Anda di halaman 1dari 27

1

BAB I
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny.SA
TTL : Jakarta, 26-12-1981
Umur : 33 tahun
Alamat : Jl. Pembangunan 2 05/03 koja
Pekerjaan : Buruh
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Tanggal MRS : 23-08-2014
No. RM : 00-03-75-98
Dokter yang Merawat : dr.Iwan, Sp.PD

II. ANAMNESIS
Keluhan utama : Demam Sejak 1 minggu SMRS
Keluhan Tambahan : Mata dan badan kuning, mual, muntah, nyeri ulu hati, nyeri
kepala, kaku pada kedua tangan dan keram-keram, lemas
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien mengeluh demam sejak 1 minggu SMRS. Demam dirasakan mendadak, terus-
menerus terutama menjelang malam hari sampai terasa menggigil. Suhu tidak pernah
diukur. Pasien sudah meminum obat penurun demam, demam sempat dirasakan
menghilang, tetapi keesokan harinya muncul kembali. Keluhan juga disertai nyeri
kepala, mual sampai muntah 3 kali per hari isi makanan dan cairan lambung, jumlah
muntahan sama dengan apa yang dimakan oleh pasien, nafsu makan menurun karena
pasien merasa mual. Ada keluhan nyeri ulu hati yang menjalar ke perut bagian tengah
dan kiri terasa seperti tertusuk-tusuk dan mulas.
4 hari yang lalu pasien sudah sempat ke dokter dan dikatakan sakit tipes, pasien sudah
mendapatkan obat tetapi tidak ada perubahan, malah mata dan badan pasien menjadi
berwarna kuning beberapa hari terakhir, awalnya hanya matanya saja tetapi lama
kelamaan badan pasien menjadi kuning. Pasien juga mengeluh lemas diseluruh badan
keram dan kaku pada kedua tangan sehingga sulit untuk menggenggam barang. BAB
tidak ada keluhan, BAK berwarna coklat.
2

Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya. Riwayat
Diabetes Melitus, Hipertensi, Asma dan Penyakit Jantung disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga:
Keluhan yang sama pada anggota keluarga yang lainnya disangkal. Riwayat
kencing manis dan hipertensi penyakit jantung dan penyakit kronis lainnya
pada anggota keluarga yang lain disangkal oleh pasien.
Riwayat Pengobatan:
Pasien sudah berobat ke klinik 24 jam 4 hari yang lalu dan diadiagnosis
thyphoid, pasien meminum obat yang diberikan dokter saat itu. Pasien tidak
dalam pengobatan penyakit tertentu
Riwayat Alergi:
Alergi debu, makanan dan obat disangkal
Riwayat Psikososial :
Pasien adalah seorang buruh yang bekerja di pabrik, pasien sering makan di
luar di tempat yang tidak terlalu higienis, pola makan pasien teratur. Pasien tidak
merokok dan tidak mengonsumsi alkohol. Pasien tidak memakai obat-obatan terlarang
maupun menggunakan jarum suntik. Pasien tidak pernah melakukan transfusi darah
maupun ditransfusi darah.

III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : compos mentis
Tanda vital:
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 88x/menit
Respirasi : 17 x/menit
Suhu : 36,5
o
C
Antropometri
BB : 56 kg
TB : 161 cm
IMT : 21,6
Kesimpulan : Normoweight

3

Status generalis:
Kepala : Normocephal,
Mata : Refleks cahaya (+/+), pupil isokor
Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (+/+)
Hidung : Mukosa edema (-/-), hiperemis (-/-), sekret (-/-), Konka inferior eutrofi
Telinga : CAE edema (-/-), sekret (-/-), hiperemis (-/-), MT intak/intak
Leher : Perbesaran KGB (-), pembesaran thyroid (-), JVP normal
Thorax :
Pulmo :
Inspeksi : Dada simetris (+/+), retraksi (-/-), scar (-/-), pernapasan
torakoabdominal
Palpasi : Bag.dada tertinggal (-/-), vokal fremitus simetris
Perkusi : sonor pada kedua lapang paru,batas paru-hepar ICS 6
Auskultasi : vesikuler (+/+), ronki (-/-), wheezing (-/-)
Cor :
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung kanan; ICS IV linea parasternalis dekstra
Batas kiri; ICS IV linea midclavikularis sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I & II murni, regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen:
Inspeksi: Datar, Distensi (-), skar (-)
Palpasi : nyeri tekan (+) pada epigastrium, umbilical, lumbal dan iliaca sinistra ,
tidak teraba adanya benjolan, hepar dan lien tidak teraba.
Perkusi : timpani pada seluruh quadran abdomen
Ascites : Shifting dullnes (-), Undulasi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) 6x/menit

Ekstremitas :
Ekstr. Atas : Akral hangat, RCT< 2 detik, edema (-), ikterik (+)
Ekstr. Bawah : Akral hangat, RCT< 2 detik, edema (-), ikterik (+)


4

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
(23-08-2014)
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
Hematologi
Hematologi Rutin
Hemoglobin
Leukosit
Hematokrit
Trombosit
LED

13.5
H 11.5
38.5
218
10

g/dL
ribu/uL
%
ribu/uL
mm/jam

11.7 15.5
3.60 - 11.00
35 - 47
150 440
0 20
Kimia Klinik
SGOT
SGPT
Bilirubin total
Bilirubin direct
Bilirubin indirect

970
1132
17.9
11.5
6.4

U/L
U/L
mg/dL
mg/dL
mg/dL

0 37
0 40
0.1 1.2
< 0.3
< 0.7

(24-08-2014)
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
Imunoserologi
HbsAg Positif Negatif

Resume
Anamnesis
Pasien mengeluh febris mendadak, terus menerus terutama malam sejak 1 minggu
SMRS disertai menggigil. Keluhan disertai nausea, vomitus 3 kali per hari isi makanan
dan cairan lambung, anoreksia dan nyeri ulu hati yang menjalar ke perut bagian tengah
dan kiri terasa seperti tertusuk-tusuk dan mulas. Ada keluhan malaise dan ikterus pada
mata dan seluruh badan. BAB normal dan BAK berwarna coklat.



5

Pemeriksaan fisik
Tanda vital:
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 88x/menit
Respirasi : 17 x/menit
Suhu : 36,5
o
C

Laboratorium
(23-08-2014)
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
Kimia Klinik
SGOT
SGPT
Bilirubin total
Bilirubin direct
Bilirubin indirect

970
1132
17.9
11.5
6.4

U/L
U/L
mg/dL
mg/dL
mg/dL

0 37
0 40
0.2 1.2
< 0.3
< 0.7

(24-08-2014)
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
Imunoserologi
HbsAg Positif Negatif

Daftar masalah:
1. Febris et.c Hepatitis B Akut
2. Vomitus et.c Hepatitis B Akut
DD/ Vomitus et.c Gastroenteritis Akut

I. Assessment
1. Febris
Berdasarkan anamnesis, pasien mengeluh demam dirasakan mendadak, terus-menerus
terutama menjelang malam hari sampai terasa menggigil. Nyeri kepala, mual sampai
muntah 3 kali per hari isi makanan dan cairan lambung, nyeri ulu hati yang menjalar
6

ke perut bagian tengah, malah mata dan badan pasien menjadi berwarna kuning
beberapa hari terakhir, dam BAK berwarna coklat.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan sklera ikterik (+/+), badan ikterik (+), Nyeri tekan
(+) pada epigastrium, umbilikal, lumbal dan iliaca sinistra.
Pemeriksaan Laboratorium SGOT : H 970 u/L, SGPT : H 1132 u/L, bilirubin total 17,9
mg/dl, Bilirubin indirect 6,4 mg/dl, bilirubin direct 11,5 mg/dl, imunoserologi HbsAg
(+)
Diagnosis : Febris et.c Hepatitis B Akut
Rencana Diagnostik :
Pemeriksaan Kimia Klinik (SGOT/SGPT, Bilirubin total, direct, indirect)
Rencana Terapi :
Farmakoterapi :
Monitoring tanda-tanda vital dan kegawatan
Interferon-alfa (lamifudin) : 100 mg/hari
Non-Farmakoterapi :
Edukasi Pasien
Perbaiki higiens dan sanitasi
Perbaiki hidrasi dan intake makanan tinggi protein

