Anda di halaman 1dari 9

_________________________________________________________________________________________

Departemen Pulmonologi & Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 1
RS Persahabatan - Jakarta, 2012

DETEKSI MUTASI GEN EPIDERMAL GROWTH FACTOR RECEPTOR (EGFR)
MENGGUNAKAN METODE PNA-LNA PCR CLAMP
PADA CELL LINE PC9, PC3, H1975 DAN H1299
Ferry Dwi Kurniawan
1
, Toshihiro Nukiwa
2
, Koichi Hagiwara
3

1
Department of Pulmonology and Respiratory Medicine, Faculty of Medicine, University of Indonesia, Persahabatan
Hospital, Jakarta, Indonesia
2
Department of Respiratory Oncology and Molecular Medicine, Tohoku University, Sendai, Japan
3
Department of Respiratory Medicine, Saitama Medical School, Saitama, Japan

Background: Epidermal Growth Factor Receptor (EGFR) signaling pathway play a role in regulation of cell
proliferation, survival, differentiation and tumor progression. Tyrosin kinase domain within exon 18-21 of EGFR
gene mutation had significantly correlated with clinical response to Tyrosine Kinase Inhibitor (TKI). Thus, EGFR
gene mutation become a biomarker predictor to Non Small Cell Lung Cancer (NSCLC) treatment. However, the
gold standar in detecting EGFR gene mutation is direct sequencing method which requires mostly cancer cells, low
sensitivity and non uniform technical handling. This research aim is to observe PNA-LNA PCR Clamp method as
an alternative method to detect EGFR gene mutation on PC9, PC3, H1975, and H1299 cell lines.
Method: This research design is an experimental study using four cell lines which are PC9 (lung adenocarsinoma),
PC3 (prostate adenocarsinoma), H1975 (NSCLC), and H1299 (NSCLC). The samples are isolated to extract DNA
then the consentration adjusted to 25 ng thus the final consentration is 1 ng/l. The PCR primer within exon 18 to
21 along with Peptide Nucleic Acid (PNA) which designed to attach to wild type alleles and Locked Nucleic Acid
(LNA) designed to attach with mutant alleles and also exTaq enzyme are added to the samples. Then the samples are
running on SmartCycler real time PCR. The method could detect EGFR gene mutations which are G719S and
G719C in exon 18, seven types of exon 19 deletion, T790M in exon 20, also L858R and L861Q in exon 21.
Result: This method reveals the mutations which are E746-A750del-1p (type 1) in PC9, exon 19 deletion in PC3,
T790M and L858R in H1975 while no mutation in H1299.
Conclusion: The PNA-LNA PCR Clamp could detect EGFR gene mutation on PC9, PC3, H1975 and H1299 cell
lines.
Key word: epidermal growth factor receptor mutation; peptide nucleic acid; locked nucleic acid; polymerase chain
reaction

PENDAHULUAN

Walau telah banyak perkembangan
bermakna dalam terapi sistemik, radiasi onkologi
serta teknik pembedahan namun pasien kanker
masih belum sepenuhnya dapat diobati.
1
Berdasarkan
laporan Direktorat Jenderal Pelayanan Medik tahun
2004, kanker paru menempati peringkat keenam
diantara sepuluh penyakit neoplasma ganas terbanyak
pasien rawat inap di rumah sakit di Indonesia dengan
jumlah penderita 2.757 orang atau dengan proporsi
3,2%. Angka ini meningkat menjadi 5,8% pada tahun
2005.
2

Secara umum kanker paru terdiri dari
Kanker Paru Karsinoma Sel Kecil (KPKSK)
sebanyak 10% dan Kanker Paru Karsinoma Bukan
Sel Kecil (KPKBSK) sebanyak 90%.
3
Jauh
sebelumnya, KPKBSK dianggap satu entitas penyakit
saja karena klasifikasi histologi sub tipe seperti
adenokarsinoma, skuamosa dan sel besar terlihat
mempunyai faktor etiologi yang sama, karakteristik
klinis yang sama serta hasil terapi yang juga sama.
Sehingga penatalaksanaan untuk pasien KPKBSK
juga sama. Namun ternyata KPKBSK merupakan
suatu entitas penyakit yang kompleks. Hal ini dapat
dilihat dari profil genetik yang ditemukan pada
KPKBSK. Salah satu yang berperan dalam
patogenesis ini adalah mutasi gen Epidermal Growth
Factor Receptor (EGFR).
4
Gen EGFR berperan dalam patogenesis
adenokarsinoma paru yang berawal dari lesi pre
neoplastik yang disebut sebagai hiperplasia
adenomatosa atipikal yang kemudian berkembang
_________________________________________________________________________________________
Departemen Pulmonologi & Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2
RS Persahabatan - Jakarta, 2012

