Anda di halaman 1dari 13

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan kebutuhan dasar bagi setiap orang. Masalah
kesehatan difokuskan pada penyakit yang diderita manusia untuk dilakukan
penyembuhan. Konsep pencegahan dan pemeliharaan kesehatan kurang
diperhatikan oleh semua pihak, terutama oleh petugas kesehatan, sehingga
seringkali masalah penyakit tidak terselesaikan dengan baik dan tuntas. Status
kesehatan masyarakat yang rendah dapat mempengaruhi beberapa aspek
kehidupan manusia. Jumlah kejadian penyakit menular semakin meningkat pada
tahun-tahun terakhir ini. Ada beberapa penyebabnya, yaitu penebangan hutan
yang meluas dan pembangunan irigasi, program pengendalian vektor penyakit
seperti serangga, tikus, dan hewan penular penyakit pada manusia lainnya yang
terbengkalai, kepadatan penduduk secara berlebihan disertai kondisi sanitasi
yang jelek (Bres, 1995). Salah satu contoh penyakit menular yang sampai saat ini
angka kejadiannya masih tinggi dan penangannya belum sepenuhnya berhasil
adalah rabies (penyakit anjing gila).
Penyakit rabies atau lebih dikenal sebagai penyakit anjing gila adalah
penyakit infeksi akut yang menyerang susunan saraf pusat dan disebabkan oleh
2
virus rabies. Penyakit ini merupakan salah satu penyakit zoonosis tertua di dunia.
Sejak berpuluh puluh abad yang lalu sampai saat ini, rabies merupakan
penyakit yang ditakuti oleh masyarakat karena angka kematiannya 100% (CFR
100%). Hewan ataupun manusia yang terserang umumnya mengalami kematian
dengan gejala-gejala yang sangat mengerikan. Gejala gejala yang terjadi pada
manusia meliputi demam, malaise, mual, rasa nyeri pada bekas luka gigitan,
hipersalivasi, hidrofobia, apneu, takikardi, kelumpuhan baik otot otot tubuh
maupun otot pernafasan dan kematian. Oleh karena itu penyakit ini merupakan
salah satu penyakit strategis di Indonesia yang harus mendapatkan prioritas
dalam pengendalian dan pemberantasannya.
Penyakit rabies disebabkan oleh virus RNA yang bersifat neurotropis dari
kelompok Lyssavirus dalam keluarga Rhabdoviridae. Virus rabies ini sangat
peka terhadap pelarut - pelarut yang bersifat alkalis seperti sabun, desinfektan
(alkohol). Oleh sebab itu sangat dianjurkan untuk membersihkan luka gigitan
dengan sabun/betadin/yodium dan kemudian diberikan desinfektan. Penularan
dari hewan ke hewan umumnya melalui gigitan karena virus rabies biasanya
dapat diakselerasikan melalui saliva dalam jumlah yang sangat banyak terutama
pada saat hewan mengalami viremia. (peternakan.litbang.deptan.go.id)
Data mengenai rabies yang dapat dipercaya di berbagai daerah tidak
merata, menyebabkan kesulitan untuk mengetahui pengaruhnya terhadap
kesehatan manusia dan pada hewan. WHO kembali melakukan penghitungan
3
jumlah kasus rabies pada tahun 2004 dan berdasarkan data ini, jumlah kematian
di seluruh dunia akibat rabies mencapai kisaran angka 55.000 jiwa, terbanyak di
daerah pedesaan Afrika dan Asia. Sedangkan jumlah orang yang mendapatkan
perawatan setelah terjadi kontak dengan hewan suspek rabies mencapai angka 10
juta orang setiap tahun. Di Amerika Serikat, kasus rabies di berbagai daerah
bergantung pada program pengendalian dan imunisasi hewan. Jumlah kematian
terbesar di negara ini terjadi pada awal pertengahan abad ke-20, dengan jumlah
rata-rata 50 kasus per tahun. Kebanyakan dikarenakan oleh gigitan anjing.