2. Vomitus
Berdasarkan anamnesis pasien mengeluh mual sampai muntah 3 kali per hari isi
makanan dan cairan lambung, jumlah muntahan sama dengan apa yang dimakan oleh
pasien, nafsu makan menurun karena pasien merasa mual. Ada keluhan nyeri ulu hati
yang menjalar ke perut bagian tengah dan kiri terasa seperti tertusuk-tusuk dan mulas.
Pemeriksaan fisik menunjukkan nyeri tekan (+)epigastrium, umbilikal, lumbal dan
iliaca sinistra.
Diagnosis : Vomitus et.c Hepatitis B Akut
DD/ Vomitus et.c Gastroenteritis Akut
Rencana Diagnostik :
Pemeriksaan Hematologi Rutin (Hb, Ht, Trombo, Leukosit)
Pemeriksaan Elektrolit
Rencana Terapi :
Farmakoterapi
Omeprazole 1 x 20 mg
7

Ondancentron 1 x 4mg
Non-Farmakoterapi
Edukasi (Pola Gaya Hidup)
Perbanyak asupan cairan dan makanan
Makan-makanan sedikit tetapi sering, hindari makanan yang dapat
merangsang sekresi asam lambung
Kunyah makanan dengan pelan dan sampai lunak
Hindari stress

Prognosis
Quo ad Vitam : dubia ad bonam
Quo ad Functionam : dubia ad bonam






















8

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pendahuluan
Hepatitis merupakan peradangan pada hati yang disebabkan oleh banyak hal namun
yang terpenting diantaranya adalah karena infeksi virus-virus hepatitis. Virus-virus ini
selain dapat memberikan peradangan hati akut, juga dapat menjadi kronik. Virus-virus
hepatitis dibedakan dari virus-virus lain yang juga dapat menyebabkan peradangan pada
hati oleh karena sifat hepatotropik virus-virus golongan ini. Petanda adanya kerusakan
hati (hepatocellular necrosis) adalah meningkatnya transaminase dalam serum terutama
peningkatan alanin aminotransferase (ALT) yang umumnya berkorelasi baik dengan
beratnya nekrosis pada sel-sel hati.
Hepatitis kronik dibedakan dengan hepatitis akut apabila masih terdapat tanda-tanda
peradangan hati dalam jangka waktu lebih dari 6 bulan. Sekitar 1/3 dari populasi dunia
pernah terpapar virus hepatitis B (HBV). Selain itu, hampir 350 juta individu-individu
diseluruh dunia terinfeksi secara kronis oleh virus ini. Sebagai akibatnya, komplikasi-
komplikasi dari infeksi virus hepatitis B menyebabkan 2 juta kematian setiap tahunnya.
Menurut data dari Centers for Disease Control (CDC), 140.000 sampai 320.000
kasus-kasus akut (durasi yang pendek) hepatitis B (infeksi hati dengan virus hepatitis)
terjadi setiap tahun di Amerika. Hanya kira-kira 50% dari orang-orang dengan hepatitis
B akut yang menunjukkan gejala (simptomatik). Diantara pasien-pasien yang
simptomatik, 8.400 sampai 19.000 orang-orang dirawat di rumah sakit dan 140 sampai
320 meninggal setiap tahun di Amerika. Pada dekade yang lalu, telah terjadi penurunan
kasus hepatitis B akut hingga 70% di Amerika.
Tingkat prevalensi hepatitis B di Indonesia sangat bervariasi berkisar dari 2,7% di
Banjarmasin, sampai 25,61% di Kupang, sehingga termasuk dalam kelompok negara
dengan endemisitas sedang sampai tinggi. Di negara-negara Asia diperkirakan
penyebaran perinatal dari ibu pengidap hepatitis merupakan jawaban atas prevalensi
infeksi virus hepatitis B yang tinggi. Hampir semua bayi yang dilahirkan dari ibu dengan
HBeAg positif kaan terkena infeksi pada bulan kedua dan ketiga kehidupannya. Adanya
HBeAg pada ibu sangat berperan penting pada penularan. Walaupun ibu mengandung
HBsAg positif, namun jika HBeAg dalam darah negatif, maka daya tularnya menjadi
rendah. Data di Indonesia telah dilaporkan oleh Suparyatmo, pada tahun 1993, bahwa
9

hasil dari pemantauan pada 66 ibu hamil pengidap hepatitis B, bayi yang mendapat
penularan secara vertical adalah 22 bayi (45,9%).

B. Anatomi dan Histologi Hepar
1. Anatomi Hepar
Hepar merupakan kelenjar yang terbesar dalam tubuh manusia. Hepar pada
manusia terletak pada bagian atas cavum abdominis, di bawah diafragma, di kedua
sisi kuadran atas, yang sebagian besar terdapat pada sebelah kanan. Beratnya 1200
1600 gram. Permukaan atas terletak bersentuhan di bawah diafragma, permukaan
bawah terletak bersentuhan di atas organ-organ abdomen. Hepar difiksasi secara erat
oleh tekanan intraabdominal dan dibungkus oleh peritoneum kecuali di daerah
posterior-superior yang berdekatan dengan v.cava inferior dan mengadakan kontak
langsung dengan diafragma. Bagian yang tidak diliputi oleh peritoneum disebut bare
area.Terdapat refleksi peritoneum dari dinding abdomen anterior, diafragma dan
organ-organ abdomen ke hepar berupa ligamen.
Macam-macam ligamennya:
a. Ligamentum falciformis : Menghubungkan hepar ke dinding anterior abdomen
dan terletak di antara umbilicus dan diafragma.
b. Ligamentum teres hepatis = round ligament : Merupakan bagian bawah lig.
falciformis ; merupakan sisa-sisa peninggalan v.umbilicalis yg telah menetap.
c. Ligamentum gastrohepatica dan ligamentum hepatoduodenalis :Merupakan
bagian dari omentum minus yg terbentang dari curvatura minor lambung dan
duodenum sebelah proximal ke hepar. Di dalam ligamentum ini terdapat
Aa.hepatica, v.porta dan duct.choledocus communis. Ligamen hepatoduodenale
turut membentuk tepi anterior dari Foramen Wislow.
d. Ligamentum Coronaria Anterior kirikanan dan Lig coronaria posterior kiri-
kanan : Merupakan refleksi peritoneum terbentang dari diafragma ke hepar.
e. Ligamentum triangularis kiri-kanan : Merupakan fusi dari ligamentum
coronaria anterior dan posterior dan tepi lateral kiri kanan dari hepar.
Secara anatomis, organ hepar terletak di hipochondrium kanan dan
epigastrium, dan melebar ke hipokondrium kiri. Hepar dikelilingi oleh cavum toraks
dan bahkan pada orang normal tidak dapat dipalpasi (bila teraba berarti ada
pembesaran hepar). Permukaan lobus kanan dpt mencapai sela iga 4/ 5 tepat di
10