menjadi bronchioloalveolar carcinoma (BAC).
Fokus invasi berkembang dari pusat fibrotik BAC
yang kemudian berubah menjadi adenokarsinoma
invasif walaupun elemen non invasif masih berada di
perbatasan tumor. Pada beberapa penelitian
ditemukan mutasi gen EGFR sudah terjadi pada awal
patogenesis dengan ditemukan mutasi ini pada epitel
saluran napas normal yang berdekatan dengan tumor.
Walaupun demikian, mutasi gen EGFR tetap lebih
banyak ditemukan di lesi pre neoplastik dan lesi pre
invasif dibandingkan dengan epitel normal.
Heterogenitas mutasi pada tumor sangat kecil sehigga
mutasi gen EGFR berkontribusi besar dalam
patogenesis tumor. Sementara itu amplifikasi gen
EGFR ternyata terjadi pada fase akhir karsinogenesis
dan lebih sering ditemukan pada saat metastasis yang
mencerminkan amplifikasi gen EGFR lebih berperan
pada fenotip metastasis. Sementara itu epiregulin
loop terjadi pada fase tumor invasif namun lebih
sering juga ditemukan pada saat metastasis. Sehingga
dapat disimpulkan mutasi gen EGFR telah berperan
sejak awal karsinogenesis.
5
Dengan ditemukannya agen terapi target
yang bekerja menghambat jalur sinyal EGFR yaitu
Tyrosin Kinase Inhibitor (TKI) maka telah terjadi
pergeseran paradigma terapi. Sasaran terapi
konvensional tidak hanya sel kanker tetapi juga sel
normal sehingga dengan pemberian terapi target
maka hanya sel kanker saja yang akan menjadi
sasaran.
6
Mutasi gen EGFR dengan domain tirosin
kinase pada ekson 18-21 berkorelasi secara bermakna
terhadap pemberian TKI.
7,8
Sehingga mutasi gen
EGFR berperan sebagai faktor prediktif pemberian
TKI.
9
Kendala dalam praktek sehari-hari adalah
sampel yang didapat untuk menegakkan diagnosis
kanker paru baik itu sediaan histopatologi berupa
biopsi bronkus ataupun sediaan sitologi berupa
sikatan bronkus, bilasan bronkus, ataupun efusi
pleura sangatlah sedikit. Terlebih lagi sediaan berupa
biopsi bronkus jugalah tidak mudah didapat namun
sediaan sitologi lebih sering didapatkan. Sebagai
dasar diagnosis, sediaan baik histopatologi ataupun
sitologi akan disimpan sebagai arsip sehingga sampel
yang tersisa untuk pemeriksaan mutasi gen pun
semakin sedikit.
9

Standar baku emas pemeriksaan mutasi gen
EGFR adalah menggunakan metode direct
sequencing.

Metode ini telah lama digunakan secara
luas serta mempunyai spesifisitas hingga 100%
namun sensitifitas metode ini hanya 30-50%. Metode
ini membutuhkan sampel dengan kandungan sel
kanker yang banyak dengan pengerjaan sekitar 3-5
hari dengan teknik bervariasi dan biaya yang
mahal.
9,10

