Anda di halaman 1dari 24

Inotropik adalah agen obat yang berperan dalam kontraksi otot jantung (miokardium).

Inotropik dibagi dalam dua agen yaitu :


1. Agen inotropik positif : agen yang meningkatkan kontraktilitas miokard, dan digunakan
untuk mendukung fungsi jantung dalam kondisi seperti gagal jantung, syok kardiogenik, syok
septic, kardiomiopati.
Contoh agen inotropik positif meliputi : Berberine, Omecamtiv, Dopamin, Epinefrin
(adrenalin), isoprenalin (isoproterenol), Digoxin, Digitalis, Amrinon, Teofilin

2. Agen inotropik negative : agen menurunkan kontraktilitas miokard, dan digunakan untuk
mengurangi beban kerja jantung.
Contoh agen inotropik negative meliputi : Carvedilol, Bisoprolol, metoprolol, Diltiazem,
Verapamil, Clevidipine, Quinidin.

Kronotropik adalah agen obat yang berperan dalam denyut jantung. Kronotropik dibagi
dalam dua agen yaitu :
1. Agen kronotropik positif : agen yang meningkatkan denyut jantung dengan mempengaruhi
saraf mengendalikan hati, atau dengan mengubah irama yang dihasilakan oleh node sinoatrial
Contoh agen kronotropik positif meliputi : sebagian Adrenergic agonic, Antropin,
Dopamin, Epinefrin, Isoproterenol.

2. Agen kronotropik negative : agen yang menurunkan denyut jantung dengan cara
mempengaruhi saraf mengendalikan hati, atau dengan carah mengubah irama yang dihasilakn
oleh node sinoatrial.
Contoh agen kronotropik negative meliputi : Metoprolol. Asetilkolin, Digoxin, Diltiazem
dan Verapamil.

Gangguan Sirkulasi dan Irama
GANGGUAN SIRKULASI DAN IRAMA
Setelah penilaian dan penanganan awal dari jalan nafas dan pernafasan, perlu dilakukan
penialaian sirkulasi. (Tabel 6.1)
Kondisi gawat darurat akut dibahas pada bab mengenai resusitasi. Fokus pada bab ini adalah
follow up untuk masalah-masalah tersebut.

Syok (Tabel 6.2)
Tiga tahap pada syok (Tabel 6.3)
Tabel 6.1 Penilaian Sistem kardiovaskuler
Nadi Frekuensi, Irama, Kualitas
Waktu pengisian kapiler (Capillary Refill Time/CRT) atau perbedaan suhu perifer
Tekanan Darah
Penilaian sirkulasi adekuat atau tidak
Efek pada sistem lain, misalnya tingkat kesadaran, produksi urin.
EKG


Tabel 6.2 Penyebab Syok
Hipovolemik
Distributif
Kardiogenik
Septik
Dissosiatif

Tabel 6.3 Tahap-tahap kegagalan sirkulasi
Terkompensasi
Tubuh mengkompensasi penyebab syok dengan mempertahankan fungsi tubuh yang
penting : tekanan darah, produksi urin, fungsi jantung, dan kondisi neurologis
Tanda-tanda yang paling umum adalah takikardi, tekanan darah normal atau
berkisar normal, perlambatan CRT, akral dingin, menurunnya produksi urin dan urin
lebih pekat.
Tidak terkompensasi
Kegagalan kompensasi sirkulasi
Penurunan tekanan sistolik darah, timbulnya keadaan asidosis, oligouri, penurunan
kesadaran
Metabolisme anaerob meningkat berujung pada asidosis metabolik
Ireversibel
Kondisi-kondisi di atas menjadi ireversibel yang menyebabkan kematian

Syok adalah suatu kondisi klinis dimana sirkulasi tidak adekuat oleh karena gangguan perfusi
jaringan yang menyebabkan penghantaran oksigen dan nutrisi serta pembuangan sisa
metabolisme dari sel-sel organ akhir tidak adekuat. Hal ini akan menyebabkan gangguan
fungsi organ-organ tersebut.
Syok Hipovolemik
Etiologi
Pendarahan
Kehilangan Cairan : diare dan muntah, cuaca panas, diabetes insipidus, obstruksi
gastrointestinal.
Redistribusi : luka bakar, sepsis, peritonitis
Perawatan harus segera diberikan pada pasien-pasien trauma oleh karena ada kemungkinan
terdapat pendarahan yang mengisi cavum pleura atau peritoneum atau pada fraktur pelvis dan
kosta tanpa adanya sumber pendarahan yang jelas terlihat.
Gambaran klinis yang ada menunjukkan perubahan fungsi tubuh yang berusaha untuk
mempertahankan volume intravakuler.
Takikardi
Penurunan perfusi perifer (Peningkatan CRT)
Penurunan produksi urin
Penurunan cardiac output
Tekanan sistolik darah normal
Syok Distributif
Etiologi
Reaksi anafilaksis terhadap obat, darah, bahan lateks, makanan, dan serangga
Kerusakan neurologis, misalnya trauma kapitis, syok spinal
Syok septik
Perubahan dari tonus vasomotor juga dapat berujung pada syok oleh karena penumpukan
darah di perifer yang berujung pada hipotensi. Syok neurogenik akibat cedera batang otak
atau cedera medulla spinalis bagian atas juga dapat berujung pada hipotensi oleh karena
penurunan tonus simpatis.
Kardiogenik
Kegagalan pompa jantung :
Post operasi jantung kongenital
Kardiomiopati
Miokarditis
Post henti jantung
Arritmia terinduksi
Trauma
Sepsis
Tanda-tandanya termasuk tanda dari gagal jantung berupa takikardi, peningkatan tekanan
vena jugularis, irama gallop, ronki paru, hepatomegali.
Obstruktif
Obstruksi yang ada berujung pada penyumbatan aliran darah dari jantung dan timbul syok.
Etiologi :
Emboli paru oleh karena thrombus, lemak, atau udara
Cedera jantung, misalnya stenosis aorta, koarktasio aorta atau interrupted aortic arch.
Tension pneumothorax
Tamponade jantung
Syok Septik
Infeksi dapat menyebabkan syok yang cukup hebat baik sebagai penyebab utama ataupun
infeksi yang timbul setelah pelepasan bakteri yang berasal dari saluran cerna sehingga dapat
timbul syok hipovolemik, syok distributif, dan syok kardiogenik.
Meningococcal septicaemia adalah contoh yang paling kompleks dari sindrom ini tetapi
kondisi ini dapat timbul bersamaan dengan infeksi lain.
Disosiatif
Penyebabnya adalah kegagalan system sirkulasi yang penting untuk transport oksigen.
Penyebabnya meliputi anemia, methaemoglobinemia, dan keracunan karbon monoksida.
Tabel 6.4 Tanda dan gejala Syok Septik
Takikardi
Sirkulasi hiperdinamik berujung pada perfusi perifer yang jelek
Takipnu
Oligouri
Asidosis laktat
Demam
Penurunan fungsi serebral
Disseminated I ntravaskular coagulation (DIC)
Hioksemia
Kegagalan ginjal
Obat inotropic dan vasoaktif
Obat inotropic dan vasoaktif digunakan untuk mendukung fungsi jantung dan sirkulasi
apabila terdapat perfusi yang tidak adekuat dan tidak sesuai, misalnya pada syok.
Pada masing-masing pasien mungkin ditemukan beberapa jenis syok yang timbul pada
waktu yang sama.
Sebelum mulai memberikan obat-obat vasoaktif, perlu dilakukan penilaian dan koreksi dari
keadaan oksigenasi dan cairan tubuh pasien.
Jika diperlukan pemberian cairan kristaloid atau koloid lebih dari 40 ml/kgBB, maka
pemberian inotropic sebaiknya dipertimbangkan.
Pendapat umum tentang inotropik
Koreksi asidosis dan kadar fosfat yang rendah membantu efek inotropic dari obat-obat ini.
Diperlukan pemberian melalui vena sentral kecuali pemberian dobutamin konsentrasi
rendah
Inotropik meningkatkan produksi urin dengan meningkatkan cadiac output.
Kebutuhan dosis bervariasi dan sering lebih tinggi dari dosis yang direkomendasikan oleh
karena adanya variasi yang cukup berbeda antara dosis intravena dan konsentrasi plasma pada
masing-masing pasien.
Penting untuk memberikan cairan dalam jumlah yang sesuai untuk mempertahankan
kondisi normovolemik.
Kombinasi obat inotropic bida bermanfaat, misalnya dobutamin dan noradrenalin.
Pada suatu saat akan timbul desensitasi reseptor yang dapat menyebabkan terjadinya
takifilaksis. Steroid dapat membantu mencegah proses ini.
Mekanisme obat
Sebagian besar obat-obat vasoaktif berinteraksi dengan reseptor adrenergik tertentu untuk
menghasilkan efek inotropic, kronotropik atau vasokonstriksi ( lihat table 6.5). Obat-obat
lainnya menyebabkan efek inotropic dengan meningkatkan siklik AMP (milrinone) atau
kalsium intraseluler (digoxin).
Tabel 6.5 Efek Inotropik pada reseptor katekolamin

