dari redaksi
EVALUASI DIRI ADALAH CIRI KEMATANGAN
Tidak ada yang abadi di dunia ini, yang abadi adalah yang tidak abadi. Segala
sesuatu akan berubah, yang tidak berubah adalah perubahan. Terkadang perubahan
adalah hal yang tidak menyenangkan. Apalagi kita berpikir dan merasa keadaan kita sangat
baik. Pepatah mengatakan penemuan terbesar dalam hidup adalah menemukan hal yang
luar biasa dari keadaan yang biasa atau mungkin kita bisa mengatakan the enemy of a great
life is a good life. Mudah sekali untuk meneruskan apa yang sudah berjalan dengan rutinitas
yang ada. Mengapa harus membebani diri dengan perubahan?
Perubahan adalah esensi dari pemastian akan sebuah kualitas, yang lebih dikenal
dengan penjaminan mutu (Quality Assurance). Siapa yang berkepentingan dalam
penjaminan mutu di perguruan tinggi? Walaupun pada hakikatnya kita adalah institusi yang
memiliki otonomi, tetapi kita bertanggung jawab terhadap semua stakeholders, pemerintah,
mahasiswa/keluarganya, asosiasi profesi, pemberi dana, dunia usaha dan industri, dan staf.
Setiap usaha penjaminan mutu dimulai dengan evaluasi diri. Tujuan evaluasi diri
adalah untuk mendapatkan profil diri yang komprehensif untuk perencanaan dan perbaikan
diri yang berkesinambungan, jaminan mutu internal lembaga, dan persiapan untuk evaluasi
eksternal (akreditasi). Untuk itu semua diperlukan kematangan.
Mari kita meningkatkan daya saing nasional melalui peningkatan mutu.
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 No. 3 September 2006 ii
2
3
petunjuk untuk penulis
Majalah Kedokteran Nusantara (MKN) adalah publikasi bulanan yang menggunakan sistem peer-review untuk
seleksi makalah. MKN menerima artikel penelitian yang original yang relevan dengan bidang kesehatan,
kedokteran dan ilmu kedokteran dasar di Indonesia. MKN juga menerima tinjauan pustaka, laporan kasus,
penyegar ilmu kedokteran, universitas, ceramah dan surat kepada redaksi.
1. Artikel Penelitian: Berisi artikel mengenai hasil penelitian original dalam ilmu kedokteran dasar maupun
terapan, serta ilmu kesehatan pada umumnya. Format terdiri dari: Pendahuluan; berisi latar belakang,
masalah dan tujuan penelitian. Bahan dan Cara; berisi desain penelitian, tempat dan waktu, populasi dan
sampel, cara pengukuran data, dan analisa data. Hasil; dapat disajikan dalam bentuk tekstular, tabular,
atau grafika. Berikan kalimat pengantar untuk menerangkan tabel dan atau gambar terapi jangan
mengulang apa yang telah disajikan dalam tabel/gambar. Diskusi; Berisi pembahasan mengenai hasil
penelitian yang ditemukan. Bandingkan Hasil teresbut dengan Hasil penelitian lain. Jangan mengulang
apa yang telah ditulis pada bab. Hasil Kesimpulan: Berisi pendapat penulis berdasarkan hasil
penelitiannya. Ditulis ringkas, padat dan relevan dengan hasil.
2. Tinjauan Pustaka: Merupakan artikel review dari jurnal dan atau buku mengenai ilmu kedokteran dan
kesehatan yang mutakhir.
3. Laporan Kasus: Berisi artikel tentang kasus di klinik yang cukup menarik dan baik untuk disebarluaskan di
kalangan sejawat lainnya. Format terdiri atas: Pendahuluan, Laporan Kasus, Pembahasan.
4. Penyegar Ilmu Kedokteran: berisi artikel yang mengulas berbagai hal lama tetapi masih up to date dan
perlu disebarluaskan.
5. Ceramah: tulisan atau laporan yang menyangkut dunia kedokteran dan kesehatan yang perlu
disebarluaskan.
6. Editorial: berisi artikel yang membahas berbagai masalah ilmu kedokteran dan kesehatan yang dewasa ini
sedang menjadi topik di kalangan kedokteran dan kesehatan.
Petunjuk Umum
Makalah yang dikirim adalah makalah yang belum pernah dipublikasikan. Untuk menghindari duplikasi, MKN tidak
menerima makalah yang juga dikirim pada jurnal lain pada waktu yang bersamaan untuk publikasi. Penulis harus
memastikan bahwa seluruh penulis pembantu telah membaca dan menyetujui makalah.
Semua makalah yang dikirimkan pada MKN akan dibahas para pakar dalam bidang keilmuan tersebut (peer-
review) dan redaksi. Makalah yang perlu perbaikan formata atau isinya akan dikembalikan pada penulis untuk
diperbaiki. Makalah yang diterbitkan harus memiliki persetujuan komisi etik. Laporan tentang penelitian pada
manusia harus memperoleh persetujuan tertulis (signed informed consent).
Penulisan Makalah
Makalah, termasuk tabel, daftar pustaka, dan gambar harus diketik 2 spasi pada kertas ukuran 21,5 x 28 cm (kertas
A4) dengan jarak tepi minimal 2,5 cm jumlah halaman maksimum 20. Setiap halaman diberi nomor secara berurutan
dimulai dari halaman judul sampai halaman terakhir. Kirimkan sebuah makalah asli dan 2 buah fotokopi seluruh
makalah termasuk foto serta disket. Tulis nama file dan program yang digunakan pada label disket. Makalah dan
gambar yang dikirim pada MKN tidak akan dikembalikan pada penulis. Makalah yang dikirim untuk MKN harus
disertai surat pengantar yang ditandatangani penulis.
