berukuran butir
kerakal, kerikil, pasir, lempung, dan gambut
dengan kelulusan umumnya sedang sampai
tinggi. Berdasarkan pengukuran sumur gali
yang menembus sebagian akuifer endapan
tersebut (partially penetrated aquifer)
menunjukan kedalaman akuifer 0,3 3 mbmt,
dengan ketebalan 1 2 m.
3.2 Parameter Sistem Akuifer
Nilai parameter akuifer yang meliputi koefisien
kelulusan (Coefficien of permeability, K) dan
keterusan (transmissivity, T) diperoleh dengan
cara penghitungan nilai rata-rata harmonik
(harmonic mean) sistem akuifer tersebut
berdasarkan data penampang litilogi sumur bor
yang mencakup, ketebalan, serta nilai K lapisan
akuifer dan non akuifer dari hasil pengujian.
Jika pada lapisan akuifer dan non akuifer
tertentu tidak tersedia data nilai K dari hasil
pengujian, nilainya ditentukan berdasarkan
metoda deduksi.
Perhitungan nilai K
sistem
dilakukan dengan
persamaan harmonik sebagai berikut.
K
sistem
= k1 x d1 + k2 x d2 + k3 + d3 ..kn x dn


D
Dalam persamaan tersebut k1,k2,..kn adalah
koefisien kelulusan pada lapisan akuifer atau
non akuifer 1,2,3, dan seterusnya sampai lapisan
ke n: d1, d2, d3..dn adalah ketebalan lapisan
akuifer atau non akuifer ke 1, 2, 3, dan
seterusnya sampai lapisan ke n, D adalah total
ketebalan sistem akuifer.
Hasil penghitungan menunjukan nilai parameter
akuifer di daerah penyelidikan adalah sebagai
berikut.
Data sumur bor di daerah Rasau Jaya II dan III,
Kecamatan Sei Kakap, Kabupaten Pontianak,
terdapat tiga sumur nomor EP-21 (tidak
dikontruksi), EP-10, dan EP-23 , (DPU) proyek
air bersih dibuat pada tahun 1994-1995,
dengan kedalaman berkisar antara 88 - 120
meter di bawah muka tanah setempat (bmt).
Dari data tersebut batuan yang menutupi daerah
ini, dari atas ke bawah, terdiri atas lempung,
Kolokium Hasil Kegiatan Tahun 2006 Pusat Lingkungan Geologi
Bandung, 29 November 2007

