Anda di halaman 1dari 5

Badan Nasional Pengelola Perbatasan

Republik Indonesia

Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) adalah Badan Pengelola Batas
Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan sebagaimana dimaksud Undang-Undang Nomor
43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara. BNPP merupakan lembaga nonstrukturalyang
dipimpin oleh seorang Kepala Badan yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab
kepada Presiden
Pengelolaan perbatasan merupakan bagian integral dari manajemen negara, yang
secara operasional merupakan kegiatan penanganan atau mengelola batas wilayah dan
kawasan perbatasan. Sejalan dengan reorientasi kebijakan pembangunan di kawasan
perbatasan, melalui Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara yang
memberikan mandat kepada Pemerintah untuk membentuk Badan Pengelola Perbatasan di
tingkat pusat dan daerah dalam rangka mengelola kawasan perbatasan. Berdasarkan
amanat UU tersebut, Pemerintah melalui Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2010
membentuk Badan Nasional Pengelola perbatasan (BNPP). Dalam konteks pengelolaan
batas wilayah negara dan kawasan perbatasan, BNPP mengedepankan sinergi kebijakan
dan program, sehingga kelemahan dan keterbatasan yang ada selama ini, yakni
penanganan perbatasan negara secara ad-hoc dan parsial serta egosektoral, yang telah
mengakibatkan overlapping dan redundance serta salah sasaran dan inefisiensi dalam
pengelolaan perbatasan, diharapkan dapat diperbaiki.
Keanggotaan BNPP terdiri dari 18 Kementerian/Lembaga Pemerintah Non
Kementerian serta 12 Gubernur di Kawasan Perbatasan. Dengan demikian, diharapkan
akan mampu menjadi daya ungkit untuk memperkuat dan mengefektifkan tugas-tugas
yang diemban oleh Kementerian dan/atau Lembaga serta Pemerintah Daerah dalam
mewujudkan Kawasan Perbatasan sebagai Beranda Depan NKRI. Melalui koordinasi
dengan Kementerian dan Lembaga yang terkait langsung dengan penanganan perbatasan
negara, BNPP diharapkan dapat mendorong dan memfasilitasi terciptanya kebijakan dan
program pengelolaan batas wilayah negara dan pembangunan kawasan perbatasan secara
terintegrasi dan terpadu.
Ruang lingkup tugas utama BNPP adalah mengelola Batas Wilayah Negara dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kawasan perbatasan yang merupakan
kristalisasi dari amanat Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 pasal 15 dan Peraturan
Presiden Nomor 12 Tahun 2010 pasal 3, sebagai berikut:
a. Menetapkan kebijakan program pembangunan perbatasan;
b. Menetapkan rencana kebutuhan anggaran;
c. Mengkoordinasikan pelaksanaan; dan
d. Melaksanakan evaluasi dan pengawasan terhadap pengelolaan Batas Wilayah
Negara dan Kawasan Perbatasan.
Visi :
Terwujudnya Tata Kelola Batas Negara dan Kawasan Perbatasan yang aman, tertib, maju
dan menjadi pusat pertumbuhan ekonomi yang menjamin kesejahteraan rakyat dan
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Misi :
Misi Badan Nasional Pengelola Perbatasan yang ditetapkan merupakan peran strategik
yang diinginkan dalam mencapai visi diatas yaitu :
Mempercepat Penyelesaian garis batas antar negara dengan negara tetangga;
Mempercepat pengembangan kawasan perbatasan sebagai pusat pertumbuhan
ekonomi lokal, regional, nasioal dan internasional;
Meningkatkan penegakan hukum, pertahanan dan keamanan untuk mewujudkan
kawasan perbatasan yang kondusif bagi berbagai kegiatan ekonomi, sosial dan budaya;
Menata dan membuka keterisolasian dan ketertinggalan kawasan perbatasan dengan
meningkatkan prasarana dan sarana perbatasan;
Meningkatkan pengelolaan sumber daya alam darat dan laut secara berimbang dan
berkelanjutan bagi kesejahteraan masyarakat, pendapatan daerah, dan pendapatan
negara, serta;
Mengembangkan sistem kerjasama pembangunan antara pemerintah daerah, antar
daerah, antar negara, dan antar pelaku usaha;

