Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Infertilitas merupakan suatu permasalahan yang cukup lama dalam dunia
kedokteran.Namun sampai saat ini ilmu kedokteran baru berhasil menolong 50% pasangan
infertililitas untuk memperoleh anak. Di masyarakat kadang infertilitas di salah artikan
sebagai ketidakmampuan mutlak untuk memiliki anak atau kemandulan pada kenyataannya
dibidang reproduksi, infertilitas diartikan sebagai kekurangmampuan pasangan untuk
menghasilkan keturunan, jadi bukanlah ketidakmampuan mutlak untuk memiliki keturunan.
Menurut catatan WHO, diketahui penyebab infertilitas pada perempuan di antaranya,
adalah: faktor Tuba fallopii (saluran telur) 36%, gangguan ovulasi 33%, endometriosis 30%,
dan hal lain yang tidak diketahui sekitar 26%.Hal ini berarti sebagian besar masalah
infertilitas pada perempuan disebabkan oleh gangguan pada organ reproduksi atau karena
gangguan proses ovulasi. Di Indonesia terdapat sekitar tiga juta pasangan suami istri yang
tidak mempunyai anak dan dikatakan sebagai pasangan yang mengalami kemandulan atau
infertilitas. Sebagian besar pasangan suami istri berpikir bahwa mereka akan mudah
memperoleh anak. Sebetulnya 1 diantara 10 pasang akan mengalami hambatan untuk
mempunyai anak.
Infertilitas bagi pasangan suami istri yang mendambakan anak menimbulkan kesedihan,
kemarahan dan kekecewaan dalam keluarga. Ilmu kedokteran masa kini baru berhasil
menolong 50 % pasangan suami istri untuk dapat memperoleh anak. Ini berarti separuhnya
terpaksa menempuh hidup tanpa anak, mengangkat anak ( adopsi), poligini atau
bercerai.Seringkali wanita yang dipersalahkan bila suatu pasangan suami istri sukar
memperoleh keturunan. Sekitar 40 % kasus infertilitas disebabkan oleh kemandulan wanita,
30 % disebabkan oleh kemandulan pria dan 30% oleh keduanya. Kadang-kadang dalam
pasangan suami istri, pria tidak bisa menerima kenyataan bahwa masalah berasal dari kedua
belah pihak, sehingga akan menolak untuk dilakukan pemeriksaan. Hal ini disebabkan karena
menganggap infertilitas sebagai suatu hal yang memalukan di masyarakat, dimana seorang
pria diharapkan dapat meneruskan keturunannya sebagai ciri kejantanan.

1.2. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini agar mahasiswa dapat mengetahui tentang
infertilitas, faktor penyebab infertilitas, serta faktor lain yang dapat mempengaruhi terjadinya
infertilitas baik pada pria maupun pada wanita.

1.3. Manfaat Penulisan
Manfaat yang didapatkan dalam penulisan makalah ini antra lain :
1. Sebagai bahan informasi bagi masyarakat terutama bagi keluarga yang terkena
penyakit infertilitas.
2. Sebagai bahan bacaan kedepan bagi mahasiswa lain yang mempunyai minat terkait dengan
infertilitas.




BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Definisi Infertilitas
Infertilitas adalah ketidakmampuan untuk hamil setelah sekurang-kurangnya satu tahun
berhubungan seksual sedikitnya empat kali seminggu tanpa kontrasepsi (Strigh B, 2005 : 5 ).
Sedangkan Menurut Mansjoer, 2004. Infertilitas adalah bila pasangan suami istri, setelah
bersanggama secara teratur 2-3 kali seminggu, tanpa memakai metode pencegahan belum
mengalami kehamilan selama satu tahun
2.1.1. Jenis infertilitas
Jenis infertilitas ada dua yaitu infertilitas primer dan infertilitas sekunder. Infertilitas
primer adalah kalau istri belum pernah hamil walaupun bersanggama tanpa usaha kontrasepsi
dan dihadapkan pada kepada kemungkinan kehamilan selama dua belas bulan. Infertilitas
sekunder adalah kalau isrti pernah hamil, namun kemudian tidak terjadi kehamilan lagi
walaupun bersanggama tanpa usaha kontrasepsi dan dihadapkan kepada kemungkinan
kehamilan selama dua belas bulan.
2.1.2. Penyebab Infertilitas
Penyebab infertilitas dapat dibagi menjadi tiga kelompok : satu pertiga masalah terkait
pada wanita, satu pertiga pada pria dan satu pertiga disebabkan oleh faktor kombinasi.

