Anda di halaman 1dari 11

1

BAB I
PENDAHULUAN

Neurologi adalah ilmu kedokteran yang mempelajari kelainan, gangguan
fungsi, penyakit, dan kondisi lain pada sistem saraf manusia. Sistem saraf merupakan
jaringan yang sangat penting dan berpengaruh terhadap organ lainnya. Secara spesifik
sistem saraf merupakan suatu sistem protektif dari rangsangan yang membahayakan,
dapat menghantarkan sinyal dari satu sel saraf ke sel saraf lainnya untuk
menghasilkan respon tubuh dan sebagai sistem komunikasi untuk mengirimkan
informasi ke otak. Pemeriksaan neurologik merupakan suatu proses yang dibutuhkan
bagi tenaga kesehatan untuk mendiagnosa kondisi kesehatan neurologis pasien.
Pemeriksaan ini membutuhkan ketelitian dan pengalaman, yang terdiri dari sejumlah
pemeriksaan yang spesifik.
1
Pemeriksaan neurologis dapat dilakukan dengan teliti dengan melihat riwayat
penyakit pasien dan kondisi fisiknya. Otak dan medula spinalis tidak dapat dilihat,
diperkusi, dipalpasi ataupun diauskultasi seperti sistem lainnya dalam tubuh. Agar
pemeriksaan neurologis dapat memberikan informasi yang akurat, maka perlu
dilakukan pemeriksaan secara teliti dan dibutuhkan kerja sama yang baik antara
pemeriksa dan pasien.
1
Pemeriksaan neurologis yang terdiri atas anamnesis, rangkuman gejala pasien,
dan pembahasan mengenai keluhan yang terkait pada anggota keluarga pasien, akan
memfokuskan pemikiran pemeriksa, mengarahkan pemeriksaan fisik dan menjadi
kunci pemeriksaan diagnostik. Hubungan erat antara gejala neurologik dan gejala
penyakit medis lainnya memerlukan evaluasi medis yang lengkap dan akurat.
Pengaturan pemeriksaan neurologis sangat penting dalam mengikuti suatu urutan
pemeriksaan tertentu sehingga tenaga medis dapat mengevaluasi informasi yang ada
dan langsung memeriksa segmen selanjutnya yang belum diperiksa. Adapun pada
laporan ini lebih difokuskan mengenai pemeriksaan fisik neurologi pada anak.
1
Sampai saat ini kita masih tetap dan harus memupuk kemampuan kita untuk
melihat, mendengar, dan merasa, serta mengobservasi keadaan pasien. Melakukan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan mental yang cermat, kita dapat menentukan
diagnosis dengan tepat dan merencanakan pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan.
1

2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Sistem Saraf
Sistem saraf adalah sistem koordinasi (pengaturan tubuh) berupa penghantaran
impuls saraf ke susunan saraf pusat, lalu diproses kemudian ada impuls saraf dan
perintah untuk memberi tanggapan rangsangan. Unit terkecil pelaksanaan kerja sistem
saraf adalah sel saraf atau neuron. Sistem saraf sangat berperan dalam iritabilitas
tubuh. Iritabilitas memungkinkan makhluk hidup dapat menyesuaikan diri dan
menanggapi perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungannya. Jadi, iritabilitas
adalah kemampuan menanggapi rangsangan.
1, 2
Sistem saraf termasuk sistem saraf pusat dan sistem saraf perifer (sistem saraf
tepi). Sistem saraf pusat terdiri dari otak dan sumsum tulang belakang dan sistem
saraf perifer terdiri atas sistem saraf somatik dan sistem saraf otonom. Sistem saraf
mempunyai tiga fungsi utama, yaitu menerima informasi dalam bentuk rangsangan
atau stimulus; memproses informasi yang diterima; serta memberi tanggapan (respon)
terhadap rangsangan.
1, 2
B. Pengertian Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan neurologis adalah suatu proses yang membutuhkan ketelitian dan
pengalaman yang terdiri dari sejumlah pemeriksaan pada fungsi yang sangat spesifik.
Meskipun pemeriksaan neurologis sering terlihat seperti pemeriksaan yang sederhana,
namun pemeriksaan ini sangat penting dilakukan oleh pemeriksa, sehingga mampu
melakukan pemeriksaan neurologis dengan teliti dengan melihat riwayat penyakit
dan keadaan fisik lainnya. Banyak fungsi neurologik pasien yang dapat dikaji selama
pengkajian riwayat dan pengkajian riwayat fisik rutin. Salah satuya adalah
mempelajari tentang pola bicara, status mental, gaya berjalan, cara berdiri, kekuatan
motorik,dan koordinasinya. Aktivitas sederhana yang dapat memberikan informasi
banyak bagi orang yang melakukan pengkajian adalah saat berjabat tangan dengan
pasien.
2, 3
3

