Anda di halaman 1dari 15

1

BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN

1. DEFINISI
Demam berdarah dengue adalah penyakit yang terdapat pada anak dan
dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi yang biasanya
memburuk setelah dua hari pertama. (Noer, dkk, 1999).

2. ETIOLOGI
Virus dengue yang termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus
(Arbovirus) yang sekarang dikenal sebagai genus flavivirus, familio flavivisidae
dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu : DEN 1 , DEN 2 , DEN 3, DEN 4.
Di Indonesia pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975 di
beberapa Rumah Sakit menunjukkan keempat serotipe di temukan dan
bersirkulasi sepanjang tahun. Serotipe DEN 3 merupakan serotype yang
dominan dan diasumsikan banyak yang menunjukkan manifestasi klinik yang
berat.

3. ANATOMI FISIOLOGI
1. Sel-sel darah ada 3 macam yaitu:
a. Eritrosit (sel darah merah)
Eritrosit merupakan sel darah yang telah berdeferensi jauh dan
mempunyai fungsi khusus untuk transport oksigen.
b. Leukosit (sel darah putih)
Sel darah putih yang mengandung inti, normalnya 5.000 9.000
sel/mm.
2

c. Trombosit (sel pembeku darah)
Keping darah berwujud cakram protoplasmanya kecil yang dalam
peredaran darah tidak berwarna, jumlahnya dapat bevariasi antara
200.000 300.000/mm darah.
4. PATOFISIOLOGI
Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan
membedakan demam dengue dengan demam berdarah dengue ialah meningginya
permeabilitas dinding kapiler karena pelepasan zat anafilaktoksin, histamin dan
serothin sert aktivasi sistim kalikrein yang berakibat ekstravasosi cairan
intravascular.

Hal ini mengakibatkan berkurangnya volume plasma, terjadinya hipotensi,
hemokonsentrasi, hipeproteinemia, efusi dan syok. Plasma merembes selama
perjalanan penyakit mulai dari saat permulaan demam dan mencapai puncaknya
pada
saat syok.









3

5. Gejala klinis
a. Demam akut suhu 39-42
o
C dan terjadi pada malam hari
b. Menggigil
c. Perdarahan pada kulit : ptekie, ekimosis, hematom
d. Perdarahan lain : epistaksis, hematemasis, hematuri, melena
e. Renjatan, nadi cepat dan lemah
f. Tekanan darah menurun (< 20 mmHg)
g. Kulit dingin dan gelisah

6. KOMPLIKASI
Menurut WHO, 1999, komplikasi dari DHF adalah:
a. Ensefalopati dengue dapat terjadi pada demam berdarah dengue dengan
shok maupun tanpa shok.
b. Kejang : Bentuk kejang halus terjadi selama fase demam pada bayi.
Kejang ini mungkin hanya kejang demam sederhana, karena cairan
serebrospinal ditemukan normal.
c. Edema paru dapat terjadi karena hidrasi yang berlebihan selama proses
penggantian cairan.
d. Pneumonia mungkin terjadi karena adanya komplikasi iatrogenik serta
tirah baring yang lama.
e. Sepsis Gram negative dapat terjadi karenapenggunaan jalur intravena
terkontaminasi.
f. Dengue Syok Sindrom (DSS).




4

7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Menurut Soegijanto (2002), pemeriksaan diagnostic pada pasien DHF meliputi:
1. Laboratorium
Darah lengkap
a) Hemokonsentrasi (hematokrit meningkat 20% atau lebih). Normal :
pria 40-48 %.
b) Trombositopeni (Jumlah trombosit kurang dari 100.000 mm).
Normal : 150000-400000/ui.
c) Perpanjangan masa perdarahan dan berkurangnya tingkat protobin.
d) Asidosis.
e) Kimia darah : hiponatremia, hipokalemia, hipoproteinemia.
2. Uji tourniquet positif.
Menurut WHO dan Depkes RI (2000), uji tourniquet dilakukan
dengan cara memompakan manset sampai ketitik antara tekanan sistolik
dan diastolik selama lima menit. Hasil dipastikan positif bila terdapat 10
atau lebih ptekie per 2,5 cm. Pada DHF biasanya uji tourniquet
memberikan hasil positif kuat dengan dijumpai 20 ptekie atau lebih. Uji
tourniquet bias saja negatif atau hanya positif ringan selama masa shok,
dan menunjukkan hasil positif bila dilakukan setelah masa pemulihan
fase shok.
3. Radiologi foto thorak: 50% ditemukan efusi fleura, efusi pleura dapat
terjadi karena adanya rembesen plasma.
4. Urine : albuminuria ringan.
5. Sumsum tulang : awal hiposeluler kemudian menjadi hiperseluler pada
hari ke 5 dengan gangguan maturasi. Hari ke 10 biasanya normal.
6. Pemeriksan serologi : dilakukan pengukuran titer antibody pasien
dengan cara haemaglutination inhibition tes (HI test)/ dengan uji
pengikatan komplemen (complemen fixation test/ CFT) diambil darah
vena 2-5 ml.
7. USG : hematomegali-splenomegali
5