2.2. Infertilitas Pada Wanita

a. Masalah vagina
Infeksi vagina seperti vaginitis, trikomonas vaginalis yang hebat akan menyebabkan
infeksi lanjut pada portio, serviks, endometrium bahkan sampai ke tuba yang dapat
menyebabkan gangguan pergerakan dan penyumbatan pada tuba sebagai organ reproduksi
vital untuk terjadinya konsepsi. Disfungsi seksual yang mencegah penetrasi penis, atau
lingkungan vagina yang sangat asam, yang secara nyata dapat mengurangi daya hidup sperma
( Stright B, 2005 : 60 ).
b. Masalah serviks
Gangguan pada setiap perubahan fisiologis yang secara normal terjadi selama periode
praovulatori dan ovulatori yang membuat lingkungan serviks kondusif bagi daya hidup
sperma misalnya peningkatan alkalinitas dan peningkatan sekresi ( Stright B, 2005, hal. 60 ).
c. Masalah uterus
Nidasi ovum yang telah dibuahi terjadi di endometrium. Kejadian ini tidak dapat
berlangsung apabila ada patologi di uterus. Patologi tersebut antara lain polip endometrium,
adenomiosis, mioma uterus atau leiomioma,bekas kuretase dan abortus septik. Kelainan-
kelainan tersebut dapat mengganggu implantasi, pertumbuhan,nutrisi serta oksigenisasi janin (
Wiknjosastro, 2002 : 509 ).
d. Masalah tuba
Saluran telur mempunyai fungsi yang sangat vital dalam proses kehamilan. Apabila
terjadi masalah dalam saluran reproduksi wanita tersebut, maka dapat menghambat
pergerakan ovum ke uterus, mencegah masuknya sperma atau menghambat implantasi ovum
yang telah dibuahi. Sumbatan di tuba fallopi merupakan salah satu dari banyak penyebab
infertilitas. Sumbatan tersebut dapat terjadi akibat infeksi, pembedahan tuba atau adhesi yang
disebabkan oleh endometriosis atau inflamasi (Hall et all. 1974 ). Infertilitas yang
berhubungan dengan masalah tuba ini yang paling menonjol adalah adanya peningkatan
insiden penyakit radang panggul ( pelvic inflammatory disease PID). PID ini menyebabkan
jaringan parut yang memblok kedua tuba fallopi.
e. Masalah ovarium
Wanita perlu memiliki siklus ovulasi yang teratur untuk menjadi hamil, ovumnya harus
normal dan tidak boleh ada hambatan dalam jalur lintasan sperma atau implantasi ovum yang
telah dibuahi. Dalam hal ini masalah ovarium yang dapat mempengaruhi infertilitas yaitu
kista atau tumor ovarium, penyakit ovarium polikistik, endometriosis, atau riwayat
pembedahan yang mengganggu siklus ovarium. Dari perspektif psikologis, terdapat juga suatu
korelasi antara hyperprolaktinemia dan tingginya tingkat stress diantara pasangan yang
mempengaruhi fungsi hormone.( Handersen C & Jones K, 2006 : 86 ).

2.3. Infertilitas Pada Pria
a. Faktor koitus pria
Faktor-faktor ini meliputi spermatogenesis abnormal, motilitas abnormal, kelainan
anatomi, gangguan endokrin dan disfungsi seksual. Kelaianan anatomi yang mungkin
menyebabkan infertilitas adalah tidak adanya vasdeferens kongenital,
obstruksi vasdeferens dan kelainan kongenital system ejakulasi.Spermatogenesis abnormal
dapat terjadi akibat orkitis karena mumps, kelainan kromosom, terpajan bahan kimia, radiasi
atau varikokel ( Benson R & Pernoll M, 2009 : 680 ).