Halaman Judul
Halaman judul berisi judul makalah, nama setiap penulis dengan gelar akademik tertinggi dan lembaga afiliasi
penulis, nama dan alamat korespondensi, nomor telepon, nomor faksimili dan alamat e-mail. Judul singkat dengan
jumlah maksimal 40 karakter termasuk huruf spasi. Untuk laporan kasus, dianjurkan agar jumlah penulis dibawati
sampai 4 orang.
Abstrak dan Kata Kunci
Abstrak untuk Artikel Penelitian, Tinjauan Pustaka, dan Laporan Kasus dibuat dalam bahasa Indonesia dan bahasa
Inggris dalam bentuk tidak terstruktur dengan jumlah maksimal 200 kata. Artikel penelitian harus berisi tujuan
penelitian, metode, hasil utama dan kesimpulan utama. Abstrak dibuat ringkas dan jelas sehingga memungkinkan
pembaca memahami tentang aspek baru atau penting tanpa harus membaca seluruh makalah.
Teks Makalah
Teks makalah disusun menurut subjudul yang sesuai yaitu Pendahuluan (Introduction), Metode (Methods), hasil
(Results) dan diskusi (Discussion) atau format IMRAD.
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 No. 3 September 2006 iv
4
Cantumkan ukuran dalam unit/satuan System Internationale (SI units). Jangan menggunakan singkatan tidak
baku. Buatlah singkatan sesuai anjuran Style Manual for Biological Sciences misal mm, kcal. Laporan satuan
panjang, tinggi, berat dan isi dalam satuan metrik (meter, kilogram, atau liter). Jangan memulai kalimat
dengan suatu bilangan numerik, untuk kalimat yang diawali dengan suatu angka, tetapi tuliskan dengan huruf.
Tabel
Setiap tabel harus diketik 2 spasi. Nomor tabel berurutan sesuai dengan urutan penyebutan dalam teks. Setiap tabel
diberi judul singkat. Setiap kolom diberi subjudul singkat. Tempatkan penjelasan pada catatan kaki, bukan pada judul.
Jelaskan dalam catatan kaki semua singkatan tidak baku yang ada pada tabel, jumlah tabel maksimal 6 buah.
Gambar
Kirimkan gambar yang dibutuhkan bersama makalah asli. Gambar sebaiknya dibuat secara profesional dan di foto.
Kirimkan cetakan foto yang tajam, di atas kertas kilap, hitam-putih, ukuran standar 127x173 mm, maksimal 203x254
mm. Setiap gambar harus memiliki label pada bagian belakang dan berisi nomor gambar, nama penulis, dan tanda
penunjuk bagian atas gambar. Tandai juga bagian depan. Bila berupa gambar orang yang mungkin dapat
dikenali, atau berupa illustrasi yang pernah dipublikasikan maka harus disertai izin tertulis. Gambar harus diberi nomor
urut sesuai dengan pemunculan dalam teks, jumlah gambar maksimal 6 buah.
Metode Statistik
Jelaskan tentang metode statistik secara rinci pada bagian Metode. Metode yang tidak lazim, ditulis secara rinci
berikut rujukan metode tersebut.
Ucapan Terimakasih
Batasi ucapan terimakasih pada para profesional yang membantu penyusunan makalah, termasuk pemberi dukungan
teknis, dana dan dukungan umum dari suatu institusi.
Rujukan
Rujukan ditulis sesuai aturan penulisan Vancouver, diberi nomor urut sesuai dengan pemunculan dalam keseluruhan
teks, bukan menurut abjad. Cantumkan semua nama penulis bila tidak lebih dari 6 orang; bila lebih dari 6 orang
penulis pertama diikuti oleh et al. Jumlah rujukan sebaiknya dibatasi sampai 25 buah dan secara umum dibatasi pada
tulisan yang terbit dalam satu dekade terakhir. Gunakan contoh yang sesuai dengan edisi ke-5 dari Uniform
Requirements for Manuscripts Submitted to Biomedical Journals yang disusun oleh International committee of Medical
Journal Editors, 1997. Singkatan nama jurnal sesuai dengan Index Medicus.
Hindari penggunaan abstrak sebagai rujukan. Untuk materi telah dikirim untuk publikasi tetapi belum
diterbitkan harus dirujuk dengan menyebutkannya sebagai pengamatan yang belum dipublikasi (Unpublished
observations) seizin sumber. Makalah yang telah diterima untuk publikasi tetapi belum terbit dapat digunakan
sebagai rujukan dengan perkataan in press. Contoh:
Leshner Al. Molecular mechaisms of cocine additiction. N Engl J Med. In press 1996.
Hindari rujukan berupa komunikasi pribadi (personal communication) kecuali untuk informasi yang tidak
mungkin diperoleh dari sumber umum. Sebutkan nama sumber dan tanggal/komunikasi, dapatkan izin tertulis
dan konfirmasi ketepatan dari sumber komunikasi.