lempung pasiran, dan pasir kuarsa. Kedalaman
akuifer antara 58 95 m bmt.
Data sumur bor di daerah Padangtikar,
Kecamatan Batu Ampar, Kabupaten Pontianak,
terdapat satu sumur B-18 Proyek Air Bersih,
tetapi belum dimanfaatkan. Kedalaman
mencapai 120 meter, kedudukan akuifer antara
50 120 meter.
Daerah Pal IX, Jeruju besar, Sei Itik, Parit
Keladi, Parit Solo, Punggur Kecil, dan Kuala
dua, Kec. Sei Kakap. Kedalaman sumur
berkisar antara 120 154 mbmt, muka tanah
berkisar antara +1 2,9 mbmt.
3.3 Kuantitas Air Tanah
Perhitungan kuantitas air tanah didaerah
penyelidikan dilakukan terhadap jumlah
imbuhan air tanah bebas dan jumlah aliran air
tanah tertekan.
Jumlah imbuhan air tanah bebas (imbuhan
vertikal) dihitung dengan metode quantitatif
estimation,, sebagai berikut.
Q = RC x P X A
Dalam persamaan tersebut, Q adalah jumlah
imbuhan air tanah bebas (m
3
/tahun), Rc adalah
koefisien imbuhan (%), P adalah jumlah curah
hujan rata-rata (mm/tahun), dan A adalah luas
singkapan akuifer (m
2
).
Hasil perhitungan dengan metode tersebut
menunjukan jumlah imbuhan air tanah di daerah
penyelidikan mencapai 5.313 juta m
3
/tahun. Di
daerah yang ditutupi oleh endapan alluvium,
ketinggian 0 25 m, Rc sebesar 15 %, P sebesar
3.050 mm/tahun, luas sekitar 11.200 km
2
,
jumlah imbuhan air tanah pada endapan
alluvium adalah sebesar 5.124 juta m
3
/tahun.
Sedangkan jumlah imbuhan di daerah
perbukitan mencapai 189 juta m
3
/tahun.
3.4 Kualitas Air Tanah
Untuk mengetahui kualitas air tanah di daerah
penyelidikan, telah diambil 15 (lima belas)
percontoh air tanah untuk analisis sifat kimia
dan fisika airnya di Laboratorium Air, PLG,
Bandung.
Parameter kimia penentu yang digunakan untuk
menentukan tingkat potensi air tanah dalam bagi
keperluan air minum disajikan pada Tabel 1.
Berdasarkan kriteria kualitasnya, air tanah
daerah penyelidikan dibedakan menjadi dua
kelas sebagai berikut.
Baik jika kadar unsur/senyawa kimia
penentu kualitas air tanah sesuai
dengan ketentuan pada Tabel 1.
Jelek jika kadar unsur/senyawa kimia
penentu kualitas air tanah tidak sesuai
dengan ketentuan pada Tabel 1.
3.5 Parameter Kuantitas Air Tanah
Hasil perhitungan menunjukan nilai parameter
sistem akuifer di daerah penyelidikan adalah
sebagai berikut.
Data sumur bor di daerah Rasau Jaya II dan III,
Kecamatan Sei Kakap, Kabupaten Pontianak,
terdapat tiga sumur nomor EP-21 (tidak
dikontruksi), EP-10, dan EP-23 , (DPU) proyek
Air bersih dibuat pada tahun 1994-1995, dengan
kedalaman berkisar antara 80 - 120 meter di
bawah muka tanah setempat (bmt). Dari data
tersebut batuan yang menutupi daerah ini, dari
atas ke bawah, terdiri atas lempung, lempung
pasiran, dan pasir kuarsa. Debit Jenis (Qs)
berkisar antara 0,25 0,73 l/det/m.
Transmisivity (T) berkiisar antara 0,3 0,9
m
2
/hari. Debit Optimum (Q
opt
) di daerah ini
mencapai 6,7 11,5 l/det .
Daerah Pal IX, Jeruju besar, Sei Itik, Parit
Keladi, Parit Solo, Punggur Kecil, dan Kuala
dua, Kec. Sei Kakap. Kedalaman sumur
berkisar antara 120 154 mbmt, muka tanah
berkisar antara 0 2,9 mbmt. Debit Jenis (Qs)
berkisar antara 0,06 30 l/det/m. Transmisivity
(T) berkisar antara 2126 m
2
/hari. Debit
Optimum (Q
opt
) di daerah ini mencapai berkisar
antara 16 - 31 l/det (> 10 l/det = Potensi
Tinggi).
3.6 Potensi Air Tanah
Penilaian tingkat potensi air tanah di daerah
penyelidikan, yang berbasis skala 1:250.000
dilakukan terhadap gabungan antara sistem
akuifer tak tertekan dan akuifer tertekan.
Artinya, gabungan keduanya merupakan satu
satuan sistem akuifer yang dibedakan menjadi 3
(tiga) katagori (Tabel 2).
3.6.1 Wilayah Potensi Air Tanah Tinggi
Sebaran wilayah potensi ini cukup luas, yakini
menempati di daerah dataran aluvium, dari utara
melampar dan menyempit ke tenggara di lembar
peta yang mencakup Kota Pontianak, Teluk
Pakedai, Sei Kakap, Sei Raya, Kubu, dan
Terentang.



Kolokium Hasil Kegiatan Tahun 2006 Pusat Lingkungan Geologi
Bandung, 29 November 2007










Tabel 1. Parameter Kimia Penentu Kualitas AirTanah untuk Air Mminum
Unsur Fisika
dan Kimia
Batas Maksimum yang Diperbolehkan Permenkes
No.907/MENKES/SK/VII/2002
PH 6,5 - 8,5
ZPT / TDS 1000 mg/l
Fe 0,3 mg/l
Mn 0,1 mg/l
Na 200 mg/l
Cl 250 mg/l
SO
4
250 mg/l
NO
2
3 mg/l
NO
3
50 mg/l

Sistem akuifer ini umumnya dibentuk oleh
endapan aluvium bersifat lepas. Kedalaman
akuifer berkisar antara 80 145 mbmt,
kelulusan sistem akuifer (K) antara 0,20 -0,9
m
2
/det, keterusan sistem akuifer (T) antara 53
95 m
2
/hari. Kuantitas air tanah ditunjukkan oleh
kedudukan muka air tanah (MAT) antara 0 9
mbmt, sumur yang dibuat dengan menyadap
sistem akuifer tersebut dapat menghasilkan
debit jenis (Qs) antara 0,20 0,80 l/dtk/m,
dengan debit optimum (Qopt) antara 11,5 31
l/dtk. Kualitas air tanah baik dan layak untuk air
minum.
3.6.2 Wilayah Potensi Air Tanah Sedang
Sebaran wilayah potensi airtanah sedang ini
cukup luas, yakini menempati di daerah
dataran aluvium di bagian tengah yang
menyebar dari utara ke tenggara mencakup
daerah sekitar
sebagian Pontianak, sebagian Terentang, dan
daerah Sungai mata-mata, dibagian pesisir
barat sekitar Gunung Watuwangking, dan
Batuampar.
Sistem akuifer ini umumnya dibentuk oleh
endapan aluvium bersifat lepas. Kedalaman
akuifer berkisar antara 60 120 mbmt, K antara
39.10
-2
6,9.10
-1
m
2
/det, T antara 35 52
m
2
/hari. Kuantitas air tanah ditunjukkan oleh
MAT antara 3 15 mbmt, sumur yang dibuat
dengan menyadap sistem akuifer tersebut dapat
menghasilkan Qs antara 0,33 0,50 l/dtk/m,