1 2 1 2 DA1 DA2
Epinefrin
Dosis rendah
Dosis sedang
Dosis tinggi

+
++
+++

0
+
+++

+
++
+++

+
+
++

NA
NA
NA

NA
NA
NA
Norepinefrin +++ +++ ++ 0 NA NA
Dopamin +-+++ + +-+++ 0-+++ ++ +
Dopexamine 0 0 + ++ + +
Dobutamin + 0 ++ + NA NA
Katekolamin
Reseptor katekolamin memiliki efek kardiovaskuler sebagai berikut :
1 vasokonstriksi
2 vasokonstriksi
1 meningkatkan kontraktilitas, meningkatkan efek kronotrokpik
2 relaksasi pada otot polos paru-paru, vasodilatasi pembuluh darah, meningkatkan
kontraktilitas
DA1 vasodilatasi pembuluh renalis dan natriuresis
DA2 vasodilatasi pembuluh renalis dan natriuresis
Rumus untuk pemberian obat
Epinefrin/norepinefrin :
0.3 x berat badan (kg) dalam 50 ml setara dengan 1 ml/jam = 0.1 g/kg/menit
Dobutamin/Dopamin :
30 x berat badan (kg) dalam 50 ml setara dengan 1 ml/jam = 10 g/kg/menit
Dobutamin perifer :
3 x berat badan (kg) dalam 50 ml setara dengan 1 ml/jam = 1 g/kg/menit
Pemilihan pengobatan bergantung pada kondisi kardiovaskuler pasien pada saat itu.
Monitoring invasif dapat dilakukan untuk menilai tekanan darah dan tekanan pengisian.
Dobutamin bagus untuk pemberian awal inotrope dan dapat diberikan lewat perifer.
Obat ini berefek inotropik dan kronotropik positif serta vasodilator. Secara umum,
obat ini meningkatkan cardiac output daripada tekanan darah.
Pada kondisi tingginya cardiac output (sepsis), norepinefrin dapat meningkatkan
perfusi organ dengan meningkatkan afterload.
Epinefrin digunakan untuk efek inotropic positif karena dapat menyebabkan
vasokonstriksi.
Baik dobutamin maupun dopamine menyebabkan pelepasan adrenalin dari sel-sel
saraf.
Pada kondisi kegagalan jantung (kardiomiopati), diperlukan inotrop yang dapat
mengurangi afterload seperti dobutamin, dopexamine atau milrinone, untuk
memperbaiki keadaan jantung.
Dopamin dapat meningkatkan perfusi renal pada dosis rendah dan memiliki efek
inotropic dan vasokonstriksi sesuai dengan dosis intravena. Namun, efeknya tidak
dapat diprediksi dan dopamine bisa memiliki efek yang merugikan pada system imun
dan memperberat kegagalan ginjal pada dosis tinggi.
Penghambat fosfodiesterase
Menghambat siklus penghancuran AMP dalam sel
Aminofilin merupakan kronotropik kuat, vasodilator, dan diuretic lemah.
Enoxamine dan milrinone menyebabkan vasodilatasi dan pengingkatan cardiac
output.
Digunakan pada syok dengan resistensi perifer yang tinggi.
Dapat bermanfaat pada pasien gagal jantung\
Lebih efektif apabila dikombinasi dengan stimulasi 1 dari katekolamin
dibandingkan pemberian tunggal.
Meningkatkan cardiac output tanoa meningkatkan konsumsi oksigen miokard.
Obat-obat lain dengan efek inotropik
Digoxin
Menghambat pompa natrium (Na
+
/K
+
ATPase) sehingga meningkatkan kadar kalsium
intrasel.
Memiliki efek kronotropik negative dengan meningkatkan periode refrakter aksi potensial
dan mengurangi kecepatan konduksi dari nodus AV.
Dapat digunakan pada fibrilasi atrium
Kalsium
Kadarnya bisa berkurang pada pasien post by-pass, pada kondisi sepsis dan post
transfusi darah; mungkin disebabkan oleh sitrat dalam kandungan produk darah.
Kalsium infus memiliki efek vasokonstriksi dan intotropik
Penggunaannya lebih efektif pada neonates dibandingkan pada pasien yang usianya
semakin bertambah.
Sebaiknya digunakan pada hipotensi refrakter dengan kalsium ionisasi rendah.
Sesuai bukti sebelumnya, kalsium dapat memperberat kondisi pada sel yang rusak.
Triiodotironin (T3)
Berperan penting pada maturasi gerbang kalsium pada sarkolemma dan kalsium
ATPasedalam sel.
Kadar T3 berkurang pada pasien post bypass cardio-pulmonal yang mengalami sepsis
dan hipotermi.
Terapi T3 mengurangi kebutuhan inotropic pada pasien dewasa dan memperbaiki
fungsi miokard setelah operasi jantung pada infan dan anak
T3 memiliki efek pada sintesis protein (lambat) dan efek pada aktivitas kalsium
ATPase untuk meningkatkan kontraktilitas dan relaksasi otot jantung selama fase
diastolik.
Bekerja efektif sebagai inotropic positif dan vasodilator.
Obat kardiovaskuler merupakan kelompok obat yang mempengaruhi & memperbaiki
sistem kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah ) secara langsung ataupun tidak
langsung.
Jantung dan pembuluh darah merupakan organ tubuh yang mengatur peredaran darah
sehingga kebutuhan makanan dan sisa metabolisme jaringan dapat terangkut dengan
baik.
Jantung sebagai organ pemompa darah sedangkan pembuluh darah sebagai penyalur
darah ke jaringan.
Sistem kardiovaskuler dikendalikan oleh sistem saraf otonom melalui nodus SA,
nodus AV, berkas His, dan serabut Purkinye.
Pembuluh darah juga dipengaruhi sistem saraf otonom melalui saraf simpatis dan
parasimpatis.
Setiap gangguan dalam sistem tersebut akan mengakibatkan kelainan pada sistem
kardiovaskuler.
Obat kardiovaskuler, 9 sub kelas :
1. Obat inotropik positif
2. Obat anti-aritmia
3. Obat antihipertensi
4. Obat anti-angina
5. Diuretik
6. Obat sistem koagulasi darah
7. Obat hipolipidemik
8. Obat untuk syok dan hipotensi
9. Obat untuk gangguan sirkulasi darah.
1.Obat inotropik positif (anti gagal jantung )
Obat inotropik positif bekerja dengan meningkatkan kontraksi otot
jantung(miokardium).
Indikasi : gagal jantung, keadaan jantung gagal untuk memompa darah dalam volume
yang dibutuhkan tubuh. Keadaan tersebut terjadi karena jantung bekerja terlalu berat
(kebocoran katup jantung, kekakuan katub, atau kelainan sejak lahir di mana sekat
jantung tidak terbentuk dengan sempurna ) atau karena suatu hal otot jantung menjadi
lemah.
Ada 2 jenis obat inotropik positif, yaitu :
Glikosida jantung adalah alkaloid yang berasal dari tanaman Digitalis purpureayang
kemudian diketahui berisi digoksin dan digitoksin.
Penghambat fosfodiesterase merupakan penghambat enzim fosfodiesterase
yang selektif bekerja pada jantung. Hambatan enzim ini menyebabkan peningkatan
kadar siklik AMP (cAMP) dalam sel miokard yang akan meningkatkan kadar kalsium
intrasel.
Contoh : Milrinon , Aminiron
2. Obat-obat antiaritmia
Obat-obat antiaritmia dapat dibagi berdasar penggunaan kliniknya untuk :
aritmia supraventrikel misal : adenosin, verapamil, digoxin
aritmia supraventrikel dan aritmia ventrikel misal : disopiramid, beta bloker
aritmia ventrikel misal : lidokain, meksiletin
3. Obat antihipertensi
Sering digunakan obat yang melebarkan pembuluh darah (vasodilator), yang bisa
melebarkan arteri, vena atau keduanya.
Pelebar arteri akan melebarkan arteri dan menurunkan tekanan
darahsehingga mengurangi beban kerja jantung.
Pelebar vena akan melebarkan vena dan menyediakan ruang yang lebih untuk darah
yang telah terkumpul dan tidak mampu memasuki bagian kanan jantung sehingga
mengurangi penyumbatan dan mengurangi beban jantung
Contoh vasodilator :
Paling banyak digunakan adalah ACE-inhibitor (Angiotensin Converting Enzyme
inhibitor). Efek pada pembuluh darah :
ACE-inhibitor : melebarkan arteri & vena
Nitroglycerin : hanya melebarkan vena
Hydralazine : hanya melebarkan arteri

