1. Karakteristik Daerah Kabupaten Kuningan. Kabupaten Kuningan merupakan sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Barat, yang terletak diantara 10823 - 10847 Bujur Timur dan 645 - 713 Lintang Selatan. Kabupaten ini terletak di bagian Timur Jawa Barat, berbatasan dengan Kabupaten Cirebon di Utara, Kabupaten Brebes (Jawa Tengah) di Timur, Kabupaten Ciamis di Selatan, serta Kabupaten Majalengka di sebelah Barat. Bagian Timur wilayah kabupaten Kuningan merupakan dataran rendah, sedang di bagian Barat berupa pegunungan, dengan puncaknya Gunung Ciremay (3.076 m) perbatasan dengan Kabupaten Majalengka. Gunung Ciremay adalah gunung tertinggi di Jawa Barat. Kabupaten Kuningan terdiri atas 32 kecamatan, yang dibagi lagi atas sejumlah 361desa dan 15 kelurahan. Pusat pemerintahan berada di Kecamatan Kuningan. Kegiatan pemetaan daerah rawan bencana sosial dipusatkan di Kecamatan Jalaksana. Kecamatan Jalaksana yang terdiri atas 14 desa, memiliki wilayah seluas 21.58631 Km2, dan dihuni oleh penduduk sebanyak 41.334 jiwa, terdiri atas laki-laki 20.378 jiwa, dan perempuan 20.959 jiwa.
2. Kriteria Daerah Rawan Bencana Sosial di Kecamatan Jalaksana Kab. Kuningan Menurut Perspektif Masyarakat. a. Sosial Politik. Kesadaran politik dikalangan masyarakat di Kabupaten Kuningan termasuk di Kecamatan Jalaksana sudah ada, namun belum memperlihatkan kedewasaan berpolitik dalam arti yang luas. Selama beberapa kali berlangsungnya Pemilihan Umum (Pemilu), di Kabupaten Kuningan termasuk di Kecamatan Jalaksana relatif tidak pernah menimbulkan konflik, sehingga pelaksanaan pesta demokrasi rakyat berlangsung aman.
b. Sosial Ekonomi Secara sosial ekonomi, masyarakat di Kecamatan Jalaksana Kabupaten Kuningan terdiri atas masyarakat kaya (27 %), menengah (48 %), dan masyarakat yang miskin (25 %). Masyarakat miskin di Kecamatan Jalaksana sebagaimana di tempat-tempat lainnya tercatat sebagai penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT). Hubungan sosial dari ketiga lapisan ekonomi diantara masyarakat tersebut kurang berjalan mulus, yakni masyarakat yang kaya kurang dapat merangkul masyarakat di bawahnya dalam aktivitas ekonomi.
c. Keragaman Keyakinan. Dari berbagai pandangan para tokoh yang hadir pada saat dilaksanakan diskusi kelompok terfokus, terungkap bahwa di Kecamatan Jalaksana sebagai satu-satunya daerah konflik di Kabupaten Kuningan yang bernuansa keyakinan beragama, yakni adanya golongan Ahmadiyah, yang menampilkan diri secara eksklusif di tengah-tengah umat Islam lainnya di daerah tersebut. Jemaat Ahmadiyah menempati areal di Desa Manislor Barat Kecamatan Jalaksana. . Ahmadiyah masuk ke Kecamatan Jalaksana mulai tahun 1950 dengan jumlah jemaat yang masih sedikit. Lama kelamaan jemaat Ahmadiyah semakin bertambah dan menjadi komunitas tersendiri di tengah-tengah masyarakat Kecamatan Jalaksana. Menurut tokoh- tokoh masyarakat, jemaat Ahmadiyah tersebut tidak mempunyai kemauan untuk hidup bermasyarakat dengan warga lainnya, mereka memiliki mesjid tersendiri, tidak bergaul dengan warga lainnya.
d. Kekuatan personil penegak hukum, khususnya kepolisian yang belum memadai. Dengan jumlah personil hanya 20 orang di Polsek Jalaksana, yang meliputi wilayah kerja untuk 2 kecamatan (Jalaksana dan Jawara) dengan jumlah penduduk di dua kecamatan tersebut :: Kajian Peta Rawan Bencana Sosial Jawa Barat 2 sekitar 60.000 jiwa, masih jauh dari ideal guna mengantisipasi jika terjadi keributan di masyarakat. Rasio normal personil Polsek adalah 1 : 500. Demikian pula personil Koramil di Kecamatan Jalaksana yang berjumlah 19 orang, dipandang masih belum memadai.