bawah aerola mammae. Lig falciformis membagi hepar secara topografis bukan
secara anatomis yaitu lobus kanan yang besar dan lobus kiri.
2. Hepar Secara Mikroskopis
Hepar dibungkus oleh simpai yg tebal, terdiri dari serabut kolagen dan
jaringan elastis yg disebut Kapsul Glisson. Simpai ini akan masuk ke dalam
parenchym hepar mengikuti pembuluh darah getah bening dan duktus biliaris. Massa
dari hepar seperti spons yg terdiri dari sel-sel yg disusun di dalam lempengan-
lempengan/ plate dimana akan masuk ke dalamnya sistem pembuluh kapiler yang
disebut sinusoid. Sinusoid-sinusoid tersebut berbeda dengan kapiler-kapiler di bagian
tubuh yang lain, oleh karena lapisan endotel yang meliputinya terediri dari sel-sel
fagosit yg disebut sel kupfer. Sel kupfer lebih permeabel yang artinya mudah dilalui
oleh sel-sel makro dibandingkan kapiler-kapiler yang lain . Lempengan sel-sel hepar
tersebut tebalnya 1 sel dan punya hubungan erat dengan sinusoid. Pada pemantauan
selanjutnya nampak parenkim tersusun dalam lobuli-lobuli. Di tengah-tengah lobuli
terdapat 1 vena sentralis yg merupakan cabang dari vena-vena hepatika (vena yang
menyalurkan darah keluar dari hepar). Di bagian tepi di antara lobuli-lobuli terhadap
tumpukan jaringan ikat yang disebut traktus portalis/ TRIAD yaitu traktus portalis
yang mengandung cabang-cabang v.porta, A.hepatika, ductus biliaris. Cabang dari
vena porta dan A.hepatika akan mengeluarkan isinya langsung ke dalam sinusoid
setelah banyak percabangan Sistem bilier dimulai dari canaliculi biliaris yang halus
yg terletak di antara sel-sel hepar dan bahkan turut membentuk dinding sel.
Canaliculi akan mengeluarkan isinya ke dalam intralobularis, dibawa ke dalam
empedu yg lebih besar, air keluar dari saluran empedu menuju kandung empedu.

11

3. Fisiologi Hepar
Hati merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber
energi tubuh sebanyak 20% serta menggunakan 20 25% oksigen darah. Ada
beberapa fungsi hati yaitu :
a. Fungsi hati sebagai metabolisme karbohidrat
Pembentukan, perubahan dan pemecahan karbohidrat, lemak dan protein saling
berkaitan 1 sama lain. Hati mengubah pentosa dan heksosa yang diserap dari
usus halus menjadi glikogen, mekanisme ini disebut glikogenesis. Glikogen lalu
ditimbun di dalam hati kemudian hati akan memecahkan glikogen menjadi
glukosa. Proses pemecahan glikogen menjadi glukosa disebut glikogenelisis.
Karena proses-proses ini, hati merupakan sumber utama glukosa dalam tubuh,
selanjutnya hati mengubah glukosa melalui heksosa monophosphat shunt dan
terbentuklah pentosa. Pembentukan pentosa mempunyai beberapa tujuan:
Menghasilkan energi, biosintesis dari nukleotida, nucleic acid dan ATP, dan
membentuk/ biosintesis senyawa 3 karbon (3C) yaitu piruvic acid (asam piruvat
diperlukan dalam siklus krebs).
b. Fungsi hati sebagai metabolisme lemak
Hati tidak hanya membentuk/ mensintesis lemak tapi sekaligus mengadakan
katabolisis asam lemak. Asam lemak dipecah menjadi beberapa komponen :
1) Senyawa 4 karbon KETON BODIES
2) Senyawa 2 karbon ACTIVE ACETATE (dipecah menjadi asam lemak
dan gliserol)
3) Pembentukan cholesterol
4) Pembentukan dan pemecahan fosfolipid
Hati merupakan pembentukan utama, sintesis, esterifikasi dan ekskresi
kholesterol. Dimana serum Cholesterol menjadi standar pemeriksaan
metabolisme lipid.
c. Fungsi hati sebagai metabolisme protein
Hati mensintesis banyak macam protein dari asam amino. Dengan proses
deaminasi, hati juga mensintesis gula dari asam lemak dan asam amino. Dengan
proses transaminasi, hati memproduksi asam amino dari bahan-bahan non
nitrogen. Hati merupakan satu-satunya organ yg membentuk plasma albumin dan
- globulin dan organ utama bagi produksi urea. Urea merupakan end product
metabolisme protein. - globulin selain dibentuk di dalam hati, juga dibentuk di
12

limpa dan sumsum tulang. globulin hanya dibentuk di dalam hati. Albumin
mengandung 584 asam amino dengan BM 66.000.
d. Fungsi hati sehubungan dengan pembekuan darah
Hati merupakan organ penting bagi sintesis protein-protein yang berkaitan dengan
koagulasi darah, misalnya: membentuk fibrinogen, protrombin, faktor V, VII, IX,
X. Benda asing menusuk kena pembuluh darah yang beraksi adalah faktor
ekstrinsik, bila ada hubungan dengan katup jantung yang beraksi adalah faktor
intrinsik. Fibrin harus isomer biar kuat pembekuannya dan ditambah dengan
faktor XIII, sedangakan Vit K dibutuhkan untuk pembentukan protrombin dan
beberapa faktor koagulasi.
e. Fungsi hati sebagai metabolisme vitamin
Semua vitamin disimpan di dalam hati khususnya vitamin A, D, E, K
f. Fungsi hati sebagai detoksikasi
Hati adalah pusat detoksikasi tubuh. Proses detoksikasi terjadi pada proses
oksidasi, reduksi, metilasi, esterifikasi dan konjugasi terhadap berbagai macam
bahan seperti zat racun, obat over dosis.
g. Fungsi hati sebagai fagositosis dan imunitas
Sel kupfer merupakan saringan penting bakteri, pigmen dan berbagai bahan
melalui proses fagositosis. Selain itu sel kupfer juga ikut memproduksi -
globulin sebagai imun livers mechanism.
h. Fungsi hemodinamik
Hati menerima 25% dari cardiac output, aliran darah hati yang normal 1500
cc/ menit atau 1000 1800 cc/ menit. Darah yang mengalir di dalam a.hepatica
25% dan di dalam v.porta 75% dari seluruh aliran darah ke hati. Aliran darah ke
hepar dipengaruhi oleh faktor mekanis, pengaruh persarafan dan hormonal, aliran
ini berubah cepat pada waktu exercise, terik matahari, shock.Hepar merupakan
organ penting untuk mempertahankan aliran darah.

C. Definisi
Hepatitis virus akut merupakan infeksi sistemik yang dominan menyerang hati. Pada
kasus ini, penyebabnya adalah virus hepatitis B. Infeksi virus hepatitis B berpotensi
berkembang menjadi infeksi kronik. Infeksi hepatitis B kronik ialah adanya persistensi
virus hepatitis B lebih dari enam bulan. Pemakaian istilah carrier sehat (healthy
carrier)tidak dianjurkan lagi.
13