b. Masalah ejakulasi
Ejakulasian retrograde yang berhubungan dengan diabetes, kerusakan saraf, obat-obatan
atau trauma bedah.
c. Faktor lain
Adapun yang berpengaruh terhadap produksi sperma atau semen adalah infeksi yang
ditularkan melalui hubungan seksual, stress, nutrisi yang tidak adekuat, asupan alkohol
berlebihan dan nikotin.
d. Faktor pekerjaan
Produksi sperma yang optimal membutuhkan suhu di bawah temperature tubuh,
Spermagenesis diperkirakan kurang efisien pada pria dengan jenis pekerjaan tertentu, yaitu
pada petugas pemadam kebakaran dan pengemudi truk jarak jauh ( Henderson C & Jones K,
2006 : 89).
e. Masalah interaktif
Berupa masalah yang berasal dari penyebab spesifik untuk setiap pasangan
meliputi : frekuensi sanggama yang tidak memadai, waktu sanggama yang buruk,
perkembangan antibody terhadap sperma pasangan dan ketidakmampuan sperma untuk
melakukan penetrasi ke sel telur ( Stritgh B, 2005 : 61 ).
Infertilitas terutama lebih banyak terjadi di kota-kota besar karena gaya hidup yang
penuh stres, emosional dan kerja keras serta pola makan yang tidak seimbang. Infertilitas
dapat terjadi dari sisi pria, wanita, kedua-duanya, maupun pasangan. Disebut infertilitas
pasangan bila terjadi penolakan sperma suami oleh istri sehingga sperma tidak dapat bertemu
dengan sel telur. Hal ini biasanya disebabkan oleh ketidaksesuaian antigen/antibodi pasangan
tersebut.

Dari sisi pria, penyebab infertilitas yang paling umum terjadi adalah:
1. Bentuk dan gerakan sperma yang tidak sempurna
Sperma harus berbentuk sempurna serta dapat bergerak cepat dan akurat menuju ke telur agar
dapat terjadi pembuahan. Bila bentuk dan struktur (morfologi) sperma tidak normal atau
gerakannya (motilitas) tidak sempurna sperma tidak dapat mencapai atau menembus sel telur.
2. Konsentrasi sperma rendah
Konsentrasi sperma yang normal adalah 20 juta sperma/ml semen atau lebih. Bila 10 juta/ml
atau kurang maka menujukkan konsentrasi yang rendah (kurang subur). Hitungan 40 juta
sperma/ml atau lebih berarti sangat subur. Jarang sekali ada pria yang sama sekali tidak
memproduksi sperma. Kurangnya konsentrasi sperma ini dapat disebabkan oleh testis yang
kepanasan (misalnya karena selalu memakai celana ketat), terlalu sering berejakulasi
(hiperseks), merokok, alkohol dan kelelahan.
3. Tidak ada semen
Semen adalah cairan yang mengantarkan sperma dari penis menuju vagina. Bila tidak ada
semen maka sperma tidak terangkut (tidak ada ejakulasi). Kondisi ini biasanya disebabkan
penyakit atau kecelakaan yang memengaruhi tulang belakang.
4. Varikosel (varicocele)
Varikosel adalah varises atau pelebaran pembuluh darah vena yang berhubungan dengan
testis. Sebagaimana diketahui, testis adalah tempat produksi dan penyimpanan sperma.
Varises yang disebabkan kerusakan pada sistem katup pembuluh darah tersebut membuat
pembuluh darah melebar dan mengumpulkan darah. Akibatnya, fungsi testis memproduksi
dan menyalurkan sperma terganggu.
5. Testis tidak turun
Testis gagal turun adalah kelainan bawaan sejak lahir, terjadi saat salah satu atau kedua buah
pelir tetap berada di perut dan tidak turun ke kantong skrotum. Karena suhu yang lebih tinggi
dibandingkan suhu pada skrotum, produksi sperma mungkin terganggu.
6. Kekurangan hormon testosteron
Kekurangan hormon ini dapat memengaruhi kemampuan testis dalam memproduksi sperma.
7. Kelainan genetik
Dalam kelainan genetik yang disebut sindroma Klinefelter, seorang pria memiliki dua
kromosom X dan satu kromosom Y, bukannya satu X dan satu Y. Hal ini menyebabkan
pertumbuhan abnormal pada testis sehingga sedikit atau sama sekali tidak memproduksi
sperma. Dalam penyakit Cystic fibrosis, beberapa pria penderitanya tidak dapat mengeluarkan
sperma dari testis mereka, meskipun sperma tersedia dalam jumlah yang cukup. Hal ini
karena mereka tidak memiliki vas deferens, saluran yang menghubungkan testis dengan
saluran ejakulasi.
8. Infeksi
Infeksi dapat memengaruhi motilitas sperma untuk sementara. Penyakit menular seksual
seperti klamidia dan gonore sering menyebabkan infertilitas karena menyebabkan skar yang
memblokir jalannya sperma.