Salah satu metode alternatif pemeriksaan
mutasi gen EGFR adalah metode PNA-LNA PCR
Clamp yang menggunakan Peptide Nucleic Acid
(PNA) sebagai klem primer yang menghambat
amplifikasi alel wild type dan Locked Nucleic Acid
(LNA) sebagai probe deteksi alel mutan yang akan
diamplifikasi menggunakan mesin real time
Polymerase Chain Reaction (real time PCR). Klem
primer dan probe mutan terletak pada urutan basa
yang mengalami mutasi poin yang dilambangkan
dengan huruf (X). Probe total mendeteksi fragmen
alel mutan dan alel wild type yang terletak
bersebelahan. Sedangkan pada delesi, hanya sebagian
klem primer yang menutupi delesi. Urutan pada
kedua ujung delesi dihubungkan sehingga
membentuk urutan probe mutan. Posisi primer dan
posisi probe dalam sistem PNA-LNA PCR Clamp
ditampilkan dalam gambar 1 (a). Selanjutnya proses
amplifikasi menggunakan sistem nested PCR yang
_________________________________________________________________________________________
Departemen Pulmonologi & Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 3
RS Persahabatan - Jakarta, 2012

membutuhkan primer luar dan primer dalam. Ketika
terjadi proses amplifikasi, klem primer akan
berikatan dengan alel wild type sehingga tidak terjadi
amplifikasi alel wild type. Ketika proses deteksi
terjadi, probe mutan berikatan dengan alel mutan
dan terjadi proses amplifikasi kemudian sinyal yang
dipancarkan dari probe akan ditangkap oleh mesin
real time PCR. Mekanisme kerja sistem PNA-LNA
PCR Clamp ditampilkan dalam gambar 1 (b).
11

Rumusan masalah :
Apakah metode PNA-LNA PCR Clamp
dapat mendeteksi mutasi gen EGFR pada cell line
PC9, PC3, H1975, dan H1299?

Hipotesis Penelitian :
Metode PNA-LNA PCR Clamp dapat
mendeteksi mutasi gen EGFR pada cell line PC9,
PC3, H1975, dan H1299.

Tujuan Penelitian :
Tujuan Umum :
Melihat metode PNA-LNA PCR Clamp sebagai
metode alternatif pemeriksaan mutasi gen EGFR
pada cell line PC9, PC3, H1975, dan H1299.
Tujuan Khusus :
Mempelajari cara kerja metode PNA-LNA
PCR Clamp.
Mengetahui keunggulan dan kekurangan
metode PNA-LNA PCR Clamp.







Gambar 1. Posisi primer dan probe (a) dan
mekanisme kerja (b) dalam metode PNA-LNA PCR
Clamp.
Dikutip dari (11)

METODOLOGI PENELITIAN
Desain penelitian yang digunakan adalah
studi eksperimental. Penelitian dilakukan di
Respiratory Medicine Department, Saitama Medical
School pada bulan Februari 2010. Populasi target
penelitian adalah cell line tumor. Populasi terjangkau
penelitian ini adalah cell line tumor paru dengan jenis
adenokarsinoma atau Kanker Paru Karsinoma Bukan
Sel Kecil (KPKBSK) dan tumor selain tumor paru
dengan jenis adenokarsinoma.
Sampel penelitian adalah cell line PC9
(adenokarcinoma), PC3 (kanker prostat jenis
adenokarsinoma), H1975 (KPKBSK), dan H1299
_________________________________________________________________________________________
Departemen Pulmonologi & Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 4
RS Persahabatan - Jakarta, 2012

