Heart
Heart
1
, and
2
). Walaupun terdapat manfaat potensial dalam memblokir tiga reseptor ini,
kebanyakan efek penurunan aktivasi adrenergic dimediasi oleh reseptor
1
. Jika diberikan
bersamaan dengan ACEI, beta blocker menghambat proses LV remodeling, meringankan
gejala pasien, mencegah opname, dan memperpanjang harapan hidup. Maka dari itu beta
blocker diindikasikan pada pasien HF simptomatik atau asimptomatik dengan EF menurun
(<40%)>
Seperti dengan pemakaian ACEI, beta blocker juga sebaiknya dimulai dalam dosis rendah,
diikuti dengan peningkatan dosis secara gradual jika dosis rendah telah dapat ditoleransi.
Dosis beta blocker sebaiknya ditingkatkan hingga dosis yang terbukti efektif pada suatu
penelitian klinis (Tabel 4). Namun, tidak seperti ACEI, dimana dapat ditingkatkan secara
cepat, penyesuaian dosis beta blocker sebaiknya tidak lebih cepat dari interval 2 minggu,
karena dosis inisiasi dan/atau peningkatan dosis agen ini dapat memperburuk retensi cairan
akibat berkurangnya dukungan adrenergic pada jantung dan sirkulasi. Maka dari itu, penting
untuk mengoptimalkan dosis diuretic sebelum memulai terapi beta blocker. Peningkatan
retensi cairan biasanya dapat diatasi dengan penambahan dosis diuretic. Pada beberapa
pasien, dosis beta blocker perlu diturunkan.
Efek samping dari beta bloker biasanya terkait dengan komplikasi yang timbul dari
penurunan sistem saraf adrenergic. Reaksi ini umumnya terjadi beberapa hari setelah
permulaan terapi dan biasanya responsive setelah dosis dikurangi. Terapi betabloker dapat
menyebabkan bradykardia dan/atau eksaserbasi heart block. Maka dari itu, dosis beta blocker
sebaiknya diturunkan jika heart rate menurun hingga <50>1 receptor yang dapat
mengakibatkan efek vasodilatasi.
- Antagonis Aldosteron
Walaupun dikategorikan sebagai diuretic hemat kalium, obat yang memblokir efek aldosteron
(spironolakton atau eplerenon) memiliki efek bermanfaat yang independent dari efek
keseimbangan sodium. Walaupun ACEI dapat menurunkan sekresi aldosteron secara
transient, dengan terapi jangka panjang, kadar aldosteron akan kembali seperti sebelum terapi
ACEI dilakukan. Maka dari itu, pemberian antagonis aldosteron dianjurkan pada pasien
dengan NYHA kelas III atau kelas IV yang memiliki EF yang menurun (<35%)>
Permasalahan utama pemberian antagonis aldosteron adalah peningkatan resiko
hyperkalemia, dimana lebih cenderung terjadi pada pasien yang menerima terapi suplemen
potassium atau mengalami insufisiensi renal sebelumnya. Antagonis aldosteron tidak
direkomendasikan jika kreatinin serum >2.5 mg/dL (atau klirens kreatinin <30>5.0 mmol/L.
o Terapi Antikoagulan dan Antiplatelet
Pasien HF memiliki peningkatan resiko terjadinya kejadian thromboembolik. Pada penilitan
klinis, angka kejadian stroke mulai dari 1,3 hingga 2,4% per tahun. Penurunan fungsi LV
dipercaya mengakibatkan relative statisnya darah pada ruang kardiak yang berdilatasi dengan
peningkatan resiko pembentukan thrombus. Penatalaksanaan dengan warfarin dianjurkan
pada pasien dengan HF, fibrilasi atrial paroxysmal, atau dengan riwayat emboli sistemik atau
pulmoner, termasuk stroke atau transient ischemic attack (TIA). Pasien dengan iskemik
kardiomyopati simptomatik atau asimptomatik dan memiliki riwayat Infark Miokard dengan
adanya thrombus LV sebaiknya diatasi dengan warfarin dengan permulaan 3 bulan setelah
Infark Miokard, kecuali terdapat kontraindikasi terhadap pemakaiannya.