9. Masalah seksual
Masalah seksual dapat menyebabkan infertilitas, misalnya disfungsi ereksi, ejakulasi
prematur, sakit saat berhubungan (disparunia). Demikian juga dengan penggunaan minyak
atau pelumas tertentu yang bersifat toksik terhadap sperma.
10. Ejakulasi balik
Hal ini terjadi ketika semen yang dikeluarkan justru berbalik masuk ke kantung kemih,
bukannya keluar melalui penis saat terjadi ejakulasi. Ada beberapa kondisi yang dapat
menyebabkannya, di antaranya adalah diabetes, pembedahan di kemih, prostat atau uretra, dan
pengaruh obat-obatan tertentu.
11. Sumbatan di epididimis/saluran ejakulasi
Beberapa pria terlahir dengan sumbatan di daerah testis yang berisi sperma (epididimis) atau
saluran ejakulasi. Beberapa pria tidak memiliki pembuluh yang membawa sperma dari testis
ke lubang penis.
12. Lubang kencing yang salah tempat (hipoepispadia)
Kelainan bawaan ini terjadi saat lubang kencing berada di bagian bawah penis. Bila tidak
dioperasi maka sperma dapat kesulitan mencapai serviks.
13. Antibodi pembunuh sperma
Antibodi yang membunuh atau melemahkan sperma biasanya terjadi setelah pria menjalani
vasektomi. Keberadaan antibodi ini menyulitkannya mendapatkan anak kembali saat
vasektomi dicabut.


14. Pencemaran lingkungan
Paparan polusi lingkungan dapat mengurangi jumlah sperma dengan efek langsung pada
fungsi testis dan sistem hormon. Beberapa bahan kimia yang mempengaruhi produksi sperma
antara lain: radikal bebas, pestisida (DDT, aldrin, dieldrin, PCPs, dioxin, furan, dll), bahan
kimia plastik, hidrokarbon (etilbenzena, benzena, toluena, dan xilena), dan logam berat seperti
timbal, kadmium atau arsenik.
15. Kanker Testis
Kanker testis berpengaruh langsung terhadap
kemampuan testis memproduksi dan menyimpan sperma. Penyakit ini paling sering terjadi
pada pria usia 18 32 tahun.







Gambar gerakan sperma yang tidak sempurna
2.4. Penyebab Infertilitas Sekunder
Masalah pada infertilitas sekunder sangat berhubungan dengan masalah pada pasangan
dengan infertilitas primer. Sebagian besar pasangan dengan infertilitas sekunder menemukan
penyebab masalah kemandulan sekunder tersebut, darikombinasi berbagai faktor meliputi :

