Anda di halaman 1dari 8

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS 2013

IV - 1


BAPPEDA KABUPATEN GUNUNGKIDUL
BAB IV RONA LINGKUNGAN AWAL

A. LOKASI KAJIAN
Kajian Lingkungan Hidup Strategis ini dilaksanakan di Kecamatan Playen
Kabupaten Gunungkidul. Kecamatan Playen terletak pada koordinat 07 56 40 LS dan
110 32 59 BT dengan luas wilayah 6.292,19 hektar. Secara administrasi kecamatan
Playen berbatasan langsung dengan :
Sebelah Utara : Kecamatan Patuk
Sebelah Selatan : Kecamatan Paliyan
Sebelah Barat : Kabupaten Bantul
Sebelah Timur : Kecamatan Wonosari
Secara administrasi, Kecamatan Playen terbagi atas tigabelas desa yang terbagi
kedalam 101 dusun, 101 RW, 605 RT. 13. Pembagian administrasi kecamatan Playen
tersaji pada tabel 4.1. berikut. Peta Administrasi Kecamatan Playen tersaji di gambar 2.1.
pada BAB II.
Tabel 4.1. Wilayah administrasi Kecamatan Playen
No Nama Desa Jumlah Dusun RT RW
1 Banyusoco 8 8 60
2 Plembutan 11 21 42
3 Bleberan 11 11 85
4 Getas 6 12 40
5 Dengok 6 6 23
6 Ngunut 3 3 22
7 Playen 7 16 34
8 Ngawu 4 8 31
9 Bandung 8 8 38
10 Logandeng 10 10 66
11 Gading 10 26 92
12 Banaran 9 9 49
13 Ngleri 8 14 27
Sumber : Bappeda Gunungkidul, 2012

B. RONA LINGKUNGAN FISIK
1) Iklim
Secara umum, Kabupaten Gunungkidul termasuk pada kawasan iklim tropika
basah. Curah hujan rata-rata pada Tahun 2010 sebesar 1.954,43 mm/tahun dengan
jumlah hari hujan rata-rata 103 hari/ tahun. Bulan basah 7 bulan, sedangkan bulan
kering berkisar 5 bulan. Wilayah Kabupaten Gunungkidul sebelah utara merupakan



KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS 2013

IV - 2


BAPPEDA KABUPATEN GUNUNGKIDUL
wilayah yang memiliki curah hujan paling tinggi dibanding wilayah tengah dan
selatan. Wilayah Gunungkidul wilayah selatan mempunyai awal hujan paling
akhir. Suhu udara rata-rata harian 27,7 C, suhu minimum 23,2C dan suhu
maksimum 32,4C. Kelembaban nisbi berkisar antara 80 % - 85 %, tidak terlalu
dipengaruhi oleh tinggi tempat, tetapi lebih dipengaruhi oleh musim. Berdasarkan
peta Iklim Kabupaten Gunungkidul dalam dokumen RTRW Kabupaten Gunungkidul
tahun 2010 2030, rata-rata curah hujan di Kecamatan Playen adalah 2500 3000
mm/tahun.
2) Fisiografi
a. Geologi
Secara fisiografi, kecamatan Platen terdapat pada Zona Pegunungan Selatan
dengan ketinggian antara 150 hingga 700 meter dpal. Berdasarkan morfologinya,
Kabupaten Gunungkidul terbagi atas 3 zona pengembangan yaitu :
1. Zona Utara disebut wilayah Batur Agung dengan ketinggian 200 m - 700 m di
atas permukaan laut. Keadaannya berbukit-bukit, terdapat sumber-sumber air
tanah kedalaman 6m-12m dari permukaan tanah. Jenis tanah didominasi latosol
dengan bataun induk vulkanik dan sedimen taufan. Wilayah ini meliputi
Kecamatan Patuk, Gedangsari, Nglipar, Ngawen, Semin, dan Kecamatan
Ponjong bagian utara.
2. Zona Tengah disebut wilayah pengembangan Ledok Wonosari, dengan
ketinggian 150 m - 200 mdpl. Jenis tanah didominasi oleh asosiasi mediteran
merah dan grumosol hitam dengan bahan induk batu kapur. Sehingga meskipun
musim kemarau panjang, partikel-partikel air masih mampu bertahan. Terdapat
sungai di atas tanah, tetapi dimusim kemarau kering. Kedalaman air tanah
berkisar antara 60 m - 120 m dibawah permukaan tanah. Wilayah ini meliputi
Kecamatan Playen, Wonosari, Karangmojo, Ponjong bagian tengah dan
Kecamatan Semanu bagian utara.
3. Zona Selatan disebut wilayah pengembangan Gunung Seribu (Duizon
gebergton atau Zuider gebergton), dengan ketinggian 0 m - 300 mdpl. Batuan
dasar pembentuknya adalah batu kapur dengan ciri khas bukit-bukit kerucut
(Conical limestone) dan merupakan kawasan karst. Pada wilayah ini banyak
dijumpai sungai bawah tanah. Zone Selatan ini meliputi Kecamatan Saptosari,
Paliyan, Girisubo, Tanjungsari, Tepus, Rongkop, Purwosari, Panggang, Ponjong
bagian selatan, dan Kecamatan Semanu bagian selatan.



KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS 2013

IV - 3


BAPPEDA KABUPATEN GUNUNGKIDUL
Secara geomorfologi Kecamatan Playen terdapat pada dua satuan bentuk
lahan yaitu perbukitan struktural yang merupakan bagian dari Batur Agung range di
bagian Barat dan Ledok Wonosari di bagian Timur.
Stratigrafi regional kawasan Gunungkidul secara umum tersusun oleh batuan
yang terbentuk oleh proses pengendapan gaya berat (gravity depositional
processes), batuan ini dicirikan adanya adah pelapisan yang mempunyai
kemiringan kearah selatan. Stratigrafi regional dari yang tua hingga yang muda
adalah sebagai berikut :
- Formasi Kepek Wonosari : formasi ini terdiri dari litologi batugamping,
batugamping napalan-tufan, batugamping konglomerat, dan batulanau.
Kemudian diatasnya terendapkan secara tidak selaras Formasi Kepek
dengan litologi berupa napal dan batugamping berlapis. Umur
pengendapan pada kala miosen tengah miosen akhir
- Formasi Oyo : Formasi ini berisikan napal tufan, tuf andesitan, dan
batugamping konglomeratan. Formasi Oyo umumnya berlapis baik. Umur
satuan ini di daerah Manyaran adalah hasil Miosen Tengah (N9 -
N13).Mengingat hubungannya yang menjemari dengan bagian bawah
Formasi Wonosari, maka sangat boleh jadi satuan ini berumur Miosen
Tengah.Lingkungan pengendapannya laut dangkal (neritik) yang
dipengaruhi kegiatan gunungapi. Formasi Oyo terlampar luas di sepanjang
S. Oyo mulai dari batas Barat Lembar menyebar ke Timur sampai ke Desa
Senini dan Sambang.Ketebalan satuan lebih dari 140 m. Formasi Oyo
menindih takselaras Formasi Semilir dan Formasi Nglanggran, serta
menjemari dengan bagian bawah Formasi Wonosari. Formasi Oyo
diperkenalkan oleh Bothe (1929) dengan lokasi tipe di sepanjang S. Oyo
sebelah utara Wonosari.
- Formasi Sambipitu : Formasi Sambipitu tersusun oleh batupasir yang
bergradasi menjadi batulanau atau batulempung. Di bagian bawah
batupasir masih menunjukkan sifat volkanik sedang ke arah atas yang
berubah menjadi batupasir yang bersifat gampingan. Fomasi ini berumur
antara miosen awal miosen tengah dengan ketebalan sekitar 150 meter.
- Formasi Nglanggran: Formasi ini tersusun secara dominan oleh breksi
vulkanik dengan beberapa sisipan lava yang telah mengalami breksiasi
dan terletak selaras di atas Formasi Semilir. Formasi ini diperkirakan



KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS 2013

IV - 4


BAPPEDA KABUPATEN GUNUNGKIDUL
berumur Miosen Awal. Semakin ke atas formasi ini berubah secara
gradasional menjadi Formasi Sambipitu.
- Formasi Semilir : Litologi dari Formasi ini umumnya terdiri dari batupasir
tufaan, batu lanau dan batulempung. Pada beberapa bagian terdapat pula
batupasir tufan konglomeratan, yang sebagian besar fragmennya berupa
pumis. Formasi ini terbentuk pada kala Miosen awal bagian tengah
pengendapan.
- Formasi Kebobutak : Litologi dari formasi ini terdiri bagian atas yang terdiri
dari perselingan batupasir, batulempung dan lapisan tipis tuf asam dan
bagian bawah terdiri dari batupasir, batulanau, batulempung, serpih, tuf,
dan agglomerat. Formasi ini terbentuk pada kala Miosen awal bagian awal
pengendapan.
b. Hidrologi
Air permukaan di Kecamatan Playen terdiri dari air yang ada didalam telaga,
danau, situ, waduk/reservoir buatan. Sistem hidrologi dari kecamatan Playen adalah
system hidrologi karst. Sistem hidrologi karst merupakan system hidrologi unik dan
berbeda dengan system yang lain, hal ini disebabkan karena proses yang terjadi
pada system karst merupakan proses solusional atau pelarutan. Konsep pola aliran
pada sistem hidrologi karst berbeda dengan sistem das yang mudah dikenali
dimana inlet dan outlet dari DAS tersebut. Sebaliknya, konsep DAS aliran
permukaan di daerah karst sulit dikenali karena lebih berkembangnya bawah
permukaan. Kenyataan yang ada adalah banyaknya lorong-lorong hasil proses
solusional dan sangat sedikitnya aliran permukaan (Haryono dan Adjie, 2010).
Jankowski (2001) mengatakan bahwa terdapat tiga komponen utama pada
sistem hidrologi karst, yaitu : akuifer, sistem hidrologi permukaan, dan sistem
hidrologi bawah permukaan. Di karst, cekungan bawah permukaan dapat
diidentifikasi dengan mencari hubungan 19 antara sungai yang tertelan (swallow
holes) dan mata air. Cekungan bawah permukaan ini dapat berkorelasi dengan
cekungan aliran permukaan (DAS) jika jalur-jalur lorong solusional pada bawah
permukaan utamanya bersumber pada sungai permukaan yang masuk melalui
ponor. Tapi, secara umum batas antara DAS permukaan dan bawah permukaan
adalah tidak sama. Sistem bawah permukaan, terutama yang memiliki kemiringan
muka airtanah yang rendah dapat mempunyai banyak jalur dan outlet (mataair).
Selanjutnya, karena terus berkembangnya proses pelarutan, muka airtanah, mataair



KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS 2013

IV - 5


BAPPEDA KABUPATEN GUNUNGKIDUL
dan jalur sungai bawah tanah di akuifer karst juga dapat berubah-ubah menurut
waktu (Haryono dan Adjie, 2010).
c. Tanah
Berdasarkat peta jenis tanah yang dikeluarkan oleh BAPPEDA Gunungkidul
tahun 2010, jenis tanah dominan di Kecamatan Playen adalah Mediteran dan
Grumosol atau Vertisol. Bahan induk dari kedua jenis tanah ini berasal dari batu
gamping yang ada dibawahnya.
o Mediteran
Jenis tanah Mediteran banyak terdapat di kawasan pesisir bagian Timur
dengan litologi bantugamping. Secara geologi, pembentukan terra rossa (tanah
Mediteran) dihubungkan dengan batugamping Mesozoik. Vinasse de Regny (1964)
mengemukakan suatu teori dengan menyatakan adanya pengendapan-
pengendapan besi dari larutan alkalis yang bersentuhan dengan batugamping
diperkaya dengan besi yang menyebabkan warna merah. Penyelidikan pada tanah-
tanah merah di Italia selatan Galdieri (1913) berkesimpulan bahwa pembentukan
tanah Mediteran Merah Kuning tidak berhubungan dengan batugamping terutama
susunan mineraloginya. Dengan dasar-dasar tersebut diatas Blanck menyelidiki
asal dari sifat dasar pembentukan tanah Mediteran Merah Kuning. Hasilnya sebagai
berikut: larutan-larutan besi terutama dari sumber-sumber gamping dan dolomite
menyusup kedalam retakan-retakan dan lubang-lubang batugamping, karena Fe
bersentuhan dengan Ca maka terjadi pengendapan. Tingginya curah hujan
menyebabkan masukan air yang cukup banyak, hal ini menyebabkan Fe akan
menyusup dan terakumulasi pada batugamping. Sebaliknya CO2 menyebabkan
larutan Ca dan Mg dari batugamping atau bikarbonat yang terlindi hilang. Sisa-sisa
perlindian adalah Si bersama-sama dengan endapan besi membentuk terra rossa
(Darmawidjaya, 1996).
o Vertisol atau Grumosol
Nama grumosol berasalah dari kata grumus yang artinya gumpal keras, yang
meliputi tanah-tanah yang dinamakan Margalite Soil, Black Earth (Darmawidjaya
1997). Pada umumnya tanah vertisol berwarna hitam dan memiliki cirri khusus yaitu
akan mengembang dalam kondisi basah dan mengerut pada kondisi kering yang
diistilahkan dengan nilai cole atau kemampuan mengembang dan mengkerut.
Kemampuan mengembang tanah ini dalam kondisi basah volumenya bisa mencapai



KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS 2013

IV - 6


BAPPEDA KABUPATEN GUNUNGKIDUL
tiga kali lipat jika dibandingkan pada kondisi kering. Kemampuan mengembang dan
mengkerut dari tanah Vertisol berasal dari mineral dominan yang menyusun tanah
ini yaitu mineral lempung montmorilonit.
Menurut Darmawidjaya (1997) ciri-ciri dari tanah ini adalah (1) memiliki tekstur
lempung dalam bentuk yang mencirikan, tanpa horizon eluvial dan iluvial, (2)
struktur lapisan atas granuler, sering berbentuk seperti bunga kubis, struktur lapisan
bawah gumpal dan pejal, (3) mengandung kapur, (4) koefisien ekspansi (pemuaian)
dan kontraksi (pengkerutan) tinggi jika dirubah kadar airnya, (5) seringkali
mikroreliefnya gilgai atau peninggian-peninggian setempat yang teratur, (6)
konsistensi luar biasa liat, (7) bahan induk berkapur dan berlempung sehingga
kedap air, (8) kedalaman solum rata-rata 75 cm, dan (9) warna cenderung gelap
(chroma kecil). Jenis tanah ini memiliki kandungan bahan organik yang cenderung
tinggi, hal inilah yang menyebabkan warna tanah cenderung gelap.
3) Penggunaan lahan
Penggunaan lahan di kecamatan Playen cenderung bervariasi.
Penguunaan lahan utama berupa hutan rakyat yang kemudian disusul dengan
pertanian lahan kering. Menurut data BPS tahun 2012, penggunaan lahan di
Kecamatan Playen terdiri atas tanah sawh, tanah kering, bangunan, hutan rakyat,
hutan Negara, dan lainnya. Distribusi luasan penggunaan lahan di kecamatan
Playen tersaji pada tabel 4.2 berikut.
Tabel 4.2. Penggunaan lahan di Kecamatan Playen
No Jenis Penggunaan Luasan (Ha)
1 Tanah Sawah 183,8
2 Lahan Kering 3968,3
3 Bangunan 1649,5
4 Hutan Rakyat 179,1
5 Lainnya 4545,5
Sumber : BPS, 2012

C. RONA LINGKUNGAN BIOTIK
Keanekaragaman hayati pada suatu ekosistem akan menunjukkan
keanekaragaman spesies, dimana semakin banyak keanekaragaman ekosistem maka
semakin beragam pula spesies yang dapat hidup pada tempat tersebut. Akan tetapi
seiring dengan semakin pesatnya pembangunan maka tempat hidup bagi berbagai
macam vegetasi dan fauna juga semakin terdesak. Di Kecamatan Playen terdapat



KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS 2013

IV - 7


BAPPEDA KABUPATEN GUNUNGKIDUL
sebuah hutan penelitian yang merupakan zona konservasi plasma nutfah atu
keanekaragaman hayati yaitu hutan Wanagama I.
Kawasan Kecamatan Playen termasuk dalam ekosistem karst dimana ekosistem
karst memiliki potensi bahan galian yang cukup tinggi yaitu batugamping. Solum tanah
yang tipis dan ketersediaan air permukaan yang terbatas menyebabkan tingkat kesuburan
tanah di daerah karst cukup rendah hal ini menyebabkan tidak banyan jenis tanaman
yang mampu menyesuaikan diri untuk tumbuh di daerah ini. Menurut data dari laporan
status keanerkaragaman hayati Kementerian Lingkungan Hidup, Flora yang terdapat
pada ekosistem karst diantaranya dimanfaatkan sebagai bahan obat, yaitu 25 jenis, buah
23 spesies, sayur 20 spesies, hias 19 spesies,pangan 9, rempah-rempah 8 dan industri 6
spesies, sedangkan spesies yang multifungsi ada 39 jenis spesies. Spesies-spesies ini
memiliki beberapa macam manfaat. Dibandingkan dengan ekosistem vulkan,
keanekaragaman pada ekosistem ini sangat rendah keanekaragamannya karena hanya
memiliki 149 spesies.
Ekosistem karst memiliki keunikan habitat dengan berbagai fauna. Fauna yang
dapat ditemui adalah fauna yang dikembangkan terutama adalah sebagai bahan pangan
sehingga ekosistem ini sangat baik dikembangkan sebagai daerah peternakan. Pada
ekosistem ini terdapat 13 jenis spesies yang diternakkan seperti sapi, domba, itik, ayam,
angsa, kalkun, merpati, kelinci, kerbau, kuda, kambing dan babi. Banyaknya rumput-
rumputan, seperti rumput gajah, sangat mendukung bagi usaha peternakan warga.
Selain jenis yang diternakkan, ekosistem ini merupakan habitat bagi berbagai jenis
burung. Keanekaragaman jenis burung ini sangat berpotensi dijadikan daerah ekowisata
karst dan daerah penelitian bagi keanekaragaman burung. Pengambilan burung dengan
jumlah tertentu dan pengaturan waktu dapat dilakukan bagi kesejahteraan masyarakat
tanpa merusak keseimbangan ekosistem yang ada.
D. RONA LINGKUNGAN SOSIAL
Jumlah penduduk di Kecamatan Playen pada tahun 2012 sebanyak 58.789 jiwa
berdasarkan data Kecamatan Playen Dalam Angka 2012. Komposisi jumlah penduduk
berdasarkan jenis kelamin adalah 28.838 jiwa adalah laki-laki dan 29.951 adalah
perempuan dengan total jumlah kepala keluarga adalah 16.582 KK.
Matapencaharian dominan di Kecamatan Playen adalah sebagai petani yaitu
sebanyak 16.395 orang, kemudian disusul dengan buruh perkebunan sebanyak 3.122.



KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS 2013

IV - 8


BAPPEDA KABUPATEN GUNUNGKIDUL
Sektor industry kecil di kecamatan Playen cukup banyak, hal ini ditunjukkan dengan
banyaknya penduduk yang bermata pencaharian sebagai pengusaha di sector industry
kecil sebanyak 2.310 jiwa dan 876 jiwa merupakan pengusaha kelas menengah dan
besar.
Kondisi alam merupakan salah satu factor yang berpengaruh pada budaya
masyarakat setempat. Pada umumnya, kondisi social budaya di Kabupaten Gunungkidul
masih bersifat tradisional yang masih memegang teguh budaya warisan dari leluhur.
Keberadaan beberapa situs di Kecamatan Playen menunjukkan bahwa kecamatan ini
telah memiliki budaya yang cukup maju sejak ribuan tahun yang lalu. Salah satu warisan
leluhur yang masih dipegang teguh oleh masyarakat Playen adalah adanya upacara adat
yang berupa rasulan atau sedekah bumi. Rasulan merupakan sebuah budaya atau
upacara adat yang merupakan bentuk dari rasa syukur dan terimakasih masyarakat
kepada Tuhan atas berkah yang mereka terima melalui hasil-hasil pertanian. Selain itu,
upacara rasulan juga merupakan bentuk apresiasi masyarakat kepada lingkungan yang
telah mampu memenuhi kebutuhan baik pangan maupun papan untuk masyarakat.
E. KERAWANAN BENCANA
Berdasarkan Undang-undang no 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana, risiko bencana didefinisikan sebagai potensi kerugian yang ditimbulkan akibat
bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka,
sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta,
dan gangguan kegiatan masyarakat. Berdasarkan dokumen RTRW Kabupaten
Gunungkidul, kecamatan Playen memiliki kerentanan terhadap beberapa jenis bencana
alam yaitu gempabumi, kekeringan, angin topan, banjir terutama di kawasan sekitar
sungai Oyo, dan bencana sosial.

Anda mungkin juga menyukai