(KPKBSK). Cell line PC9 diperoleh dari IBL
(Takasaki, Japan), PC3 diperoleh dari Japanese
Collection of Research Bioresources (Tokyo, Japan),
H1975 diperoleh dari the American Type Culture
Collection (Rockville, MD, USA), dan H1299
diperoleh dari Japanese Collection of Research
Bioresources (Tokyo, Japan). Cell line dibiakkan
dalam media RPMI-1640 yang mengandung 10%
fetal calf serum di dalam inkubator dengan suhu 37
0
C
dengan kandungan CO
2
sebesar 5% di atmosfer.
Cara Kerja
Sampel cell line dikumpulkan lalu dilakukan
isolasi DNA. Setelah itu dilakukan pemeriksaan
kadar DNA dengan spektrofotometer dan konsentrasi
yang dibutuhkan adalah 25 ng sehingga konsentrasi
akhir adalah 1 ng/l.
Reagen dan Premix
Reaksi ini membutuhkan dua campuran
yaitu Premix A dan Premix B. Premix A merupakan
campuran isolat DNA dan enzim ExTaq, Takara.
Sedangkan Premix B merupakan campuran primer
luar dan dalam, Nihon Gene Research Lab (masing-
masing 200nM), LNA sebagai probe florogenik, IDT
Lab (masing-masing 100nM), dan PNA sebagai klem
primer, Panagene (masing-masing 5mM). Kemudian
Premix A dibagi ke dalam 6 tabung reaksi dan
selanjutnya Premix B ditambahkan sesuai dengan
jenis reaksi. Reaksi PCR yang dijalankan terdiri dari
6 jenis reaksi yaitu R1 (ekson 18: G719C; G719S),
R2 (ekson 19: E746-A750del tipe 1; E746-A750del
tipe 2; L747-A750del T751S), R4 (ekson 21: L858R),
R5 (ekson 21: L861Q), R6 (ekson 20: T790M) dan
PCR Check sebagai kontrol kualitas sampel.
Reaksi PCR
Reaksi PCR dijalankan secara real time
menggunakan mesin SmartCycler II, Cepheid. Siklus
PCR yaitu dipertahankan pada suhu 95
0
C selama 30
detik lalu sebanyak 45 siklus dengan suhu 95
0
C
selama 3 detik lalu 62
0
C (ekson 18; R1), 56
0
C (ekson
19 & 21; R2, R4, R5, PCR Check), 58
0
C (ekson 20;
R6) selama 30 detik.
Analisis hasil
Analisis hasil menggunakan piranti lunak
SmartCycler II. Sebelum menentukan hasil, perlu
dilakukan dahulu kontrol kualitas yang menggunakan
Probe total untuk ekson 21 pada reaksi PCR Check.
Apabila Probe total berpendar maka hal ini
menandakan bahwa sampel yang diperiksa adekuat
dan layak untuk dianalisis lebih lanjut. Selanjutnya
dilihat bila Probe total masing-masing ekson
berpendar maka hal ini menandakan terdapat mutasi
atau delesi pada ekson tersebut. Kemudian untuk
mengetahui jenis mutasi yang terjadi di ekson
tersebut dilihat probe florogenik apa yang berpendar.
Gambar 2 menampilkan alur metode PNA-LNA PCR
Clamp.

Gambar 2. Alur penelitian deteksi mutasi gen EGFR
menggunakan PNA-LNA PCR Clamp.

HASIL PENELITIAN
Dengan metode ini dideteksi mutasi gen
EGFR yaitu delesi ekson 19 E746-A750del tipe 1
pada PC9, delesi ekson 19 pada PC3, mutasi T790M
dan L858R pada H1975 dan tidak ditemukan mutasi
pada H1299. Tabel 1 menampilkan ringkasan
pendaran probe total dan probe mutan semua sampel.

_________________________________________________________________________________________
Departemen Pulmonologi & Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 5
RS Persahabatan - Jakarta, 2012


Tabel 1. Ringkasan hasil pemeriksaan.


PEMBAHASAN
Penelitian ini merupakan penelitian dengan
desain eksperimental. Pengerjaan sampel dilakukan
berulang-ulang kali sehingga didapatkan hasil yang
memuaskan. Di awal proses pengerjaan, hasil yang
didapat sangat tidak memuaskan. Hal tersebut
disebabkan karena proses isolasi DNA yang tidak
baik, ataupun pencampuran reagen yang tidak hati-
hati hingga terjadi kontaminasi reagen. Proses
pengerjaan ini pun berkali-kali menggunakan
berbagai konsentrasi sehingga didapatkan konsentrasi
yang optimal agar didapatkan hasil yang memuaskan.
Sampel
Sampel yang digunakan yaitu cell line PC9,
PC3, H1975 dan H1299 yang dibiakkan berulang
kali. Sebagai aplikasi metode ini secara klinik maka
sampel cell line yang dipilih adalah jenis KPKBSK
yang diperoleh dari donor orang Jepang.
Rasionalisasi pemilihan ini adalah karena tingkat
mutasi gen EGFR lebih sering ditemukan pada orang
Jepang sehingga kami mempertimbangkan mutasi
juga akan lebih sering ditemukan pada cell line. Di
sisi lain, proses kultur sel yang berulang-ulang kali
menggambarkan kanker stadium lanjut. Salah satu
alasan mengapa cell line ynng dipilih karena isolat
DNA yang didapat berupa isolat dari sitologi yang
mencerminkan hasil pemeriksaan yang bisa didapat
dalam praktek sehari-hari yaitu bilasan bronkus,
sikatan bronkus, sputum ataupun cairan pleura.
11,12