8. PENATALAKSANAAN MEDIS DAN PERAWATAN
1. Medik
a. DHF tanpa Renjatan (syok).
- Beri minum banyak ( 1 2 Liter / hari ), seperti jus jambu, air
the manis dan gula, sirup, dan susu
- Obat anti piretik, untuk menurunkan panas, dapat juga dilakukan
kompres
- Jika kejang maka dapat diberi luminal ( antionvulsan ) untuk
anak <1th dosis 50 mg Im dan untuk anak >1th 75 mg Im. Jika
15 menit kejang belum teratasi , beri lagi luminal dengan dosis
3mg / kb BB ( anak <1th dan pada anak >1th diberikan 5 mg/ kg
BB.
- Berikan infus jika terus muntah dan hematokrit meningkat
b. DHF dengan Renjatan.
- Pasang infus RL
- Jika dengan infus tidak ada respon maka berikan plasma
expander ( 20 30 ml/ kg BB ), warna kuning pekat
- Tranfusi jika Hb dan Ht turun

2. Keperawatan
a. Pengawasan tanda tanda vital secara kontinue tiap jam
- Pemeriksaan Hb, Ht, Trombocyt tiap 4 Jam
- Observasi intik output
- Pada pasienDHF derajat I : Pasien diistirahatkan,
observasi tanda vitaltiap 3 jam , periksa Hb, Ht, Thrombosit
tiap 4 jam beri minum 1 liter 2 liter per hari, beri kompres
- Pada pasien DHF derajat II : pengawasan tanda vital,
pemeriksaan Hb, Ht, Thrombocyt, perhatikan gejala seperti nadi
lemah, kecil dan cepat, tekanan darah menurun, anuria dan sakit
perut, beri infus.
6

- Pada pasien DHF derajat III : Infus guyur, posisi semi fowler,
beri o2 pengawasan tanda tanda vital tiap 15 menit, pasang
cateter, obsrvasi productie urin tiap jam, periksa Hb, Ht dan
thrombocyt.
b. Resiko Perdarahan
- Obsevasi perdarahan : Pteckie, Epistaksis, Hematomesis dan
melena
- Catat banyak, warna dari perdarahan
- Pasang NGT pada pasien dengan perdarahan tractus Gastro
Intestinal
c. Peningkatan suhu tubuh
- Observasi / Ukur suhu tubuh secara periodic
- Beri minum banyak
- Berikan kompres

9. PENGAKAJIAN DATA DASAR KEPERAWATAN DAN KASUS
PENYAKIT
Dalam memberikan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan dasar
utama dan hal penting dilakukan oleh perawat. Hasil pengkajian yang dilakukan
perawat terkumpul dalam bentuk data. Adapun metode atau cara pengumpulan
data yang dilakukan dalam pengkajian : wawancara, pemeriksaan (fisik,
laboratorium, rontgen), observasi, konsultasi.
A. Wawancara
- Biodata klien, meliputi identitas pasien dan keluarga.
- Riwayat kesehatan
- Riwayat kesehatan sekarang.
- Biasanya klien demam, lemah, sakit kepala, anemia, nyeri ulu hati dan
nyeri otot.
7

