Anda di halaman 1dari 10

33

BAB IV
PEMBAHASAN

Demam adalah kenaikan suhu yang ditengahi oleh kenaikan titik-ambang
regulasi panas hypothalamus. Pusat regulasi/pengaturan panas hypothalamus
mengendalikan suhu tubuh dengan menyeimbangkan sinyal dari reseptor-reseptor
neuronal perifer dingin dan panas. Faktor pengatur lainnya adalah suhu darah
yang bersirkulasi dalam hypothalamus. Integrasi sinyal-sinyal ini
mempertahankan suhu di dalam tubuh normal tetap di ambang 37C (98,6F) dan
sedikit berkisar di antara 1-1,5C. Demam pada anak dapat digolongkan sebagai
(1) demam yang singkat dengan tanda-tanda yang mengumpul pada satu tempat
sehingga diagnosis dapat ditegakkan melalui riwayat klinis dan pemeriksaan fisik,
dengan atau tanpa uji laboratorium; (2) demam tanpa tanda-tanda yang
mengumpul pada satu tempat, sehingga riwayat pemeriksaan fisik tidak memberi
kesan diagnosis tetapi dengan uji laboratorium dapat menegakkan etiologi; dan (3)
demam yang tidak diketahui.
2

Dengan keluhan utama demam, dapat diambil diagnosa banding berupa
Malaria, Demam Typhoid, dan Dengue Hemorrhagic Fever (DHF). Tiga penyakit
ini ditandai dengan demam sebagai keluhan utamanya.
1,2,6,10,11,12,13

Malaria disebabkan oleh infeksi Plasmodium sp yang disebarkan oleh
nyamuk Anopheles sp betina. Masa inkubasi P. falcifarum terjadi selama 12 hari,
P. vivax dan P. ovale 13-17 hari, P. malariae 28-30 hari. Pada malaria, terdapat
gejala klasik berupa Trias Malaria. Trias Malaria merupakan tiga periode yang
34

terjadi secara berurutan: (1) periode dingin (15-60 menit): mulai menggigil, pasien
sering membungkus diri dengan selimut atau sarung, dan pada saat menggigil
sering seluruh badan bergetar dan gigi saling terantuk, diikuti dengan
meningkatnya temperature dan beralih ke (2) periode panas: wajah penderita
merah, nadi cepat, panas badan tinggi beberapa jam, kemudian diikuti dengan (3)
fase berkeringat: penderita berkeringat banyak, temperature turun, dan pasien
akan merasa sehat. Periode tidak panas berlangsung 12 jam pada P. falcifarum, 36
jam pada P. vivax dan P. ovale, 60 jam pada P. malariae. Penderita malaria pada
anak dibagi menjadi dua kelompok: mereka yang tidak atau hanya sedikit
memiliki imunitas karena kurangnya kontak sebelumnya dengan penyakit, yang
menjadi sakit serius bila tidsk diobati; dan mereka yang memiliki tingkat toleransi
pada sekitar umur 10 tahun karena infeksi malaria berulang pada awal masa anak
dimana mereka telah bertahan hidup, walaupun pertumbuhan dan
perkembangannya dapat terganggu. Pada anak non-imun, tanda-tanda klinis
biasanya tampak 8-15 hari sesudah infeksi dan tidak dapat dibedakan. Perubahan
perilaku seperti rewel, anoreksia, menangis tidak seperti biasanya, mengantuk,
dan gangguan tidur dapat diamati. Demam mungkin tidak ada atau sedikit demi
sedikit naik selama 1-2 hari, atau mulainya dapat mendadak dengan suhu
mencapai 40,6C (105F) atau lebih tinggi dengan atau tanpa menggigil sebagai
prodromal. Sesudah masa waktu yang bervariasi, suhu turun ke normal atau lebih
rendah dan berkeringat.
2,10,13

Pada DHF, pada umumnya pasien mengalami demam selama 2-7 hari, yang
diikuti oleh fase kritis selama 2-3 hari. Pada fase ini, pasien sudah tidak lagi
35

demam, akan tetapi memiliki risiko untuk terjadi renjatan jika tidak terdapat
pengobatan adekuat.
2,11,12

Pada Demam typhoid, terjadi demam step ladder temperature, yaitu demam
meningkat perlahan-lahan terutama pada sore dan malam hari hingga temperature
tidak turun kembali dan tinggi dalam satu minggu, hingga mencapai 40C
(104F). Masa inkubasi terjadi selama 7-14 hari, tetapi dapat berkisar 3-30
hari.
1,2,6