Usia
Faktor usia sangat berpengaruh pada kesuburan seorang wanita. Selama wanita tersebut
masih dalam masa reproduksi yang berarti mengalami haid yang teratur, kemungkinan masih
bisa hamil. Akan tetapi seiring dengan bertambahnya usia maka kemampuan indung telur
untuk menghasilkan sel telur akan mengalami penurunan. Penelitian menunjukkan bahwa
potensi wanita untuk hamil akan menurun setelah usia 25 tahun dan menurun drastis setelah
usia diatas 38 tahun. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh National Center for Health
Statistics menunjukkan bahwa wanita subur berusia dibawah 25 tahun memiliki kemungkinan
hamil 96% dalam setahun, usia 25 34 tahun menurun menjadi 86% dan 78% pada usia 35
44 tahun. Pada pria dengan bertambahnya usia juga menyebabkan penurunan kesuburan.
Meskipun pria terus menerus memproduksi sperma sepanjang hidupnya, akan tetapi
morfologi sperma mereka mulai menurun. Penelitian mengungkapkan hanya sepertiga pria
yang berusia diatas 40 tahun mampu menghamili isterinya dalam waktu 6 bulan dibanding
pria yang berusia dibawah 25 tahun. Selain itu usia yang semakin tua juga mempengaruhi
kualitas sperma ( Kasdu, 2001:63 ).
Masalah reproduksi
Masalah pada system reproduksi dapat berkembang setelah kehamilan awal
bahkan, kehamilan sebelumnya kadang-kadang menyebabkan masalah reproduksi yang benar-
benar mengarah pada infertilitas sekunder, misalnya perempuan yang melahirkan dengan
operasi caesar, dapat menyebabkan jaringan parut yang mengarah pada penyumbatan tuba.
Masalah lain yang juga berperan dalamreproduksi yaitu ovulasi tidak teratur, gangguan pada
kelenjar pituitary dan penyumbatan saluran sperma.
Faktor gaya hidup
Perubahan pada faktor gaya hidup juga dapat berdampak pada kemampuan setiap
pasangan untuk dapat menghamili atau hamil lagi. Wanita dengan berat badan yang
berlebihan sering mengalami gangguan ovulasi, karena kelebihan berat badan dapat
mempengaruhi estrogen dalam tubuh dan mengurangi kemampuan untuk hamil. Pria yang
berolah raga secara berlebihan juga dapat meningkatkan suhu tubuh mereka,yang
mempengaruhi perkembangan sperma dan penggunaan celana dalam yang ketat juga
mempengaruhi motilitas sperma ( Kasdu, 2001:66 ).
2.4.1 Faktor Penyebab Infertilitas dari Segi Psikologis
Kesuburan wanita secara mutlak dipengaruhi oleh proses-proses fisiologis dan
anatomis, di mana proses fisiologis tersebut berasal dari sekresi internal yang
mempengaruhi kesuburan. Dalam hal ini kesuburan wanita itu merupakan satu unit
psikosomatis yang selalu dipengaruhi oleh bermacam-macam faktor psikis dan factor organis
atau fisis. Kesulitan- kesulitan psikologis ini berkaitan dengan koitus dan kehamilan, yang
biasanya mengakibatkan ketidakmampuan wanita menjadi hamil. Pengalaman-pengalaman
membuktikan, bahwa unsur ketakutan serta kecemasan berkaitan dengan fungsi reproduksi
yang menimbulkan dampak yang merintangi tercapainya orgasme pada koitus. Pada
umumnya dinyatakan bahwa sebab yang paling banyak dari kemandulan adalah ketakutan-
ketakutan yang tidak disadari atau yang ada dibawah sadar, yang infantile atau kekanak-
kanakan sifatnya. (Kartono, 2007:74 ). Penelitian kedokteran juga menemukan bahwa
peningkatan kadar prolaktin dan kadar Lutheinizing Hormon (LH) berhubungan erat dengan
masalah psikis. Kecemasan dan ketegangan cenderung mengacaukan kadar LH, serta
kesedihan dan murung cenderung meningkatkan prolaktin. Kadar prolaktin yang tinggi dapat
mengganggu pengeluaran LH dan menekan hormon gonadotropin yang mempengaruhi
terjadinya ovulasi ( Kasdu, 2001 : 70 ).
Pasangan suami istri yang mengalami infertilitas sering kali mengalami perasaan
tertekan terutama pihak wanita yang pada akhirnya dapat jatuh pada keadaan depresi, cemas
dan lelah yang berkepanjangan. Perasaan yang dialami para wanita tersebut timbul sebagai
akibat dari hasil pemeriksaan, pengobatan dan penanganan yang terus menerus tidak
membuahkan hasil. Hal inilah yang mengakibatkan wanita merasa kehilangan kepercayaan
diri serta perasaan tidak enak terhadap diri sendiri, suami dan keluarga ataupun lingkungan
dimana wanita itu berada. Keadaan wanita yang lebih rileks ternyata lebih mudah hamil
dibandingkan dengan wanita yang selalu dalam keadaan stres.
Adapun perasaan tertekan atau tegang yang dialami wanita tersebut berpengaruh
terhadap fungsi hipotalamus yang merupakan kelenjar otak yang mengirimkan sejumlah
sinyal untuk mengeluarkan hormon stres keseluruh tubuh. Hormon stress yang terlalu banyak
keluar dan lama akan mengakibatkan rangsangan yang berlebihan pada jantung dan
melemahkan sistem kekebalan tubuh. Kelebihan hormon stres juga dapat mengganggu
keseimbangan hormon, sistem reproduksi ataupun kesuburan. Pernyataan ini seperti
dikemukakan oleh Mark Saver pada penelitiannya tahun 1995, mengenai Psychomatic
Medicine yang menjelaskan bahwa wanita dengan riwayat tekanan jiwa kecil kemungkinan
untuk hamil dibandingkan dengan wanita yang tidak mengalaminya. Hal ini terjadi karena
wanita tersebut mengalami ketidakseimbangan hormon (hormon estrogen). Kelebihan hormon
estrogen akan memberikan sinyal kepada hormon progesteron untuk tidak berproduksi lagi
karena kebutuhannya sudah mencukupi. Akibatnya akan terjadi kekurangan hormon
progesteron yang berpengaruh terhadap proses terjadinya ovulasi (Kasdu, 2001 : 72).
2.4.2. Pengaruh Kebudayaan terhadap Infertilitas
Berbagai budaya di belahan dunia masih menggunakan simbol dan upacara adat untuk
merayakan fertilitas ataupun keberhasilan pasangan dalam memperoleh keturunan. Salah satu
upacara yang masih bertahan sampai saat ini ialah adat istiadat melempar beras ke arah
pengantin pria dan wanita. Ada juga yang memberikan rokok, permen ataupun pensil sebagai
ucapan selamat kepada pria yang baru menjadi ayah sebagai antisipasi kelahiran anak. Banyak
budaya yang masih menjamur terutama ditengah-tengah masyarakat kita yang menyatakan
bahwa suatu ketidaksuburan itu merupakan tanggung jawab wanita.