Makalah dikirimkan pada:
Pemimpin Redaksi Majalah Kedokteran Nusantara
Jl. dr. Mansur No. 5
Medan 20155
Indonesia
v Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 No. 3 September 2006
5
DAFTAR ISI
Susunan Redaksi
i
Dari Redaksi
ii
Petunjuk untuk Penulis
iv
Daftar Isi
vi
KARANGAN ASLI
1. Terapi Glaukoma Primer Sudut Tertutup Akut dengan Iridoplasti dan Iridotomi Laser
Edi S. Affandi, Indriani Pudjiastuti
135
2. Data Concerning Primary Angle Closure Glaucoma in Indonesia
Edi S. Affandi
142
3. Retinoblastoma in Children in Haji Adam Malik Hospital Medan
Selvi Nafianti
149
4. A Comparative Study on The Physical Fitness Level Using The Harvard, Sharkey, and
Kash Step Test
Gusbakti Rusip
153
5. Translokasi Kuman pada Obstruksi Usus Mekanik Sederhana
di RSUP H. Adam Malik/RSUD Dr. Pirngadi Medan
Bachtiar Surya
157
6. Maternal and Fetal Complications of Cesarean Deliveries
Daulat H. Sibuea
165
TINJAUAN PUSTAKA
7. The Use of Versapoint in Operative Hysteroscopy
Budi R. Hadibroto
170
8. Anatomi Retroperitoneal Laparoskopik
Budi R. Hadibroto
175
9. Disfungsi Seksual pada Penderita Diabetes Mellitus Pria
Ridwan Harahap
180
10. Pedoman Peri-operatif Renal Assessment
Usul M. Sinaga
184
LAPORAN KASUS
11. Kematian Maternal pada Aborsi Berisiko
Daulat H. Sibuea
190
12. Perubahan Kualitas Hidup Penderita Pembesaran Prostat Jinak Pasca-prostatektomi
Terbuka
Usul M. Sinaga, Harry B., Aznan Lelo
193
Majalah Kedokteran Nusantara
Volume 39 No. 3 September 2006
ISSN: 0216-325X
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 No. 3 September 2006 vi
6
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 No. 3 September 2006 135
Terapi Glaukoma Primer Sudut Tertutup Akut
dengan Iridoplasti dan Iridotomi Laser
Edi S. Affandi, Indriani Pudjiastuti
Departemen Ilmu Penyakit Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta
Abstrak: Glaukoma primer sudut tertutup akut merupakan kasus kedaruratan medis yang
penatalaksanaannya mengharuskan melakukan tindakan iridotomi (iridektomi) sebagai terapi
definitifnya, baik dengan sinar laser atau bedah insisional. Tidak jarang iridotomi laser sulit
dilakukan karena sulitnya focusing laser oleh adanya edema kornea. Dilaporkan kasus glaukoma
primer sudut tertutup akut yang dilakukan tindakan iridoplasti laser lebih dahulu sehingga
membantu menurunkan tekanan intra okuler dan menjadikan kornea lebih jernih sebelum
melakukan iridotomi laser.
Abstract: Acute primary angle closure glaucoma is a medical emergency and the management
prescribed iridotomy (iridectomy) as definitive treatment, whether by incisional or laser surgery.
It is not uncommon that laser iridectomy is hard to perform because the difficulty to focus the
laser ray due to corneal edema. Case of acute primary angle closure glaucoma treated with laser
iridoplasty first to help reducing intra ocular pressure and make clearer cornea before performing
laser iridotomy is reported.
PENDAHULUAN
Glaukoma Primer Sudut Tertutup Akut
adalah glaukoma primer akibat sudut bilik
mata depan tertutup secara tiba-tiba oleh
jaringan iris sehingga tekanan intraokular
mendadak meningkat sangat tinggi.
1-3
Gejala
yang timbul adalah rasa sakit yang hebat
disertai dengan penglihatan kabur, mata
merah, kornea keruh, mual, dan muntah.
1-4
Penatalaksanaan glaukoma primer sudut
tertutup akut pada dasarnya dapat dibagi
dalam 4 tahap, yaitu segera menghentikan
serangan akut dengan obat-obatan, melindungi
mata sebelahnya dari kemungkinan terkena
serangan akut, melakukan iridektomi perifer
pada kedua mata sebagai terapi definitif serta
penatalaksanaan sekuele jangka panjang.
1
Obat-obatan yang biasa dipakai adalah
golongan hyperosmotic agent, penghambat
karbonik anhidrase, antagonis adregernik,
adrenergik dan tetes mata para
simpatomimetik.
1-2
Kadang-kadang dengan
obat-obatan tekanan intraokuler tidak dapat
diturunkan, sehingga tindakan iridektomi
perifer sebagai terapi definitif sulit dilakukan
akibat epitel kornea yang udema. Pada
keadaan tersebut, salah satu alternatif
menurunkan tekanan intraokuler adalah
dengan melakukan iridoplasti (peripheral
iridoplasy, gonioplasty)
1,3-4
sebelum iridektomi
laser dapat dilakukan.
Serangan akut pada glaukoma primer
sudut tertutup harus segera diatasi agar
kerusakan trabekulum, saraf optik, dan lensa
dapat diminimalkan serta pembentukan
sinekhia posterior dan sinekhia perifer anterior
(PAS) dapat dicegah. Jika tekanan intraokuler
sudah dapat diturunkan, maka iridektomi
perifer sebagai terapi definitif harus segera
dikerjakan untuk mencegah terjadinya
serangan akut yang berulang.
Pada keadaan di mana sudah terbentuk
PAS yang luas, iridektomi perifer saja
mungkin tidak cukup untuk mengontrol
tekanan intraokular dan operasi filtrasi
KARANGAN ASLI
Karangan Asli
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 No. 3 September 2006 136
mungkin diperlukan.
1,4
Dalam penatalaksanaan
glaukoma primer sudut tertutup akut sering
timbul masalah dalam memutuskan tindakan
bedah inisial apa yang akan diambil, apakah
cukup iridektomi perifer saja atau
memerlukan operasi filtrasi, terutama pada
kasus-kasus dengan serangan akut yang cukup
lama.
Pada makalah ini akan dipresentasikan
sebuah kasus glaukoma primer sudut tertutup
akut dengan waktu serangan yang sudah
cukup lama, kemudian dilakukan iridoplasti
dan iridotomi perifer laser. Tekanan
intraokulernya dapat terkontrol dalam 10
bulan pengamatan, tanpa memerlukan
tindakan operasi filtrasi.