Konsentrasi sampel
Konsentrasi DNA masing-masing sampel
diupayakan sebesar 25 ng/l sehingga konsentrasi
akhir sebesar 1 ng/l untuk masing-masing hasil.
Konsentrasi sebesar 1 ng/l setara dengan 8000
genom haploid sehingga jumlah sel yang dibutuhkan
sebanyak 8000 sel. Karena sistem ini mampu
mendeteksi alel mutan di antara alel wild type hingga
perbandingan 1:1000 maka alel mutan yang dapat
diperiksa sekurangnya 8 alel mutan. Jumlah ini cukup
sedikit mengingat sampel yang didapat dalam praktek
sehari-hari baik itu berupa jaringan dari biopsi
bronkus ataupun sitologi dari dari sikatan brokus,
bilasan bronkus ataupun efusi pleura juga tidak
banyak.
11,12

Siklus PCR
Pengukuran konsentrasi isolat DNA dengan
spektrofotometer perlu dilakukan sebelum
menjalankan metode PNA-LNA PCR Clamp. Hal ini
diperlukan sebagai standarisasi dalam menganalisis
hasil. Sistem ini memerlukan konsentrasi DNA
sekurangnya 1 ng/l sebagai konsentrasi akhir.
Sehingga dalam sampel yang akan diperiksa
mengandung 8000 salinan DNA. Jumlah salinan
DNA sebanyak ini akan terlihat di monitor berupa
grafik yang meningkat seiring dengan fungsi log pada
siklus ke 27. Grafik yang meningkat sebelum siklus
Sampel
PCR
Check
(siklus)
Cy5
Probe
total
(siklus);
Reaksi
Cy5
Probe
mutan
(siklus);
Reaksi;
Pewarna
Kesimpulan
PC9 25,7 24,3;
Reaksi 2
25,12;
Reaksi 2;
FAM
delesi ekson
19 tipe 1
(E746-
A750del)
PC3 27 29;
Reaksi 2
- delesi ekson
19 jenis pasti
belum
diketahui
H1975 28,6 28,7;
Reaksi 6
29;
Reaksi 4
29,3;
Reaksi 6;
FAM 28,5;
Reaksi 4;
FAM
ekson 20
T790M dan
ekson 21
L858R
H1299 23,9 - - tidak ada
mutasi ekson
18, 19, 20 &
21
_________________________________________________________________________________________
Departemen Pulmonologi & Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 6
RS Persahabatan - Jakarta, 2012

ini menandakan sampel yang diperiksa mengandung
konsentrasi lebih dari 1 ng/l. Sedangkan apabila
siklus meningkat lebih dari 27 maka konsentrasi
sampel kurang dari 1 ng/l. Rentang konsentrasi yang
optimal akan terlihat peningkatan siklus berkisar 20
hingga 33 bila menggunakan mesin SmartCycler real
time PCR. Pada keempat sampel didapatkan rentang
siklus antara 23,9 hingga 29,3. Rentang siklus
keempat sampel ini masih dalam batas konsentrasi
yang optimal sehingga dapat disimpulkan semua
hasil peningkatan siklus baik dan adekuat.
13


PC9
Pada cell line ini DNA yang didapat cukup
adekuat yang dibuktikan dengan peningkatan siklus
ke-25,7 pada PCR Check. Pada probe total terdapat
peningkatan pada siklus 24,3 di Reaksi 2 sehingga
dapat disimpulkan terdapat mutasi delesi ekson 19.
Hasil temuan ini dikuatkan oleh probe mutan yang
menunjukkan peningkatan siklus ke-25,12 Reaksi 2
pada pewarna FAM sehingga dapat disimpulkan
terdapat mutasi delesi ekson 19 tipe 1 (E746-
A750del).