3. Issu yang mendasari terjadinya konflik/bencana sosial di Kecamatan Jalaksana Kabupaten Kuningan. Issue yang mendasari terjadinya konflik sosial bernuansa agama di Kecamatan Jalaksana, berfokus pada penolakan umat Islam pada umumnya di daerah tersebut terhadap keberadaan komunitas Ahmadiyah. Menurut tokoh-tokoh masyarakat di Jalaksana, Ahmadiyah bukanlah sebagai agama, dan secara aqidah Islam bahwa jemaat Ahmadiyah adalah sesat dan menyesatkan. Disisi lain, menurut tokoh-tokoh masyarakat tersebut bahwa mengapa Ahmadiyah bermasalah ? karena menurut mereka (Ahmadiyah) bahwa orang Islam secara umum adalah kafir. Selain masalah yang berkaitan dengan Ahmadiyah, masyarakat di Kecamatan Jalaksana melalui tokoh-tokoh masyarakatnya, juga merasa resah dengan keberadaan LDI, karena menurut mereka kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh LDI sering tidak sejalan dengan kehidupan beragama secara umum di masyarakat Kabupaten Kuningan, khususnya di Kecamatan Jalaksana. Hal tersebut telah menimbulkan keresahan di masyarakat.
4. Jenis konflik yang terjadi di Kecamatan Jalaksana. a. Konflik sosial bernuansa agama. Adanya perbedaan keyakinan khususnya keberadaan Ahmadiyah, yang dipandang oleh masyarakat setempat sebagai aliran yang sesat dan menyesatkan, telah menyulut terjadinya konflik sosial, yaitu terjadinya aksi kekerasan berupa perkelahian massal antara jemaat Ahmadiyah dengan masyarakat Islam secara umum yang bukan penganut Ahmadiyah.
b. Masalah sosial lainnya yang potensial dapat menimbulkan konflik sosial di kecamatan Jalaksana dan daerah-daerah lainnya di Kabupaten Kuningan adalah minuman keras (miras) dikalangan generasi muda. Fenomena mabuk-mabukan akibat minuman keras, terutama ketika ada hiburan, sering mengakibatkan terjadi keributan bahkan tawuran antar kampung.
c. Terdapat kafe-kafe di daerah wisata (Cilimus) yang diwarnai kehidupan remang-remang atau terkait dengan masalah prostitusi. Masyarakat setempat merasa resah dengan keberadaan kafe-kafe yang waktu beroperasinya (jam tayang) melebihi waktu tengah malam. Sejumlah 15 kafe yang berada di kawasan Cilimus sewaktu-waktu bisa dibakar massa.
5. Dampak yang ditimbulkan akibat konflik sosial di Kecamatan Jalaksana. a. Akibat konflik bernuansa agama, telah terjadi ketegangan sosial yang relatif permanen antara warga masyarakat dengan jemaat Ahmadiyah. Pembakaran mushola mewarnai konflik tersebut, disertai dengan perkelahian massal yang sering terjadi secara insidental. Penyegelan rumah-rumah jemaat Ahmadiyah dilakukan oleh warga masyarakat, namun segel-segel yang terpasang di rumah tersebut dilepas kembali oleh para jemaat Ahmadiyah. b. Konflik sosial yang disertai dengan tindakan kekerasan tersebut, membawa konsekuensi ekonomi yang cukup berat bagi pemerintah Kecamatan Jalaksana dan Pemda Kabupaten Kuningan, karena dalam setiap minggunya diperlukan biaya sebesar Rp. 8.000.000,- (Delapan juta rupiah), yang digunakan untuk piket para pelaksana di lapangan dalam mengendalikan konflik dan menjaga keamanan kehidupan di masyarakat Jalaksana
:: Kajian Peta Rawan Bencana Sosial Jawa Barat 3 6. Upaya yang telah dilakukan untuk mengatasi dan mencegah konflik sosial di Kecamatan Jalaksana.
a. Telah dikeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) dari Bupati, Kejaksaan, dan Kantor Urusan Agama Kabupaten Subang berkaitan dengan pelarangan dan penertiban masalah Ahmadiyah di Kabupaten Subang. Dalam implementasinya di lapangan, SKB tersebut kurang berjalan secara efektif, karena keberadaan Ahmadiyah di Kecamatan Jalaksana tetap berlangsung, dan konflik sosial antara jemaat Ahmadiyah dengan masyarakat Islam pada umumnya tetap sering terjadi. Menurut beberapa tokoh masyarakat, keberadaan SKB tersebut kurang kuat, karena tidak ada sanksi yang jelas, juga karena masalah Ahmadiyah merupakan masalah nasional bahkan internasional. Jika SKB dikeluarkan oleh pemerintah pusat, mungkin saja akan berjalan lebih efektif. b. Secara struktural dan fungsional, penanganan masalah Ahmadiyah dilaksanakan oleh Polsek Jalaksana sesuai dengan tugas dan kewenangannya. Demikian pula secara fungsional, pihak Kantor Kecamatan, Koramil, dan MUI Kecamatan Jalaksana melakukan upaya-upaya pembinaan dan penanganan akibat adanya konflik sosial antara jemaat Ahmadiyah dengan masyarakat Islam umumnya di daerah setempat. c. Terbentuknya GAMAS (Gerakan Anti Maksiat) oleh berbagai kalangan tokoh masyarakat Jalaksana, yang berfungsi sebagai organisasi kesatuan warga masyarakat guna memerangi masalah sosial yang terjadi.