2.5. Kecemasan
Kecemasan atau ansietas adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak didukung oleh
situasi. Tidak ada objek yang dapat diidentifikasi sebagai stimulus ansietas (Comer, 1992
dalam Videbeck 2008).Menurut Daradjat Z (2006), kecemasan adalah suatu manifestasi dari
berbagai proses emosi yang bercampur baur, yang terjadi ketika orang sedang mengalami
tekanan perasaan dan pertentangan bathin atau konflik. Kecemasan memiliki dua aspek yakni
aspek yang sehat dan aspek membahayakan, yang bergantung pada tingkat ansietas, lama
ansietas yang dialami dan seberapa baik seseorang itu menghadapi ansietas tersebut. Setiap
tingkat ansietas menyebabkan perubahan fisiologis dan emosional pada setiap individu yang
mengalaminya.Gangguan kecemasan pada pasangan infertilitas sekunder dapat berupa rasa
takut dan khawatir yang tidak menyenangkan yang sering disertai dengan rasa tidak percaya
bahwa mereka sulit untuk hamil lagi setelah sukses untuk hamil pertama kali. Hal ini umum
untuk mengalami perasaan sedih, melihat orang yang dengan begitu mudah mengembangkan
keluargan mereka. Pasangan yang mengalami infertilitas sekunder sering juga merasa
sendirian, tidak hanya keluarga, teman-teman juga sepertinya tidak mampu memahami dan
kurang mendukung mereka.
Menurut Peplau (1952 ), ada empat tingkatan kecemasan yaitu :
1. Kecemasan ringan berhubungan dengan perasaan bahwa ada sesuatu yang berbeda dan
membutuhkan perhatian khusus. Dalam hal ini individu dapat memproses informasi, belajar
dan menyelesaikan masalah. Pada dasarnya kecemasan ini dapat memotivasi belajar, berpikir,
bertindak, merasakan dan melindungi diri sendiri.
2. Kecemasan sedang merupakan perasaan yang mengganggu bahwa ada sesuatu yang benar-
benar berbeda, yang memungkinkan individu untuk berfokus pada hal yang penting dan
mengesampingkan hal yang lain. Kecemasan ini dapat mempersempit lapang persepsi
individu. Dengan demikian individu mengalami tindak perhatian yang selektif, namun dapat
berfokus pada lebih banyak area jika diarahkan untuk melakukannya.
3. Kecemasan berat dialami ketika individu yakin bahwa ada sesuatu yang berbeda dan ada
ancaman serta memperlihatkan respon takut dan distress. Pada tahap ini individu mengalami
kesulitan untuk berpikir dan melakukan pertimbangan, otot-otot menjadi tegang, tanda vital
meningkat, mondar mandir, gelisah, iritabilitas dan kemarahan. Semua prilaku yang
ditunjukkan menggunakan cara psikomotor emosional yang sama untuk melepas ketegangan
dan individu memerlukan banyak arahan untuk berfokus pada hal lain.
4. Tahap panik memperlihatkan bahwa semua pemikiran rasional berhenti dan individu
tersebut mengalami respon fight, flight atau freeze, yakni kebutuhan untuk pergi secepatnya,
tetap di tempat dan berjuang atau menjadi beku dan tidak dapat melakukan sesuatu. Panik
mencakup disorganisasi kepribadian dan menimbulkan peningkatan aktivitas motorik,
menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain dan persepsi yang
menyimpang. Gangguan kecemasan pada setiap individu dapat bersifat ekstrem dan
melemahkan, yang mengganggu kehidupan sehari-hari.