PC3
Hasil temuan pada PCR Check yang
menunjukkan peningkatan pada siklus 27
menunjukkan bahwa DNA yang didapat cukup
adekuat dan tepat 1 ng/l. Pada probe total terdapat
peningkatan pada siklus 29 di Reaksi 2 sehingga
dapat disimpulkan terdapat mutasi delesi ekson 19.
Namun tidak ditemukan peningkatan siklus pada
probe mutan. Jenis pasti mutasi yang ada pada
sampel PC3 belum diketahui hanya informasi delesi
ekson 19 saja yang dapat diketahui pasti. Perlu
dilakukan pemeriksaan lanjutan seperti direct
sequencing pada produk PCR yang didapat untuk
mengetahui jenis mutasi pasti pada sampel PC3.

H1975
Pada cell line ini DNA yang didapat cukup
adekuat yang dibuktikan dengan peningkatan siklus
ke-28,6 pada PCR Check. Pada probe total terdapat
peningkatan pada siklus 28,7 di Reaksi 6 dan siklus
29 di Reaksi 4 sehingga dapat disimpulkan terdapat
mutasi pada ekson 20 dan ekson 21. Hasil temuan ini
dikuatkan oleh probe mutan yang menunjukkan
peningkatan siklus ke-29,3 di Reaksi 6 pada pewarna
FAM sehingga dapat disimpulkan terdapat mutasi
ekson 20 T790M dan terdapat peningkatan siklus ke-
28,5 di Reaksi 4 pada pewarna FAM sehingga dapat
disimpulkan terdapat mutasi ekson 21 L858R.

H1299
Hasil temuan pada PCR Check yang
menunjukkan peningkatan pada siklus 23,9
menunjukkan bahwa DNA yang didapat sangat
adekuat. Namun pada probe total tidak terdapat
peningkatan siklus. Hasil temuan ini juga dikuatkan
dengan tidak ditemukannya peningkatan siklus pada
probe mutan. Jadi pada sampel H1299 tidak
ditemukan ada mutasi gen EGFR pada ekson 18, 19,
20 atau 21 dengan kata lain sampel H1299
mempunyai genotip wild type.

PNA sebagai PCR Clamp
Salah satu komponen terpenting sistem ini
adalah penggunaan klem primer. Penggunaan klem
prime bertujuan untuk menghambat amplifikasi alel
wild type. Tentunya dengan penghambatan
amplifikasi inilah yang menyebabkan alel mutan saja
yang akan teramplifikasi sehingga dapat dideteksi.
Pemilihan Peptide Nucleic Acid (PNA) sebagai klem
_________________________________________________________________________________________
Departemen Pulmonologi & Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 7
RS Persahabatan - Jakarta, 2012

primer berdasarkan atas sifat PNA yang resisten
terhadap aktifitas 5` nuklease dalam hal ini DNA
polimerase. Di sisi lain, ikatan heterodupleks antara
PNA-DNA ternyata lebih stabil dan mempunyai T
melting yang lebih tinggi dari ikatan DNA-DNA.
14

LNA sebagai probe fluorogenik
Komponen lain yang penting adalah
penggunaan probe fluorogenik untuk mendeteksi alel
mutan. Salah satu bahan yang handal untuk
digunakan adalah Locked Nucleic Acid (LNA).
Struktur molekul yang unik pada jembatan metilen
membuat konformasi struktur terkunci yang
mengakibatkan ikatan heterodupleks LNA-DNA juga
cukup stabil dan mempunyai T melting yang lebih
tinggi. Salah satu keunggulan lain adalah penggunaan
fluorogenik sebagai reporter dan quencher yang
dapat dilekatkan pada ujung LNA. Jadi penggunaan
LNA sangatlah tepat dalam sistem ini.
15,16