(irwanashari.blogspot.com)
Di Indonesia penyebaran rabies atau dikenal sebagai penyakit anjing gila
terus meluas. Saat ini ditemukan kasus rabies di 24 provinsi dan hanya sembilan
provinsi di Tanah Air yang dinyatakan bebas penyakit rabies. Bila tidak segera
ditangani, penularan penyakit rabies bisa berakibat fatal bagi penderitanya,
bahkan menyebabkan kematian. Sembilan provinsi yang tidak ditemukan kasus
rabies atau bebas rabies yaitu Bangka Belitung, Kepulauan Riau, DKI Jakarta,
Jateng, Jatim, DI Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat, Papua, dan Papua Barat.
Sedangkan sebelum ada kasus, Bali termasuk daerah yang bebas rabies.
(www.pppl.depkes.go.id)
Di tengah upaya pemerintah dalam mewujudkan Indonesia Sehat 2010,
penanganan penyakit, terutama penyakit pada hewan yang dapat menular ke
manusia (zoonosis) ternyata masih banyak menemui kendala. Adanya penyakit
4
Rabies di Bali yang semula daerah bebas Rabies adalah salah satu bukti nyata
lemahnya sistem kesehatan di Indonesia, khususnya pencegahan dan
pengendalian penyakit yang disebabkan oleh hewan. Sistem kesehatan hewan
nasional (siskeswannas) juga tidak memadai sehingga Bali yang merupakan
kawasan pariwisata berkelas dunia yang sejak zaman penjajahan kolonial
Belanda dinyatakan sebagai daerah bebas rabies sekarang tinggal kenangan.
Dalam lima tahun terakhir, kasus rabies di Indonesia muncul di sejumlah
provinsi. Pada tahun 1995 1997 jumlah rata-rata per tahun kasus gigitan pada
manusia oleh hewan penular rabies 15.000 kasus, diantaranya 8.550 (57%)
divaksinasikan anti rabies (VAR) dan 662 (1,5%) diberikan kombinasi VAR dan
SAR (serum anti rabies). Selama tiga tahun tersebut (1995-1997). Ditemukan
rata-rata per tahun 59 kasus rabies pada manusia sedangkan 2244 spesimen dari
hewan yang diperiksa, 1327 (59%) menunjukan positif rabies. Sedangkan dari
tahun 2005 2007 kasus gigitan hewan penular rabies di Indonesia rata-rata tiap
tahun berkisar 14.000 orang, antara 50 60 % mendapat Vaksin Anti Rabies
(VAR), selama tiga tahun terakhir (2005 2007) tercatat penderita rabies
(meninggal) sebanyak 258 orang. Pada tahun 2008 ada 14.106 orang digigit
anjing, 9.565 orang mendapat vaksin dan pengobatan, serta 85 orang positif
terkena rabies. (www.infodokter.com)
Peraturan Menteri Pertanian Nomor 1637/2008, yang ditandatangani
Menteri Pertanian Anton Apriyantono pada 1 Desember 2008 telah menyatakan
5
provinsi Bali berstatus wabah rabies. Adapun penetapan status wabah tersebut
dikeluarkan setelah adanya kajian gejala klinis yang terindikasi pada anjing yang
menularkan rabies dan para korban gigitan hewan penular rabies (HPR).
Didukung lagi dengan dilakukannya pengujian laboratorium terhadap spesimen
otak anjing liar ataupun anjing piaraan yang mengigit beberapa warga. Uji
laboratorium spesimen dilakukan di Balai Besar Veteriner (BB-Vet) Denpasar,
Bali. (www.klikdokter.com).