C. Pemeriksaan Fisik Neurologis
Pemeriksaan neurologis pada anak mencakup pemeriksaan status mental,
motorik, sensorik, saraf kranial, refleks tendon, serta refleks primitif.
3, 4
C.1. Pemeriksaan Status Mental
Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang
terhadap rangsangan dari lingkungan. Perubahan tingkat kesadaran dapat diakibatkan
dari berbagai faktor, termasuk perubahan dalam lingkungan kimia otak seperti
keracunan, kekurangan oksigen karena berkurangnya aliran darah ke otak, dan
tekanan berlebihan di dalam rongga tulang kepala. Adanya defisit tingkat kesadaran
memberi kesan adanya hemiparese serebral atau sistem aktivitas reticular mengalami
cedera. Penurunan tingkat kesadaran berhubungan dengan peningkatan angka
morbiditas (kecacatan) dan mortalitas (kematian). Penurunan tingkat kesadaran
mengindikasikan defisit fungsi otak. Tingkat kesadaran dapat menurun ketika otak
mengalami kekurangan oksigen (hipoksia), kekurangan aliran darah (seperti pada
keadaan syok), penyakit metabolik seperti diabetes melitus (koma ketoasidosis),
dehidrasi, asidosis, alkalosis, pengaruh obat-obatan, alkohol, keracunan, hipertermia,
hipotermia, peningkatan tekanan intrakranial (karena perdarahan, stroke, tumor otak),
infeksi (encephalitis), dan epilepsi.
4,5
Jenis-jenis tingkat kesadaran antara lain:
5
1. Compos Mentis (conscious) yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya,
bereaksi secara adekuat.
2. Apatis yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan
sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.
3. Delirium yaitu gelisah, mental dan motorik kacau, ada halusinasi dan bergerak
sesuai dengan kekacauan pikirannya, disorientasi (orang, tempat, waktu),
memberontak.
4. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor
yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang
4

(mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban
verbal.
5. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon
terhadap nyeri
6. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap
rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun refleks muntah, mungkin
juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya).
Salah satu cara untuk mengukur tingkat kesadaran dengan hasil subjektif
mungkin adalah dengan menggunakan GCS (Glasgow Coma Scale).
Cara menghitung GCS anak adalah :
5

Refleks membuka mata (E)
4 : Membuka secara spontan
3 : Membuka dengan rangsangan suara
2 : Membuka dengan rangsangan nyeri
1 : Tidak ada respon
Refleks verbal (V)
5 : Orientasi baik
4 : Kalimat kacau
3 : Kata-kata tidak tepat
2 : Suara tidak berarti, hanya mengerang
1 : Tidak keluar suara
Refleks motorik (M)
6 : Melakukan perintah dengan benar
5 : Mengenali nyeri lokal
4 : Adduksi karena nyeri
3 : Hanya dapat melakukan fleksi
2 : Hanya dapat melakukan ekstensi
1 : Tidak ada gerakan