Mesin SmartCycler real time PCR
Mesin yang digunakan adalah mesin
SmartCycler real time PCR. Mesin ini digunakan
karena mempunyai beberapa keunggulan yaitu dapat
menjalankan sampel secara simultan dengan protokol
yang berbeda-beda serta dengan waktu yang cepat
sekitar 30-40 menit. Mesin PCR yang digunakan
adalah jenis real time dengan berbagai optik karena
jenis mutasi yang dirancang mencapai 12 jenis mutasi
yang dapat dijalankan sekaligus. Piranti lunak yang
disediakan dapat membantu mengidentifikasi
peningkatan siklus bahkan dapat dilakukan analisis
2
nd
derivative graphic. Hal inilah yang menjadi
alasan mengapa mesin yang dipakai adalah
SmartCycler real time PCR.
13

Kelebihan dan kekurangan metode PNA-LNA
PCR Clamp
Metode PNA-LNA PCR Clamp ini mampu
mendeteksi mutasi gen EGFR dengan perbandingan
1:1000 terhadap sel dengan genotip wild type.
11
Dalam suatu uji klinik lanjutan tingkat sensitifitas
dan spesifitas metode ini sebesar 97% dan 100%.
12

Lama pengerjaan isolasi DNA dari sampel sekitar 2
jam sedangkan untuk hasil yang optimal sekitar 1
malam (10 jam) termasuk proses pencampuran dan
pengukuran konsentrasi. Sedangkan lama pengerjaan
menjalankan mesin SmartCycler real time PCR
hanya sekitar 40 menit per sampel.
13

Metode PNA-LNA PCR Clamp ini mampu
mendeteksi mutasi gen EGFR seperti terlihat dalam
reaksi yang ditampilkan pada gambar 2 atau dengan
kata lain sistem ini tidak dapat mendeteksi jenis
mutasi di luar itu. Namun sistem ini mampu
mendeteksi sebagian besar jenis mutasi gen EGFR
karena 95% mutasi gen EGFR terjadi pada mutasi
delesi ekson 19 dan mutasi ekson 21.
17
Reagen PNA
dan LNA sangat rapuh, sangat sensitif terhadap
cahaya dan suhu sehingga dalam proses pengenceran
PNA dan LNA diperlukan kehati-hatian yang tinggi
agar reagen tidak rusak.
14-16
Setiap kali
mengencerkan reagen dalam jumlah banyak
diperlukan kontrol positif dan kontrol negatif sebagai
jaminan mutu kualitas. Kontrol positif dan negatif
membutuhkan kultur sel dan plasmid yang
membutuhkan infrastruktur untuk melakukan kultur
sel dan plasmid. Biaya produksi untuk mendeteksi
apakah ada mutasi gen EGFR pada setiap sampel
klinik menggunakan metode PNA-LNA PCR Clamp
adalah sekitar $20 pada tahun 2010.
12
Bila
dibandingkan dengan pengerjaan mennggunakan
direct sequencing, tentu metode ini menawarkan
biaya produksi yang jauh lebih hemat. Kelebihan dan
_________________________________________________________________________________________
Departemen Pulmonologi & Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 8
RS Persahabatan - Jakarta, 2012

kekurangan metode PNA-LNA PCR Clamp dalam
mendeteksi mutasi gen EGFR ditampilkan dalam
tabel 2.
10
Tabel 2. Kelebihan dan kekurangan metode PNA-
LNA PCR Clamp.


KESIMPULAN
Metode PNA-LNA PCR Clamp dapat
mendeteksi mutasi gen EGFR pada cell line
PC9, PC3, H1975, dan H1299.
Cell line PC9 mengandung mutasi delesi
ekson 19 tipe 1 (E746-A750del), PC3
mengandung mutasi delesi ekson 19, H1975
mengandung mutasi ekson 20 T790M dan
ekson 21 L858R sedangkan H1299 tidak
mengandung jenis mutasi.
Metode PNA-LNA PCR Clamp dapat
digunakan sebagai metode alternatif dalam
mendeteksi mutasi gen EGFR pada cell line.

SARAN
Karena penelitian ini belum menggunakan sampel
klinis maka perlu penelitian lanjutan untuk melihat
metode PNA-LNA PCR Clamp apakah dapat
mendeteksi mutasi gen EGFR pada sampel klinis
baik itu histopatologi ataupun sitologi.