4. Obat-obat antiangina
Sebagian besar pasien angina pektoris ( nyeri dada ) diobati dengan beta-bloker atau
antagonis kalsium.
Meskipun demikian, senyawa nitrat kerja singkat, masih berperan penting untuk
tindakan profilaksis sebelum kerja fisik dan untuk nyeri dada yang terjadi sewaktu
istirahat.
a. Golongan nitrat
merelaksasi otot polos pembuluh vena, menyebabkan alir balik vena berkurang
sehingga mengurangi beban hulu jantung.
merupakan vasodilator koroner yang poten
contoh : ISDN ( Isosorbid dinitrat )
b. Golongan antagonis kalsium
Antagonis kalsium bekerja dengan cara menghambat influks ion kalsium
transmembran, yaitu mengurangi masuknya ion kalsium melalui kanal kalsium
lambat ke dalam sel otot polos, otot jantung dan saraf.
Berkurangnya kadar kalsium bebas di dalam sel-sel tersebut menyebabkan
berkurangnya kontraksi otot polos pembuluh darah (vasodilatasi), kontraksi otot
jantung (inotropik negatif), serta pembentukan dan konduksi impuls dalam jantung
(kronotropik dan dromotropik negatif).
Contoh : Diltiazem , Nifedipin
c. Golongan beta-bloker
Menghambat adrenoseptor beta (beta-bloker) di jantung, pembuluh darah perifer,
bronkus, pankreas & hati.
Beta-bloker dapat mencetuskan asma dan efek ini berbahaya. Karena itu, harus
dihindarkan pada pasien dengan riwayat asma atau Penyakit Paru Obstruktif Kronis.
Contoh : Propranolol
5. Diuretik
Sering sebagai kombinasi obat jantung
Fungsi : mengurangi penimbunan cairan, menambah pembentukan air kemih,
membuang natrium dan air dari tubuh melalui ginjal.
Contoh : Hidroclortiazide (HCT) & Furosemide
Mengurangi cairan akan menurunkan jumlah darah yang masuk ke jantung
sehingga mengurangi beban kerja jantung.
Pemberian diuretik sering disertai dengan pemberian tambahan Kalium, karena
diuretik tertentu menyebabkan hilangnya Kalium
6. Obat yang mempengaruhi sistem koagulasi darah
Pembentukan trombus berlangsung melalui 3 tahap, yaitu :
1. pemaparan darah pada suatu permukaan trombogenik vaskuler yang rusak.
2. suatu rangkaian peristiwa terkait dengan trombosit.
3. pengaktifan mekanisme pembekuan melalui peran penting trombin dalam
pembentukan fibrin. Trombin sendiri merupakan suatu perangsang agregasi dan
adhesi platelet yang sangat kuat.
Macam obat sistem koagulasi darah
a. Antikoagulan,
dibagi menjadi 2 yaitu : antikoagulan parenteral, contoh : Heparin dan antikoagulan
oral, contoh : Warfarin
Antikoagulan oral mengantagonisasi efek vitamin K
Efek samping utama semua antikoagulan oral adalah pendarahan
b. Antiplatelet (antitrombosit)
bekerja dengan cara mengurangi agregasi (perlekatan ) platelet, sehingga dapat
menghambat pembentukan trombus pada sirkulasi arteri, di mana trombi terbentuk
melalui agregasi platelet dan antikoagulan menunjukkan efek yang kecil.
Contoh : Asetosal, Dipiridamol
c. Fibrinolitik
bekerja sebagai trombolitik dengan cara mengaktifkan plasminogen untuk
membentuk plasmin, yang lebih lanjut mendegradasi fibrin dan dengan demikian
memecah trombus.
Contoh : streptokinase, urokinase, alteplase.
Anti agregasi platelet
d. Hemostatik dan antifibrinolitik
Defisiensi faktor pembekuan darah dapat menyebabkan pendarahan.
Pendarahan spontan timbul apabila aktivitas faktor pembekuan kurang dari 5%
normal. Contoh obat : Asam traneksamat
Prinsip umum pengelolaan dan pemberian obat obatan
pada gangguan sistem kardiovaskuler adalah:
1. Memahami Jantung adalah organ vital.
2. Obat-obat kardiovaskuler biasanya memiliki dosis kecil dengan potensi yang besar
(implikasi sistemik), jadi harus berhati-hati dalam pemberiannya.
3. Mengenal dan menghindari faktor-faktor yang dapat mencetuskan seranganpada
sistem kardiovaskuler
4. Memberikan penerangan kepada penderita ataupun
keluarganya mengenaipenyakitnya, baik pengobatannya maupun tentang perjalanan
penyakitnya sehingga penderita mengerti tujuan pengobatan yang diberikan dan
bekerjasama dengan dokter atau perawat yang merawatnya


CARA MENGHITUNG DOPAMIN :
: DOSIS x BB x 60mnt
dosis mcg dlm spuit

CARA MENGHITUNG DOBUTAMIN :

: DOSIS x BB x 60mnt
dosis mcg dlm spuit

contoh : berat badan pasien 60 kg, kemudian dokter memberi advice:1ampul
dopamin masuk 5 mcg/jam, (dokter terkadang hanya memberikan advice sprt itu,
untuk pengenceranya tinggal pilih dengan spuit 50cc atau 20cc, tetapi biasanya sering
pakai 50cc).

jawab:
diketahui:
dalam 1 ampul dopamin bervolume 10ml, dengan dosis 20mg/ml. jadi dalam
1ampul/ 10 ml dopamin mempunyai dosis 200mg

1mg = 1000mcg jadi

spuit 50cc

bb pasien : 60kg

rumus : dosis x bb x 60mnt
dosis mcg dlm spuit

pertama: cari dosis mcg dlm spuit= 200mg : 50cc x 1000mcg
=4000

kedua = 5mcg x 60kg x 60mnt
4000
= 4.5 ml/jam
jadi dosis yang diberikan pada pasien dengan bb 60kg dgengan dosis 5mcg sebanyak
4.5ml/jam


Definisi
Suatu keadaan patofisiologi dimana jantung tidak mampu memompakan darah untuk
mempertahankan kebutuhan metabolisme jaringan atau mampu memenuhi metabolisme
jaringan tetapi pada tekanan pengisian yang meningkat.
(hipertensi sindrom koroner akut dan gagal jantung, balai penerbit rumah sakit
jantung harapan kita)
Gagal jantung adalah kondisi dimana jantung tidak dapat memompa darah dalam
jumlah cukup untuk kebutuhan metabolism jaringan atau dapat memenuhi kebutuhan tersebut
hanya apabila terjadi peningkatan filling pressure yang abnormal.

Sumber :pina l.lGoldstein S.,Dunlap M,The year in Heart Failure.Volume I.2005.clinical
Publishing.Oxford


Etiologi
Penyebab gagal jantung
Peningkatan kebutuhan aliran darah
Peningkatan rintangan aliran
Penurunan kapasitas kerja jantung
(Farmakologi dan Terapi, FKUI)
Peningkatan berlebihan pengisian ventrikel disebut preload
Misalnya : regurgitasi atrial ,mitral,trikuspidal
Peningkatan berlebihan beban tekanan ventrikel disebut afterload
Stenosis aorta ,stenosis pulmonal ,kardiomiopati
hipertrofik obstruksi,hipertensi,coartasio aorta
Disfungsi miokard (sistolik diastolik)
Gangguan pengisian ventrikel (penurunan pengisian ventrikel) Misalnya : stenosis mitral
,tamponade jantung
Peningkatan beban metabolik

Sumber :pina l.lGoldstein S.,Dunlap M,The year in Heart Failure.Volume I.2005.clinical
Publishing.Oxford

Factor pencetus
Peningkatan preload misalnya pd reguritasi mitral, regurgitasi atrial, regurgitasi trikuspidal
Penurunan ventrikel stenosis mitral, tamponade jantung
Kelemahan otot janung misalnya pada infark miokard, kardiomiopati kongestik, penurunan
kemampuan mengemban ventrikel jantung misalny paada hipeertropi ventrilkel kiri ,
amiloidosis, kardiomiopati hipertropik,
Peningkatan afterload misalnya pada hipertensi, koarktasio aorta, stenosis aorta, stenosis
pulmonal, kardiomiopati hipertropik dgn obstreuksi
Hilangnya peran sistolik atrium misalnya pada fibrilasi atrium, pacu jantung