Kejadian ini diawali sebelumnya ditemukan empat orang meninggal dari
tiga desa di Bali setelah tergigit anjing dalam periode September-November
2008. Tiga desa yang tersebut adalah Desa Ungasan di Kecamatan Kuta Selatan
serta Desa Kedonganan dan Jimbaran di Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung,
Bali. Wabah rabies di Pulau Bali kali ini merupakan yang pertama dalam sejarah,
dimana sebelumnya bali merupakan daerah yang bebas rabies. Di Provinsi Bali,
sejak Mei 2008 sampai kini jumlah penduduk yang digigit anjing lebih dari 1.700
orang, sebanyak 1.613 orang diberi vaksin dan obat. Hanya diperlukan satu ekor
anjing dalam masa inkubasi untuk menularkan rabies di seluruh Bali. Provinsi
yang memiliki luas + 4000km2 ini memiliki tingkat populasi anjing yang tinggi,
yakni sekitar 500.000 hingga 600.000 ekor. Jelas, dengan tingkat populasi anjing
sebanyak ini, Bali merupakan media yang efektif sebagai penyebar rabies.
(www.klikdokter.com).
6
Data dari dinas kesehatan Kabupaten Badung menunjukkan bahwa jumlah
gigitan hewan perentara rabies cenderung meningkat. Pada bulan November
2008 jumlah gigitan sebanyak 56 kasus, bulan Desember 2008 kasus gigitan
sebanyak 271 kasus, pada awal tahun 2009 yaitu pada bulan Januari 2009 jumlah
kasus sebanyak 280 kasus dan yang terakhir pada bulan Februari 2009 jumlah
gigitan sebanyak 273 kasus. Jumlah gigitan per kecamatan di Kabupaten Badung
pada bulan Februari 2009 yaitu kecamatan Kuta (39 kasus), kecamatan Kuta
Utara (21 kasus), kecamatan Kuta Selatan (213 kasus), kecamatan Mengwi,
Abiansemal dan Petang belum terdapat kasus gigitan (0 kasus).
Kabupaten Badung Bali menetapkan lima central penanganan rabies yaitu
Puskesmas Kuta Selatan I, Center Rabies Puskesmas Pembantu Unggasan,
Center Rabies Puskesmas Pembantu Jimbaran, Puskesmas Kuta, dan Puskesmas
Kuta Utara. Data diatas menunjukan bahwa dari enam kecamatan yang ada di
Kabupaten Badung, tiga diantaranya sudah tertular rabies dan sisanya sangat
berisiko terkena rabies. Daerah yang berisiko tersebut yaitu kecamatan Mengwi,
Abiansemal dan Petang. Oleh sebab itu berbagai upaya diperlukan untuk
mencegah penularan dan penyebaran rabies tersebut.
Program pemberantasan rabies di Indoensia secara umum dilakukan
dengan dua cara pendekatan yaitu melalui program eliminasi dengan membunuh
hewan peka rabies khususnya anjing jalanan dan atau melalui program vaksinasi
rabies secara massal terhadap semua hewan peka rabies. Program ini cukup
7
efektif di beberapa wilayah seperti di pulau Jawa, namun belum di beberapa
wilayah lainnya. Keberhasilan kedua program ini tampaknya sangat dipengaruhi
oleh peran serta dan kesadaran masyarakat khususnya pemilik hewan tentang
pentingnya program pemberantasan rabies ini bagi masyarakat, dan komitmen
pemerintah daerah setempat hingga pemerintah pusat.
(peternakan.litbang.deptan.go.id).
Upaya pencegahan rabies pada hewan dapat dilakukan dengan upaya
LIRIKAN INDAH yaitu kenali gejala rabies pada hewan, hindari hewan
penular rabies, laporkan jika ada hewan yang diduga rabies, vaksin hewan
penular rabies dan rumahkan hewan peliharaan yang dapat menularkan rabies.