- Riwayat kesehatan keluarga. Sebelumnya apakah ada anggota keluarga
yang mengalami penyakit yang sama.
- Riwayat kesehatan dahulu, Apakah sebelumnya klien pernah
mengalami penyakit yang sama.
B. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum.
Kesadaran : Composmentis, samnolen, koma (tergantung derajat
DHF)
TTV : Biasanya terjadinya penurunan
b. Paru : Pernafasan dangkal, pada perkusi dapat ditemukan bunyi
redup karena efusi fleura.
Jantung : Dapat terjadi anemia karena ekurangan cairan
Abdomen : Nyeri ulu hati, pada palpasi dapat ditemukan
pembesaran hepar dan limpa
c. Ekstremitas : Nyeri sendi
d. Kulit : Ditemukan ptekie, ekimosis, purpura, hematoma, hyperemia
a). Data subyektif.
Adalah data yang dikumpulkan berdasarkan keluhan pasien atau keluarga
pada pasien DHF, data obyektif yang sering ditemukan menurut Christianti
Effendy, 1995.
b). Data obyektif.
Adalah data yang diperoleh berdasarkan pengamatan perawat atas kondisi
pasien. Data obyektif yang sering dijumpai pada penderita DHF antara lain :
- Suhu tubuh tinggi, menggigil, wajah tampak kemerahan.
- Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor.
- Tampak bintik merah pada kulit (petekia), uji torniquet (+),
epistaksis, ekimosis, hematoma, hematemesis, melena.
- Hiperemia pada tenggorokan.
8

- Nyeri tekan pada epigastrik.
- Pada palpasi teraba adanya pembesaran hati dan limpa.
- Pada renjatan (derajat IV) nadi cepat dan lemah, hipotensi,
ekstremitas dingin, gelisah, sianosis perifer, nafas dangkal.\
c.). Pemeriksaan laboratorium pada DHF.

10. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Peningkatan suhu tubuh (Hipertermi) berhubungan dengan proses
infeksi virus.
2. dengue (viremia).
3. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan pindahnya cairan
intravaskuler ke ekstravaskuler
4. Resiko terjadinya cidera (perdarahan) berhubungan dengan
penurunan faktor faktor pembekuan darah ( trombositopeni )

11. INTERVENSI KEPERAWATAN DAN RASIONAL
1. Peningkatan suhu tubuh (Hipertermi) berhubungan dengan proses infeksi
virus dengue (viremia).
Tujuan : Suhu tubuh normal kembali setelah mendapatkan tindakan
perawatan.
Kriteria hasil : Suhu tubuh antara 36 37, membran mukosa basah, nadi
dalam batas normal (80-100 x/mnt), Nyeri otot hilang.
Intervensi :
- Berikan kompres (air biasa / kran).
Rasional : Kompres dingin akan terjadi pemindahan panas secara
konduksi.
- Berikan / anjurkan pasien untuk banyak minum 1500-2000 cc/hari
( sesuai toleransi ).
9

Rasional : Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang akibat
evaporasi.
- Anjurkan keluarga agar mengenakan pakaian yang tipis dan
mudah menyerap keringat pada klien.
Rasional : Memberikan rasa nyaman dan pakaian yang tipis
mudah menyerap keringat dan tidak merangsang peningkatan
suhu tubuh.
- Kolaborasi : pemberian cairan intravena dan pemberian obat
antipiretik sesuai program.
Rasional : Pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan
suhu tubuh yang tinggi. Obat khususnyauntuk menurunkan suhu
tubuh pasien.

2. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan pindahnya cairan
intravaskuler ke ekstravaskuler.
Tujuan : Tidak terjadi devisit voume cairan / Tidak terjadi syok
hipovolemik.
Kriteria : Input dan output seimbang, Vital sign dalam batas normal (TD
100/70 mmHg, N: 80-120x/mnt), Tidak ada tanda presyok, Akral hangat,
Capilarry refill < 3 detik, Pulsasi kuat.
Intervensi :
- Observas vital sign tiap 3 jam/lebih sering
Rasional : Vital sign membantu mengidentifikasi fluktuasi cairan
intravaskuler
- Observasi capillary Refill
Rasional : Indikasi keadekuatan sirkulasi perifer
10

- Observasi intake dan output. Catat jumlah, warna, konsentrasi, BJ
urine.
Rasional : Penurunan haluaran urine pekat dengan peningkatan BJ
diduga dehidrasi.
- Anjurkan untuk minum 1500-2000 ml /hari (sesuai toleransi)
Rasional : Untuk memenuhi kabutuhan cairan tubuh peroral
- Kolaborasi : Pemberian cairan intravena, plasma atau darah.
Rasional : Dapat meningkatkan jumlah cairan tubuh, untuk
mencegah terjadinya hipovolemic syok.