Sumber :(IPD FKUI)
Factor resiko

Klasifikasi

a. Gagal jantung backward dan forward
Hipotesis backward failure
Apabila ventrikel gagal untuk memompakan darah maka darah akan terbendung dan tekanan
di atrium serta vena-vena di belakangnya akan naik.
Hipotesis forward failure
Manifestasi gagal jantung timbul akibat berkuranganya aliran darah (cardiac output) ke sistem
arterial sehingga terjadi pengurangan perfusi pada organ-organ yang vital dengan segala
aktivitasnya.
Kedua hipotesis tsb saling melengkapi serta menjadi dasar patofisiologi gagal jantung : Kalau
ventrikel gagal mengosongkan darah maka menurut hipotesis backward failure adalah :
Isi dan tekanan (volume dan pressure) pada akhir fase diastolik (end-diastolik pressure)
meninggi.
Isi dan tekanan akan meninggi pada atrium di ventrikel yang gagal.
Atrium ini akan bekerja lebih keras (sesuai hukum Frank-Starling)
Tekanan pada vena dan kapiler di belakang ventrikel yang gagal akan meninggi.
Terjadi transudasi (lewatnya serum atau cairan tubuh lain melalui pembuluh darah sebagai hasil
dari gaya hidrodinamik,mungkin akibat peradangan) pada jaringan intersisial (baik pulmonal
maupun sistemik).
Akibat berkurangnya curah jantung serta aliran darah pada jaringan atau organ yang
menyebabkan menurunnya perfusi (terutama pada ginjal dengan melalui mekanisme yang
rumit) yang akan mengakibatkan retensi garam dan cairan serta memperberat ekstravasasi
(keluarnya darah atau cairan lain yang dalam keadaan normal berada dalam pembuluh atau
tabung ke dalam jaringan sekitarnya) cairan yang sudah terjadi. Selanjutnya terjadi gejala
gagal jantung kongestif sebagai akibat bendungan jaringan dan organ. Kedua jenis kegagalan
ini jarang bisa dibedakan secara tegas, karena pada kenyataannya kalau gagal jantung
kongestif kedua mekanisme ini berperan kecuali pada gagal jantung yang terjadinya secara
mendadak. Contoh forward failure : gagal ventrikel kanan akut yang terjadi akibat emboli
paru yang pasif karena terjadinya peninggian isi dan tekanan pada ventrikel kanan serta
tekanan pada atrium kanan dan pembuluh darah balik sistemik, tetapi pasien sudah meninggal
sebelum terjadi extravasasi cairan yang menimbulkan kongesti pada vena-vena sistemik.
Backward failure dan forward failure dapat terjadi pada infark jantung yang luas.
Forward failure terjadi akibat berkurangnya output ventrikel kiri dan renjatan kardiogenik
yang akan menimbulkan manifestasi berkurangnya perfusi jaringan atau organ. Sedangkan
backward failure terjadi karena adanya output yang tidak sama antara kedua ventrikel yang
meskipun bersifat sementara berakibat terjadinya edema paru yang akut.

b. Gagal jantung right sided dan left sided
Adanya cairan bendungan di belakang ventrikel yang gagal merupakan pertanda gagal
jantung pada sisi mana yang terkena. Adanya kongesti pulmonal pada infark ventrikel kiri,
hipertensi dan kelainan-kelainan pada katup aorta serta mitral menunjukkan gagal jantung kiri
(left heart failure).
Apabila keadaan ini berlangsung cukup lama cairan yang terbendung akan berakumulasi
secara sistemik : di kaki, asites, hepatomegali, efusi pleura, dll, menjadikan gambaran
klinisnya sebagai gagal jantung kanan (right heart failure).

c. Gagal jantung low output dan high output
Gagal jantung golongan ini menunjukkan bagaimana keadaan curah jantung (tinggi atau
rendahnya) sebagai penyebab terjadinya manifestasi klinis gagal jantung. Curah jantung yang
rendah pada penyakit jantung apa pun (bawaan, hipertensi, katup, koroner, kardiomiopati)
dapat menimbulkan low-output failure. Sedangkan pada penyakit-penyakit dengan curah
jantung ayng tinggi misalnya pada tirotoksikosis, beri-beri, pagets, anemia, dan fistula arteri-
vena, gagal jantung yang terjadi dinamakan high-output failure.

d. Gagal jantung akut dan menahun
Manifestasi klinis gagaljantung di sini hanya menunjukkan saat atau lamanya gagal jantung
berlangsung. Apabila terjadi mendadak, misalnya pada infark jantung akut yang luas
dinamakan gagal jantung akut (biasanya sebagai gagal jantung kiri akut). Sedangkan pada
penyakit-penyakit jantung katup, kardiomiopati, atau gagal jantung akibat infark jantung
lama, terjadinya gagal jantung secara perlahan atau karena gagal jantungnya bertahan lama
dengan pengobatan yang diberikan dinamakan gagal jantung menahun.

e. Gagal jantung sistolik dan diastolik
Apabila gagal jantung yang terjadi sebagi akibat abnormalitas fungsi sistolik yaitu
ketidakmampuan mengeluarkan darah dari ventrikel dinamakan gagal jantung sistolik. Jenis
gagal jantung ini adalah yang paling klasik dan paling dikenal sehari-hari, penyebabnya adalh
gangguan kemampuan inotropik (mempengaruhi daya atau energi kontraksi otot) miokard.
Sedangkan apabila abnormalitas kerja jntung pada fase diastolik yaitu kemampuan pengisisan
darah pada ventrikel (terutama ventrikel kiri) , misalnya pada iskemia jantung yang
mendadak, hipertrofi konsentrik ventrikel kiri dan kardiomiopati restriktif, gagal jantung yang
terjadi dinamakan gagl jantung diastolik. Tanda yang paling nyata pada gagal jantung di sini
adalah fungsi sistolik ventrikel kiri biasanya normal (terutama dengan pengukuran ejection
fraction misalnya dnegan pemeriksaan ekokardiografi).
Sumber : (IPD, FKUI)

Gambaran klinis
a. Kriteria mayor
- dispnea nokturnal paroksimal atau ortopnea
- peningkatan tekanan vena jugularis
- ronki basah tidak nyaring
- kardiomegali
- edema paru akut
- irama derap S3
- peningkatan tekanan vena > 16 cmH
2
O
- refluks hepatojugular
b. Kriteria minor
- edema pergelangan kaki
- batuk malam hari
- dyspneu deffort
- hepatomegali
- efusi pleura
- kapasitas vital berkurang menjadi 1/3 maksimum
- takikardi (>120 x/menit)
c. Kriteria mayor atau minor
Penurunan berat badan >4,5 kg dalam 5 hari setelah terapi
Diagnosis ditegakkan dari 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor harus
ada pada saat bersamaan.
(kapita selekta kedokteran ed 3 jilid 1)



Patogenesis
gambar 1. Patogenesis gagal jantung dengan fraksi ejeksi yang menurun.

Gagal jantung bermula setelah kejadian penanda menghasilkan penurunan awal pada
kapasitas pompa jantung. Akibat terjadinya penurunan kapasitas ini, berbagai mekanisme
kompensasi terjadi, termasuk sistem saraf adrenergic, sistem renin-angiotensin-aldosteron,
dan sistem sitokin. Dalam jangka pendek, sistem ini dapat mengembalikan fungsi
kardiovaskuler ke derajat homeostatik yang normal dan menyebabkan tidak adanya gejala
pada pasien (asimptomatis). Namun, seiring dengan waktu aktivasi sistem kompensasi yang
berkepanjangan dapat menyebabkan kerusakan organ dalam ventrikel, disertai dengan
remodelling pada ventrikel kiri yang memburuk, dan pada akhirnya dekompensasi kardiak.
"Heart Failure" dalam Harrison's Principles of Internal Medicine 17 ed by Husnul
Mubarak,S.Ked

Patofisiologi
Menurut Laksono S (2009), ada beberapa mekanisme patofisiologi gagal jantung:
1. Mekanisme neurohormonal
Pengaturan neurohormonal melibatkan sistem saraf adrenergik (aktivasi sistem saraf simpatis
akan meningkatkan kadar norepinefrin), sistem renin-angiotensin, stres oksidatif (peningkatan
kadar ROS/reactive oxygen species), arginin vasopressin (meningkat), natriuretic peptides,
endothelin, neuropeptide Y, urotensin II, nitric oxide, bradikinin, adrenomedullin
(meningkat), dan apelin (menurun).
2. Remodeling ventrikel kiri
Remodeling ventrikel kiri yang progresif berhubungan langsung dengan memburuknya
kemampuan ventrikel di kemudian hari.
3. Perubahan biologis pada miosit jantung
Terjadi hipertrofi miosit jantung, perubahan komplek kontraksi-eksitasi, perubahan miokard,
nekrosis, apoptosis, autofagi.
4. Perubahan struktur ventrikel kiri
Perubahan ini membuat jantung membesar, mengubah bentuk jantung menjadi lebih sferis
mengakibatkan ventrikel membutuhkan energi lebih banyak, sehingga terjadi peningkatan
dilatasi ventrikel kiri, penurunan cardiac output, dan peningkatan hemodynamic overloading.
Patogenesis Gagal Jantung Kongestif
Gangguan katup jantung aliran darah jantung terganggu gangguan pengisisan darah
ventrikel gangguan kontraksi ventrikel gagal jantung
Hipertensi penyempitan pembuluh darah jantung aliran darah ke jantung berkurang
hipoksia miokard ischemia miokard gangguan kontraksi ventrikeL gagal jantung
Kelemahan miokard kontraksi ventrikel melemah gagal jantung
Sindrom Koroner Akut( SKA) arteriosklerosis arteri koronaria hipoksia miokard
ischemia miokard gangguan kontraksi ventikel gagal jantung
CPC hipertensi pulmonal Aliran darah balik ke ventrikel kanan ventrikel kanan bekerja
lebih keras hipertrofi