Virus hepatitis B termasuk keluarga dari virus-virus DNA yang disebut
Hepadnaviridae. Virus-virus ini terutama menginfeksi sel-sel hati. Nama keluarga
berasal dari Hepa, berarti hati; DNA, merujuk pada deoxyribonucleic acid, materi
genetik virus; dan viridae, berarti virus. Virus-virus lain dalam keluarga ini dapat
menyebabkan hepatitis pada hewan-hewan tertentu. Virus-virus ini termasuk virus
hepatitis woodchuck, virus hepatitis bajing tanah, dan virus hepatitis bebek.
Hepadnaviridae adalah sangat serupa satu dengan lainnya. Maka, beberapa model-model
hewan telah dikembangkan untuk mempelajari virus hepatitis B dan untuk mengevaluasi
obat-obat baru untuk merawat virus hepatitis B.
Gen-gen dari virus hepatitis B mengandung kode-kode genetik untuk membuat
sejumlah produk-produk protein, termasuk hepatitis B surface antigen (HBsAg), hepatitis
B core antigen (HBcAg), hepatitis B e antigen (HBeAg), dan DNA polymerase. Keempat
protein-protein ini penting untuk diketahui karena mereka diukur dalam tes-tes darah
yang digunakan untuk mendiagnosis virus hepatitis B.
Virus hepatitis B terdiri hanya dari suatu partikel core (bagian pusat) dan suatu bagian
luar yang mengelilinginya (surrounding envelope). Core terdiri dari HBcAg, dimana
bagian luar terdiri dari HBsAg. Partikel core mengandung virus hepatitis B DNA (VHB-
DNA), HBeAg, dan DNA polymerase. HBeAg, seperti didiskusikan kemudian,
merupakan suatu marker/tanda dari kemampuan virus untuk menyebarkan infeksi. DNA
polymerase adalah suatu bagian penting dari proses reproduksi yang unik dari virus.
Virus HIV (human immunodeficiency virus) juga berreproduksi menggunakan proses
yang sama. Sebagai akibatnya, banyak obat-obat yang telah dikembangkan untuk
menghambat proses reproduksi ini sebagai pengobatan infeksi HIV mungkin juga efektif
dalam pengobatan infeksivirus hepatitis B kronis.

D. Patogenesis
Virus hepatitis B sendiri tidak secara langsung menyebabkan kerusakkan pada hati.
Agaknya, respon imun tubuh pada virus secara bertentangan menyebabkan kerusakkan.
Jadi, pada suatu infeksi virus hepatitis B, respon imun tubuh pada virus bertanggung
jawab untuk dua hal, yaitu eliminasi (penghilangan) virus hepatitis B dari tubuh dan
kesembuhan dari infeksi. Namun, pada saat yang bersamaan, respon imun tersebut
menyebabkan luka pada sel-sel hati.
Oleh karenanya, ada suatu keseimbangan antara efek-efek yang melindungi dan yang
merusak dari respon sistim imun pada virus hepatitis B. Keseimbangan kedua hal ini
14

menentukan hasil akhir pada seorang individu yang terinfeksi dengan virus hepatitis.
Akibatnya, suatu infeksi virus hepatitis B akut dapat menjurus pada kesembuhan (hasil
yang umum), pada gagal hati akut (jarang), dan adakalanya pada infeksi kronis. Infeksi
kronis dapat berakibat pada suatu keadaan pengidap sehat (healthy carrier, dimana orang
yang terpengaruhi mengandung virus namun tetap sehat) atau berlanjut ke sirosis (luka
parut yang berat, atau fibrosis dari hati) dan komplikasi-komplikasinya, termasuk kanker
hati.
Mekanisme lengkapnya, virus hepatitis B masuk ke tubuh secara parenteral, Dari
peredaran darah, partikel Dane masuk ke hati dan terjadi proses replikasi virus.
Selanjutnya sel-sel hati akan memproduksi dan mensekresi partikel Dane utuh, partikel
HBsAg bentuk bulat dan tubuler, dan HBeAg yang tidak ikut membentuk partikel virus.
VHB merangsang respon imun, yang pertama dirangsang ialah respon imun non spesifik
karena bisa terangsang dalam waktu pendek, kemudian terjadi eliminasi nonspesifik
yang terjadi tanpa restriksi HLA, yaitu dengan memanfaatkan sel-sel NK dan NK-T.
Untuk proses eradikasi VHB lebih lanjut diperlukan respon imun spesifik, yaitu
dengan mengaktifkan sel limfosit T dan sel limfosit B. Aktivasi sel T CD8 terjadi setelah
kontak reseptor sel T tersebut dengan kompleks peptide VHB-MHC klas I yang ada
pada permukaan dinding sel hati dan pada permukaan dinding Antigen Presenting Cell
(APC) dan dibantu rangsangan sel T CD4 yang sebelumnya sudah mengalami kontak
dengan kompleks peptida VHB-MHC kelas II pada dinding APC. Peptida VHB yang
ditampilkan pada permukaan dinding sel hati dan menjadi antigen sasaran respon imun
adalah peptide kapsid yaitu HBcAg atau HBeAg. Sel T CD8 selanjutnya akan
mengeliminasi virus yang berada di dalam sel hati yang terinfeksi. Proses eliminasi
tersebut bisa terjadi dalam bentuk nekrosis sel hati yang akan menyebabkan
meningkatnya ALT atau mekanisme sitolitik. Disamping itu dapat juga terjadi eliminasi
virus intrasel tanpa kerusakan sel hati yang terinfeksi melalui aktivitas interferon gamma
dan Tissue Necrotic Factor (TNF) alfa yang dihasilkan oleh sel T CD4 (mekanisme
nonsitolitik).
Aktivasi sel limfosit B dengan bantuan CD4 akan menyebabkan produksi antibodi
antara lain anti-HBs, anti-HBc, da anti-HBe. Fungsi anti-HBs adalah netralisasi partikel
VHB bebas dan mencegah masuk virus ke dalam sel. Dengan demikian anti-HBs akan
mencegah penyebaran virus dari sel ke sel. Infeksi kronik VHB bukan disebabkan
gangguan produksi anti-HBs. Buktinya, ternyata pada pasien hepatitis B kronik dapat
15

ditemukan anti-HBs yang tidak bisa dideteksi dengan metode pemeriksaan biasa karena
anti-HBs bersembunyi dalam kompleks dengan HBsAg.
Bilaproses eliminasi virus berlangsung efisien, maka infeksi VHB dapat diakhiri,
sedangkan bila proses tersebut kurang efisien maka terjadi infeksi VHB yang menetap.

E. Penyebaran Hepatitis B
Virus hepatitis B disebar atau didapat melalui paparan pada darah yang terinfeksi atau
pengeluaran-pengeluaran (sekresi) tubuh. Konsentrasi virus hepatitis B yang paling
tinggi ditemukan dalam darah, air mani (semen), kotoran vagina, air susu ibu, dan air
liur. Hanya ada konsentrasi-konsentrasi virus hepatitis B yang rendah dalam urin dan
tidak ada dalam feces. Oleh karenanya, hepatitis B tidak disebar melalui makanan atau
minuman atau kontak yang sepintas lalu. Lebih jauh, virus hepatitis B tidak lagi
ditularkan oleh transfuse darah karena semua darah untuk transfusi disaring (diperiksa)
untuk meniadakan pencemaran atau kontaminasi dengan virus hepatitis B.
Di Amerika, banyak dilaporkan kasus hepatitis B pada dewasa dan dewasa muda.
Kontak seksual (intercourse) adalah cara-cara penularan yang paling umum. Virus juga
dapat ditularkan oleh darah atau cairan tubuh yang tercemar virus hepatitis B dalam
beberapa cara yang berbeda. Cara-cara ini termasuk penggunaan obat secara intravena,
skin-popping (suntikan dibawah kulit), tato, menindik tubuh (body piercing), dan
akupunktur menggunakan alat-alat yang tidak steril. Sebagai tambahan, virus hepatitis B
dapat ditularkan melalui penggunaan bersama sikat-sikat gigi dan alat-alat cukur.
Serangga-serangga penghisap darah seperti nyamuk dan kutu ranjang didaerah tropis
dilaporkan telah menularkan virus hepatitis B.
Virus hepatitis B dapat ditularkan dari ibu-ibu yang terinfeksi kepada bayi-bayi
mereka pada waktu kelahiran (yang disebut penularan vertikal). Ini adalah cara-cara
penularan yang paling penting di wilayah-wilayah dimana infeksi virus hepatitis B selalu
hadir (endemik), seperti di Asia Tenggara dan Afrika Sub-Sahara. Angka penularan virus
hepatitis B kepada bayi-bayi yang baru lahir dari ibu-ibu yang sangat terinfeksi adalah
sangat tinggi, mendekati 100%. Lebih dari itu, hampir semua infeksi pada bayi-bayi ini
akan berkembang menjadi infeksi virus hepatitis B kronis.

