Anda di halaman 1dari 13

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pterigium adalah pertumbuhan berbentuk sayap-sayap pada konjungtiva bulbi,
kelainan ini berupa pertumbuhan segitiga horizontal dari jaringan abnormal yang invasi ke
kornea dari region kontus pada konjungtiva bulbi, berpotensi menjadi penyebab kebutaan
pada pertumbuhan pterigium yang lanjut, memerlukan tindakan pembedahan untuk
memperbaiki penglihatan.
1

Distribusi pterigium tersebar didunia tetapi sering pada daerah panas, beriklim kering.
Prevalensi pada daerah equator kira-kira 22% dan kurang dari 2% di daerah lintang diatas
40
0
. Penelitian di Australia, mengidentifikasikan jumlah pterigium berdasarkan faktor resiko :
44 kali lebih banyak pada pasien yang bermukim di daerah tropis, 11 kali lebih banyak pada
pekerja yang berhubungan dengan pasir, 9 kali lebih banyak dengan riwayat tanpa
menggunakan kacamata. Masalah klinis yang menjadi tantangan adalah tingginya frekuensi
pterigium rekuren dan pertumbuhan yang agresif. Selain itu pterigium menimbulkan keluhan
kosmetik dan berpotensi mengganggu penglihatan pada stadium lanjut yang memerlukan
tindakanpembedahan.
1

1.2 Batasan Masalah
Mengetahui anatomi konjungtiva, dan definisi, klasifikasi, etiologi, patofisiologi,
gejala klinis, diagnosa, penatalaksanaan, prognosis ( pterigium )
1.3 Tujuan
Mengetahui anatomi konjungtiva, dan definisi, klasifikasi, etiologi, patofisiologi,
gejala klinis, diagnosa, penatalaksanaan, prognosis ( pterigium )
2

1.4 Manfaat
Melalui penulisan referat ini diharapkan akan bermanfaat dalam memberikan
informasi dan pengetahuan tentang Pterigium
















3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi

Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak mata bagian
belakang. Berbagai macam obat mata dapat diserap melalui konjungtiva. Konjungtiva ini
mengandung sel musin yang dihasilkan oleh sel goblet.
Konjungtiva terdiri atas tiga bagian yaitu:
1. Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal ini sukar
digerakan dari tarsus.
2. Konjungtiva bulbi, menutupi sklera dan mudah digerakan dari sklera
dibawahnya.
3. Konjungtiva forniks, merupakan tempat peralihan konjungtiva tarsal dengan
konjungtiva bulbi.
Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan sangat longgar dengan jaringan di
bawahnya sehingga bola mata muda bergerak.
2
4


2.2 Definisi Pterigium
Pterigium merupakan suatu pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat
degeneratif dan invasif. Pertumbuhan ini biasanya terletak pada celah kelopak bagian nasal
ataupun temporal konjungtiva yang meluas ke daerah kornea
2

2.3 Etiologi Pteigium
Etiologi pterigium tidak diketahui dengan jelas. Diduga merupakan suatu neoplasma,
radang dan degenerasi yang disebabkan oleh iritasi kronis akibat debu, pasir, cahaya,
5

lingkungan dengan angin yang banyak dan udara yang panas selain itu faktor genetik
dicurigai sebagai faktor predisposisi.
2

Faktor yang mempengaruhi pterigium adalah lingkungan yakni radiasi ultraviolet
sinar matahari, iritasi kronik dari bahan tertentu di udara dan faktor herediter.
1. Radiasi ultraviolet
Faktor resiko lingkungan yang utama sebagai penyebab timbulnya pterigium adalah
terpapar sinar matahari. Sinar ultraviolet diabsorbsi kornea dan konjungtiva yang
dapat mengakibatkan kerusakan sel dan proliferasi sel.
2. Iritasi kronik atau inflamasi terjadi pada area limbus atau perifer kornea merupakan
pendukung terjadinya teori keratitis kronik dan terjadinya limbal.
2.4 Patofisiologi Pterigium
Etiologi pterigium tidak diketahui dengan jelas. Tetapi penyakit ini lebih sering pada
orang yang tinggal di daerah iklim panas. Oleh karena itu gambaran yang paling diterima
tentang hal tersebut adalah respon terhadap faktor faktor lingkungan seperti paparan
terhadap matahari (ultraviolet), daerah kering, inflamasi, daerah angin kencang dan debu atau
faktor iritan lainnya. Pengeringan lokal dari kornea dan konjungtiva yang disebabkan
kelainan tear film menimbulkan pertumbuhan fibroplastik baru merupakan salah satu teori.
Tingginya insiden pterigium pada daerah dingin, iklim kering mendukung teori ini.
3