Factor presipitasinya (pencetus)?
Yang merupakan faktor pencetus gagal jantung antara lain: meningkatnya asupan (intake)
garam, ketidakpatuhan menjalani pengobatan anti gagal jantung, infak miokard akut,
hipertensi, aritmia akut, infeksi, demam, emboli paru, anemia, tirotoksikosis, kehamilan, dan
endokarditis infektif.
Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius, edisi 3, jilid I, 1999
Diagnosis
Anamnesis:
KU: sesak napas, kualitas, kuantitas,
sesak dipengaruhi posisi tbh? aktifitas?
KP: batuk dahak? Encer/kental? Warna? Darah? Warna darah?
Gejala kardinal dari HF adalah kelemahan dan sesak napas. Walaupun mudah lelah
dahulunya dianggap akibat kardiak output yang rendah pada HF, sepertinya abnormalitas otot
skeletal dan komorbiditas non-kardiak lainnya (mis. anemia) juga berkontribusi terhadap
gejala ini. Pada tahap HF yang dini, sesak napas dialami pada saat beraktivitas berat (dyspneu
deffort); namun semakin penyakit ini berkembang, sesak napas juga dialami pada aktivitas
ringan, dan pada akhirnya bahkan pada saat beristirahat. Banyak faktor yang menyebabkan
sesak napas pada HF. Mekanisme paling penting adalah kongesti pulmoner dengan adanya
akumulasi dari cairan interstitial atau intraalveolar, yang mengaktivasi reseptor juxtacapillary
J, yang akan menstimulasi pernapasan cepat dan dangkal yang khas untuk sesak napas kausa
penyakit jantung. Faktor lain yang berperan terhadap terjadinya sesak napas pada saat
beraktivitas berat adalah menurunnya komplians pulmoner, peningkatan resistensi saluran
napas, kelemahan otot napas atau/dan diaphragma, dan anemia. Sesak napas dapat menjadi
lebih jarang dengan adanya onset kegagalan ventrikuler kanan dan regurgitasi tricuspid.
Orthopnea
Orthopnea, yang didefinisikan sebagai sesak napas yang terjadi pada posisi berbaring,
biasanya merupakan manifestasi lanjut dari HF dibandingkan dyspneu deffort. Hal ini terjadi
akibat redistribusi dari cairan dari sirkulasi splanchnik dan ektremitas bawah kedalam
sirkulasi pusat selama berbaring, disertai dengan peningkatan tekanan kapiler pulmoner.
Batuk nocturnal (batuk yang dialami pada malam hari) merupakan gejala yang sering terjadi
pada proses ini dan seringkali menyamarkan gejala HF yang lain. Orthopneu umumnya
meringan setelah duduk tegak atau berbaring dengan lebih dari 1 bantal. Walaupun orthopneu
biasanya merupakan gejala yang relative spesifik pada HF, ini dapat pula juga terjadi pada
pasien dengan obesitas abdominal atau asites dan pasien dengan penyakit pulmoner dimana
mekanisme pernapasan membutuhkan posisi tegak.
Paroxysmal Nocturnal Dyspenea (PND)
Istilah ini berarti adanya episode akut dari sesak napas yang berat dan batuk yang biasanya
terjadi pada malam hari dan membangunkan pasien dari tidur, biasanya 1-3 jam setelah pasien
tidur. PND dapat bermanifestasi sebagai batuk-batuk atau wheezing, kemungkinan karena
peningkatan tekanan pada arteri bronchial menyebabkan kompresi saluran udara, disertai
dengan edema pulmoner interstitial yang meyebabkan peningkatan resistensi saluran udara.
Diketahui bahwa orthopnea dapat meringan setelah duduk tegak, sedangkan pasien PND
seringkali mengalami batuk dan wheezing yang persisten walaupun mereka mengaku telah
duduk tegak. Cardiac asthma sepertinya berhubungan dekat dengan PND, ditandai dengan
adanya wheezing akibat bronchospasme, dan harus dapat dibedakan dengan asma primer dan
penyebab pulmoner lainnya yang menimbulkan wheezing. tom of HF, it may occur in patients
with abdominal obesity or ascites and in patients with pulmonary disease whose lung
mechanics favor an upright posture.
Pernapasan Cheyne-Stokes
Juga disebut sebagai pernapasan periodic atau pernapasan siklik, pernapasan Cheyne-Stokes
umum terjadi pada HF berat dan biasanya berkaitan dengan rendahnya kardiak ouput.
Pernapasan Cheyne-Stokes disebabkan oleh berkurangnya sensitivitas pada pusat respirasi
terhadap tekanan P
CO2
. Terdapat fase apneu, dimana terjadi pada saat penurunan P
O2
arterial
dan P
CO2
arterial meningkat. Hal ini merubah komposisi gas darah arterial dan memicu
depresi pusat pernapasan, mengakibatkan hiperventilasi dan hipokapnia, diikuti rekurensi fase
apnea. Pernapasan Cheyne-Stokes dapat dipersepsi oleh keluarga pasien sebagai sesak napas
parah (berat) atau napas berhenti sementara.
Edema Pulmoner Akut
Edema Pulmoner akut biasanya timbul dengan onset sesak napas pada istirahat, tachynepa,
tachycardia, dan hypoxemia berat. Rales dan wheezing akibat kompresi saluran udara dari
perbronchial cuffing dapat terdengar. Hipertensi biasanya terjadi akibat pelepasan
cathecolamine endogenous.
Kadang kala sulit untuk membedakan penyebab noncardiac atau cardiac pada edema paru
akut. Echocardiography dapat mengidentifikasi disfungsi ventrikel sistolik dan diastolik dan
lesi katup. Edema pulmoner terkait dengan ST elevasi dan Q wave yang berubah yang
biasanya diagnostic untuk infark myokard dan sebaiknya dilakukan protocol infark myokard
dengan segera dan terapi reperfusi arteri koroner. Kadar brain natriuretic peptide, jika
meningkat secara bermakna, mendukung gagal jantung sebagai etiologi sesak napas akut
dengan edema pulmoner.
Gejala Lainnya
Pasien dengan HF dapat pula datang dengan keluhan gastrointestinal. Anorexia, nausea, dan
perasaan penuh yang berkaitan dengan nyeri abdominal merupakan gejala yang sering
dikeluhkan dan dapat berkaitan dengan edema pada dinding usus dan/atau kongesti hepar dan
regangan kapsulnya yang dapat mengakibatkan nyeri pada kuadran kanan atas. Gejala
serebral, seperti disorientasi, gangguan tidur dan mood, dapat pula diamati pada pasien
dengan HF berat, terutama pasien lanjut usia dengan arteriosclerosis serebral dan perfusi
serebral yang menurun. Nocturia umum terjadi pada HF dan dapat berperan dalam insomnia.
"Heart Failure" dalam Harrison's Principles of Internal Medicine 17 ed by Husnul
Mubarak,S.Ked

PF (bedakan kiri dan kanan): inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi
Penunjang: rontgen
Criteria mayor minor (Framingham)?
Kriteria Framingham dapat pula dipakai untuk menegakkan diagnosis gagal jantung
kongestif.
Kriteria mayor:
1. Paroxismal Nocturnal Dispneu
2. Distensi vena leher
3. Ronkhi paru
4. Kardiomegali
5. Edema paru akut
6. Gallop S3
7. Peninggian tekanan vena jugularis
8. Refluks hepatojugular
Kriteria minor:
1. Edema ekstremita
2. Batuk malam hari
3. Dispneu de effort: sesak napas dialami pada saat beraktivitas berat
4. Hepatomegali
5. Efusi pleura
6. Takikardi
7. Penurunan kapasitas vital sepertiga dari normal
Kriteria mayor atau minor
Penurunan berat badan > 4,5 kg dalam 5 hari setelah terapi
Diagnosis ditegakkan dari 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 1 kriteria minor harus
ada pada saat yang bersamaan.
IPD, edisi IV, jilid III