Pasien ini menderita demam dengan suhu normal pada pagi hari, tetapi
mengeluhkan suhu demam pada sore dan malam hari. Demam sudah dirasakan
selama dua minggu sebelum masuk rumah sakit. Dengan lama demam dua
minggu (14 hari), Malaria dan Demam typhoid memenuhi lama demam,
sedangkan tidak untuk DHF yang hanya berkisar 2-7 hari. Pola demam step
ladder temperature juga sesuai dengan Demam typhoid.
1,2,6,10,11,12,13

Pada malaria, selain demam yang khas, pada penderita anak didapatkan juga
nyeri kepala, mual, nyeri di seluruh tubuh terutama punggung, dan kadang nyeri
abdomen, terutama bila terjadi spleenomegali.
2,10,13

Pada anak yang menderita demam typhoid, selain Step ledder type fever,
dapat terjadi gangguan gastrointestinal berupa mual muntah, sakit perut,
kembung, diare, atau obstipasi. Gangguan kesadaran juga dapat terjadi, dari yang
ringan (delirium) hingga berat (encephalopati). Selain itu dapat juga ditemukan
sakit kepala, anoreksia, dan mialgia. Pada pemeriksaan fisik biasanya dijumpai
hepatomegali, spleenomegali, rose spot, lidah kotor di tengah dengan tepi
36

hiperemis dan tremor, serta kadang dijumpai bradikardi relatif walaupun jarang
pada anak.
1,2,6
Saat dianamnesis, pasien mengaku merasakan sakit kepala, nyeri perut di
seluruh lapang abdomen, nafsu makan menurun, BAB cair berlendir, tanpa darah.
Pemeriksaan lidah didapatkan adanya coated tongue. Pemeriksaan abdomen
didapatkan hepatomegali 3 cm dibawah arcus costae. Sakit kepala, nyeri perut,
penurunan nafsu makan yang mungkin muncul karena mual sendiri merupakan
gejala malaria dan demam typhoid. Namun, hepatomegali dan diare lebih banyak
ditemukan pada demam typhoid. Coated tongue atau lidah yang kotor di tengah
dan hiperemis di tepi sendiri merupakan gejala khas dari demam typhoid.

1,2,6,10,11,12,13

Pada pemeriksaan penunjang, malaria ditandai dengan anemia dan kadang
peningkatan bilirubin. Diagnosis pasti untuk malaria dengan sediaan hapusan
tipis/tebal ditemukan bentuk pita (band form), skizon berbentuk bunga mawar
(rosette form), trofozoid. Teknik yang lebih maju dapat dengan menggunakan
QBC (Quantitative buffy coat) dengan pulasan jingga akridin, dan teknik
pelacakan dengan DNA Probe.
2,10,13

Pemeriksaan darah tepi pada demam typhoid dapat dijumpai anemia
normositik normokromik, leukopeni, aneosinofilia dan kadang trombositopenia.
Ada dua jenis tes serologi darah yang sering dilakukan, yaitu tes widal dan tes
tubek. Tes widal dianggap positif apabila kadar titer O 1/160 sekali periksa atau
kenaikan 4 kali selang satu minggu. Tes tubek dianggap positif apabila skor >4.
Diagnosa pasti untuk demam typhoid adalah dengan kultur. Pada minggu pertama,
37

dapat dilakukan kultur darah. Hasil positif pada biakan darah memastikan demam
typhoid, akan tetapi hasil negatif tidak menyingirkan demam typhoid, karena
dapat disebabkan beberapa hal sebagai berikut: 1). Telah mendapatkan terapi
antibiotik. Bila pasien sebelum kultur darah telah mendapat antibiotik,
pertumbuhan kuman dalak media biakan terhambat dan hasil mungkin negatif; 2).
Volume darah yang kurang (diperlukan kurang lebih 5cc darah). Bila darah yang
dibiak terlalu sedikit hasil biakan bisa negative. Darah yang diambil sebaiknya
secara bedside langsung dimasukkan ke dalam media cair empedu (oxgall) untuk
pertumbuhan kuman; 3). Riwayat imunisasi. Vaksinasi di masa lampau
menimbulkan antibody di darah pasien. Antibody (agglutinin) ini dapat menekan
bakteremia hingga biakan darah dapat negative; 4). Saat pengambilan darah
setelah minggu pertama, pada saat agglutinin makin meningkat. Minggu kedua
dapat dilakukan kultur feces dan minggu ketiga dapat dilakukan kultur urine.
1,2,6

Pada pasien ini, hanya dilakukan tes darah dan tes widal, walaupun gold
standard pemeriksaan penunjang pada malaria berupa apusan darah dan demam
typhoid berupa kultur. Pada hasil tes darah didapatkan penurunan hemoglobin,
eritrosit, hematokrit. Pada tes widal, didapatkan hasil titer O Salmonella typhi
1/320. Dari hasil tes widal, dapat diinterpretasikan bahwa pasien positif demam
typhoid.
1,2,7,8,9,10,11
Dari gejala yang didapatkan dalam anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien, dapat disimpulkan pasien
didiagnosis demam typhoid sebagai diagnosis kerja.
38