dengan Qopt antara 1,7 8,2 l/dtk. Kualitas air
tanah baik dan layak untuk air minum.
3.6.3 Wilayah Potensi Air Tanah Rendah
Sebaran wilayah potensi air tanah rendah ini
cukup luas, yakini menempati di daerah dataran
aluvium di bagian timur yang menyebar dari
utara ke selatan mencakup daerah sekitar
sebagian Kab. Sanggau, sebagian Kab.
Ketapang, Tayan bagian barat, Baganasan,
Muaraban, Batu barat bagian timur, Sedahan
bagian timur, Melingsum, Siduk, dibagian
pesisir barat sekitar puncak Gunung
Watuwangking, dan puncak Batuampar.
Sistem akuifer ini umumnya dibentuk oleh
endapan aluvium bersifat lepas. Kedalaman
akuifer berkisar antara 50 100 mbmt, K antara
28.10
-2
4,6.10
-1
m
2
/det, T antara 7 - 13,7
m
2
/hari. Kuantitas air tanah ditunjukkan oleh
MAT antara 7 25 mbmt, sumur yang dibuat
dengan menyadap sistem akuifer tersebut dapat
menghasilkan Qs antara 0,08 0,13 l/dtk/m,
dengan Qopt antara 0,62 1,8 l/dtk. Kualitas air
tanah baik dan layak untuk air minum.
CATATAN
Data dan informasi potensi air tanah di daerah
penyelidikan pada skala 1:250.000 tersebut
belum cukup memadai, karena masih bersifat
umum dan kualitatif. Oleh karena itu, untuk
keperluan perencanaan pendayagunaan air
tanah, diperlukan pengkajian potensi air tanah
secara rinci dengan basis pada peta skala
1:100.000 untuk memperoleh informasi potensi
air tanah semi-kuantitatif sampai kuantitatif.

Kolokium Hasil Kegiatan Tahun 2006 Pusat Lingkungan Geologi
Bandung, 29 November 2007





























Tabel 2 Matrik Tingkat Potensi Air Tanah Untuk Air Minum
Kualitas Standar Kualitas Air Minum Permenkes
No. 907/MENKES/SK/VII/2002
Kuantitas
Baik
( Memenuhi Syarat
Jelek
Tidak memenuhi Syarat
Besar
(Qopt = > 10 l/det)
Tinggi
Sedang
(Qopt = 2 - 10 l/det)
Sedang
Kecil
(Qopt = > 2 l/det)
Kecil

Nihil
Gambar 3. Peta Potensi Air
Kolokium Hasil Kegiatan Tahun 2006 Pusat Lingkungan Geologi
Bandung, 29 November 2007



BIBLIOGRAFI
1 Anonymous, 1975, Ground Water and
Wells, Johnson Division, UOP Inc, Saint
Paul, Minnesota.
2 Anonymous, 1975, Feasibility Study of the
Way Seputih and Way Sekampung
Basins, Howard Humpreys & Sons,
Reading, Ministry of Public Works and
Electric Power, Jakarta.
3 Anonymous, 1981, Indeks Peta Rupa
Bumi Indonesia untuk Skala 1 :
250.000, dan Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi, Bandung.
5 Anonymous, 2003, Provinsi Kalimantan
Tengah Dalam Angka, Kantor Statistik
Palangkaraya.
6 Anonymous, 2004, PDAM Pontianak di
Provinsi Kalimantan Barat.
7 Anonymous 2003, Dinas Pertambangan
dan Energi, Kalimantan Barat
8 Anonymous 2003, Dinas Pekerjaan Umum,
Kalimantan Barat
9. B.Hermanto dkk, 1994, Peta Geologi
Lembar Pontianak, Puslitbang
Bandung.
10. Haryadi T, Wawan E.S., Ucu T.A.,
Junizar K., dan Aris S., 2003,
"Prosedur Kerja Baku (Standard
Operating Procedure) Penyediaan Air
Bersih Melalui Pembuatan Sumur Bor
di Daerah Sulit Air , SOP No.
01/PPAT-PAT/10/2003, Dit. Tata
Lingkungan Geologi Dan Kawasan
Pertambangan.
11. SGSM 38-2003. Rancangan Sandar
Nasional Indonesia (RSNI),
Penyelidikan Potensi Air Tanah skala
1:100.000 atau lebih.

Anda mungkin juga menyukai