F. Gejala-Gejala Hepatitis B Akut
Hepatitis B akut adalah penyakit awal yang timbulnya cepat dan berlangsung singkat
sebagai akibat dari infeksi virus hepatitis B. Kira-kira 70% dari dewasa-dewasa dengan
16

hepatitis B akut mempunyai sedikit atau tanpa gejala sama sekali. Sisanya yang 30%
berkembang menjadi gejala yang signifikan dua sampai empat bulan setelah terpapar
virus hepatitis B. Periode waktu antara terpapar hingga gejala petama disebut periode
inkubasi. Masa inkubasi VHB antara 15-180 hari.
Gejala-gejala yang paling umum dari hepatitis B akut adalah kelelahan, kehilangan
nafsu makan, mual, dan sakit perut di atas daerah hati. Kekuningan atau jaundice (kulit
kuning) seringkali timbul bersama gejala-gejala lain ini. Ketika keadaan ini terjadi,
infeksi biasanya dirujuk sebagai hepatitis ikterik akut [acute ikteric (jaundiced)
hepatitis].
Gejala hepatitis akut terbagi menjadi 4 tahap:
Fase inkubasi: Merupakan waktu antara masuknya virus dan timbulnya gejala
ikterus.
Fase prodromal: fase diantara timbulnya keluhan-keluhan pertama dan timbulnya
gejala ikterus. Awitannya dapat singkat atau insidious ditandai dengan malaise
umum, mialgia, atralgia, mudah lelah, gejala saluran nafas atas dan anoreksia.
Serum sicknes dapat terjadi pada hepatits B akut di awal infeksi.
Fase ikterus: Ikterus muncul setelah 5-10 hari, tapi dapat juga muncul bersamaan
dengan munculnya gejala. Pada banyak kasus fase ini tidak terdeteksi. Setelah
timbul ikterus biasanya akan terjadi perbaikan klinis yang nyata.
Fase konvalesens: Diawali dengan menghilannya ikterus dan keluhan lain, tapi
hepatomegali dan abnormalitas fungsi hati tetap ada. Muncul perasaan lebih sehat
dan kembalinya nafsu makan. Keadaan akut biasanya membaik 2-3 minggu.
Individu dengan hepatitis B akut dapat berkembang menjadi gagal hati akut (hepatitis
fulminan) namun prevalensinya sangat kecil (<0,5% pada dewasa). Hepatitis fulminan
yaitu suatu jenis klinis hepatitis yang jarang terjadi, dimana perjalanan penyakitnya
berkembang dengan cepat, terjadi ikterus yang semakin berat, kuning seluruh tubuh,
timbul gejala neurologi atau ensefalopati hepatik, kemudian masuk kedalam keadaan
koma dan gagal hati akut. 80% dari orang-orang dengan hepatitis fulminan dapat
meninggal dalam waktu beberapa hari sampai beberapa minggu.

G. Perjalanan Penyakit Hati
90% individu yang mendapat infeksi sejak lahir akan tetap HBsAg positif sepanjang
hidupnya dan menderita hepatits B kronik. Seangkan hanya 5% individu dewasa yang
17

mendapat infeksi akan mengalamin persistensi infeksi. Interaksi antara VHB dengan
dengan respon imun tubuh terhadap VHB sangat besar perannya dalam menentukan
derajat keparahan hepatitis. Makin besar respon imun tubuh terhadap virus, makin besar
pula kerusakan jaringan hati, sebaliknya bila tubuh toleran terhadap virus tersebut maka
tidak terjadi kerusakan hati.
Ada 3 fase penting dalam perjalanan dalam perjalanan penyakit hepatitis B kronik
yaitu fase imunotoleransi, fase imunoaktif atau immune clearance, dan fase non
replikatif atau residual. Pada masa kanak-kanak atau dewasa muda, sistem imun tubuh
toleran terhadap VHB sehingga konsentrasi virus dalam darah dapat sedemikian
tingginya tapi tidak terjadi peradangan hati yang berarti. Dalam keadaan itu VHB dalam
fase replikatif dengan titer HBsAg yang sangat tinggi, HBeAg positif, anti-HBe negative
dan titer DNA VHB tinggi an konsentrasi ALT yang relatif normal. Fase ini disebut fase
imunotoleransi. Pada fase imunotoleransi sangat jarang terjadi serokonversi HBeAg
secara spontan, dan terapi untuk menginduksi serokonversi HBeAg tersebut biasanya
tidak efektif.
Pada sekitar 30%individu dengan persistensi VHB akibat terjadinya replikasi VHB
yang berkepanjangan, terjadi proses nekroinflamasi yang tampak dari kenaikan
konsentasi ALT. Pada keadaan ini pasien mulai kehilangan toleransi imun terhadap
VHB. Fase ini disebut fase imunoaktif. Pada fase ini tubuh berusaha menghancurkan
virus dan menimbulkan pecahnya sel-sel hati yang terinfeksi VHB. Pada fase imunoaktif,
serokonversi HBeAg naik secara spontan maupun karena terapi lebih sering terjadi.
Sisanya, 70% individu berhasil menghilangkan sebagian besar partikel VHB tanpa
adanya kerusakan sel hati yang berarti. Pada keadaan ini titer HBsAg rendah, dengan
HBeAg yang menjadi negative dan anti-HBe yang menjadi positif secara spontan, serta
konsentrasi ALT yang normal yang menandai terjadinya fase non replikatif atau fase
residual.
Sebagian pasien dengan fase residual, pada waktu terjai serokonversi HBeAg positif
menjadi anti-HBe justru sudah terjadi sirosis.

H. Gejala Infeksi Virus Hepatitis B Kronis
Gambaran klinis hepatitis B kronis sangat bervariasi. Pada banyak kasus tidak
didapatkan keluhan maupun gejala dan tes faal hati hasilnya normal. Sebagian lagi
didapatkan hepatomegali atau splenomegali dan tanda-tanda penyakit kronis lainnya,
seperti eritema palmaris dan spider nevi, serta pada pemeriksaan lab sering didapatkan
18

kenaikan konsentrasi ALT meski tidak selalu. Umumnya didapatkan konsentrasi bilirubin
yang normal. Konsentrasi albumin serum umumnya masih normal kecuali pada kasus-
kasus yang parah.
Manifestasi klinik hepatitis B kronik dikelompokkan menjadi dua:
1. Hepatitis B kronik yang masih aktif. HBsAg positif, dengan DNA VHB>10
5

kopi/ml, didapatkan kenaikan ALT yang menetap atau intermitten. Pada pasien
sering didapatkan tanda-tanda penyakit hati kronik. Biopsi hati menunjukkan
gambaran peradangan yang aktif. Menurut status HBeAg pasien dikelompokkan
menjadi hepatitis B kronik HBeAg positif dan negative.
2. Carrier VHB inaktif. Pada kelompok ini HBsAg positif dengan titer DNA VHB
yang rendah yaitu <10
5
kopi/ml. Konsentrasi ALT normal dan tidak terdapat
keluhan. Pada pemeriksaan histologik terdapat kelainan jaringan yang minimal
Pemeriksaan biopsy untuk pasien hepatitis B kronik sangat penting terutama untuk
pasien dengan HBeAg positif dengan konsentrasi ALT 2x normal tertinggi atau lebih.
Biopsi hati iperlukan untuk menegakkan diagnosis pasti dan untuk meramalkan prognosis
serta kemungkinan keberhasilan terapi.