Aspirin direkomendasikan pada pasien HF dengan penyakit jantung iskemik untuk
menghindari terjadinya MI dan kematian. Namun, dosis rendah aspirin (75 atau 81 mg) dapat
dipilih karena kemungkinan memburuknya HF pada dosis lebih tinggi
Tabel 5 Obat untuk Penatalaksanaan Gagal Jantung Akut
Dosis Permulaan Dosis Maksimal
Vasodilators
Nitroglycerin 20 g/menit 40400 g/menit
Nitroprusside 10 g/menit 30350 g/menit
Nesiritide Bolus 2 g/kg 0.010.03 g/kg per menit
a
Inotropes
Dobutamine 12 g/kg per menit 210 g/kg per menit
b
Milrinone Bolus 50 g/kg 0.10.75 g/kg per menit
b
Dopamine 12 g/kg per menit 24 g/kg per menit
b
Levosimendan Bolus 12 g/kg 0.10.2 g/kg per menit
c
Vasoconstrictors
Dopamine for hypotension 5 g/kg per menit 515 g/kg per menit
Epinephrine 0.5 g/kg per menit 50 g/kg per menit
Phenylephrine 0.3 g/kg per menit 3 g/kg per menit
Vasopression 0.05 units/menit 0.10.4 units/ menit
a
Biasanya <4>
b
Inotrope juga memiliki kemampuan vasodilators.
c
Diakui diluar Amerika Serikat untuk penanganan gagal jantung akut
Penatalaksanaan Farmakologik untuk HF Akut
- Vasodilator
Selain diuretic, vasodilator intravena adalah pengobatan paling berguna untuk HF akut.
Dengan menstimulasi guanylyl cyclase dalam sel otot halus; nitroglycerin, nitroprusside, dan
nesiritida menghasilkan efek dilatasi pada resistensi arterial dan venous capacity pada
pembuluh darah, sehingga menurunkan tekanan pengisian LV, penurunan mitral regurgitasi,
dan memperbaiki cardiac output, tanpa meningkatkan heart rate atau menyebabkan
arrhythmia.
Nitroglycerin intravena biasanya dimulai pada dosis 20 g/menit dan ditingkatkan hingga 20
g sampai gejala pasien meringan atau PCWP menurun hingga 16 mmHg tanpa menurunkan
tekanan darah sistolik dibawah 80 mmHg. Efek samping yang paling sering terjadi dari nitrat
oral dan intravena adalah sakit kepala, dimana, jika ringan, dapat diatasi dengan analgesik dan
sering berkurang seiring dengan perlangsungan terapi.
Nitroprusside biasanya dimulai dengan dosis 10 g/menit dan ditingkatkan 10-20 g tiap 10
20 menit jika ditoleransi, dengan tujuan hemodinamika yang sama dengan yang telah
dijelaskan diatas. Kecepatan dari onset dan offset, dengan paruh waktu kira-kira sekitar 2
menit, memfasilitasi kadar optimal vasodilatasi pada pasien di ICU. Keterbatasan utama dari
nitroprusside adalah efek samping dari sianida, yang bermanifestasi umumnya pada
gastrointestinal dan sistem saraf. Sianida sepertinya paling sering beakumulasi pada perfusi
hepar yang berat dan penurunan fungsi hepatik akibat cardiac output rendah, dan sepertinya
sering terjadi pada pasien yang mendapatkan >250 g/menit selama 48 jam. Toksisitas
sianida dapat diatasi dengan penurunan atau penghentian infus nitroprusside. Pemakaian
jangka panjang (> 48 jam) terkait dengan toleransi hemodinamik.
Nesiritide, vasodilator terbaru, merupakan rekombinan dari brain type natriuretic peptide
(BNP), yang merupakan peptide endogenous yang disekresi utamanya pada LV sebagai
respon peningkatan tekanan dinding. Nesiritide diberikan sebagai bolus (2 g/kg) diikuti
dengan infus dosis tetap (0.010.03 g/kg per menit). Nesiritide efektif menurunkan tekanan
pengisian LV dan meringankan gejala selama pengobatan HF akut. Sakit kepala lebih jarang
terjadi pada nesiritide dibandingkan nitroglycerin. Walaupun disebut sebagai natriuretic
peptide, nesiritide tidak pernah menyebabkan diuresis jika digunakan sendiri pada suatu
penelitian klinik. Akan tetapi, sepertinya memiliki efek positif terhadap kerja pengobatan
diuretik jika diberikan bersamaan, sehingga jumlah dosis diuretik yang dibutuhkan dapat
diturunkan
Hipotensi merupakan efek samping yang paling sering terjadi pada ketiga agen vasodilatasi
tersebut, walaupun nesiritide dianggap yang paling kurang efeknya. Hipotensi biasanya
terkait dengan bradykardia, terutama dengan penggunaan nitroglycerin. Ketiga obat tersebut
dapat menyebabkan vasodilatasi arteri pulmoner, dimana dapat memperburuk hypoxia pada
pasien dengan abnormalitas ventilasi-perfusi.
o Agen Inotropic
Agen inotropik positif menghasilkan manfaat hemodinamika langsung dengan menstimulasi
kontraktilitas kardiak, dan secara bersamaan menyebabkan vasodilatasi perifer. Efek
hemodinamika ini secara bersamaan menghasilkan perbaikan pada cardiac output dan
penurunan tekanan pengisian pada LV.