DAFTAR PUSTAKA
1. Dutta PR, Maity A. Cellular responses to EGFR
inhibitors and their relevance to cancer therapy.
Cancer Lett. 2007;254:16577.
2. Departemen Kesehatan RI. Profil kesehatan
Indonesia 2004. Jakarta: Depkes RI; 2005.p.13-
22.
3. Alberg AJ, Ford JG, Samet JM. Epidemiology
of lung cancer. Chest. 2007;132(:29S-55S.
4. Mok TSK. Personalized medicine in lung cancer:
what we need to know. Nat Rev Clin Oncol.
2011;8:6618.
5. Gazdar AF, Minna JD. Deregulated EGFR
signaling during lung cancer progression:
mutations, amplicosns, and autocrine loops.
Cancer Prev Res. 2008;1:156-60.
6. Gazdar AF. Personalized medicine and inhibition
of EGFR signaling in lung cancer. N Engl J
Med. 2009;361(10):1018-20.
7. Lynch TJ, Bell DW, Sordella R,
Gurubhagavatula S, Okimoto RA, Brannigan
BW, et al. Activating mutations in the EGFR
underlying responsiveness of NSCLC to
getinib. N Engl J Med. 2004;350(21):2129-39.
8. Paez JG, Janne PA, Lee JC, Tracy S, Greulich H,
Gabriel S, et al. EGFR mutations in lung cancer:
correlation with clinical response to getinib
therapy. Science. 2004;304(1497):1497500.
9. Eberhard DA, Giaccone G, Johnson BE.
Biomarkers of response to EGFR inhibitors in
NSCLC working group: standardization for use
in the clinical trial setting. J Clin Oncol.
2008;26(6):983-94.
10. Angulo B, Conde E, Surez-Gauthier A, Plaza C,
Martnez R, et al. A Comparison of EGFR
mutation testing methods in lung carcinoma:
direct sequencing,rReal-time PCR and
immunohistochemistry. PLoS ONE. 2012;7(8):
e43842.
11. Nagai Y, Miyazawa H, Huqun, Tanaka T,
Udagawa K, Kato M, et al. Genetic
heterogeneity of the EGFR in NSCLC cell lines
revealed by a rapid sensitive detection system,
the PNA-LNA PCR Clamp. Cancer Res. 2005;
65: 7276-82.
12. Tanaka T, Nagai Y, Miyazawa H, Koyama N,
Matsuoka S, Sutani A, et al. Reliability of the
PNA-LNA PCR Clamp test for EGFR mutations
integrated into the clinical practice for NSCLC.
Cancer Sci. 2007;98(2):246-52.
Kelebihan Kekurangan
Proses pengerjaan cepat
sekurangnya 2 jam 40 menit
(2 jam isolasi DNA, 40 menit
PCR)
Infrastruktur
laboratorium yang
mendukung kultur sel
dan plasmid sebagai
kontrol kualitas
metode
Sampel klinik yang
dibutuhkan tidak banyak;
jumlah DNA @ reaksi 25 ng
= 8.000 genom haploid
Butuh kehati-hatian
dan ketrampilan dalam
mengerjakan metode
ini
Sensitifitas 97% dan
spesifitas 100%
Jenis mutasi gen
EGFR hanya yang
tertera dalam sistem
ini
Biaya produksi dibandingkan
menggunakan metode
standar baku emas lebih
hemat

_________________________________________________________________________________________
Departemen Pulmonologi & Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 9
RS Persahabatan - Jakarta, 2012

13. Cepheid Technical Support. Optimizing and
analyzing real-rime assays on the SmartCycler
II System. Cepheid. 2005.p.1-6.
14. Nielsen PE, Egholm M. An introduction to
Peptide Nucleic Acid. Current Issues Molec
Biol. 1999;1(2):89-104.
15. Braasch DA, Corey DR. Locked nucleic acid
(LNA) : fine-tuning the recognition of DNA and
RNA. Chem Biol. 2001;8(1):1-7.
16. Petersen M, Wengel J. LNA: a versatile tool for
therapeutics and genomics. Trends Biotechnol.
2003;21(2):74-81.
17. Sharma SV, Bell DW, Settleman J, Haber DA.
Epidermal growth factor receptor mutations in
lung cancer. Nat Rev Cancer. 2007; 7: 16981.

Anda mungkin juga menyukai