Ultraviolet adalah muntagen untuk p53 tumor supresor gene pada limbal basal stem
cell. Tanpa apoptosism transforming growth factor beta diproduksi dalam jumlah berlebihan
dan menimbulkan proses kolagenase meningkat. Sel-sel bermigrasi dan angiogenesis.
Akibatnya terjadi perubahan degenerasi kolagen dan terlihat jaringan subepitelial
fibrovaskular. Jaringan subkonjungtiva terjadi degenerasi elastik proliferasi jaringan vaskuler
6

bawah epitelium dan kemudian menembus kornea. Kerusakan pada kornea terdapat pada
lapisan membran bowman oleh pertumbuhan jaringan fibrovaskular, sering disertai dengan
inflamasi ringan. Epitel dapat normal, tebal atau tipis dan kadang terjadi displasia.
3,4

Limbal stem cell adalah sumber regenerasi epitel kornea. Pada keadaan defisiensi
limbal stem cell, terjadi pembentukan jaringan konjungtiva pada permukaan kornea. Gejala
dari defisiensi limbal adalah pertumbuhan konjungtiva ke kornea, vaskularisasi, inflamasi
kronis, kerusakan membran basement dan pertumbuhan jaringan fibrotik. Tanda ini juga
ditemukan pada pterigium dan karena itu banyak penelitian menunjukan bahwa pterigium
merupakan manifestasi dari defisiensi atau disfungsi limbal stem cell. Kemungkinan akibat
sinar ultraviolet terjadi limbal stem cell di daerah interpalpebra.
3

Pemisahan fibroblast dari jaringan pterigium menunjukan perubahan phenotype,
pertumbuhan banyak lebih baik pada media mengandung serum dengan konsentrasi rendah
dibanding fibroblast konjungtiva normal. Lapisan fibroblast pada bagian pterigium
menunjukan proliferasi sel yang berlebihan. Pada fibroblast pterigium menunjukan matrix
metalloproteinase, dimana matrix ekstraseluller berfungsi untuk jaringan yang rusak,
penyembuhan luka, mengubah bentuk. Hal ini menjelaskan kenapa pterigium cenderung terus
tumbuh, invasi ke stroma kornea dan reaksi fibroblast dan inflamasi
3
.
2.5 Gejala dan Tanda Pterigium
Gejala klinis pterigium pada tahap awal biasanya ringan bahkan sering tanpa keluhan
sama sekali (asimptomatik). Beberapa keluhan yang sering dialami pasien antara lain rasa
perih, terganjal, sensasi benda asing, silau, berair, gangguan visus.
Dari pemeriksan didapatkan adanya penonjolan daging, berwarna putih, tampak
jaringan fibrovaskular yang berbentuk segitiga yang terbentang dari konjungtiva sampai
kornea, jaringan berbatas tegas sebagai suatu garis yang berwarna coklat kemerahan,
7

umumnya tumbuh di daerah nasal. Pterigium yang mengalami iritasi dapat menjadi merah
dan menebal yang kadang-kadang dikeluhkan oleh penderita.
3,2


2.6 Klasifikasi dan Drajat Pterigium
Pterigium dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Pterigium Simplek, jika terjadi hanya di nasal/ temporal saja.
2. Pterigium Dupleks, jika terjadi di nasal dan temporal.
Pterigium berdasarkan perjalanan penyakitnya dibagi 2 tipe yaitu :
A. Pterigium progresif : tebal dan vaskular dengan beberapa infiltrat dikornea di
depan kepala pterigium (disebut cap dari pterigium)
B. Pterigium regresif : tipis, atrofi, sedikit vascular, tipe ini akhirnya akan
membentuk membrane yang tidak hilang.
3

Pterigium juga dibagi kedalam 4 derajat yaitu :
3

1. Derajat 1 : jika pterigium hanya berbatas pada limbus kornea
2. Derajat 2 : jika sudah melewati limbus kornea tetapi tidak lebih dari 2 mm
melewati kornea.
3. Derajat 3 : sudah melebihi derajat 2 tetapi tidak melebihi pinggiran pupil mata
dalam keadaan cahaya normal (pupil dalam keadaan normal sekitar 3-4 mm)
4. Derajat 4 : pertumbuhan pterigium melewati pupil sehingga mengganggu
penglihatan.





8

2.7 Diagnosa Banding Pterigium
1. Pseudopterigium
Pseudopetrigium merupakan perlengketan konjungtiva dengan kornea yang
cacat. Sering pseudopterigium ini terjadi pada proses penyembuhan tukak
kornea, sehingga konjungtiva menutupi kornea.
3

Tabel 1. Perbedaan Pterigium Dengan Pseudopterigum
Pterigium Pseudopterigium
Lokasi Selalu difisura
palpebral
Sembarang lokasi
Progresifitas Bisa progresif atau
stasioner
Selalu stasioner
Rwayat penyakit
mata
Ulkus kornea (-) Ulkus kornea (+)
Tes sondase Negative Positif

