Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

METODE AFM UNTUK KARAKTERISASI


NANOMATERIAL





Disusun Oleh:
Yuniar Dwi Inayatie 140310120049




PROGRAM STUDI FISIKA
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2014


BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Pengertian AFM
Pengembangan nanoteknologi atau teknologi rekayasa zat bersekala
nanometer belumlah tergolong lama. Material berskala nano merupakan
material yang sangat atraktif kerena memiliki sifat-sifat yang sangat berbeda
dibandingkan dengan yang diperlihatkan pada skala makroskopisnya.
Nanomaterial adalah bidang ilmu material dengan pendekatan berbasis
nanoteknologi. Nanoteknologi adalah pembuatan dan penggunaan materi pada
ukuran sangat kecil. Materi ini berukuran antara 1 100 nanometer. Satu nm
sama dengan satu-per-milyar meter (0.000000001 m. Ukuran 1 100 nm ini
disebut juga dengan skala nano (nanoscale). Jadi, dapat disimpulkan bahwa
nanomaterial itu adalah bahan atau material yg berukuran sangat kecil (skala
nano) yaitu 1-100 nm. Terdapat beberapa macam alat untuk mengkarakterisasi
material yang berukuran nanometer.
Mikroskop cahaya tidak dapat digunakan untuk mengkarakterisasi material
yang berukuran nanometer. Hal ini dikarenakan panjang gelombang cahaya
tampak yang digunakan pada mikroskop cahaya memiliki panjang gelombang
yang lebih besar daripada dimensi sistem yang diamati. Seperti yang diketahui
bahwa panjang gelombang cahaya tampak sekitar 400-700 nm. Oleh karena
itu, mikroskop cahaya tidak bisa mengamati sistem yang berukuran nanometer
(Lia.et.al, 2010). Atomic Forced Microscopy atau AFM merupakan alat
pengkarakterisasi material dengan menggunakan gaya atom antar tip dan
substrat. AFM adalah salah satu alat terpenting untuk pencitraan, mengukur,
dan memanipulasi materi pada skala nano.AFM merupakan suatu peralatan
yang sangat canggih untuk mempelajari struktur permukaan secara atomic,
fenomena fouling pada Bioreactor Materials (BRM) atau proses-proses
pemisahan membrane lainnya. AFM dapat menampilkan gambar 3 dimensi
dengan resolusi setara atomic serta memberikan informasi kuantitatif
mengenai morfologi permukaan. Berbeda dengan Scanning Electron
Microscopy (SEM), AFM tidak memerlukan perlakuan pendahuluan khusus
untuk sampel yang akan diakrakterisasi, AFM dapat bekerja dengan baik di
lingkungan lembab bahkan sekalipun di lingkungan yang cair. Namun ada
pula beberapa kekurangan dari AFM yaitu diantaranya ukuran gambar yang
dihasilkan kecil, kemudian tingkat scanning dan thermal drift yang relative
rendah.








BAB II
ISI
2.1. Peralatan AFM

AFM memberikan profile 3d permukaan pada skala nano, dengan
mengukur kekuatan antara probe tajam (<10nm) dan permukaan pada jarak yang
sangat pendek (0,2-10nm pemisahan probe-sampel). Probe didukung dengan
kantilever yang fleksibel. Ujung AFM menyentuh permukaan dengan lembut dan
mencatat gaya kecil antara probe dan permukaan. AFM terdiri dari kantilever
dengan probe yang tajam pada ujungnya. Ketika probe tersebut dekat dengan
sample, medan gaya antara probe dan sample akan menghasilkan defleksi pada
kantilever. Berdasarkan prinsip ini, dapat diperoleh informasi mengenai gambar
3D , kehalusan/kekasaran permukaan dan kekuatan Tarik-menarik (adhission
force).

2.2. Mekanisme Fisis yang Terjadi dalam Metode AFM

Probe ditempatkan pada ujung kantilever (misalkan dengan pegas).
Besarnya gaya antara probe dan sampel tergantung pada konstanta pegas dari
kantilever dan jarak antara probe dan permukaan sampel. Gaya ini
direpresentasikan dengan menggunakan Hukum Hooke:

Jika konstanta pegas kantilever (biasanya mendekati 0,1 1 N/m) kurang
dari luas permukaan maka bentuk lekukan dapat diamati. Hal ini terjadi pada gaya
antara rentang nN (10
-9
) hingga N (10
-6
) dalam udara terbuka.
Adapun pemrosesan gambar pada AFM adalah diawali dengan
memasukkan data yang sudah alam bentuk digital. Kemudian langkah berinkutnya
yaitu:


a. Levelling
Levelling hanya memproses langkah yang dilakukan pada data, dan
diperlukan dalam hampir semua kasus. Alasan levelling dibutuhkan adalah
bahwa gambar AFM biasanya mengukur tinggi sampel.
b. Filtering
Seringkali ada noise yang tidak diinginkanpada frekuensi rendah - tinggi
atau yang muncul dalam gambar AFM, dan noise ini dapat dihilangkan
dengan filtering. Kedua jenis filtering yang paling umum digunakan pada
gambar AFM adalah matriks filtering dan Fourier filtering.
c. Rotation, cropping and scaling
Rotation pada gambar adalah prosedur umum dalam analisis AFM. Hal ini
diperlukan fitur dalam garis gambar dengan sumbu scan. Hal ini untuk
analisis sampel teknis, misalnya untuk analisis rutin perangkat lunak
tertentu. Selain itu, kadang-kadang perlu untuk memindai bagian tertentu
dan penyelarasan dari sampel sebelum dan setelah diberikan treatmen
Sebuah treatmen umum diterapkan pada gambar AFM, yang dapat
digunakan untuk menghilangkan fitur yang tidak diinginkan dari tepi scan,
atau untuk mengisolasi bagian tertentu dari gambar untuk analisis lebih
lanjut.
d. Eror Correction
2.3. Mode Imaging
Terdapat tiga macam mode dalam karakterisasi dengan menggunakan AFM,
yaitu:
a. Contact Mode C

Sinar laser mengukur defleksi pada ujung kantilever. Umpan balik
ke scanner pizoelectroc membuat kekuatan (defleksi cntilever) konstan
b. Tapping Mode IC

Tip (ujung) berosilasi dengan amplitudo beberapa nm. Frekuensi
khasnya sekitar 50-400 kHz. Selain itu ujung tip-nya menyentuh
permukaan pada amplitudo maksimum. Sampel naik / turun, sehingga
amplitudonya konstan.
c. Non-Contac Mode NC

Ujung Tip berosilasi dengan amplitudo beberapa nm . Dengan
frekuensi khas sekitar 50-400 kHz . Jarak antara ujung kantilever tetap 5-
10 nm dari permukaan. Sampel naik / turun, sehingga amplitudonya
konstan. Tepat untuk mengkarakterisasi material yang lunak.
2.4. Aplikasi AFM

1) Pengukuran nanopartikel






2) Pengukuran mekanik nanotube

3) Konstruksi nanodevice dengan AFM

4) Interaksi partikel-DNA

5) Eelectric pengukuran struktur nano dengan AFM






BAB III
PENUTUP
3.1. Simpulan
Mode pada AFM :
1) Contact Mode memiliki interaksi gaya yang kuat tetapi buruk dengan gaya
yang konstan dan jarak yang konstan
2) Non-Contact Mode memiliki interaksi gaya yang lemah tetapi atraktif
dengan probe yang bergetar
3) Intermittent Contact Mode memiliki interaksi gaya yang kuat tetapi buruk
dan probe yang bergetar.

Anda mungkin juga menyukai