3. Resiko terjadi perdarahan berhubungan dengan penurunan factor-faktor
pembekuan darah ( trombositopeni ).
Tujuan : Tidak terjadi perdarahan selama dalam masa perawatan.
Kriteria : TD 100/60 mmHg, N: 80-100x/menit reguler, pulsasi kuat, tidak
ada perdarahan spontan (gusi, hidung, hematemesis dan melena),
trombosit dalam batas normal (150.000/uL).
Intervensi :
- Anjurkan pada klien untuk banyak istirahat tirah baring ( bedrest )
Rasional : Aktifitas pasien yang tidak terkontrol dapat
menyebabkan terjadinya perdarahan.
- Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang bahaya
yang dapat timbul akibat dari adanya perdarahan, dan anjurkan
untuk segera melaporkan jika ada tanda perdarahan seperti di
gusi, hidung(epistaksis), berak darah (melena), atau muntah darah
(hematemesis).
Rasional : Keterlibatan pasien dan keluarga dapat membantu
untuk penaganan dini bila terjadi perdarahan.
11

- Antisipasi adanya perdarahan : gunakan sikat gigi yang lunak,
pelihara kebersihan mulut, berikan tekanan 5-10 menit setiap
selesai ambil darah dan Observasi tanda-tanda perdarahan serta
tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu dan pernafasan).
Rasional : Mencegah terjadinya perdarahan lebih lanjut.
- Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium secara berkala (darah
lengkap).
- Monitor tanda-tanda penurunan trombosit yang disertai tanda
klinis.
Rasional : Penurunan trombosit merupakan tanda adanya
kebocoran pembuluh darah yang pada tahap tertentu dapat
menimbulkan tanda-tanda klinis seperti epistaksis, ptike.
- Monitor trombosit setiap hari
Rasional : Dengan trombosit yang dipantau setiap hari, dapat
diketahui tingkat kebocoran pembuluh darah dan kemungkinan
perdarahan yang dialami pasien.
- Kolaborasi dalam pemberian transfusi (trombosit concentrate).








12

BAB III
KESIMPULAN
1. Demam berdarah dengue (DBD) ialah penyakit yang terdapat pada anak dan
dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, yang biasanya
memburuk pada hari kedua.
2. Virus dengue tergolong dalam grup Flaviviridae dengan 4 serotipe, DEN 3,
merupakan serotie yang paling banyak.
3. Vektor utama dengue di Indonesia adalah Aedes Aegypti.
4. Gejala utama demam berdarah dengue (DBD) adalah demam, pendarahan,
hepatomegali dan syok.
5. Kriteria diagnosis terdiri dari kriteria klinis dan kriteria laboratoris. Dua
criteria klinis ditambah trombosipenia dan peningkatan hmatokrit cukup
untuk menegakkan diagnosis demam berdarah dengue.
6. Penatalaksanaan demam berdarah dengue bersifat simtomatif yaitu mengobati
gejala penyerta dan suportif yaitu mengganti cairan yang hilang.











13

DAFTAR PUSTAKA
Suharyono. TATA LAKSANA DEMAM BERDARAH DENGUE DI
INDONESIA. Depkes & Kesejahteraan Sosial Dirjen Pemberantasan Penyakit
Menular & Penyehatan Lingkungan Hidup. Hal 1 33.

Hendrawanto. Buku Ajar ILMU PENYAKIT DALAM Jilid I Edisi Ketiga
PERSATUAN AHLI PENYAKIT DALAM INDONESIA. Hal 417 426.

Mansjoer, Arif. Triyanti, Kuspuji. Savitri, Rakhmi. Wardani, Wahyu Ika.
Setiowulan, Wiwiek. KAPITA SELEKTA KEDOKTERAN. Media Aesculapius
FK UI Edisi ketiga Jilid I. Hal 428 433.
Christantie, Effendy. SKp, Perawatan Pasien DHF. Jakarta, EGC.
Prinsip Prinsip Keperawatan Nancy Roper hal 269 267
Noer, Sjaifoellah dkk. 1998. Standar Perawatan Pasien. Monica Ester : Jakarta.



























14






LAPORAN PENDAHULUAN

DEMAM BERDARAH DENGUE ( DBD )
























ROBY SEANTERO ARDHI

1310069401 065




AKADEMI KEPERAWATAN JAMBI
YAYASAN TELANAI BHAKTI
TAHUN AJARAN 2013/2014

15

Anda mungkin juga menyukai