Tujuan dari presentase ini adalah
mengemukakan iridoplasti sebagai tindakan
pertama dalam menurunkan tekanan intraokuler
dan menjelaskan penatalaksanaan glaukoma
primer sudut tertutup akut yang dianjurkan
saat ini, berkaitan dengan masalah di atas.
LAPORAN KASUS
Seorang laki-laki berusia 55 tahun dirujuk
ke Poliklinik Subbagian Glaukoma RSCM
oleh dokter spesialis mata (SpM) RS luar
dengan glaukoma akut mata kirinya. Pasien
mengeluh mata kirinya sakit, merah, dan
pandangan mata kabur disertai dengan mual
dan muntah. Sejak 20 hari yang lalu pasien
berobat ke SpM dengan hasil pemeriksaan
visus mata kanan 6/10, TIO 4/7,5, mata kiri
visus 3/60 dan TIO 2/10, mata merah.
Diberikan obat-obatan pilokarpin 2% 6xOS,
timolol 0,25% 2xOS, steroid topikal 6xOS,
asetazolamid 3x250mg dan KCL 3x1 tablet.
Empat hari kemudian pasien kontrol dan
didapatkan perbaikan klinis di mana mata
kanan visus 6/6 dan TIO 8/7,5 sedangkan
mata kiri visus 6/12 dan TIO 12/7,5. Sepuluh
hari yang lalu pasien kembali mengeluh sakit
yang sama pada mata kirinya, pandangan mata
kabur disertai mual dan muntah, padahal
menurut pasien obat-obatan masih dipakai.
Dua hari kemudian pasien berobat lagi ke
spesialis mata dan pada pemeriksaan
didapatkan mata kanan visus 6/6 dan TIO
8/7,5 sedangkan mata kiri visus 2/60, TIO
2/10, obat-obatan diteruskan. Keluhan
kemudian agak berkurang, sampai kira-kira 3
hari yang lalu timbul kembali keluhan seperti
di atas. Kemudian pasien berobat ke spesialis
mata tersebut 1 hari yang lalu dan didapatkan
visus mata kanan 6/6 dan TIO 7/7,5
sedangkan mata kiri visus 1/300 proyeksi
cahaya baik dan TIO 2/10 dan akhirnya pasien
dirujuk ke RSCM. Riwayat hipertensi dan
diabetes disangkal.
Pada pemeriksaan fisik di RSCM,
didapatkan keadaan umum baik, gizi cukup,
kesadaran kompos mentis, tekanan darah
150/90 mmHg, suhu afebril, nadi 80x/menit
dan pernafasan 20x/menit. muntah (-).
Pemeriksaan oftalmologis mata kanan
didapatkan visus 6/6, TIO 13 mmHg,
pergerakan baik ke segala arah, palpebra dan
konjungtiva tenang, kornea jernih, bilik mata
depan dangkal, gambaran iris baik, pupil
miosis dengan reflek, lensa dan vitreus jernih
serta pada funduskopi tampak papil bulat,
batas tegas dengan CD rasio 0,3,
perbandingan arteri dan vena 2:3, reflek
makula (+) dan gambaran retina normal.
Pemeriksaan oftalmologis mata kiri
didapatkan visus 6/60, TIO 71 mmHg,
palpebra udem dan spasme, konjungtiva bulbi
hiperemis dengan injeksi konjungtiva dan
injeksi silier, kornea udem, bilik mata depan
dangkal, gambaran iris masih baik, pupil
middilatasi dengan reflek cahaya menurun,
lensa katarak Vogt dan vitreus jernih serta
pada funduskopi tampak papil udem dengan
CD rasio sulit dinilai, refleks makula menurun
dengan gambaran retina baik.
Pemeriksaan gonioskopi pada mata kanan
tampak sudut terbuka sempit 360 dengan
ketebalan pigmen derajat 1 sedangkan pada
mata kiri sudut tertutup 360.
Pasien didiagnosis sebagai glaukoma
primer sudut tertutup akut mata kiri dan
hipertensi ringan. Terapi yang diberikan
adalah iridoplasti dengan argon laser. Energi
yang digunakan 500 mW, ukuran spot
500m, waktu paparan 0,2 detik sebanyak 50
kali. Sebelum tindakan diberikan tetrakain
0,5%, pilokarpin 2%, dan timolol 0,5% tetes
mata pada mata kiri. Sembilan puluh menit
kemudian, setelah tekanan intraokular dapat
diturunkan dan kornea menjadi jernih,
dilakukan iridotomi perifer laser. Digunakan
argon dan Nd:Yag laser untuk membuat
iridotomi perifer. Sebelum tindakan diberikan
tetrakain 0,5% tetes mata pada mata kiri.
Setelah iridoplasti, tekanan intraokular
dapat diturunkan menjadi 50 mmHg dalam
Edi S. Affandi dkk. Terapi Glaukoma Primer Sudut Tertutup Akut
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 No. 3 September 2006 137
15 menit, 40 mmHg dalam 30 menit, 32
mmHg dalam 60 menit dan 25 mmHg dalam
90 menit. Kemudian pasien dirawat dengan
diberikan obat-obatan timolol 0,5% 2x mata
kiri, steroid topikal 4x mata kiri dan
pilokarpin 2% 4x mata kanan. Tekanan
intraokular 6 jam pasca tindakan iridotomi
9/7,5.
Keesokan harinya pada pemeriksaan mata
kanan didapatkan visus 6/6, TIO 10 mmHg,
lain-lain tetap sedangkan mata kiri visus 6/30,
TIO 9 mmHg, palpebra udem dan spasme,
konjungtiva bulbi hipermis dengan injeksi
konjungtiva dan injeksi silier yang sudah
berkurang, kornea jernih, bilik mata depan
dangkal, gambaran iris baik pupil middilatasi
dengan refleks cahaya , tampak iridotomi
perifer pada jam satu, lensa katarak Vogt,
vitreus jernih dan pada funduskopi tampak
papil bulat, batas cukup tegas dengan CD
rasio 0,6, terdapat nasalisasi pembuluh darah
dengan perbandingan arteri dan vena 2:3,
refleks makula (+) dan gambaran retina baik.
