Anda di halaman 1dari 24

1

BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Kimia analisis merupakan salah satu cabang Ilmu Kimia
yang mempelajari tentang pemisahan dan pengukuran unsur
atau senyawa kimia, yakni proses dalam mendeteksi
keberadaan suatu unsur kimia dalam cuplikan yang tidak
diketahui (Harry, 1990).
Pada analisis kimia banyak cara untuk menetapkan kadar
suatu senyawa yang terkandung dalam suatu bahan. Salah
satu cara adalah dengan proses titrasi. Dimana titrasi
merupakan metode analisis kimia untuk menetapkan kadar
suatu senyawa dengan menggunakan senyawa yang telah
diketahui kadar konsentrasinya. Pada titrasi terdapat berbagai
macam metode titrasi salah satunya adalah metode titrasi
asam-basa (Wiro, 2009).
Titrasi asam-basa terdiri dari dua yaitu asidimetri dan
alkalimetri. Asidimetri adalah titrasi dengan menggunakan
larutan standar asam untuk menentukan basa. Asam-asam
yang biasanya dipergunakan adalah HCl, asam cuka, asam
oksalat, asam borat. Sedangkan alkalimetri merupakan
kebalikan dari asidimetri yaitu titrasi yang menggunakan larutan
standar basa untuk menentukan asam (Sudjadi, 2007).
Dalam bidang farmasi, asidi-alkalimetri dapat digunakan
untuk menentukan kadar suatu obat dengan teliti kareIna titrasi
ini, penyimpanan titik ekuivalen lebih kecil sehingga lebih
mudah untuk mengetahui titik akhir titrasinya yang ditandai
dengan suatu perubahan warna, begitu pula dengan waktu
yang digunakan seefisien mungkin (Susanti, 2003).
Pada percobaan ini, metode titrasi volumetri yang
digunakan untuk penentuan kadar asam sitrat adalah adalah
2

titrasi alkalimetri, titrasi ini untuk menentukan kadar asam sitrat
dan asam cuka dengan larutan baku basa yaitu NaOH dan
dengan bantuan indikator fenolftalein untuk melihat hasilnya.
I.2 Maksud dan Tujuan Percobaan
I.2.1 Maksud percobaan
Maksud dari percobaan ini yaitu untuk mengetahui dan
memahami penetapan kadar dari asam sitrat dan asam asetat
dengan menggunakan metode titrasi alkalimetri, dimana larutan
baku yang digunakan adalah natrium hidroksida dengan
penambahan indikator fenolftalein.
I.2.2 Tujuan percobaan
Adapun tujuan dari percobaan diatas adalah:
Dapat membakukan NaOH 1 N dengan kalium biftalat
Dapat menghitung % kadar dari asam sitrat dan asam asetat
Dapat menghitung pH dari asam sitrat dan asam asetat
I.3 Prinsip Kerja
Pada percobaan ini menggunakan metode alkalimetri
yang dilakukan dalam suasana asam untuk menetapkan kadar
asam sitrat dan asam asetat yang dititrasi dengan larutan baku
NaOH dalam keadaan basa dan dibutuhkan indikator
fenoftalein untuk menentukan titik akhir titrasi. Berdasarkan
pada penentuan kadar suatu senyawa asam dengan
menggunakan larutan baku yang bersifat basa, Ion H
+
dari
asam akan bereaksi dengan OH
-
dari basa menghasilkan air
yang bersifat netral.