Sedangkan pencegahan rabies pada manusia dapat dilakukan jika seseorang
digigit hewan tersangka rabies maka tindakan pertama yang dilakukan yaitu
mencuci luka gigitan dengan sabun atau deterjen selama 10 15 menit kemudian
dicuci dengan air bersih dan diberi alcohol 70 %, setelah itu segera bawa ke
Rabies center (puskesmas dan rumah sakit). (Sub Dit Zoonosis, Depkes RI.
2002).
Mengingatkan akan bahaya rabies terhadap kesehatan dan ketentraman
masyarakat karena dampak buruknya yang selalu diakhiri dengan kematian,
maka usaha pengendalian penyakit berupa pencegahan dan pemberantasan perlu
dilaksanakan seintensif mungkin, bahkan menuju pada program pembebasan.
8
Akan tetapi masih menemui beberapa kendala salah satu diantaranya yaitu
kurang pahamnya masyarakat tentang rabies. (www.litbang.depkes.go.id).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Imelda Eka Sintha (2005)
menyatakan bahwa sekitar 53,5% responden atau masyarakat belum mengetahui
tentang rabies dan cara pencegahannya. Demikian pula dengan sikap masyarakat
didapatkan 51,2% masyarakat yang berperilaku relative kurang baik terhadap
pencegahan rabies. Sebagaimana penelitian yang dilakukan Imelda, penelitian
yang dilakukan Sitti Ganefa (2000) juga menyatakan hal yang tidak jauh berbeda
dimana masyarakat yang berpengetahuan tinggi sebanyak 57,2% dan yang
berpengetahuan rendah sebanyak 42,8%. Dari hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap rabies relative masih rendah.
Berdasarkan permasalahan di atas peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian mengenai hubungan pengetahuan dan sikap masyarakat tentang rabies
dengan perilaku pencegahan rabies di Desa Mekar Bhuana, Kecamatan
Abiansemal, Kabupaten Badung.
B. Rumusan Masalah
Lima tahun terakhir, kasus rabies di Indonesia muncul di sejumlah
provinsi, termasuk di provinsi Bali. Pada tahun 2008 ada 14.106 orang digigit
anjing, 9.565 orang mendapat vaksin anti rabies, serta 85 orang positif terkena
9
rabies. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 1637/2008, yang ditandatangani
Menteri Pertanian Anton Apriyantono pada tanggal 1 Desember 2008 telah
menyatakan provinsi Bali berstatus wabah rabies. Provinsi yang memiliki luas
4000 km2 ini memiliki tingkat populasi anjing yang tinggi, yakni sekitar 500.000
hingga 600.000 ekor. Populasi anjing yang sangat banyak di Bali merupakan
faktor resiko dan media yang efektif sebagai penyebar rabies. Kejadian rabies ini
bermula terjadi di kabupaten Badung. Menurut data dari Dinas Kesehatan
Kabupaten Badung menunjukan bahwa jumlah gigitan hewan penular rabies
cenderung meningkat. Pada bulan November 2008 jumlah gigitan sebanyak 56
kasus, bulan Desember 2008 kasus gigitan sebanyak 271 kasus, pada awal tahun
2009 yaitu pada bulan Januari 2009 jumlah kasus gigitan sebanyak 280 kasus dan
yang terakhir pada bulan Februari 2009 jumlah gigitan sebanyak 273 kasus. Pada
periode September November 2008 telah terjadi empat orang meninggal dunia.
Mengingat bahaya rabies terhadap kesehatan dan ketentraman masyarakat karena
dampak buruknya yang selalu diakhiri dengan kematian, maka usaha
pengendalian penyakit berupa pencegahan dan pemberantasan perlu dilaksanakan
secara intensif, agar Bali kembali menjadi daerah bebas rabies. Pembebasan
rabies tidak mudah ada beberapa kendala yaitu kurang pahamnya masyarakat
tentang rabies khususnya di daerah yang belum terjadi kejadian rabies,
berdasarkan penelitian Eka Sintha dan Sitti Ganefa bahwa 42,8% - 53,5%
masyarakat yang beresiko rabies belum tahu tentang penyakit rabies dan cara
pencegahannya.