2.6. Frekuensi dan Distribusi pada Infertilitas
Hubungan intim (coitus) atau onani (masturbasi) yang dilakukan setiap hari akan
mengurangi jumlah dan kepadatan sperma. Frekuensi yang dianjurkan adalah 2-3 kali
seminggu sehingga memberi waktu testis memperoduksi sperma dalam jumlah cukup dan
matang. Inferilitas dipengaruhi oleh hubungan seksual yang berkualitas yaitu dilakukan
dengan frekuensi 2-3 kali seminggu, terjadi penetrasi dan tanpa kontrasepsi. Penetrasi adalah
masuknya penis ke vagina sehinga sperma dapat dikeluarkan yang nantinya akan bertemu sel
telur yang menunggu di saluran telur wanita (tuba fallopii). Penetrasi terjadi bila penis tegang
(ereksi). Oleh karena itu, gangguan ereksi (impotensi) dapat menyebabkan infertilitas.
Penetrasi yang optimal dilakukan dengan cara posisi pria diatas dan wanita dibawah sebagai
tambahan dibawah pantat wanita diberi bantal agar sperma dapat tertampung, dianjurkan
setelah wanita menerima sperma, wanita berbaring dulu selama 10 menit sampai satu jam
bertujuan memberi waktu pada sperma bergerak menuju saluran telur untuk bertemu sel telur.
Marak ditengah masyarakat bahwa supaya hamil saat berhubungan seksual wanita harus
orgasme. Pernyataan itu keliru, karena kehamilan terjadi bila sel telur dan sperma bertemu,
hal ini juga perlu diingat bahwa sel telur tidak dilepaskan karena orgasme. Satu telur dilepas
sel indung telur dalam setiap masturbasi yaitu 14 hari sebelum mentruasi berikutnya,
peristiwa itu disebut ovulasi. Sel telur kemudian menuggu sel sperma di saluran telur (tuba
fallopii) selama 48 jam. Masa tersebut disebut masa subur.
Grafik 1. Prevalensi penyebab terjadinya infertilitas





Dari grafik diatas membuktikan bahwa suami menyumbang 25-40% dari angka kejadian
infertil, istri 40-55%, keduanya 10%, dan idiopatik 10%. Hal ini dapat menghapus anggapan
bahwa infertilitas terjadi murni karena kesalahan dari pihak wanita/istri.


Tabel 1. Lama infertilitas pada pasangan-pasangan di berbagai wilayah geografis

Lama
infertilitas
dalam tahun
Persentase Pasangan
Negara
maju
Afrika Asia Amerika
Latin
Timur
Tengah
<> 46 30 34 35 24
2,5 4 29 33 31 29 22
4,5 7,5 18 21 22 24 26
> 8 7 16 13 12 28