I. Diagnosis
Hepatitis B didiagnosis dari hasil-hasil tes-tes darah spesifik virus hepatitis B
(serologi) yang mencerminkan beragam komponen-komponen virus hepatitis B. Tes-tes
serologi virus hepatitis B ini berbeda dari tes-tes darah hati standar (seperti ALT/SGPT
dan AST/SGOT) yang dapat abnormal ketika hati dirusak oleh penyebab apa saja,
termasuk infeksi virus hepatitis B.
HBsAg dan anti-HBs
Diagnosis infeksi hepatitis B dibuat terutama dengan mendeteksi hepatitis B surface
antigen (HBsAg) dalam darah. Kehadiran HBsAg berarti bahwa ada infeksi virus
hepatitis B aktif dan ketidakhadiran HBsAg berarti tidak ada infekis virus hepatitis B
aktif. Menyusul suatu paparan pada virus hepatitis B, HBsAg terdeteksi dalam darah
dalam waktu empat minggu. Pada inidividu-individu yang sembuh dari infeksi virus
hepatitis B akut, eliminasi atau pembersihan dari HBsAg terjadi dalam waktu empat
bulan setelah timbulnya gejala-gejala. Infeksi virus hepatitis B kronis didefinisikan
sebagai HBsAg yang menetap lebih dari enam bulan.
Setelah HBsAg dieliminasi dari tubuh, antibodi-antibodi terhadap HBsAg (anti-HBs)
biasanya timbul. Anti-HBs ini menyediakan kekebalan pada infeksi virus hepatitis B yang
19

berikutnya. Sama juga, individu-individu yang telah berhasil divaksinasi terhadap virus
hepatitis B mempunyai anti-HBs yang dapat diukur dalam darah.
Anti-HBc
Hepatitis B core antigen hanya dapat ditemukan dalam hati dan tidak dapat terdeteksi
dalam darah. Kehadiran yang besar dari hepatitis B core antigen dalam hati
mengindikasikan suatu reproduksi virus yang sedang berlangsung. Ini berarti bahwa
virusnya aktif. Antibodi terhadap hepatitis B core antigen, dikenal sebagai antibodi
hepatitis B core (anti-HBc), terdeteksi dalam darah. Sebagai bukti, dua tipe dari antibodi-
antibodi anti-HBc (IgM dan IgG) dihasilkan.
IgM anti-HBc adalah suatu penanda/indikator (marker/indicator) untuk infeksi hepatitis B
akut. IgM anti-HBc ditemukan dalam darah selama infeksi akut dan berlangsung sampai
enam bulan setelah timbulanya gejala-gejala. IgG anti-HBc berkembang selama
perjalanan infeksi virus hepatitis B akut dan menetap seumur hidup, tidak perduli apakah
individunya sembuh atau mengembangkan infeksi kronis. Sesuai dengan itu, hanya tipe
IgM dari anti-HBc dapat digunakan secara spesifik untuk mendiagnosis suatu infeksi
virus hepatitis B akut. Selain itu, bila hanya menentukan anti-HBc (tanpa memisahkan
kedua komponennya) sangat tidak bermanfaat.
HBeAg, anti-HBe, dan mutasi-mutasi pre-core
Hepatitis B e antigen (HBeAg) dan antibodi-antibodinya, anti-HBe, adalah penanda-
penanda (markers) yang bermanfaat untuk menentukan kemungkinan penularan virus
oleh seseorang yang menderita infeksi virus hepatitis B kronis. Mendeteksi keduanya
HBeAg dan anti-HBe dalam darah biasanya adalah eksklusif satu sama lain. Sesuai
dengan itu, kehadiran HBeAg berarti aktivitas virus yang sedang berlangsung dan
memiliki kemampuan untuk menularkan pada yang lainnya, sedangkan kehadiran anti-
HBe menandakan suatu keadaan virus yang tidak aktif dari virus dan risiko penularan
yang lebih kecil.
Pada beberapa individu-individu yang terinfeksi dengan virus hepatitis B, material
genetik untuk virus telah menjalankan suatu perubahan struktur yang tertentu, disebut
suatu mutasi pre-core. Mutasi ini berakibat pada suatu ketidakmampuan virus hepatitis B
untuk menghasilkan HBeAg, meskipun virusnya reproduksi/replikasi secara aktif. Ini
berarti bahwa meskipun tidak ada HBeAg yang terdeteksi dalam darah dari orang-orang
dengan mutasi, virus hepatitis B masih tetap aktif pada orang-orang ini dan mereka dapat
menularkan pada yang lain-lainnya.
Hepatitis B virus DNA
20

Penanda yang paling spesifik dari reproduksi/replikasi virus hepatitis B adalah
pengukuran dari hepatitis B virus DNA dalam darah. perlu diingat bahwa DNA adalah
material genetik dari virus hepatitis B. Tingkat-tingkat yang tinggi dari hepatitis B virus
DNA mengindikasikan suatu reproduksi/replikasi virus dan aktivitas virus yang sedang
berlangsung. Tingkat-tingkat hepatitis B virus DNA yang rendah atau tidak terdeteksi
dikaitkan dengan fase/tahap infeksi virus hepatitis B yang tidak aktif. Beberapa tes-tes
laboratorium yang berbeda (assays) tersedia untuk mengukur hepatitis B virus DNA.
PCR (polymerase chain reaction) adalah metode (assay) yang paling sensitif untuk
menentukan tingkat hepatitis B virus DNA. Ini berarti bahwa PCR adalah metode yang
terbaik untuk mendeteksi jumlah-jumlah yang sangat kecil dari penanda virus hepatitis B.
Metode ini bekerja dengan memperbesar material yang sedang diukur sampai semilyar
kali untuk mendeteksinya. Metode PCR, oleh karenanya, dapat mengukur sekecil 50
sampai 100 kopi (partikel-partikel) dari virus hepatitis B per mililiter darah. Tes ini,
bagaimanapun, sebenarnya terlalu sensitif untuk penggunaan diagnosis yang praktis.
Tujuan mengukur hepatitis B virus DNA biasanya adalah untuk menentukan apakah
infeksi virus hepatitis B aktif atau tidak aktif (diam). Perbedaan ini dapat dibuat
berdasarkan jumlah hepatitis B virus DNA dalam darah. Tingkat-tngkat yang tinggi dari
DNA mengindikasikan suatu infeksi yang aktif, dimana tingkat-tingkat yang rendah
mengindikasikan suatu infeksi yang tidak aktif (tidur). Jadi, pasien-pasien dengan
penyakit yang tidur (tidak aktif) mempunyai kira-kira satu juta partikel-partikel virus per
mililiter darah, sedangkan pasien-pasien dengan penyakit yang aktif mempunyai beberapa
milyar partikel-partikel per mililiter. Oleh karenanya, siapa saja yang HBsAg positif,
bahkan jika infeksi virus hepatitis B tidak aktif, akan mempunyai tingkat-tingkat hepatitis
B virus DNA yang dapat terdeteksi dengan metode PCR karena ia begitu sensitif.
Untuk tujuan-tujuan praktis, hepatitis B virus DNA dapat diukur menggunakan suatu
metode yang disebut metode hybridization, yang merupakan suatu tes yang lebih kurang
sensitif dibanding PCR. Tidak seperti metode PCR, metode hybridization mengukur
material virus tanpa pembesaran. Sesuai dengan itu, tes ini dapat mendeteksi hepatitis B
virus DNA hanya ketika banyak partikel-partikel virus hadir dalam darah, berarti bahwa
infeksinya aktif. Dengan kata lain, dari sudut pandang yang praktis, jika hepatitis B virus
DNA terdeteksi dengan suatu metode hybridization, ini berarti bahwa infeksi virus
hepatitis B adalah aktif.
Menginterpretasikan Tes-Tes Darah Virus Hepatitis B
21