Pemeriksaan fisik


Didapatkan adanya distensi vena jugularis, S3, kongesti pulmoner (ronchi, effusi pleura,
edema perifer, hepatomegali, dan ascites)
Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan foto toraks
Mengarah ke kardiomegali, corakan vaskular paru menggambarkan kranialisasi,
garis Kerley A/B, infiltrat prekordial kedua paru, effusi pleura.
2. Elektrokardiografi
Gangguan irama, iskemia, infark miokard, adanya hipertrofi vena pulmonalis
3. Laboratorium
Hitung darah dapat menunjukkan anemia. Pemeriksaan biokimia menunjukkan
insufisiensi ginjal sbg faktor penyulit. Elektrolit dapat membantu mengungkapkan aktivitas
neuroendokrin yang menyebabkan hiponatremia
4. Ekokardiografi
Menunjukkan adanya penurunan cardiac output (CO), pembesaran pada ruang-ruang
jantung, adanya penurunan kontraktilitas dan adanya penurunan fraksi terpompa, mendeteksi
fusi perikardium, abnormalitas katup, pirau intrakardial, abnormalitas gerakan dinding
segmental yang menunjukkan adanya infark miokard
5. Kateterasi jantung
Kateterasi pada jantung kiri untuk menentukan adanya penyakit arteri koroner
sekaligus luas yang terkena. Kateterasi jantung kanan berguna untuk menyeleksi dan
memonitor terapi jika pasien refrakter terhadap terapi standar
6. Angiografi radionuklir
Mengukur fraksi ejeksi ventrikel kiri dan memungkinkan adanya analisis gerakan
dinding regional
7. Urine
Didapatkan pada penderita gagal jantung, jumlah urine yang dihasilkan lebih sedikit
atau berkurang sekitar 25-40 % dari jumlah normal.

(kapita selekta kedokteran ed 3 jilid 1 dan diagnosis dan terapi kedokteran penyakit dalam)



Penatalaksanaan
Tindakan dan pengobatan pada gagal jantung ditujukan pada 5 aspek yaitu :
1. Mengurangi beban kerja
2. Memperkuat kontraktilitas miokard
3. Mengurangi kelebihan cairan dan garam
4. Melakukan tindakan dan pengobatan khusus terhadap penyebab, faktor-faktor pencetus dan
kelainan yang mendasari.
o Non Farmakologik
- Aktivitas
Walaupun aktivitas fisik berat tidak dianjurkan pada HF, suatu latihan rutin ringan terbukti
bermanfaat pada pasien HF dengan NYHA kelas I-III. Pasien euvolemik sebaiknya didorong
untuk melakukan latihan rutin isotonic seperti jalan atau mengayuh sepeda ergometer statis,
yang dapat ditoleransi. Beberapa penelitian mengenai latihan fisik memberikan hasil yang
positif dengan berkurangnya gejala, meningkatkan kapasitas latihan, dan memperbaiki
kualitas dan durasi kehidupan. Manfaat pengurangan berat badan dengan restriksi intake
kalori belum diketahui secara jelas.
- Diet
Diet rendah garam (2-3 g per hari) dianjurkan pada semua pasien HF (baik dengan penurunan
EF maupun EF yang normal).
"Heart Failure" dalam Harrison's Principles of Internal Medicine 17 ed by Husnul
Mubarak,S.Ked
o Farmakologik
- Diuretik
Kebanyakan dari manifestasi klinik HF sedang hingga berat diakibatkan oleh retensi cairan
yang menyebabkan ekspansi volume dan gejala kongestif. Diuretik (Tabel 4) adalah satu-
satunya agen farmakologik yang dapat mengendalikan retensi cairan pada HF berat, dan
sebaiknya digunakan untuk mengembalikan dan menjaga status volume pada pasien dengan
gejala kongestif (sesak napas, orthopnea, dan edema) atau tanda peningkatan tekanan
pengisian (rales, distensi vena jugularis, edema perifer). Furosemide, torsemide, dan
bumetanide bekerja pada loop of Henle (loop diuretics) dengan menginhibisi reabsorbsi Na
+
,
K
+
,dan Cl

pada bagian asendens pada loop of henle; thiazide dan metolazone mengurangi
reabsorbsi Na
+
dan Cl
-
pada bagian awal tubulus kontortus distal, dan diuretic hemat kalium
seperti spironolakton bekerja pada tingkat duktus koligens.




Tabel 4 Obat yang digunakan dalam penatalaksanaan Gagal Jantung (EF <40%)

Dosis Awal Dosis Maksimal
Diuretics
Furosemide 2040 mg qd or bid 400 mg/d
a

Torsemide 1020 mg qd bid 200 mg/d
a

Bumetanide 0.51.0 mg qd or bid 10 mg/d
a

Hydrochlorthiazide 25 mg qd 100 mg/d
a

Metolazone 2.55.0 mg qd or bid 20 mg/d
a

Angiotensin-Converting Enzyme Inhibitors
Captopril 6.25 g tid 50 mg tid
Enalapril 2.5 mg bid 10 mg bid
Lisinopril 2.55.0 mg qd 2035 mg qd
Ramipril 1.252.5 mg bid 2.55 mg bid
Trandolapril 0.5 mg qd 3 mg qd
Angiotensin Receptor Blockers
Valsartan 40 mg bid 160 mg bid
Candesartan 4 mg qd 32 mg qd
Irbesartan 75 mg qd 300 mg qd
b

Losartan 12.5 mg qd 50 mg qd
Receptor Blockers
Carvedilol 3.125 mg bid 2550 mg bid
Bisoprolol 1.25 mg qd 10 mg qd
Metoprolol succinate CR 12.525 mg qd Target dose 200 mg qd
Additional Therapies
Spironolactone 12.525 mg qd 2550 mg qd
Epl renone 25 g qd 50 mg qd
Kombinasi hydralazine/isosorbide
dinitrate
1025 mg/10 mg tid 75 mg/40 mg tid
Dosis tetap hydralazine/isosorbide
dinitrate
37.5 mg/20 mg (one tablet)
tid
75 mg/40 mg (two tablets) tid
Digoxin 0.125 mg qd <0.375 mg/d
b


Dosis harus disesuaikan hingga mengurangi gejela kongestif pada pasien
Dosis target tidak diketahui
Walaupun semua diuretic meningkatkan eksresi sodium dan volume urin, diuretic memiliki
potensi dan famakologik yang beragam. Loop diuretic meningkatkan eksresi fraksional
sodium hingga 20-25%, sedangkan thiazide hanya 5-10% dan cenderung berkurang
efektivitasnya pada pasien dengan insufisiensi renal moderat atau berat (creatinin ?2. mg/dl).
Sehingga, loop diuretic biasanya dibutuhkan untuk mengembalikan status volume pasien HF.
Diuretik sebaiknya dimulai dengan dosis rendah (Tabel 4) dan kemudian ditingkatkan secara
perlahan lahan untuk meringankan tanda dan gejala overload cairan. Hal ini biasanya
membutuhkan penyesuaian dosis berulang selama beberapa hari pada pasien dengan overload
cairan berat. Pemberian intravena dapat penting untuk meringankan kongesti akut dan aman
digunakan pada keadaan rawat jalan. Setelah gejala kongesti diringankan, pemberian diuretic
sebaiknya tetap dilanjutkan untuk menghindari rekurensi dari retensi air dan garam
Diuretik memiliki potensi untuk menyebabkan berkurangnya volume dan elektrolit, begitu
pula dengan memperburuk azotemia. Sebagai tambahan, diuretik dapat memperburuk aktivasi
neurohormonal dan progresi penyakit. Satu efek samping diuretik yang paling penting adalah
perubahan homeostatis potassium (hipokalemia atau hyperkalmei), yang akan meningkatkan
resiko arrhythmia. Pada umumnya, baik loop diuretik maupun thiazid dapat menyebabkan
hypokalemia, sedangkan spironolacton, eplerenone, dan triamterene menyebabkan
hyperkalemia.
- ACE Inhibitor (ACEI)
Terdapat banyak bukti yang menyatakan bahwa ACE inhibitor sebaiknya digunakan pada
pasien simptomatis dan asimptomatis dengan EF menurun. ACE inhibitor mempengaruhi
sistem rennin-angiotensin dengan menginhibisi enzyme yang berperan terhadap konversi
angiotensin menjadi angiotensin II. Tidak hanya itu, karena ACE inhibitor (ACEI) juga dapat
menghambat kininase II, sehingga dapat mengakibatkan peningkatan bradykinin, yang akan
meningkatkan efek bermanfaat dari supresi angiotensin. ACEI menstabilkan LV remodeling,
meringankan gejala, mengurangi kemungkinan opname, dan memperpanjang harapan hidup.
Karena retensi cairan dapat menurunkan efek ACEI, dianjurkan untuk diberikan diuretic
sebelum memulai terapi ACEI. Akan tetapi, penting untuk mengurangi dosis diuretic selama
awal pemberian ACEI dengan tujuan mengurangi kemungkinan hipotensi simptomatik. ACEI
sebaiknya dimulai dengan dosis rendah, diikuti dengan peningkatan dosis secara bertahap jika
dosis rendah dapat ditoleransi.

