Anda di halaman 1dari 7

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tingginya Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan masalah yang
dihadapi oleh berbagai bangsa di dunia. Menurut CIA World Factbook
AKB di dunia pada tahun 2012 sebesar 39 per 1.000 kelahiran hidup.
Afganistan merupakan negara dengan tingkat AKB tertinggi dibandingkan
dengan 221 negara lainnya di dunia yaitu sebesar 121 per 1.000 kelahiran
hidup. Negara dengan tingkat AKB terendah adalah Monaco yaitu
sebesar 2 per 1.000 kelahiran hidup. Indonesia berada pada urutan ke-73
dengan AKB sebesar 27 per 1.000 kelahiran hidup.
AKB khusunya neonatal sebanyak 10 juta jiwa pertahun dan
99%nya ditemukan di Negara berkembang. WHO memperkirakan AKB di
dunia sebesar 13,7 juta yang penyebabnya meliputi BBLR 10,5%,
kelahiran preterm18,5%, IUGR 19,8%. (WHO, 2000).
Di wilayah Asia Tenggara, angka kematian neonatal mencapai
39/1.000 kelahiran hidup. WHO menyebutkan 30% kematian neonatal
mengarah pada kehamilan premature, sepsis atau pneumonia (27%),
asfiksia neonatorum (23%), kelainan congenital (6%), tetanus (4%), diare
(3%), dan sebab yang lain sebanyak (7%). (WHO, 2005)

2

Dibandingkan dengan negara-negara di kawasan Asia Tenggara
(ASEAN), Indonesia menduduki peringkat ke-7 setelah Singapura (3 per
1.000 kelahiran hidup), Brunei Darussalam (8 per 1.000 kelahiran hidup),
Malaysia (15 per 1.000 kelahiran hidup), Thailand (16 per 1.000 kelahiran
hidup), Filipina (19 per 1.000 kelahiran hidup), dan Vietnam (20 per 1.000
kelahiran hidup). (WHO, 2011)
Menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012
menunjukkan bahwa secara nasional AKI di Indonesia mengalami
peningkatan yaitu dari 228/100.000 pada tahun 2007 menjadi
359/100.000 pada tahun 2012. Sedangkan AKB untuk Indonesia
mengalami penurunan dari 34/1000 kelahiran hidup pada tahun 2007
menjadi 32/1000 kelahiran pada tahun 2012. AKI dan AKB tersebut masih
jauh dari target MDGs tahun 2015 yaitu untuk AKI 102 per 100.000
kelahiran hidup dan untuk AKB 23 per 1.000 kelahiran hidup, sehingga
diperlukan berbagai upaya untuk pencapaian target. (Kemenkes RI,
2011).
Hasil Riskesdas 2007 menyebutkan 78,5% kematian bayi di
Indonesia terjadi pada umur 0-6 hari yang disebabkan oleh gangguan
pernapasan 36,9%, prematuritas 32,4%, sepsis 12%, hipotermi 6,8%,
kelainan darah atau ikterus 6,6% dan lain-lain. Penyebab kematian bayi
7-28 hari adalah sepsis 20,5%, kelainan kongenital 18,1%, pnumonia
3

15,4%, prematuritas dan BBLR 12,8%, dan RDS 12,8%. (Kemenkes,
2009)
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007
menunjukkan Provinsi NTB merupakan penyumbang kematian bayi baru
lahir ketiga setelah Provinsi Sulawesi Barat dan Kalimantan Selatan. Di
Provinsi NTB, pada tahun 2012 sebanyak 1058 bayi meninggal dari
101.324 kelahiran hidup. Penyebab kematian neonatal tersebut yaitu
premature/BBLR (47,35 %), asfiksia (20,03 %), infeksi (5,29 %), cacat
bawaan ( 10,58 %) dan kasus lain (16,72%) (Dikes NTB , 2012).
Kematian perinatal yang tinggi 70 % disebabkan oleh persalinan
prematur. Penyebab pasti persalinan prematur sering tidak diketahui, tapi
ada beberapa faktor yang berperan dalam kejadian persalinan
prematur, sekitar 43 % disebabkan oleh preeklampsia, gawat janin (27
%), pertumbuhan janin terhambat (10 %), perdarahan antepartum (7 %),
dan kematian janin (7 %). Sekitar 72 % disebabkan oleh persalinan
prematur spontan dengan atau tanpa pecah ketuban. Sedangkan
kehamilan ganda atau hidroamnion juga merupakan kausa dari
persalinan prematur akibat dari distensi uterus yang
berlebihan.(Cunningham et al, 2006).
Untuk mengendalikan kematian bayi akibat persalinan preterm
dapat dilakukan dengan membrikan perhatian khusus terutama pada ibu
hamil dengan faktor resiko terhadap persalinan preterm. Perdarahan
4