Pemeriksaan gonioskopi mata kiri didapatkan
sudut terbuka sempit pada daerah temporal
dan inferior serta terutup pada daerah
superior dan nasal. Pasien dipulangkan.
Satu minggu kemudian pada pemeriksaan
didapatkan mata kanan visus 6/6, TIO 12 mm
Hg, lain-lain tenang. Mata kiri visus 6/30, TIO
17 mmHg, palpebra dan konjunctiva bulbi
tenang, kornea jernih, bilik mata depan
dangkal, gambaran iris baik, pupil middilatasi
dengan refleks cahaya (), iridotomi perifer
(+) pada jam 1, lensa katarak Vogt dan vitreus
jernih, funduskopi papil bulat, batas tegas CD
rasio 0,6 dengan nasalisasi pembuluh darah,
perbandingan arteri dan vena 2:3, refleks
makula (+), gambaran retina baik. Timolol
0,5% 2x dan steroid topikal 4x pada mata kiri
serta pilokarpin 2% 4x pada mata kanan tetap
diberikan.
Dua minggu pasca tindakan, pemeriksaan
mata kanan visus 6/6, TIO 14 mmHg, lain-
lain tenang, mata kiri visus 6/30, TIO 18
mmHg, lain-lain tetap. Dilakukan
pemeriksaan perimetri octopus dan
didapatkan lapang pandang berupa temporal
island pada mata kiri. Obat steroid topikal
distop, dan pilokarpin 2% 4x1 tetes mata
kanan. Enam minggu pasca tindakan,
pemeriksaan mata kanan visus 6/6, TIO 15
mmHg, lain-lain tenang, mata kiri visus 6/30,
TIO 18 mmHg, pupil middikatasi refleks
cahaya (-), lain-lain tetap. Dilakukan
gonioskopi ulang pada mata kiri dan
didapatkan sudut tertutup pada daerah
superior dan nasal, dan terbuka sempit pada
daerah temporal dan inferior. Dilakukan
iridotomi perifer laser pada mata kanan. Pasca
iridotomi diberikan steroid topikal 4x pada
mata kanan, dan pilokarpin distop.
Sepuluh bulan pasca tindakan,
pemeriksaan mata kanan visus 6/6, TIO 19
mmHg, lain-lain tenang. Mata kiri visus 6/30,
TIO 19 mmHg, lain-lain tetap.
DISKUSI
Serangan akut pada glaukoma primer
sudut tertutup harus segera diatasi, sebab
tekanan intraokuler yang tinggi secara
persisten dapat menyebabkan penutupan
sudut yang permanen, kerusakan trabekulum
dan nervus optikus yang irreversibel. Jika
tekanan intraokuler sudah dapat diturunkan,
maka terapi definitif berupa iridektomi perifer
harus segera dikerjakan untuk menghindari
terjadinya serangan akut yang berulang.
1,3,4
Penatalaksanaan serangan akut pada
pasien ini awalnya kurang baik karema tidak
segera dilakukan iridektomi perifer setelah
tekanan intraokuler dapat diturunkan yaitu
pada kontrol hari ke-4 setelah pengobatan,
sehingga terjadi serangan akut yang berulang.
Serangan akut ulangan ini, yang terjadi 10 hari
yang lalu, tampaknya tidak dapat diatasi
dengan baik, walaupun diberikan obat-obatan,
sehingga tekanan intraokuler tetap tinggi dan
visus makin memburuk sampai 1 hari yang
lalu.
Menurut David
5
, keterlambatan datang dan
waktu yang diperlukan untuk menghentikan
serangan mempunyai pengaruh terhadap hasil
akhir, sedangkan tingginya tekanan intraokular
pada saat serangan tidak dapat
memprediksikan prognosis jangka panjang.
Pada saat datang ke poliklinik subbagian
glaukoma, pasien masih dalam keadaan akut
dengan tekanan intraokular yang sangat tinggi
(71 mmHg), walaupun dengan obat-obatan.
Tindakan pertama yang harus dilakukan
adalah menurunkan tekanan intraokular
secepat mungkin, di mana salah satu alternatif
adalah melakukan iridoplasti
1,3-4,6
. Tindakan
iridoplasti dikemukakan terbukti efektif pada
keadaan refrakter terhadap obat-obatan.
1,4,6
Karangan Asli
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 No. 3 September 2006 138
Tekanan intraokular yang tinggi pada
keadaan akut disebabkan oleh adanya blok
pupil yang menyebabkan aliran aqueos dari
bilik mata belakang ke bilik mata depan
terhambat sehingga tekanan intraokular di
bilik mata belakang meningkat dan
mendorong iris bagian perifer ke depan (iris
bombe) sehingga menutup sudut bilik mata
depan.
1-2,4
Iridoplasti dapat membuka sudut bilik
mata depan yang tertutup secara aposisional
oleh jaringan iris perifer secara mekanik,
dengan cara memberi bakaran argon laser
pada iris perifer 360 sebanyak 2024 spot
sehingga stroma iris perifer tersebut mengerut
dan menarik iris dari sudut bilik mata. Argon
laser yang dipakai adalah energi rendah, spot
yang besar dan durasi yang panjang.
1,3-4,6
Secara
hispatologis, pengerutan stroma iris jangka
pendek disebabkan pengerutan kolagen karena
panas, sedangkan jangka panjang oleh
kontraksi membran fibroblas.