10
Berdasarkan permasalahan tersebut diatas masih diperlukan penelitian
tentang apakah ada hubungan antara pengetahuan dan sikap masyarakat tentang
rabies dengan perilaku pencegahan rabies khususnya di Provinsi Bali ?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap masyarakat tentang rabies
dengan perilaku pencegahan rabies di desa Mekar Bhuana Abiansemal,
Kabupaten Badung, Bali.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui gambaran tentang karakteristik responden yang meliputi
umur, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, jenis kelamin, suku, agama.
b. Memperoleh informasi mengenai riwayat gigitan, lokasi luka gigitan,
kondisi luka dan hewan yang menggigit.
c. Memperoleh informasi tentang pengetahuan masyarakat tentang rabies
dan pencegahannya.
d. Mengetahui gambaran tentang sikap masyarakat terhadap pencegahan
rabies.
11
e. Memperoleh informasi mengenai perilaku pencegahan rabies.
f. Mengetahui hubungan pengetahuan masyarakat tentang rabies dengan
perilaku pencegahan rabies.
g. Mengetahui hubungan antara sikap masyarakat terhadap rabies dengan
perilaku pencegahan rabies.
D. Manfaat penelitian
1. Bagi peneliti
Mendapatkan pengalaman dan pengetahuan dalam melaksanakan
penelitian lebih jauh tentang hubungan pengetahuan dan sikap masyarakat
tentang rabies dengan perilaku pencegahan rabies. Di samping itu peneliti
juga dapat sedikit berkontribusi kepada daerah tempat tinggal peneliti yaitu
Kabupaten Badung, dalam ikut serta memberikan penyuluhan dalam
pencegahan rabies sehingga penyakit tersebut dapat dicegah penyebarannya
ke daerah lain.
2. Bagi institusi keperawatan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai landasan dan acuan dalam
menerapkan asuhan keperawatan yang berkualitas kepada masyarakat dengan
menitik beratkan pada pola pikir yang mengarah ke paradigma sehat, yaitu
12
dengan mengutamakan tindakan promotif dan preventif dengan tidak
mengesampingkan tindakan kuratif dan rehabilitative yang berkaitan dengan
penyakit rabies.
3. Bagi masyarakat
Penelitian ini memberikan suatu pengetahuan baru kepada masyarakat
tentang rabies dan cara pencegahannya sehingga masyarakat memahami apa
itu rabies dan bagaimana cara untuk mencegahnya secara umum dan
khususnya di desa Mekar Bhuana Kecamatan Abiansemal Kabupaten Badung.
Di samping itu penelitian ini dapat memberikan suatu gambaran tentang
keadaan atau situasi yang dibutuhkan oleh masyarakat, apakah masyarakat
sudah mengetahui tentang rabies atau belum mengetahuinya khususnya
masyarakat di lokasi penelitian.
4. Bagi pemerintah
Penelitian ini dapat memberikan suatu gambaran kepada pemerintah
khususnya Dinas kesehatan, dinas peternakan dan dinas pertanian tentang
bagaimana pengetahuan masyarakat tentang penyakit menular, khususnya
rabies, apakah sudah baik atau belum. Sehingga diharapkan pemerintah
berperan aktif dalam memberikan tindakan tindakan bersifat promotif, dan
preventif kepada masyarakat dalam rangka memandirikan masyarakat dalam
13
bersikap dan berperilaku sehat khususnya dalam pencegahan dan
pengendalian rabies.
E. Ruang Lingkup
Pada penelitian ini, peneliti membatasi ruang lingkup pembahasan yaitu
penelitian yang dilakukan tentang hubungan pengetahuan dan sikap masyarakat
tentang rabies dengan perilaku pencegahan rabies di Desa Mekar Bhuana
Abiansemal, Kabupaten Badung Bali.

Anda mungkin juga menyukai