5

C.2. Evaluasi Sistem Motorik dan Sensorik
Evaluasi sistem motorik pada anak dapat dilakukan secara formal dan
biasanya cukup pada otot proksimal dan distal anggota gerak atas dan bawah. Uji
kekuatan otot hanya dapat dilakukan pada anak yang sudah dapat mengerjakan
instruksi pemeriksa dan kooperatif. Pada bayi dan anak yang tidak dapat kooperatif
hanya dapat dinilai kesan keseluruhannya saja.
6
a. Respon traksi
Pada seorang bayi atau anak yang normal, sebelum duduk maka dia terlebih
dulu harus mempunyai kontrol terhadap fungsi otot-otot lehernya. Sejak lahir sampai
usia 2 bulan, kepala anak akan tertinggal apabila kita mengangkat anak tersebut pada
kedua tangannya dari posisi tidur ke posisi duduk. Keadaan ini disebut dengan head
leg. Salah satu tes untuk mengetahui kontrol terhadap otot-otot leher dan kepala
adalah respon traksi.
7
Cara Pemeriksaan:
Bayi ditidurkan pada posisi supinasi, kemudian pemeriksa memegang kedua
tangan bayi pada pergelangan tangan, secara perlahan-lahan anak ditarik sampai pada
posisi duduk. Kemudian dievaluasi kemampuan bayi dalam mengontrol posisi leher
dan kepalanya. Apabila kepala masih tertinggal di belakang pada saat bayi posisi
duduk maka head leg-nya positif (masih ada), tapi apabila bayi mampu mengangkat
kepalanya pada saat posisi duduk maka head leg-nya negatif (menghilang). Head leg
harus sudah menghilang setelah bayi berusia 3 bulan. Apabila setelah 3 bulan masih
didapat head leg yang positif, maka harus dicurigai adanya kemungkinan hipotoni,
kelainan SSP atau prematurasi.
7
b. Suspensi ventral
Tes suspensi ventral dapat mengetahui kontrol kepala, curvatura thoraks,
kontrol tangan dan kaki terhadap gravitasi.


6

Cara Pemeriksaan:
Bayi ditidurkan pada posisi pronasi, kemudian telapak tangan pemeriksa
menyanggah badan bayi pada daerah dada. Pada bayi aterm dan normal, posisi kepala
akan jatuh ke bawah membentuk sudut 45 atau kurang dari posisi horizontal,
punggung lurus atau sedikit fleksi, tangan fleksi pada siku dan sedikit ekstensi pada
sendi bahu dan sedikit fleksi pada sendi lutut. Dengan bertambahnya usia, posisi
kepala terhadap badan bayi akan semakin lurus (horizontal). Pada bayi hipotoni, leher
dan kepala bayi sangat lemas sehingga pada tes suspensi ventral akan berbentuk
seperti huruf U terbalik. Sedangkan pada bayi serebral palsy, tes suspensi ventral
akan menunjukkan posisi hiperekstensi.
7
c. Pemeriksaan Sensorik
Pemeriksaan fungsi sensorik pada bayi hanya dapat dilakukan secara terbatas.
Yang harus diperhatikan ialah reaksi bayi atas stimulasi. Pemeriksaan dimulai dengan
persepsi rangsang raba. Anggota gerak, wajah, dan badan digores dengan seutas
kapas. Anggota gerak yang terangsang akan ditarik (menjauhi sumber rangsang),
tetapi wajah yang diraba akan berbalik ke arah perangsangan.
7
Pemeriksaan sensasi nyeri dilakukan dengan cara menyentil telapak tangan
atau kaki. Hendaknya jangan menggunakan benda tajam untuk pemeriksaan ini.
Perhatikan adanya penarikan atau perubahan ekspresi wajah. Bila rangsang nyeri
diikuti perubahan ekspresi wajah atau bayi menjadi menangis tetapi tanpa penarikan
bagian yang dirangsang, maka kemungkinan terdapat paralisis.
7

C.3. Pemeriksaan Saraf Kranialis
Ada 12 saraf kranialis yang harus dievaluasi pada bayi dan anak. Dengan
melakukan pemeriksaan lengkap pada 12 saraf kranialis tersebut, kita dapat
mengetahui ada tidaknya gangguan pada otak. Cara pemeriksaan nervus kranialis :
8, 9
a. Nervus I : Olfaktorius (daya penciuman) : Pasien memejamkan mata, disuruh
membedakan bau yang dirasakaan (kopi,tembakau,alkohol). Pada bayi tidak dapat
dilakukan.
8
7