6,7
Argon laser yang dianjurkan adalah 200
400 mW dengan ukuran spot 100200 um
dan durasi 0,10,2 detik
1,4
, sedangkan
menurut Ritch
6
adalah energi 200499 mW,
ukuran spot 500 um dan durasi 0,5 detik.
Lam dkk.
3
pada penel i ti annya
menggunakan energi 318 mW (280 400
mW), ukuran spot 360 um (200 500 um)
dan durasi 0,26 detik (0,2 0,3 detik)
sebanyak 82,1 kali (40 211 kali). Pada
pasien ini digunakan energi 600 mW, ukuran
spot 500 um dan durasi 0,2 detik sebanyak 50
kali. Argon laser yang digunakan pada pasien
ini masih dalam batasan yang dipakai oleh
Lam, kecuali besar energi yang agak lebih tingi
sedikit, tetapi dengan jumlah bakaran yang
lebih rendah. Efek yang timbul pada
penggunaan energi laser yang terlalu tinggi
adalah iis hangus, terbentuknya gelembung
udara atau pop (ledakan kecil). Hal-hal
tersebut tidak terjadi pada pasien ini.
Iridoplasti efektif dalam menurunkan
tekanan intraokuler pada keadaan akut,
bahkan pada keadaan dengan PAS yang luas.
5
Lam dkk.
3
pada penelitiannya
menggunakan obat-obatan anti glaukoma
topikal dan iridoplasti sebagai terapi awal pada
glaukoma primer sudut tertutup akut dengan
lama serangan 1036 jam mendapatkan bahwa
tekanan intraokuler menurun dengan cepat
dan kornea menjadi jernih dalam 12 jam.
Dalam penelitian lanjutannya memakai
iridoplasti sebagai terapi tunggal pada
glaukoma primer sudut tertutup akut, Tham
dkk.
8
melaporkan bahwa tekanan intraokuler
menurun dengan cepat, tetapi sedikit lebih
tinggi pada 2 jam pasca tindakan, bila
dibandingkan dengan yang menggunakan
obat-obat anti glaukoma topikal. Mereka
berkesimpulan bahwa obat-obat topikal
tersebut mempunyai efek yang sinergik
dengan iridoplasti dalam menurunkan tekanan
intraokuler.
Lam dkk.
3
juga mendapatkan bahwa
iridoplasti dapat dilakukan pada keadaan
kornea yang udem, bilik mata depan yang
dangkal dan pupil middilatasi, karena
iridoplasti menggunakan energi yang rendah,
tidak memerlukan derajat ketepatan bakaran
yang tinggi dan dapat dilakukan dengan
mudah pada iris yang tebal. Iridoplasti juga
didapatkan cukup aman karena tidak
menimbulkan kekeruhan kornea, perdarahan
serta efek laser pada jaringan mata yang lain
maupun efek samping sistemik.
Pada pasien ini obat-obat anti-glaukoma
topikal dan iridoplasti dipilih sebagai terapi
awal untuk menurunkan tekanan
intraokulernya, karena sudah terbukti efektif
dan aman.
3
Pada pengamatan didapatkan
bahwa tekanan intraokuler menurun dari
71mmHg menjadi 50 mmHg dalam 15 menit,
40 mmHg dalam 30 menit, 32 mmHg dalam
60 menit dan 25 mmHg dalam 90 menit.
Tidak dijumpai efek samping yang berarti,
baik pada saat maupun sesudah tindakan.
Temuan menarik didapat oleh Lam dkk.
3
secara kebetulan, di mana pada satu kasus
yang hanya dilakukan iridoplasti sebesar
kurang lebih 180, tetapi ternyata efektivitas
penurunn tekanan intraokulernya sama seperti
pada kasus yang dilakukan iridoplasti 360.
Penelitian lanjutan tentang hal tersebut
dilakukan oleh Lai dkk.
9
, di mana iridoplasti
180 digunakan sebagai terapi awal bersama-
sama dengan obat-obatan anti-glaukoma
topikal pada glaukoma primer sudut tertutup
primer akut dengan lama serangan 48 jam.
Tekanan intraokuler dapat diturunkan dengan
efektif dan kornea menjadi jernih dalam 12
jam, tanpa komplikasi.
Iridektomi perifer sudah diakui sebagai
terapi definitif pada glaukoma primer sudut
tertutup.
1,4,6,10-11
Tindakan ini cukup sederhana,
Edi S. Affandi dkk. Terapi Glaukoma Primer Sudut Tertutup Akut
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 No. 3 September 2006 139
aman,
1,4,6,10-11
dan ampuh.
12
Dengan iridektomi
perifer, kedalaman bilik mata depan bagian
perifer meningkat sedangkan di daerah tengah
tidak berubah. Iridektomi perifer dapat
mencegah terjadinya serangan akut yang
berulang pada glaukoma primer sudut
tertutup dengan blok pupil, sebab dengan
iridektomi tersebut telah terjadi hubungan
antra bilik mata belakang dan depan sehingga
tidak akan terjadi perbedaan tekanan yang
cukup besar di antara keduanya untuk
mendorong iris perifer ke depan.
1,4
Kadang-kadang iridektomi perifer saja
tidak cukup untuk dapat mengontrol tekanan
intraokuler sehingga diperlukan operasi
filtrasi, yaitu pada keadaan telah terjadi
kerusakan trabekulum atau PAS yang luas
1,4
.
Beberapa penulis menyarankan operasi filtrasi
dilakukan sebagai terapi primer pada kasus
dengan lama serangan akut > 36 atau 72 jam.
Facility of outflow 0,10 ul/menit/mmHg, PAS
yang luas (>50 75%), terdapat defek lapang
pandang serta cupping nervus optikus.