Tabel 1. Menunjukkan lama infertilitas perlu dalam merancang atau melaporkan
penelitian ilmiah dan klinis tentang infertilitas. Pada percobaan klinis tanpa kontrol, angka
kehamilan spontan sering kali disalahartikan sebagai efek pengobatan. Pada umumnya,
pasangan di negara maju mencari bantuan pengobatan setelah waktu intertilitas yang lebih
pendek. Lama infertilitas tidak memberikan informasi tentang apakah masalah infertilitas ada
pada pihak pria atau wanita. Pada kasus-kasus infertilitas sekunder harus dicatat jumlah bulan
setelah kehamilan terakhir. Untuk pria dengan infertilitas sekunder, jangka waktu yang lebih
panjang dari kehamilan terakhir dapat berhubungan dengan peningkatan kemungkinan
kelainan yang didapat pada diagnosis.
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Macam Infertilitas pada Wanita Infertilitas

Macam Infertilitas Frekuensi Presentase (%)
Primer 16 84,21
Sekunder 3 15, 79
Jumlah 19 100 %

Berdasarkan tabel diatas dapat dijelaskan bahwa dari 19 responden, sebanyak 16
responden (84,21 %) adalah wanita infertilitas primer.
2.7. Gejala dan Pencegahan Infertilitas
A. Gejala
1. Gejala yang timbul tidak kunjung hamil.
2. Reaksi emosional (baik pada isteri, suami maupun keduanya) kerena tidak memiliki anak.
3. Kemandulan sendiri tidak menyebabkan penyakit fisik, tetapi dampak psikisnya pada suami,
isteri maupun keduanya bisa sangat berat.
4. Pasangan tersebut mungkin akan menghadapi masalah
5. Pernikahan (termasuk perceraian), depresi dan kecemasan.
B. Pencegahan
1. Kemandulan seringkali sebabkan oleh penyakit menular seksual, karena itu dianjurkan
untuk menjalani perilaku seksual yang aman guna meminimalkan risiko kemandulan dimasa
yang akan datang.
2. Imunisasi gondongan telah terbukti mampu mencegah gondongan dan komplikasinya pada
pria (orkitis). Kemandulan akibat gondongan bisa dicegah dengan menjalani imunisasi
gondongan.
3. Beberapa jenis alat kontrasepsi memiliki risiko kemandulan lebih tinggi misalnya; IUD.
IUD tidak dianjurkan untuk dipakai pada wanita yang belum pernah memiliki anak.






BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas, maka ada beberapa hal yang dapat kami simpulkan antara lain
sebagai berikut :
1. Wanita perlu memiliki siklus ovulasi yang teratur untuk menjadi hamil, ovumnya harus
normal dan tidak boleh ada hambatan dalam jalur lintasan sperma atau implantasi ovum yang
telah dibuahi.
2. Disebut infertilitas pasangan bila terjadi penolakan sperma suami oleh istri sehingga sperma
tidak dapat bertemu dengan sel telur. Hal ini biasanya disebabkan oleh ketidaksesuaian
antigen/antibodi pasangan tersebut.
3. motilitas abnormal, kelainan anatomi, gangguan endokrin dan disfungsi seksual. Kelaianan
anatomi yang mungkin menyebabkan infertilitas adalah tidak adanya vasdeferens kongenital,
obstruksivasdeferens dan kelainan kongenital system ejakulasi. Spermatogenesisabnormal
dapat terjadi akibat orkitis karena mumps, kelainan kromosom, terpajan bahan kimia, radiasi
atau varikokel.

3.2. Saran

Sebaiknya bagi keluarga yang mempunyai penyakit yang sama terkait dengan
infertilitas, maka perlu dilakukannya pemeriksaan kedokter untuk dilakukan uji lanjut (uji
Laboratorium).
DAFTAR PUSTAKA


Dep. Kes RI, 2005. Pemberdayaan Wanita Dalam Bidang Kesehatan. Fakultas Kedokteran
UNFAD.

Budiarto, 2002. Biostatika Untuk Kedokteran Dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta : EGC

Daniel, 2008. Benarkah Infertilitas Disebabkan Gaya Hidup. Bandung : PT. Refika Aditama.

Elizabeth, 2005. Panduan kesehatan Bagi Wanita. Jakarta : PT. Prestasi Pustaka.

Manuaba, IBG., 1999. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Arcan. Jakarta.

Hasto, 2002. Infertilitas. Makalah Seminar Bayi Tabung. RSUP dr. Sardjito,Yogyakarta.


Sumapraja S. Pemeriksaan pasangan infertil.Jakarta : Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi
Indonesia

Anda mungkin juga menyukai