Tabel 1 memberikan interpretasi-interpretasi diagnostik untuk beragam kumpulan-
kumpulan (sets) dari hasil yang didapatkan dengan suatu deretan tes-tes darah virus
(serologi) hepatitis B. Bagaimanapun, interpretasi dari tes-tes darah virus hepatitis B
harus selalu dibuat dengan pengetahuan dari sejarah medis pasien, pemeriksaan fisik, dan
hasil-hasil dari tes-tes darah hati standar yang dapat mengindikasikan kerusakan pada
hati.
Tabel 1: Interpretasi tes-tes (+ = positif dan - = negatif) darah (serologi) virus hepatitis B

HBsAg
Anti-
HBs
Anti-
Hbc
(total)
Anti-
HBc
IgM
HBeAg
Anti-
HBe
HBV
DNA
Interpretasi
+ - + + + + +
Tahap
awal
infeksi
akut
+ - + + - + -
Tahap
lanjut
infeksi
akut
- - + + - + -
Tahap
lanjut
infeksi
akut
- + + - - - -
sembuh
dengan
kekebalan
- + - - - - -
Vaksinasi
yang
sukses
+ - + - + - +
Infeksi
kronis
dengan
22

reproduksi
aktif
+ - + - - + -
Infeksi
kronis
dalam
tahap tidak
aktif
+ - + - - + +
Infeksi
kronis
dengan
reproduksi
aktif
- - + - -
+
atau
-
-
sembuh,
Hasil
positif
palsu, atau
infeksi
kronis

Peran Biopsi Hati pada Hepatitis B Kronis
Biopsi hati adalah suatu bagian yang penting dari pengkajian seorang pasien dengan
virus hepatitis B kronis. Tes ini bernilai karena inti yang kecil dari jaringan yang diambil
dari hati pada umumnya mewakili keseluruhan dari hati. Lebih jauh, suatu diagnosis dari
hepatitis kronis biasanya dapat dibuat dari biopsi. Bagaimanapun, tipe hepatitis kronis
(atau sirosis yang diakibatkannya), apakah itu hepatitis B, C, atau hepatitis autoimun,
tidak dapat ditentukan secara pasti dari biopsi.
Sejarah medis pasien, pemeriksaan fisik, tes-tes darah hati standar, dan tes-tes darah
virus hepatitis B (serologi), bersama dengan biopsi hati, digunakan semuanya untuk
membuat diagnosis dari tipe spesifik hepatitis kronis. Meski demikian, biopsi hati adalah
tes yang menunjukan jumlah hati yang luka (peradangan) dan luka parut (fibrosis) pada
hepatitis kronis atau sirosis. Informasi yang didapat dari biopsi kemudian digunakan
untuk membantu menentukan prognosis (perjalanan dan hasil akhir) dari penyakit dan
begitu juga keperluan untuk perawatan anti-virus.
23


J. Penatalaksanaan
Infeksi Akut
Infeksi akut hepatitis B biasanya tidak memerlukan perawatan. infeksi mungkin
menyebabkan kegagalan hati yang mengancam nyawa, tapi ini jarang terjadi. Pasien-
pasien dengan kegagalan hati yang disebabkan oleh hepatitis B akut harus dievaluasi
untuk transplantasi hati. Studi-studi kecil menyebutkan bahwa obat lamivudine (Epivir)
mungkin efektif dalam keadaan ini.
Infeksi Kronis
Jika seorang terinfeksi secara kronis dengan hepatitis B dan mempunyai sedikit tanda-
tanda atau gejala-gejala komplikasi, obat-obat biasanya tidak digunakan. Pasien-pasien
ini diamati secara hati-hati dan diberikan tes-tes darah periodik. Satu tes mengukur 'viral
load', yaitu, jumlah dari viral DNA dalam darah. Rekomendasi rawat jika ada tanda-tanda
bahwa virus mulai menyebabkan kerusakan atau jika viral load tinggi. Alasan lain untuk
meresepkan obat adalah jika pasien mempunyai tes yang positif untuk Hepatitis B e-
antigen (HBeAg) dalam darah. HBeAg berhubungan dengan peningkatan resiko
kemajuan penyakit hati dan komplikasi-komplikasinya.
Pada hepatitis B kronis, tujuan dari perawatan adalah untuk mengurangi risiko dari
komplikasi-komplikasi termasuk sirosis dan gagal hati. Bagaimanapun, akan memakan
waktu lama untuk timbul komplikasi. Sebagai pengganti untuk menunggu bertahun-tahun
untuk menemukan apa yang terjadi, ilmuwan-ilmuwan telah menggunakan tes-tes seperti
viral load atau tes-tes fungsi hati untuk mengevaluasi apakah obat-obatnya bekerja. Ini
logis karena diketahui bahwa orang-orang yang mempunyai kadar virus yang besar dalam
darah mereka berada pada risiko yang paling tinggi untuk mendapat sirosis. Sampai
dengan satu pertiga dari orang-orang dengan viral loads yang sangat tinggi (lebih dari
satu juta viral copies per mililiter darah) akan berkembang menjadi sirosis melalui satu
dekade, dibanding pada hanya 4.5% dari mereka dengan viral loads yang rendah (lebih
sedikit dari 300 viral copies per mililiter).
Obat-obat dapat mengurangi jumlah dari virus-virus dalam tubuh dan mungkin
mampu untuk mengeliminasi virus dari aliran darah. Secara logis, ini harus menjurus
pada mereka untuk mempunyai angka yang rendah dari kemajuan ke sirosis (<1% per
tahun), meskipun studi-studi yang besar dan berjangka panjang masih belum dilakukan.
Bahkan pada orang-orang yang telah dieliminasi viru dari darah mereka, jumlah-jumlah
yang rendah dari virus tetap hidup dalam hati dan sel-sel lain. Jadi, obat-obat tidak
24