Terapi medikamentosa untuk demam typhoid berupa antibiotik.
Kloramfenikol (50mg/kgBB/24jam per oral atau 75mg/kgBB/24jam IV dibagi
dalam empat dosis yang sama), ampisilin (200mg/kgBB/24jam IV dibagi dalam
empat sampai enam kali pemberian) amoksisilin (100mg/kgBB/24jam via oral
dibagi dalam tiga dosis), dan trimetoprim-sulfametoksasol (10mg TMP dan 50mg
SMX/kgBB/24jam via oral dalam dua dosis) telah menunjukkan kemanjuran
klinis yang baik. Kloramfenikol sudah sejak lama digunakan dan menjadi terapi
standar pada demam typhoid namun kekurangan dari kloramfenikol adalah angka
kekambuhan yang tinggi (5-7%), angka terjadinya carrier juga tinggi, dan toksis
pada sumsum tulang. Frekuensi S. typhii resisten antibiotic yang diperantarai
plasmid telah dilaporkan dari Asia Tenggara, Meksiko, dan negara-negara tertentu
di Timur Tengah. Dilaporkan di India bahwa terdapat resistensi kloramfenikol,
ampisilin, dan TMP-SMX sebesar 49-83% isolate S. typhii. Strain resisten
biasanya rentan terhadap sefalosporin generasi ketiga. Sefotaksim
(200mg/kgBB/24jam IV diberikan dalam tiga sampai empat dosis) telah
digunakan secara berhasil untuk mengobati demam typhoid yang disebabkan oleh
strain yang resisten., walaupun respon terhadap seftriakson (80mg/kgBB/24jam
IV dibagi dalam satu sampai dua dosis) lebih baik. Selain pemberian antibiotik,
penderita perlu istirahat total serta terapi suportif. Yang diberikan antara lain
cairan untuk mengkoreksi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit dan
antipiretik.
1,2,6,10

Pada pasien ini, diberikan infus D5 1/2 NS untuk membantu memenuhi
kebutuhan cairan, Ceftriaxon IV 2x600mg untuk antibiotiknya, dan Pharmadol
39

250mg/8jam apabila pasien demam. Pada pasien ini, ceftriaxon digunakan dalam
rangkaian terapi walaupun kloramfenikol merupakan antibiotic lini pertama dalam
pengobatan demam tyhoid. Hal ini dilakukan karena mempertimbangkan efek
samping dari penggunaan kloramfenikol berupa supresi sumsum tulang. Pada
pasien ini, sudah terjadi penurunan kadar hemoglobin dalam darah. Apabila
diberikan kloramfenikol, ditakutkan akan terjadi penurunan kadar hemoglobin
yang lebih berat.
Prognosis untuk penderita demam typhoid adalah dubia ad malam. Hasil
akhir akan tergantung pada kecepatan dan ketepatan terapi, usia penderita,
keadaan kesehatan sebelumnya, serotype Salmonella penyebab, serta ada tidaknya
komplikasi. Di negara berkembang seperti Indonesia, angka mortalitas biasanya
>10% karena keterlambatan diagnosis, perawatan di rumah sakit, dan pengobatan.
Bayi di bawah 1 tahun dan anak-anak dengan penyakit lain yang menyertai berada
pada risiko yang lebih tinggi. S. typhii menyebabkan penyakit yang lebih berat,
dengan angka morbiditas dan mortalitas lebih tinggi, komplikasi yang lebih berat
dibandingkan serotype lain. Munculnya komplikasi seperti perforasi saluran cerna
atau perdarahan hebat, meningitis, endokarditis, dan pneumonia dapat
meningkatkan angka mortalitas dan morbiditas.
1,2,6,10

Pada pasien ini, prognosis ad vitam pada demam typhoid adalah bonam,
karena pasien didiagnosis dan ditatalaksana dengan tepat, sehingga pasien dapat
sembuh total. Prognosis ad fungsionam pada demam typhoid adalah bonam,
karena tidak terjadi komplikasi pada pasien ini, sehingga pasien tidak akan
terganggu fungsi organ maupun fungsi hidupnya dalam menjalankan kegiatan
40

sehari-hari. Prognosis ad sanationam pada demam typhoid adalah dubia ad bonam
karena demam typhoid pada pasien ini mungkin saja terjadi kekambuhan. Relaps
sesudah respon klinis awal terjadi pada 4-8% penderita yang tidak diobati
antibiotic. Pada penderita yang mendapat antibiotik yang tepat, seperti pada
pasien ini, manifestasi klinis relaps dapat terjadi sesudah dua minggu setelah
penghentian pemberian antibiotic. Namun biasanya lebih ringan dan lebih pendek.
Pada kasus reinfeksi, respon imun sekunder (IgG) terkaktivasi secara berlebihan
sehingga IgM sulit terdeteksi. Sehingga, uji ini kemudian dimodifikasi dengan
menginaktivasi total IgG pada sampel serum. Uji ini dikenal dengan nama uji
Typhidot M, memungkinkan ikatan antara antigen dengan IgM spesifik yang ada
pasa serum pasien.
1,2,6