Antepartum merupakan salah satu faktor resiko kehamilan yang dapat
dijumpai. Frekuensi perdarahan antepartum kira-kira 3% dari seluruh
persalinan. Di Rumah Sakit Tjipto Mangunkusumo (1971-1975)
dilaporkan 14,3% dari seluruh persalinan; R.S.Pirngadi Medan kira-kira
10% dari seluruh persalinan. Ada beberapa komplikasi utama yang dapat
terjadi pada perdarahan antepartum yakni syok, kelahiran premature,
gawat janin, kematian janin dan kematian perinatal. (Mochtar, 2010)
Faktor resiko persalinan preterm lainnya adalah preeklampsi-
eklampsia. Penelitian oleh Meis, dkk pada tahun 1995 1998 yang
dilakukan di NICHD maternal-fetal medicine Units Network yang
bertujuan menganalisa kelahiran sebelum usia gestasi 37 minggu
menunjukkan kelahiran prematur yang 43%-nya disebabkan oleh
preeklampsia (Cunningham, 2006).
Data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan NTB menunjukkan
pada tahun 2011 terdapat 2242 (11,26%) kasus perdarahan antepartum
dan 1970 (9,90%) kasus preeklampsi-eklampsia, tahun 2012 terdapat
1933 (9,98%) kasus perdarahan antepartum dan 2521 (13,01%) kasus
preeklampsi-eklampsia dan pada tahun 2013 terdapat 2219 (12,98%)
kasus perdarahan antepartum dan 2365 (13,84%) kasus preeklampsi-
eklampsia. (Dikes NTB, 2014)

5

Berdasarkan register kasus di Ruang Teratai RSUP NTB, pada
tahun 2012 tercatat 2908 persalinan dengan 269 (9,25 %) kasus
persalinan preterm dimana 68 kasus Pre eklampsi-eklampsia dan 27
kasus APB. Tahun 2013 tercatat 2789 persalinan dengan 369 (13,18 %)
kasus persalinan preterm dimana 97 kasus Pre eklampsi-eklampsia dan
49 kasus APB. Dari data tersebut, kasus preterm mengalami peningkatan
dari tahun sebelumnya. (Register Jumlah Persalinan RSUP NTB tahun
2012-2013).
Berdasarkan urian tersebut diatas, penulis tertarik melakukan
penelitian mengenai Hubungan antara perdarahan antepartum dan
preeklampsi-eklampsia dengan kejadian persalinan preterm di Ruang
Teratai RSUP NTB Tahun 2013.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut Apakah ada hubungan antara perdarahan
antepartum dan preeklampsi-eklampsia dengan kejadian persalinan
preterm di Ruang Teratai RSUP NTB Tahun 2013?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan antara perdarahan antepartum dan
preeklampsi-eklampsia dengan kejadian persalinan preterm di
Ruang Teratai RSUP NTB Tahun 2013.
6

2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi kejadian persalinan preterm di Ruang Teratai
RSUP NTB Tahun 2013.
b. Mengidentifikasi kejadian perdarahan antepartum di Ruang Teratai
RSUP NTB tahun 2013.
c. Mengidentifikasi kejadian preeklampsi-eklampsia di Ruang Teratai
RSUP NTB tahun 2013.
d. Menganalisa hubungan antara perdarahan antepartum dengan
kejadian persalinan preterm di Ruang Teratai RSUP NTB Tahun
2013.
e. Menganalisa hubungan antara preeklampsi-eklampsia dengan
kejadian persalinan preterm di Ruang Teratai RSUP NTB Tahun
2013.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Sebagai bahan untuk menambah wawasan dan bekal ilmu
pengetahuan mengenai persalinan preterm, perdarahan antepartum,
preeklampsi-eklampsia dan hubungan antara perdarahan antepartum
dan preeklampsi-eklampsia dengan kejadian persalinan preterm,
serta dapat menerapkan ilmu yang diperoleh di bangku kuliah dalam
upaya meningkatkan derajat kesehatan ibu dan bayi.

7

2. Bagi Petugas dan Institusi Pelayanan Kesehatan
Untuk memotivasi para petugas pelayanan kesehatan khususnya
bidan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan dan lebih protektif
dalam memberikan penatalaksanaan dan pencegahan terhadap
masalah persalinan preterm sehingga dapat mengurangi angka
kesakitan dan kematian pada bayi khususnya pada masa neonatal
serta sebagai bahan masukan dalam menunjang program yang
berhubungan dengan peningkatan derajat kesehatan ibu dan bayi,
khususnya dalam menurunkan Angka Kematian Bayi.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan bacaan dan sumber informasi bagi mahasiswa yang
lain sehingga dapat menambah wawasan tentang persalinan preterm
serta hubungannya dengan perdarahan antepartum dan preeklampsi-
eklampsia.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Sebagai bahan bacaan dan referensi dalam melakukan penelitan
selanjutnya, khususnya penelitian yang berhubungan dengan
perdarahan antepartum, preeklampsi-eklampsia dan persalinan
preterm.

Anda mungkin juga menyukai