b. Nervus II : Optikus (Tajam penglihatan): Dengan snelen card, funduscope, dan
periksa lapang pandang. Pada bayi dinilai dengan cara Buat bayi mengamati wajah
pemeriksa, perhatikan adanya respon fasial dan mengikuti gerakan (tracking)
8
c. Nervus III : Okulomorius (gerakan kelopak mata ke atas, kontriksi pupil, gerakan
otot mata): Tes putaran bola mata, menilai konjungtiva, palpebra, refleks pupil dan
inspeksi kelopak mata. Gelapkan ruangan, posisikan bayi dalam posisi duduk
sehingga matanya membuka. Gunakan penlight untuk memeriksa refleks kedip optik
(mengedip sebagai respon terhadap cahaya). Gunakan otoskop (tanpa spekulum)
untuk menilai respon papillary.
9
d. Nervus IV : Trochlearis (gerakan mata ke bawah dan ke dalam): Observasi
pergerakan mata bayi mengikuti wajah pemeriksa dari sisi ke sisi. Gunakan sinar bila
perlu.
9
e. Nervus V : Trigeminal (gerakan mengunyah, sensasi wajah, lidah dan gigi, refleks
kornea dan refleks kedip): Menggerakkan rahang ke semua sisi, pasien memejamkan
mata, sentuh dengan kapas pada dahi dan pipi. Reaksi nyeri dilakukan dengan benda
tumpul. Reaksi suhu dilakukan dengan air panas dan dingin, menyentuh permukaan
kornea dengan kapas. Pada bayi Periksa refleks rooting Periksa refleks isap
(perhatikan saat bayi menyusui ASI/susu botol)
10
f. Nervus VI : Abducend (deviasi mata ke lateral) : Observasi pergerakan mata bayi
mengikuti wajah pemeriksa dari sisi ke sisi. Gunakan sinar bila perlu.
10
g. Nervus VII : Facialis (gerakan otot wajah, sensasi rasa 2/3 anterior lidah ):
Senyum, bersiul, mengerutkan dahi, mengangkat alis mata, menutup kelopak mata
dengan tahanan. Menjulurkan lidah untuk membedakan gula dengan garam. Pada bayi
Observasi kesimetrisan wajah dan dahi saat bayi tersenyum atau menangis.
11
h. Nervus VIII : Vestibulocochlearis (pendengaran dan keseimbangan ) : Test Webber
dan Rinne. Pada bayi Lakukan tes refleks kedip akustik (kedua mata mengedip
sebagai respon terhadap suara keras). Observasi pergerakan bayi mengikuti sumber
suara.
12
8

i. Nervus IX : Glosofaringeus (sensasi rasa 1/3 posterio lidah ): Membedakan rasa
manis dan asam (gula dan garam). Pada bayi Observasi koordinasi sewaktu
menelan.
12
j. Nervus X : Vagus (refleks muntah dan menelan) : Menyentuh pharing posterior,
pasien menelan ludah/air, saat disuruh mengucapkan huruf A dengan membuka
mulut.
12
k. Nervus XI : Accesorius (gerakan otot trapezius dan sternocleidomastoideus):
Palpasi dan catat kekuatan otot trapezius, suruh pasien mengangkat bahu dan lakukan
tahanan sambil pasien melawan tahanan tersebut. Palpasi dan catat kekuatan otot
sternocleidomastoideus, suruh pasien memutar kepala dan lakukan tahanan dan suruh
pasien melawan tahanan.
12
l. Nervus XII : Hipoglosus (gerakan lidah) : Pasien suruh menjulurkan lidah dan
menggerakkan dari sisi ke sisi. Suruh pasien menekan pipi bagian dalam lalu tekan
dari luar, dan perintahkan pasien melawan tekanan tadi. Pada bayi observasi
koordinasi proses menelan, mengisap, dan penjuluran lidah. Pencet hidung,
perhatikan refleks membukanya mulut dengan ujung lidah di garis tengah.
13

C.4. Pemeriksaan Refleks Tendon Pada Anak
Jenis refleks yang dapat diperiksa pada anak yaitu refleks superfisialis dan
refleks tendon dalam.
Refleks superfisialis yang dapat diperiksa antara lain:
13
1. Refleks Abdomen: Gores kulit ke arah umbilikus. dikaji refleks di empat kuadran.
Refleks abdominal mungkin tidak dijumpai pada 6 bulan pertama. Hasil:
Umbilikus bergerak ke arah stimulus.
2. Refleks Kremasterik: Gores paha bagian dalam atas. Hasil: Testis tertarik ke dalam
kanalis inguinalis.
3. Refleks Anus: Rangsang kulit di area perianal. Hasil: Terjadi kontraksi sfingter
anus yang kuat.