Strategi pencegahan yang dipakai adalah untuk selalu menyediakan
makanan dan minuman yang tidak terkontaminasi, higiene perorangan terutama
menyangkut kebersihan tangan dan lingkungan, sanitasi yang baik, dan
tersedianya air bersih sehari-hari. Strategi pencegahan ini menjadi penting seiring
dengan munculnya kasus resistensi. Selain strategi di atas, dikembangkan pula
vaksinasi terutama untuk para pendatang dari negara maju ke daerah yang
endemic demam typhoid. Vaksin-vaksin yang sudah ada yaitu:
Vaksin Vi Polysaccharide
Vaksin ini diberikan pada anak dengan usia di atas 2 tahun dengan
dinjeksikan secara subkutan atau intra-muskuler. Vaksin ini efektif selama 3
tahun dan direkomendasikan untuk revaksinasi setiap 3 tahun. Vaksin ini
memberikan efi kasi perlindungan sebesar 70-80%.
41

Vaksin Ty21a
Vaksin oral ini tersedia dalam sediaan salut enterik dan cair yang
diberikan pada anak usia 6 tahun ke atas. Vaksin diberikan 3 dosis yang
masing-masing diselang 2 hari. Antibiotik dihindari 7 hari sebelum dan
sesudah vaksinasi. Vaksin ini efektif selama 3 tahun dan memberikan efi
kasi perlindungan 67-82%.
Vaksin Vi-conjugate
Vaksin ini diberikan pada anak usia 2-5 tahun di Vietnam dan
memberikan efi kasi perlindungan 91,1% selama 27 bulan setelah vaksinasi.
Efi kasi vaksin ini menetap selama 46 bulan dengan efi kasi perlindungan
sebesar 89%.
Apabila ditangani dengan antibiotic yang tepat, pasien demam typhoid
dapat membaik dalam 3-5 hari. Tetapi, pasien dengan demam typhoid yang
berat, sebaiknya diberikan penanganan via intravena dan rawat inap di
rumah sakit.
15
Pasien dengan demam tifoid berat harus dirawat inap hingga melalui
fase akut penyakit. Kasus tanpa komplikasi umumnya dapat melanjutkan
pengobatan dengan rawat jalan kecuali pasien adalah pasien berisiko
menularkan atau tidak dapat sepenuhnya dipantau di luar rumah.
15
Setelah selesai rawat inap di rumah sakit, pasien harus dipantau untuk
kambuh atau komplikasi selama 3 bulan setelah pengobatan telah dimulai.
Lima persen sampai 10% dari pasien yang diobati dengan antibiotik
pengalaman kekambuhan demam tifoid setelah pemulihan awal. Relaps
42

biasanya terjadi kira-kira 1 minggu setelah terapi dihentikan, tapi pernah
dilaporkan bahwa terjadi kekambuhan pada hari ke-70. Dalam kasus ini,
hasil kultur darah yang positif lagi, dan tingkat serum tinggi H, O, dan
antibodi Vi dan bangkit bintik-bintik mungkin muncul kembali.
15

Kekambuhan pada demam tifoid umumnya ringan dan durasi pendek
dari penyakit awal. Dalam kasus yang jarang terjadi, kambuh kedua atau
bahkan ketiga terjadi. Terutama, tingkat kambuh jauh lebih rendah setelah
pengobatan dengan obat kuinolon baru, yang memiliki penetrasi intraseluler
yang efektif.
15

S. typhi dan S. paratyphi jarang mengembangkan resistensi antibiotik
selama pengobatan. Jika antibiotik telah dipilih sesuai dengan sensitivitas,
kambuh harus mendikte pencarian untuk anatomi, patologis, atau genetik
kecenderungan bukan untuk alternatif antibiotik.
15

Pada pasien ini, didapatkan perbaikan, sehinggal pada hari ke-6
perawatan, diputuskan pasien dapat melajutkan perawatan di rumah dengan
pengawasan ibu pasien. Disarankan pasien untuk kontrol satu minggu
setelah selesai rawat inap untuk melihat apakah terjadi kekambuhan pada
pasien.

Anda mungkin juga menyukai