3
Serangan akut pada pasien ini cukup lama
(> 72 jam) sehingga pada awalnya timbul
dilema dalam menentukan apakah diperlukan
operasi filtrasi sebagai terapi bedah awal,
karena dikhawatirkan sudah terjadi kerusakan
trabekulum dan penutupan sudut yang luas
sehingga iridektomi saja tidak dapat
mengontrol tekanan intraokulernya.
Affandi
12
dalam menentukan perlu/
tidaknya operasi filtrasi pada dua kali
penelitian retrosektifnya menggunakan
tekanan intraokuler setelah terapi
medikamentosa sebagai patokan. Pada waktu
itu operasi filtrasi dilakukan bila tekanan
intraokuler > 21 mmHg atau bila tekanan
intraokuler 21 mmHg tetapi dengan nilai
tonografi C < 0,13. Dengan kriteria di atas,
ternyata 88% dan 80% kasus glaukoma primer
sudut tertutup akut dianggap memerlukan
trabekulektomi. Pada hasil penelitiannya,
Affandi mendapatkan bahwa tekanan
intraokuler terkontrol < 21 mmHg tanpa
obat-obatan pada 80% dan 78% pasien yang
dilakukan tabekuekomi, ternyata pada 54%
dan 36% pasien yang dilakukan
trabekulektomi tersebut tidak tampak bleb
filtrasi, sehingga diasumsikan bahwa
iridektomi saja sudah mencukupi untuk
mengontrol tekanan intraokuler dan operasi
trabekuektomi merupakan tindakan
berlebihan yang dapat merugikan pada pasien-
pasien tersebut.
Krupin
10
dan Playfair
11
pada penelitian-
penelitiannya berkesimpulan bahwa sangat
sulit dan bahkan tidak mungkin untuk dapat
memprediksikan kasus mana yang
memerlukan operasi filtrasi dengan
berdasarkan tekanan intraokuler sebelum dan
sesudah pemberian obat awal, ada/tidaknya
atrofi iris, glaukomfleken pada lensa dan
gonioskopi sebelum maupun pada saat operasi
pada asus glaukoma primer sudut tertutup
akut.
Peneliti lain mendapatkan bahwa
kombinasi iridektomi dan obat-obatan
memberikan hasil yang sama dengan yang
dilakukan dengan operasi filtrasi tetapi
dengan komplikasi operasi yang lebih kecil.
Banyak kasus yang tekanan intraokulernya
dapat terkontrol setelah iridektomi saja,
walaupun sudah terdapat kerusakan yang
luas.
1,4,10
Trabekulektomi adalah tindakan bedah
yang mempunyai risiko yang tidak kecil, baik
dari segi anestesi, infeksi, perdarahan, dan juga
biaya. Perkembangan terapi laser memberikan
sumbangan yang besar dalam menengahi
masalah di atas, di mana iridotomi laser
mempunyai beberapa kelebihan, yaitu tidak
dibutuhkan anestesi retrobulber, tidak ada
kemungkinan endophthalmitis, tidak terjadi
kebocoran jaringan, jarang terjadi perdarahan
intraokuler, waktu yang diperlukan untuk
pengembalian tajam penglihatan lebih cepat,
konjungtiva tidak terganggu untuk operasi
filtrasi bila nantinya diperlukan.
13,14
Dibandingkan dengan iridektomi
insisional, Schwenn
15
pada penelitiannya
mendapatkan bahwa iridotomi laser lebih
dapat diterima dan lebih disukai oleh pasien,
di samping itu juga menimbulkan kerusakan
endotel kornea yang lebih kecil.
Ada 2 tipe laser yang umumnya
digunakan untuk iridektomi yaitu Nd:YAG
dan argon. Laser Nd:YAG lebih disukai karena
dapat menembus iris dengan mudah
khususnya pada iris berwarna coklat gelap dan
biru muda, di mana sulit dilakukan dengan
laser argon. Di samping itu lubang iridotomi
yang terbentuk tidak mudah menutup
kembali. Karena laser Nd:YAG tidak
mempunyai efek koagulatif seperti argon,
maka perdarahan lebih sering terjadi.
Karangan Asli
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 No. 3 September 2006 140
Perdarahan ini biasanya dapat berhenti sendiri
atau dihentikan dengan cara menekankan
lensa kontak yang dipakai untuk iridotomi
1,4,6
.
alternatif lain untuk mengurangi perdarahan
akibat laser Nd:YAG adalah dengan
memberikan sebelumnya laser argon untuk
menipiskan stroma iris dan mengkoagulasi
pembuluh darah, pada tempat yang akan
dilakukan iridotomi, kemudian baru dilakukan
iridotomi oleh laser Nd:YAG. Cara ini
dikatakan memberikan hasil lebih baik dan
komplikasi yang lebih kecil, yang
menggunakan keunggulan efek fototermal dari
argon dan penetrasi yang mudah dari
Nd:YAG.
1,4
Pada pasien ini, laser yang dipakai untuk
iridotomi adalah kombinasi antara argon dan
Nd:YAG. Hal ini dimaksudkan untuk
mengurangi kemungkinan risiko perdarahan
pada pasien dengan keadaan akut. Dengan
kombinasi kedua laser tersebut, dapat
terbentuk iridotomi yang paten dan tidak
dijumpai komplikasi sampai 10 bulan
pengamatan.
Quiqley
13
dan Robin
14
pada
pengamatannya tentang efektivitas dan
keamanan dari iridotomi laser dengan argon
selama masing-masing 1,8 tahun dan 538
bulan mendapatkan bahwa iridotomi tetap
paten, tekanan intraokuler tetap terkontrol,
sedangkan penurunan tajam penglihatan yang
terjadi diyakini tidak berhubungan dengan
tindakan laser tetapi oleh katarak senilis.