9

Refleks tendon dalam antara lain:
14
1. Biseps: Fleksikan lengan bawah anak. Letakkan ibu jari perawat di atas ruang
antekubiti dan ketuk dengan palu refleks. Hasil: Lengan bawah sedikit fleksi.
2. Triseps: Tekuk lengan anak pada siku sambil menopang lengan bawah. Ketuk
tendon triseps di atas siku. Hasil: Lengan bawah sedikit ekstensi.
3. Brakioradialis: Letakkan lengan dan tangan anak pada posisi rileks dengan telapak
tangan di bawah. Ketuk radius 2,5 cm diatas pergelangan tangan. Hasil: Lengan
bawah fleksi dan telapak tangan mengangkat keatas.
4. Patella: Dudukkan anak di atas meja atau pangkuan orang tua dengan tungkai fleksi
dan tergantung. Ketuk tendon patela tepat di bawah tempurung lutut. Hasil:
Tungkai bawah ekstensi.
5. Achiles: Dudukkan anak di atas meja atau pangkuan orang tua dengan tungkai
fleksi dan topang kaki dengan pelan ketuk tendon achiles. Hasil: Plantar fleksi
kaki (menunjuk ke bawah).
C.5. Pemeriksaan Refleks Primitif
Uji refleks primitif yang rutin dilakukan pada pemeriksaan neurologis:
15-17
1. Refleks genggam palmar (Palmar Grasp). Tempatkan jari di tangan bayi, tekan di
permukaan telapak, semua jari bayi akan fleksi menggenggam jari yang menekan.
Sejak lahir s.d. 3-4 bulan. Bila menetap melewati 4 bulan menandakan disfungsi
serebral.
2. Refleks genggam plantar (Plantar Grasp). Sentuh telapak kaki pada pangkal ibu
jari.
Ibu jari akan menekuk. Sejak lahir s.d. 6-8 bulan. Bila menetap melewati 8 bulan
menandakan disfungsi serebral.
3. Refleks Moro. Pegang bayi di bagian kepala, punggung, dan kaki dalam posisi
supine. Rendahkan seluruh tubuh bayi secara tiba-tiba. Lengan akan abduksi dan
ekstensi, tangan terbuka, dan kaki fleksi. Mungkin diikuti dengan menangis. Sejak
10

lahir s.d. 4 bulan. Bila menetap melewati 4 bulan curiga adanya penyakit
neurologis. Dugaan semakin kuat bila menetap melewati 6 bulan.
4. Refleks Leher Tonik Asimetris. Bayi pada posisi supine, palingkan kepala ke satu
sisi, rahang di atas bahu. Ulangi ke sisi lainnya.Lengan/kaki pada sisi dimana
kepala dipalingkan akan ekstensi, sementara lengan/kaki pada sisi lainnya akan
fleksi. Sejak lahir s.d. 2 bulan. Bila menetap melewati 2 bulan menandakan suatu
penyakit neurologis.
5. Positive Support Reflex. Pegang bayi di sekeliling badannya, rendahkan hingga
kaki menyentuh permukaan yang datar. Panggul, lutut, dan engkel ekstensi, bayi
berdiri, jatuh setelah 20-30 detik. Sejak lahir / 2 bulan s.d. 6 bulan. Kurangnya
refleks menandakan hipotonia atau flasiditas. Ekstensi dan aduksi kaki (scissoring)
mnandakan spastisitas akibat penyakit neurologis.













11

BAB III
PENUTUP

Sistem saraf merupakan jaringan yang sangat penting dan berpengaruh
terhadap organ lainnya. Pemeriksaan neurologik merupakan proses yang dibutuhkan
bagi tenaga kesehatan untuk mendiagnosa kondisi kesehatan neurologis pasien.
Tujuan pemeriksaan fisik yaitu untuk mengetahui status sistem persarafan, status
kesehatan neurogis pasien, sebagai alat untuk menegakkan diagnosa.
Pemeriksaan neurologis pada anak mencakup pemeriksaan status mental,
motorik, sensorik, saraf kranial, refleks tendon, serta refleks primitif. Dalam
melakukan pemeriksaan neurologis pada anak dilakukan berbeda dengan
pemeriksaan. Pemeriksaan neurologis pada anak atau bayi memang tidak mudah
dilakukan karena anak atau bayi normal selalu bergerak aktif. Namun diharapkan
setiap tenaga kesehatan untuk bisa melakukan pemeriksaan neurologis dengan benar
agar dapat dengan cepat mengetahui bahkan mempertimbangkan terapi lanjutan jika
ditemukan adanya kelainan neurologis dengan harapan di masa yang datang anak
tersebut dapat hidup dengan layak dan mandiri.

Anda mungkin juga menyukai