Gambar 3. Algoritme penatalaksanaan Gagal Jantung Kronis pada pasien dengan penurunan
fraksi ejeksi.
Setelah diagnosis klinis HF ditegakkan, penting untuk menangani retensi cairan sebelum
memulai terapi ACEI (atau ARB jika pasien intoleran terhadap ACEI). eta-blocker
sebaiknya dilakukan jika retensi cairan telah ditangani dan/atau dosis ACEI telah
ditingkatkan. Jika pasien masih bergejala, ARB, antagonis aldosteron, atau digoxin dapat
diberikan sebagai triple therapy. Terapi alat sebaiknya dipertimbangkan dengan pemberian
farmakologik yang tepat pada pasien. ACEI, angiotensin-converting enzyme inhibitor; ARB,
angiotensin receptor blocker; NYHA, New York Heart Association; CRT, cardiac
resynchronization therapy; ICD, implantable cardiac defibrillator.
Efek samping yang kebanyakan terjadi berkaitan dengan supresi sistem renin angiotensin.
Penurunan tekanan darah dan azotemia ringan dapat terjadi selama pemberian terapi dan
biasanya ditoleransi dengan baik sehingga dosis tidak perlu diturunkan. Akan tetapi, jika
hipotensi diikuti dengan rasa pusing atau disfungsi renal menjadi lebih berat, maka penting
untuk menurunkan dosisnya. Pada retensi potassium yang tidak berespon dengan diuretic,
dosis ACE juga perlu diturunkan.
- Angiotensin Receptor Blocker (ARB)
Obat ini ditoleransi dengan baik pada pasien yang tidak dapat diberikan ACE karena batuk,
rash kulit, dan angioedema. Walaupun ACEI dan ARB menghambat sistem rennin-
angiotensin, kedua golongan obat ini bekerja dalam mekanisme yang berbeda. ACEI
memblokir enzim yang berperan dalam mengkonversi angiotensin I menjadi angiotensin II,
ARB memblokir efek angiotensin II pada reseptor angiotensin tipe I. Beberapa penelitian
klinik menunjukkan manfaat terapeutik dari penambahan ARB pada terapi ACEI pada pasien
HF kronis.
Baik ACE inhibitor maupun ARBs memiliki efek serupa terhadap tekanan darah, fungsi
ginjal, dan potassium. Sehingga efek samping kedua obat tersebut serupa pula.
- -Adrenergic Receptor Blockers
Terapi Beta blocker menunjukkan kemajuan utama dalam penanganan pasien dengan
penurunan EF. Obat ini mempengaruhi efek berbahaya dari aktivasi sistem adrenergic yang
berkepanjangan dengan secara kompetitif memblokir satu atau lebih reseptor adrenergik (
1
,

1
, and
2
). Walaupun terdapat manfaat potensial dalam memblokir tiga reseptor ini,
kebanyakan efek penurunan aktivasi adrenergic dimediasi oleh reseptor
1
. Jika diberikan
bersamaan dengan ACEI, beta blocker menghambat proses LV remodeling, meringankan
gejala pasien, mencegah opname, dan memperpanjang harapan hidup. Maka dari itu beta
blocker diindikasikan pada pasien HF simptomatik atau asimptomatik dengan EF menurun
(<40%)>
Seperti dengan pemakaian ACEI, beta blocker juga sebaiknya dimulai dalam dosis rendah,
diikuti dengan peningkatan dosis secara gradual jika dosis rendah telah dapat ditoleransi.
Dosis beta blocker sebaiknya ditingkatkan hingga dosis yang terbukti efektif pada suatu
penelitian klinis (Tabel 4). Namun, tidak seperti ACEI, dimana dapat ditingkatkan secara
cepat, penyesuaian dosis beta blocker sebaiknya tidak lebih cepat dari interval 2 minggu,
karena dosis inisiasi dan/atau peningkatan dosis agen ini dapat memperburuk retensi cairan
akibat berkurangnya dukungan adrenergic pada jantung dan sirkulasi. Maka dari itu, penting
untuk mengoptimalkan dosis diuretic sebelum memulai terapi beta blocker. Peningkatan
retensi cairan biasanya dapat diatasi dengan penambahan dosis diuretic. Pada beberapa
pasien, dosis beta blocker perlu diturunkan.
Efek samping dari beta bloker biasanya terkait dengan komplikasi yang timbul dari
penurunan sistem saraf adrenergic. Reaksi ini umumnya terjadi beberapa hari setelah
permulaan terapi dan biasanya responsive setelah dosis dikurangi. Terapi betabloker dapat
menyebabkan bradykardia dan/atau eksaserbasi heart block. Maka dari itu, dosis beta blocker
sebaiknya diturunkan jika heart rate menurun hingga <50>1 receptor yang dapat
mengakibatkan efek vasodilatasi.
- Antagonis Aldosteron
Walaupun dikategorikan sebagai diuretic hemat kalium, obat yang memblokir efek aldosteron
(spironolakton atau eplerenon) memiliki efek bermanfaat yang independent dari efek
keseimbangan sodium. Walaupun ACEI dapat menurunkan sekresi aldosteron secara
transient, dengan terapi jangka panjang, kadar aldosteron akan kembali seperti sebelum terapi
ACEI dilakukan. Maka dari itu, pemberian antagonis aldosteron dianjurkan pada pasien
dengan NYHA kelas III atau kelas IV yang memiliki EF yang menurun (<35%)>
Permasalahan utama pemberian antagonis aldosteron adalah peningkatan resiko
hyperkalemia, dimana lebih cenderung terjadi pada pasien yang menerima terapi suplemen
potassium atau mengalami insufisiensi renal sebelumnya. Antagonis aldosteron tidak
direkomendasikan jika kreatinin serum >2.5 mg/dL (atau klirens kreatinin <30>5.0 mmol/L.
o Terapi Antikoagulan dan Antiplatelet
Pasien HF memiliki peningkatan resiko terjadinya kejadian thromboembolik. Pada penilitan
klinis, angka kejadian stroke mulai dari 1,3 hingga 2,4% per tahun. Penurunan fungsi LV
dipercaya mengakibatkan relative statisnya darah pada ruang kardiak yang berdilatasi dengan
peningkatan resiko pembentukan thrombus. Penatalaksanaan dengan warfarin dianjurkan
pada pasien dengan HF, fibrilasi atrial paroxysmal, atau dengan riwayat emboli sistemik atau
pulmoner, termasuk stroke atau transient ischemic attack (TIA). Pasien dengan iskemik
kardiomyopati simptomatik atau asimptomatik dan memiliki riwayat Infark Miokard dengan
adanya thrombus LV sebaiknya diatasi dengan warfarin dengan permulaan 3 bulan setelah
Infark Miokard, kecuali terdapat kontraindikasi terhadap pemakaiannya.
Aspirin direkomendasikan pada pasien HF dengan penyakit jantung iskemik untuk
menghindari terjadinya MI dan kematian. Namun, dosis rendah aspirin (75 atau 81 mg) dapat
dipilih karena kemungkinan memburuknya HF pada dosis lebih tinggi


Tabel 5 Obat untuk Penatalaksanaan Gagal Jantung Akut
Dosis Permulaan Dosis Maksimal
Vasodilators
Nitroglycerin 20 g/menit 40400 g/menit
Nitroprusside 10 g/menit 30350 g/menit
Nesiritide Bolus 2 g/kg 0.010.03 g/kg per menit
a