Dobutamine, merupakan agen inotropik yang paling sering digunakan pada penatalaksanaan
HF akut, efek kerjanya dengan menstimulasi reseptor
1
and
2
dengan sedikit efek pada
reseptor
1
. Dobutamine diberikan sebagai infuse berkelanjutan, dengan dosis infuse
permulaan sebesar 12 g/kg permenit. Dosis lebih tinggi (>5 g/kg per menit) biasanya
diperlukan pada hipoperfusi berat; akan tetapi, terdapat sedikit penambahan manfaat jika
dosis ditingkatkan diatas 10 g/kg per menit. Pasien yang diinfus selama lebih dari 72 jam
biasanya mengalami tachyphylaxis dan biasanya dosis perlu ditingkatkan.
Milrinone merupakan suatu inhibitor phosphodiesterase III yang menyebabkan peningkatan
cAMP dengan meninhibisi katabolismenya. Milrinone dapat bekerja secara sinergis dengan -
adrenergic agonists untuk mendapatkan peningkatan cardiac output lebih tinggi dibandingkan
jika pemakaian agen tersebut diberikan tersendiri, dan kemungkinan lebih efektif
dibandingkan dengan dobutamin dalam meningkatkan cardiac output dengan keberadaan beta
blocker. Milrinone dapat diberikan dengan cara bolus 0.5 g/kg per menit, diikuti dengan
dosis infuse sebesar 0.10.75 g/kg per menit. Karena milrinone merupakan vasodilator yang
lebih efektif dibandingkan dobutamin, obat ini lebih menurunkan tekanan pengisian LV
walaupun dengan resiko hipotensi yang lebih besar.
Walaupun penggunaan jangka pendek inotrop memberikan manfaat hemodinamika, agen ini
lebih cenderung mengakibatkan tachyarrhythmia dan kejadian iskemik dibandingkan
vasodilator. Sehingga inotrop lebih tepat digunakan pada keadaan klinis dimana vasodilator
dan diuretic tidak membantu, seperti pasien dengan perfusi sistemik yang buruk dan/atau
shock cardiogenic, pada pasien yang membutuhkan dukungan hemodinamika jangka pendek
pada infark myokard atau operasi, dan pada pasien persiapan transplantasi jantung atau
sebagai perawatan paliatif pada pasien HF berat. Jika pasien membutuhkan penggunaan
inotrop yang berkesinambungan, sangat dipertimbangkan untuk diberikan dalam keadaan ICU
karena efek proarrhytmia pada agen tersebut.
o Vasokonstriktor
Vasokontstriktor digunakan untuk mendukung tekanan darah sistemik pada pasien dengan
HF. Dari ketiga agen yang biasanya sering digunakan (Tabel 5), dopamine merupakan pilihan
pertama untuk terapi pada situasi dimana inotropy dan dukungan pressor dibutuhkan.
Dopamin merupakan cathecolamine endogen yang menstimulasi reseptor
1
,
1
, dan reseptor
dopaminergik (DA
1
dan DA
2
) pada jantung dan sirkulasi. Efek dopamine bergantung pada
dosisnya. Dosis dopamine rendah (<2>1 dan DA
2
dan menyebabkan vasodilatasi pada
pembuluh splanchnic dan renal. Dosis Moderat (24 g/kg per menit) menstimulasi reseptor
1
dan meningkatkan cardiac output dengan sedikit perubahan pada heart rate atau SVR. Pada
dosis yang lebih tinggi (< 5 g/kg per menit) efek dopamine pada reseptor
1
menyaingi
reseptor dopaminergik dan vasokonstriksi terjadi, menyebabkan peningkatan SVR, tenakan
pengisian LV, dan heart rate. Dopamine juga menyebabkan pelepasan norepinephrin dari
terminal saraf, dimana akan menstimulasi reseptor
1
and
1
sehingga, meningkatkan tekanan
darah. Dopamine merupakan terapi paling berguna pada pasien HF dengan cardiac output
yang rendah dengan perfusi jaringan yang buruk (Profil C). Tambahan signifikan inotropic
dan dukungan tekanan darah dapat diberikan dengan epinephrine, phenylepinephrin, dan
vasopressin (Tabel 5); akan tetapi pemakaian berkepanjangan dapat menyebabkan kegagalan
hati dan ginjal dan dapat menyebabkan gangrene pada ekstremitas. Sehingga, agen ini tidak
diberikan kecuali pada keadaan darurat.
Intervensi Mekanik dan Operasi
Jika intervensi farmakologik gagal menstabilkan pasien dengan HF refrakter maka intervensi
mekanis dan invasive dapat memberikan dukungan sirkulasi yang lebih efektif. Terapi ini
termasuk intraaortic balloon counter pulsation, alat bantuan LV, dan transplantasi jantung.