Struktur Organisasi


Susunan keanggotaan BNPP terdiri atas:
a. Ketua Pengarah : Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan
Keamanan;
b. Wakil Ketua Pengarah I : Menteri Koordinator Bidang Perekonomian;
c. Wakil Ketua Pengarah II : Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat;
d. Kepala BNPP : Menteri Dalam Negeri
e. Anggota :
1. Menteri Luar Negeri;
2. Menteri Pertahanan;
3. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia;
4. Menteri Keuangan;
5. Menteri Pekerjaan Umum;
6. Menteri Perhubungan;
7. Menteri Kehutanan;
8. Menteri Kelautan dan Perikanan;
9. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional;
10. Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal;
11. Panglima Tentara Nasional Indonesia;
12. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia;
13. Kepala Badan Intelijen Negara;
14. Kepala Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional;
15. Gubernur Provinsi terkait.

Hasil penelitian Kodam VI/Mulawarman, yang telah diseminarkan secara nasional
pada tanggal 12 Juli 2012 lalu, di Balikpapan; salah satu isu strategis yang diangkat adalah
upaya percepatan pembangunan di kawasan perbatasan, diantaranya mengusulkan
peningkatan status Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) dan Badan Pengelola
Perbatasan Daerah (BPPD), yang semula hanya sebagai "koordinator" pelaksanaan
pembangunan perbatasan, menjadi "Badan Otoritas Khusus Pengelola Perbatasan". Dasar
pemikirannya adalah selama ini keterlibatan banyak Instansi Pemerintahan untuk turut
berperan aktif dalam pembangunan kawasan perbatasan, sesuai tugas dan fungsinya;
berdampak terhadap pemborosan biaya dan sasarannya menjadi tidak fokus (Tim Peneliti
KODAM VI/MLW, 2012; 19)
Disisi lainnya fungsi koordinatif secara teoritis hanya memberikan arahan program
pembangunan dan memantau pelaksanaan program dilapangan - selanjuntnya
menyampaikan masukan (feed back) sebagai langkah penyempurnaan program
pembangunan tahun berikutnya, tanpa ada kekuatan untuk memberikan "tekanan" bagi
Instansi Pemerintah terkait; apakah harus melaksanakan atau tidak program dimaksud.
Acapkali fungsi koordinatif hanya sebagai upaya menghimpun masukan dan memberikan
usulan, yang masih perlu diproses lebih lanjut oleh Instansi terkait - disesuaikan dengan
dokumen perencanaan formal yang dimiliki maupun kemampuan keuangannya. Disinilah
permasalahan prinsip dari fungsi koordinatif yang dibebankan pada BNPP/BPPD.
Sementara upaya percepatan pembangunan di kawasan perbatasan sudah merupakan
suatu keharusan yang tidak dapat ditunda.

Permasalahannya; perubahan status Institusi BNPP/BPPD, yaitu memiliki
peran/fungsi koordinatif - implementatif, tidak hanya terkait dengan perubahan aturan
hukum (yurisdiksi) institusional-nya saja, namun lebih dari itu, yaitu ada kaitannya dengan
hubungan kerja antar BNPP-BPPD-Instansi Pemerintah lainnya, baik ditingkat pusat
maupun daerah, dukungan sumber daya aparatur serta penganggaran (budgeting)
kegiatan; Disamping mempertimbangkan kompleksitas permasalahan perbatasan yang
dihadapi, mengingat adanya perbedaan luasan spasial dan cakupan kawasan, yang terdiri
kawasan perbatasan laut dan kawasan perbatasan darat.

Anda mungkin juga menyukai