Inotropes
Dobutamine 12 g/kg per menit 210 g/kg per menit
b

Milrinone Bolus 50 g/kg 0.10.75 g/kg per menit
b

Dopamine 12 g/kg per menit 24 g/kg per menit
b

Levosimendan Bolus 12 g/kg 0.10.2 g/kg per menit
c

Vasoconstrictors
Dopamine for hypotension 5 g/kg per menit 515 g/kg per menit
Epinephrine 0.5 g/kg per menit 50 g/kg per menit
Phenylephrine 0.3 g/kg per menit 3 g/kg per menit
Vasopression 0.05 units/menit 0.10.4 units/ menit
a
Biasanya <4>
b
Inotrope juga memiliki kemampuan vasodilators.
c
Diakui diluar Amerika Serikat untuk penanganan gagal jantung akut
Penatalaksanaan Farmakologik untuk HF Akut
- Vasodilator
Selain diuretic, vasodilator intravena adalah pengobatan paling berguna untuk HF akut.
Dengan menstimulasi guanylyl cyclase dalam sel otot halus; nitroglycerin, nitroprusside, dan
nesiritida menghasilkan efek dilatasi pada resistensi arterial dan venous capacity pada
pembuluh darah, sehingga menurunkan tekanan pengisian LV, penurunan mitral regurgitasi,
dan memperbaiki cardiac output, tanpa meningkatkan heart rate atau menyebabkan
arrhythmia.
Nitroglycerin intravena biasanya dimulai pada dosis 20 g/menit dan ditingkatkan hingga 20
g sampai gejala pasien meringan atau PCWP menurun hingga 16 mmHg tanpa menurunkan
tekanan darah sistolik dibawah 80 mmHg. Efek samping yang paling sering terjadi dari nitrat
oral dan intravena adalah sakit kepala, dimana, jika ringan, dapat diatasi dengan analgesik dan
sering berkurang seiring dengan perlangsungan terapi.
Nitroprusside biasanya dimulai dengan dosis 10 g/menit dan ditingkatkan 10-20 g tiap 10
20 menit jika ditoleransi, dengan tujuan hemodinamika yang sama dengan yang telah
dijelaskan diatas. Kecepatan dari onset dan offset, dengan paruh waktu kira-kira sekitar 2
menit, memfasilitasi kadar optimal vasodilatasi pada pasien di ICU. Keterbatasan utama dari
nitroprusside adalah efek samping dari sianida, yang bermanifestasi umumnya pada
gastrointestinal dan sistem saraf. Sianida sepertinya paling sering beakumulasi pada perfusi
hepar yang berat dan penurunan fungsi hepatik akibat cardiac output rendah, dan sepertinya
sering terjadi pada pasien yang mendapatkan >250 g/menit selama 48 jam. Toksisitas
sianida dapat diatasi dengan penurunan atau penghentian infus nitroprusside. Pemakaian
jangka panjang (> 48 jam) terkait dengan toleransi hemodinamik.
Nesiritide, vasodilator terbaru, merupakan rekombinan dari brain type natriuretic peptide
(BNP), yang merupakan peptide endogenous yang disekresi utamanya pada LV sebagai
respon peningkatan tekanan dinding. Nesiritide diberikan sebagai bolus (2 g/kg) diikuti
dengan infus dosis tetap (0.010.03 g/kg per menit). Nesiritide efektif menurunkan tekanan
pengisian LV dan meringankan gejala selama pengobatan HF akut. Sakit kepala lebih jarang
terjadi pada nesiritide dibandingkan nitroglycerin. Walaupun disebut sebagai natriuretic
peptide, nesiritide tidak pernah menyebabkan diuresis jika digunakan sendiri pada suatu
penelitian klinik. Akan tetapi, sepertinya memiliki efek positif terhadap kerja pengobatan
diuretik jika diberikan bersamaan, sehingga jumlah dosis diuretik yang dibutuhkan dapat
diturunkan
Hipotensi merupakan efek samping yang paling sering terjadi pada ketiga agen vasodilatasi
tersebut, walaupun nesiritide dianggap yang paling kurang efeknya. Hipotensi biasanya
terkait dengan bradykardia, terutama dengan penggunaan nitroglycerin. Ketiga obat tersebut
dapat menyebabkan vasodilatasi arteri pulmoner, dimana dapat memperburuk hypoxia pada
pasien dengan abnormalitas ventilasi-perfusi.
o Agen Inotropic
Agen inotropik positif menghasilkan manfaat hemodinamika langsung dengan menstimulasi
kontraktilitas kardiak, dan secara bersamaan menyebabkan vasodilatasi perifer. Efek
hemodinamika ini secara bersamaan menghasilkan perbaikan pada cardiac output dan
penurunan tekanan pengisian pada LV.
Dobutamine, merupakan agen inotropik yang paling sering digunakan pada penatalaksanaan
HF akut, efek kerjanya dengan menstimulasi reseptor
1
and
2
dengan sedikit efek pada
reseptor
1
. Dobutamine diberikan sebagai infuse berkelanjutan, dengan dosis infuse
permulaan sebesar 12 g/kg permenit. Dosis lebih tinggi (>5 g/kg per menit) biasanya
diperlukan pada hipoperfusi berat; akan tetapi, terdapat sedikit penambahan manfaat jika
dosis ditingkatkan diatas 10 g/kg per menit. Pasien yang diinfus selama lebih dari 72 jam
biasanya mengalami tachyphylaxis dan biasanya dosis perlu ditingkatkan.
Milrinone merupakan suatu inhibitor phosphodiesterase III yang menyebabkan peningkatan
cAMP dengan meninhibisi katabolismenya. Milrinone dapat bekerja secara sinergis dengan -
adrenergic agonists untuk mendapatkan peningkatan cardiac output lebih tinggi dibandingkan
jika pemakaian agen tersebut diberikan tersendiri, dan kemungkinan lebih efektif
dibandingkan dengan dobutamin dalam meningkatkan cardiac output dengan keberadaan beta
blocker. Milrinone dapat diberikan dengan cara bolus 0.5 g/kg per menit, diikuti dengan
dosis infuse sebesar 0.10.75 g/kg per menit. Karena milrinone merupakan vasodilator yang
lebih efektif dibandingkan dobutamin, obat ini lebih menurunkan tekanan pengisian LV
walaupun dengan resiko hipotensi yang lebih besar.
Walaupun penggunaan jangka pendek inotrop memberikan manfaat hemodinamika, agen ini
lebih cenderung mengakibatkan tachyarrhythmia dan kejadian iskemik dibandingkan
vasodilator. Sehingga inotrop lebih tepat digunakan pada keadaan klinis dimana vasodilator
dan diuretic tidak membantu, seperti pasien dengan perfusi sistemik yang buruk dan/atau
shock cardiogenic, pada pasien yang membutuhkan dukungan hemodinamika jangka pendek
pada infark myokard atau operasi, dan pada pasien persiapan transplantasi jantung atau
sebagai perawatan paliatif pada pasien HF berat. Jika pasien membutuhkan penggunaan
inotrop yang berkesinambungan, sangat dipertimbangkan untuk diberikan dalam keadaan ICU
karena efek proarrhytmia pada agen tersebut.
o Vasokonstriktor
Vasokontstriktor digunakan untuk mendukung tekanan darah sistemik pada pasien dengan
HF. Dari ketiga agen yang biasanya sering digunakan (Tabel 5), dopamine merupakan pilihan
pertama untuk terapi pada situasi dimana inotropy dan dukungan pressor dibutuhkan.
Dopamin merupakan cathecolamine endogen yang menstimulasi reseptor
1
,
1
, dan reseptor
dopaminergik (DA
1
dan DA
2
) pada jantung dan sirkulasi. Efek dopamine bergantung pada
dosisnya. Dosis dopamine rendah (<2>1 dan DA
2
dan menyebabkan vasodilatasi pada
pembuluh splanchnic dan renal. Dosis Moderat (24 g/kg per menit) menstimulasi reseptor

1
dan meningkatkan cardiac output dengan sedikit perubahan pada heart rate atau SVR. Pada
dosis yang lebih tinggi (< 5 g/kg per menit) efek dopamine pada reseptor
1
menyaingi
reseptor dopaminergik dan vasokonstriksi terjadi, menyebabkan peningkatan SVR, tenakan
pengisian LV, dan heart rate. Dopamine juga menyebabkan pelepasan norepinephrin dari
terminal saraf, dimana akan menstimulasi reseptor
1
and
1
sehingga, meningkatkan tekanan
darah. Dopamine merupakan terapi paling berguna pada pasien HF dengan cardiac output
yang rendah dengan perfusi jaringan yang buruk (Profil C). Tambahan signifikan inotropic
dan dukungan tekanan darah dapat diberikan dengan epinephrine, phenylepinephrin, dan
vasopressin (Tabel 5); akan tetapi pemakaian berkepanjangan dapat menyebabkan kegagalan
hati dan ginjal dan dapat menyebabkan gangrene pada ekstremitas. Sehingga, agen ini tidak
diberikan kecuali pada keadaan darurat.
Intervensi Mekanik dan Operasi
Jika intervensi farmakologik gagal menstabilkan pasien dengan HF refrakter maka intervensi
mekanis dan invasive dapat memberikan dukungan sirkulasi yang lebih efektif. Terapi ini
termasuk intraaortic balloon counter pulsation, alat bantuan LV, dan transplantasi jantung.

Anda mungkin juga menyukai