menyembuhkan penyakit, namun mereka dapat mencegah atau menunda komplikasi-
komplikasi dan gejala-gejala. Orang-orang yang mempunyai respon yang baik pada
perawatan tetap dapat menularkan virus. Dokter-dokter mengikuti tes-tes darah yang
mengukur viral load dan fungsi hati dan mungkin merekomendasikan biopsi hati untuk
mengevaluasi apakah obat-obat bekerja.
Obat-obat yang sekarang digunakan untuk hepatitis B kronis termasuk interferons
dan nucleoside/nucleotide analogues. Agent-aget baru sedang dikembangkan meskipun
mereka masih dibawah penyelidikan dan dipertimbangkan bersifat percobaan. Tidak ada
petunjuk-petunjuk yang menjelaskan bagaimana setiap pasien harus dirawat. Sebagai
akibatnya, perawatan dibedakan dari orang ke orang.
Interferon
Interferon-alpha telah digunakan untuk merawat hepatitis B lebih dari 20 tahun.
Interferon-alpha adalah protein yang terjadi secara alami yang dibuat dalam tubuh oleh
sel-sel darah putih untuk melawan infeksi-infeksi virus. Sebagai tambahan pada efek-efek
anti virus langsungnya, interferon bekerja melawan virus hepatitis B dengan menstimulasi
sistim imun tubuh untuk membersihkan virus. Dibanding agent-agent interferon alpha
yang lebih lama, pegylated interferon alpha, dipasarkan sebagai Pegasys atau
Pegintron, mempunyai jadwal pendosisan yang lebih menyenangkan, mungkin sedikit
lebih efektif dan menekan virus-virus untuk periode waktu yang lebih lama. Pegylated
interferon alpha diberikan sekali setiap minggu untuk 48 minggu.
Eliminasi DNA virus yang dapat dideteksi dari darah terjadi pada duapertiga dari orang-
orang selama perawatan.
Tes-tes darah untuk fungsi-fungsi hati kembali normal pada kira-kira 40% orang-orang
yang dirawat dengan interferon.
Orang-orang yang mempunyai kelainan-kelainan fungsi hati yang signifikan sebelum
terapi lebih mungkin merespon pengobatan.
Mereka yang mempunyai tes-tes darah hati yang normal sebelum perawatan kurang
merespon terapi interferon.
Hasil-hasil biopsi hati menunjukan perbaikan pada kira-kira sepertiga pasien.
Hanya 27%-32% dari orang-orang yang mempunyai Hepatitis B e-antigen (HBeAg)
dalam darah mereka akan mampu untuk mengeliminasi HBeAg dan menghasilkan
antibodi-antibodi terhadap HBe antigen setelah perawatan dengan interferon.
Kekambuhan mungkin terjadi setelah perawatan dihentikan.
25

Respon yang mendukung (viral load yang tidak dapat dideteksi dalam darah, tes-tes
fungsi hati yang normal) terjadi pada kira-kira 15% sampai 30% dari pasien-pasien
setelah obat dihentikan. Meskipun ini bukan penyembuhan (beberapa virus tetap hidup
dalam hati dan ditempat lain), orang-orang dengan respon yang mendukung berada pada
risiko yang rendah untuk komplikasi-komplikasi dari penyakit hati. Jika sistim imun dari
respon dikompromikan, contohnya melalui penggunaan steroids atau terinfeksi HIV,
penyakit dapat berulang. Pengamatan periodik dari tes-tes darah dapat membantu
menkonfirmasi bahwa respon berlanjut dipertahankan.

Efek-Efek Samping Interferon
Interferon menyebabkan beberapa efek samping termasuk:
kelelahan, sakit-sakit otot keseluruhan, demam, kedinginan dan kehilangan nafsu makan.
Gejala-gejala seperti flu ini terjadi pada kira-kira 80% dari pasien-pasien yang dirawat
turun naiknya suasana hati, depresi, ketakutan dan efek-efek neuropsychiatric lain
mungkin terjadi
kelainan-kelainan kelenjar tiroid yang berakibat hypothyroidism (terlalu sedikit hormon
tiroid)
supresi sumsum tulang dan produksi dari sel-sel darah
infeksi
rambut rontok
Efek-efek samping mungkin cukup parah sehingga pasien tidak mampu untuk
meneruskan perawatan. Selama perawatan, respon imun normal pada virus distimulasi
dan mungkin menyebabkan perburukan peradangan dalam hati. Ini normalnya adalah
sinyal yang baik yang menunjukan bahwa interferon bekerja, namun respon-respon yang
lebih ekstrim mungkin pada kasus-kasus yang jarang menyebabkan kegagalan hati.
Nucleoside/Nucleotide Analogues
Nucleoside/nucleotide analogues (NAs) adalah kimia-kimia yang dibuat manusia
yang meniru nucleosides dan nucleotides yang digunakan untuk membuat DNA. Ketika
virus mencoba untuk menggunakan analogues untuk membuat DNAnya sendiri, ia tidak
mampu untuk membuat DNA dan, oleh karenanya, tidak dapat reproduksi. Contoh-
contoh dari agent-agent ini termasuk adefovir (Hepsera), entecavir (Baraclude),
lamivudine (Epivir-HBV, Heptovir, Heptodin), telbivudine (Tyzeka) dan tenofovir
(Viread).
26

Pada pasien-pasien yang mempunyai HBeAg dalam darah mereka, NAs mengurangi viral
load, meyebabkan virus menjadi tidak terdeteksi pada 21% sampai 67% dari pasien-
pasien.

Normalisasi dari tes-tes darah hati terjadi pada 40% sampai 77%, dan hilangnya HBeAg
terjadi pada kira-kira 12% sampa 22% dari kasu-kasus setelah satu tahun perawatan.
Hasil lebih baik pada pasien-pasien yang tidak mempunyai HBeAg dalam darah mereka,
50% sampai 90% virus yang tidak dapat terdeteksi dan 60% sampai 80% normalisasi dari
tes-tes fungsi hati.
PENCEGAHAN
Ada 3 macam cara pncegahan infeksi HBV yng terpentin yaitu perbaikan higien dan sanitasi,
pencegahan penularan parenteral serta imunisasi. Perbaikan higien dan sanitasi akan
mengurangi mengurangi penularan infeksi HBV horizontal. Pencegahan penularan parenteral
yang penting adalah perapisan HBsAg pada darah pratransfusi, streilisasi alat kedokteran
secara virusidal dan prisnip penggunaan 1 alat steril untuk 1 orang pada tindakanparenteral.
Pada saat ini telah tersedia vaksin hepatitis B yang imunogenik baik yang berasal dari plasma
maupun yang dibuat rekayasa genetika. Vaksin ini ternyata edektif untuk menimbulkan
kekebalan aktif pada individu yang belum terkena infeksi. Dinegara negara dengan
prevalensi infeksi HBV sedang dan tinggi sasaran utama imunisasi hepatitis B adalah bayi
dan anak-anak kecil. Sedang didaereh revalensirendah sasaran utama adlah kelompok resiko
tinggi. Untuk mencegah terjadinya infeksi pada individu setelah terjadi kontak dengan HBV
diberikan gabungan imunisasi aktif dan imunisasi pasif menggunakan HBiG(post exposure
immunization). Contoh imunisasi post exposureadalah untuk bayi yang dilahirkan oleh ibu
HBsAg dan HBeAg positif, individunyang kena tusuk jarum yang telah dicemari oleh darah
HBsAg positif, serta individu yang telah mengadakan hubungan kelamin dengan pengidap
infeksi HBV. Untuk mencegah infeksi perinatal maka dilakukan pemeriksaan HBsAg secara
rutin dalam pemeriksaan prenatal bagi ibu hamil. Bil ibu tersebut HBsAg dan HBeAg positif
maka kepada bayi yang dilahirkannya diberikan HBIG dan Vaksin.






27

DAFTAR PUSTAKA

1. Sulaiman A, Budihusodo U, Noer HMS. Infeksi Hepatitis C virus pada donor darah
dan penyakit had di Indonesia, Simposium Hepatitis C, Surabaya, Desember, 1990.
2. Field HA, Maynard JE. Srodiagnosis of acute viral hepatitis. AHO/83.16. 1983.
3. Ali Sulaiman. Epidemiologi infeksi virus hepatitis B di Indonesia. Majalah
Kedokteran Indonesia.1989; 39 (11) : 652-63.
4. Soewignyo, Mulyanto. Epidemiologi Infeksi Hepatitis Virus B di Indonesia. Acta
Medica Indon 1984; 15 : 21528.
5. A.Sanityoso. Hepatitis Virus Akut. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi Keempat.
Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2007. 427-442.
6. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2007. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FKUI
7. Konsensus Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia. Panduan Tata Laksana Infeksi
Hepatitis B Kronik. 2006
8. Hai, Sujono. Gastroenterologi. 2002. Bandung: Penerbit PT Alumni.

Anda mungkin juga menyukai