2. Pinguekula
Pinguekula merupakan penebalan pada konjungtiva bulbi terbentuk segitiga
dengan puncak di perifer dasar di limbus kornea, berwarna kuning keabu-
abuan dan terleatak dicelah kelopak mata. Timbul akibat iritasi oleh angin,
debu dan sinar matahari yang berlebihan. Biasanya pada dewasa yang berumur
kurang lebih 20 tahun.
2

9


2.8 komplikasi Pterigium
1. komplikasi dari pterigium meliputi sebagai berikut :
Gangguan penglihatan
Mata kemerahan
Iritasi
Gangguan pergerakan bola mata.
Timbul jaringan parut kronis dari konjungtiva dan kornea
Dry Eye sindrom
6

2. komplikasi post-operatif bisa sebagai berikut :
Infeksi
Ulkus kornea
Graft konjungtiva yang terbuka
Diplopia
Adanya jaringan parut dikornea
6

2.9 Penatalaksanaan Pterigium
1) Non Farmakologi
Secara teoritis, memperkecil terpapar radiasi ultraviolet untuk mengurangi resiko
berkembangnya pterigium pada individu yang mempunyai resiko lebih tinggi. Pasien
10

disarankan untuk menggunakan topi yang memiliki pinggiran, sebagai tambahan
terhadap radiasi ultraviolet sebaiknya menggunakan kacamata pelindung dari cahaya
matahari. Tindakan pencegahan ini bahkan lebih penting untuk pasien yang tinggal di
daerah subtropis dan tropis.
2

2) Farmakologi
Pada pterigium yang ringan tidak perlu diobati, untuk pterigium derajat 1-2 yang
mengalami inflamasi, pasien dapat diberikan obat tetes mata antibiotik dan steroid 3
kali sehari selama 5-7 hari. Diperhatikan juga bahwa pengguna kortikosteroid tidak
dibenarkan pada penderita tekanan intraokular tinggi atau mengalami kelainan pada
kornea.
2

3) Bedah
Pada pterigium derajat 3-4 dilakukan tindakan bedah berupa avulsi pterigium. Sedapat
mungkin setelah avulsi pterigium maka bagian konjungtiva bekas pterigium tersebut
ditutupi dengan cangkok konjungtiva yang diambil dari konjungtiva bagian superior
untuk menurunkan angka kekambuhan. Tujuan utama pengangkatan pterigium yaitu
memberikan hasil yang baik, mengupayakan komplikasi seminim mungkin, angka
kekambuhan yang rendah.
3
2.10 Pencegahan dan Prognosa Pterigium
Pada penduduk di daerah tropic yang bekerja diluar rumah seperti nelayan,petani
yang banyak kontak dengan debu dan sinar ultraviolet dianjurkan memakai
kacamata pelindung sinar matahari.

Penglihatan pasien setelah dieksisi adalah baik, rasa tidak nyaman pada hari pertama
postoperasi dapat ditoleransi, kebanyakan pasien setelah 48 jam post operasi dapat
beraktivitas kembali.
11

Rekurensi pterigium setelah operasi masih merupakan suatu masalah sehingga untuk
mengatasinya berbagai metode dilakukan termasuk pengobatan dengan antimetabolit
atau antineoplasia.
3

Pasien dengan resiko tinggi timbulnya pterigium seperti riwayat keluarga atau
karena terpapar sinar matahari yang lama di anjurkan memakai kacamata sunblock
dan mengurangi terpapar sinar matahari.
3



















12

BAB III
KESIMPULAN

Pterigium suatu pertumbuhan jaringan fibrovaskular segitiga yang tumbuh dari arah
konjungtiva menuju kornea pada daerah interpalbera. Faktor resiko yang mempengaruhi
pterigium adalah lingkungan yakni sinar matahari,iritasi kronik dari bahan tertentu di udara
dan faktor herideter.
Pterigium pada tahap awal biasanya ringan bahkan sering tanpa kekeluhan sama
sekali (asimptomatik). Beberapa keluhan yang sering dialami pasien antara lain : mata sering
berair dan tampak merah, merasa seperti ada benda asing, timbul astigmatisme.
Penatalaksanaan pterigium yaitu konservatif dan pembedahan.











13

DAFTAR PUSTAKA

1. Pterigium. http://www.scribd.com/doc/177153081/75900221-Bab-i-Pterigium. diakses
5 Mei 2014
2. Ilyas S. ilmu penyakit mata edisi 3. Jakarta : FKUI : 2010
3. Ayuni I. http://www.scribd.com/doc/199103874/pterigium . diakses 5 Mei 2014.
4. Vaughan D, Asbury T : Oftalmologi Umum. Ed 14. Widya Medika.Jakarta : 2000
5. Anonim. Pterigium. http://www.scribd.com/doc/199103874/pterigium . diakses 5 Mei
2014.
6. Langston DP. Manual of ocular Diagnosis and Therapy. Fifth edision. USA : LAW
1999

Anda mungkin juga menyukai