Penatalaksanaan glaukoma primer sudut
tertutup akut yang dianjurkan saat ini adalah
melakukan iridotomi perifer laser dahulu pada
semua kasus, segera setelah tekanan
intraokuler dapat diturunkan dan kornea
sudah jernih, kemudian residual glaucoma
diobati secara berjenjang dengan obat-obatan,
atau operasi filtrasi bila perlu, sesuai
kebutuhan.
1,4
Iridotomi laser profilaksis pada
mata sebelahnya dilakukan untuk mencegah
terjadinya serangan akut. Beberapa penelitian
membuktikan bahwa 40 80% mata
sebelahnya akan terkena serangan akut dalam
waktu 5 10 tahun, tetapi kadang-kadang
setelah 25 30 tahun.
1-2,4,6
Profilaksis mata
sebelahnya dengan obat miotik untuk jangka
lama tidak direkomendasikan lagi, karena obat
tersebut tidak memberikan perlindungan total
terhadap serangan akut dan dapat pemakaian
jangka panjang memudahkan terjadinya PAS
dan glaukoma sudut tertutup kronik.
1,4
Tampaknya dengan iridotomi perifer,
tajam penglihatan, tekanan intraokuler, dan
papil nervus optikus pasien dalam pengamatan
10 bulan dapat terkontrol dan tidak
menunjukkan tanda-tanda perburukan,
walaupun masih memerlukan obat berupa
timolol 0,5% 2x sehari untuk residual
glaucoma-nya dan pengamatan rutin lebih
lama lagi.
KESIMPULAN
Iridoplasti efektif dalam membantu
menurunkan tekanan intraokuler pada
glaukoma primer sudut tertutup akut.
Tindakan ini dapat dilakukan sebagai tindakan
pertama pada keadaan akut, sebelum dapat
melaksanakan iridotomi perifer laser karena
keadaan kornea masih keruh.
DAFTAR PUSTAKA
1. Stamper RL, Lieberman MF, Drake MV,
Becker-Shaffers Diagnosis and Therapy of
the Glaucomas 7
th
ed. St. Louis. The CV
Mosby Company, 1999.
2. Denny M, Taylor F, ed. Basic Clinical
Science 19971998. Glaucoma. San
Francisco: American Academy of
Ophthalmology, 1997.
3. Lam DSC, Lai JSM, Tham CCY.
Immediate Argon Laser Peripheral
Iridoplasty as Treatment for Acute Attack
of Primary Angle-closure Glaucoma. A
Preliminary Study. Ophthalmology
1998;105:223136.
4. Hoskin HD, Kass MA. Becker-Shaffers
Diagnosis and Therapy of the Glaucomas
6
th
ed. St. Louis: The CV Mosby
Company, 1989.
5. David R, Tessler Z, Yassur Y. Long-term
outcome of primary acute angle-closure
glaucoma. Br J Ophthalmol 1985; 69: 2612.
6. Ritch R Liebmann JM. Laser Iridotomy
and Peripheral Iridoplasty. In: Ritsch R,
shield MB, Krupin T, eds. Glaucoma
Therapy 2
nd
ed. St. Louis: Mosby Year
Book Inc, 1996; 3 15491573.
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 No. 3 September 2006 141
15.
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 No. 3 September 2006 142
Data Concerning Primary Angle Closure Glaucoma in Indonesia*
Edi S. Affandi
Department of Ophthalmology, Faculty of Medicine
University of Indonesia, Jakarta
glaucoma in various parts in this country varies from 0.4% to 1.6%. These data are taken from the
National Survey on Blindness and Ocular Morbidity in 1996 carried out by the Ministry of Health
of the Republic of Indonesia. At Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital Jakarta, the incidence of
glaucoma is 1.8% among people 40 years old or older. Primary Angle Closure Glaucoma (PACG)
is most frequently found and mainly with acute signs and symptoms. The clinical appearance
shows some differences compared to that reported in Caucasians. The age of the patients is
relatively younger. Patients present to the hospital in the advanced stage or received delayed
treatment. Filtering surgery have been done on 74 (88%) among 84 acute PACG eyes, but a
retrospective study reported in 2001 indicates that the number of filtering surgery can be reduced
if laser iridectomy was performed.
Abstrak: Glaukoma adalah penyebab kebutaan utama kedua di Indonesia. Insiden glaukoma pada
berbagai bagian negeri ini berkisar dari 0.4% sampai 1.6%. Data ini diambil dari Survei Nasional
Mengenai Kebutaan dan Morbiditas Mata pada tahun 1996 yang diselenggarakan oleh
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta,
insiden glaukoma adalah 1,8% di antara orang-orang berusia 40 tahun atau lebih tua. Glaukoma
Primer Sudut Tertutup (PACG) paling sering ditemukan dan sebagian besar dengan gejala-gejala
dan keluhan akut. Tampilan kliniknya memperlihatkan adanya beberapa perbedaan dibandingkan
dengan yang dilaporkan untuk orang Kaukasia. Usia penderita relatif lebih muda. Pasien datang ke
rumah sakit pada tahap lanjut atau menerima terapi yang terlambat. Operasi filtrasi telah
dilakukan pada 74 (88%) dari 84 mata PACG akut, tetapi suatu penelitian retrospektif yang
dilaporkan pada tahun 2001 menunjukkan bahwa jumlah operasi filtrasi dapat dikurangi bila
iridektomi laser dilakukan.
INTRODUCTION
Data reported in this paper is mainly
taken from the report of The National Survey
on Blindness and Ocular Morbidity and from
clinical data of Primary Angle Closure
Glaucoma (PACG) at Glaucoma service, Dr.
Cipto Mangunkusumo General Hospital,
Jakarta. The objective of this paper is to
present a general view of Glaucoma, the
clinical appearance of PACG and
management of acute PACG in Indonesia.