3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Teori
Titrasi adalah salah satu cara pemakaian jumlah zat kimia
yang luas pemakaiannya. Pada dasarnya cara titrimetri ini
terdiri dari pengukuran volume larutan pereaksi yang
dibutuhkan untuk bereaksi secara stoikiometri dengan zat yang
akan ditentukan. Larutan pereaksi ini biasanya diketahui
kepekatannya dengan pasti yang disebut larutan baku.
Sedangkan proses pembentukan atau penambahan larutan
baku ke dalam larutan zat yang akan ditentukan disebut titras
(Sudjadi, 2007).
Salah satu jenis reaksi dalam titrasi adalah reaksi
netralisasi (asidi-alkalimetri). Asidi-alkalimetri merupakan
metode titrasi asam basa. Asidimetri yaitu titrasi dengan
menggunakan larutan standar asam untuk menentukan basa
sedangkan alkalimetri yaitu menggunakan titran larutan standar
basa untuk menentukan asam (Underwood, 1998).
Asidi alkalimetri termasuk reaksi netralisasi yakni reaksi
hidrogen yang berasal dari asam dengan ion hidroksida yang
berasal dari basa untuk menghasilkan air yang bersifat netral
(Khopkar, 1990). Netralisasi dapat juga dikatakan sebagai
reaksi antara donor proton (asam) dengan penerima proton
(basa).
H
+
+ OH
-
H
2
O
Untuk menetapkan titik akhir proses netralisasi ini
digunakan indikator. Menurut W.Ostwald, indikator adalah
suatu senyawa organik kompleks dalam bentuk asam atau
basa yang mampu berada dalam keadaan dua macam bentuk
warna yang berbeda dan dapat saling berubah warna dari
bentuk satu kebentuk yang lainnya pada konsentrasi
4

H
+
tertentu dan pH tertentu. Jalannya proses titrasi netralisasi
dapat diikuti dengan melihat perubahan pH larutan selama
titrasi, yang terpenting ialah perubahan pH pada saat dan
disekitar titik ekuivalen karena hal ini berhubungan erat dengan
pemilihan indikator agar kesalahan titrasi sekecil-kecilnya
(Khopkar, 1990).
Indikator yang dipakai dalam titrasi asam-basa adalah
indikator yang perubahan warnanya dipengaruhi oleh pH.
Penambahan indikator diusahakan sesedikit mungkin dan
umumnya adalah dua hingga tiga tetes. Untuk memperoleh
ketepatan hasil titrasi maka titik akhir dipilih sedekat mungkin
dengan titik ekivalen. Indikator yang digunakan pada titrasi
asam-basa adalah asam lemah atau basa lemah. Asam lemah
dan basa lemah ini umumnya senyawa organik yang memiliki
ikatan rangkap terkonjugasi yang mengkontribusi perubahan
warna pada indikator tersebut. Jumlah indikator yang
ditambahkan kedalam larutan yang akan dititrasi harus
sesedikit mungkin, sehingga indikator tidak mempengaruhi pH
larutan, dengan demikian jumlah titran yang diperlukan untuk
terjadi perubahan warna seminimal mungkin. Umumnya dua
atau tiga tetes larutan indikator 0,1 % (b/v) diperlukan untuk
keperluan titrasi. Dua tetes (0,1 mL) indikator (0,1 % dengan
berat formula 100) adalah sama dengan 0,01 mL larutan titran
dengan konsentrasi 0,1 N (Underwood, 1989).
Indikator asam-basa akan memiliki warna yang berbeda
dalam keadaan tak terionisasi dengan keadaan terionisasi.
Sebagai contoh untuk indikator phenolphthalein (pp) seperti
diatas dalam keadaan tidak terionisasi (dalam larutan asam)
tidak akan berwarna dan akan berwarna merah keunguan
dalam keadaan terionisasi(dalam larutan basa) (Underwood,
1989).
5

Berbagai indikator mempunyai tetapan ionisasi yang
berbeda-beda dan akibatnya mereka menunjukkan warna pada
range pH yang berbeda. Fenolftalein tergolong asam yang
sangat lemah dalam keadaan yang tidak terionisasi indikator
tersebut tidak berwarna. Jika dalam lingkungan basa
phenolphtalein akan terionisasi lebih banyak dan memberikan
warna terang karena anionya (Underwood, 1989).
Metil jingga adalah garam Na dari suatu asam sulponik
dimana didalam suatu larutan banyak terionisasi, dan dalam
lingkungan alkali anionnya memberikan warna kuning,
sedangkan dalam suasana asam metil jingga bersifat sebagai
basa lemah dan mengambil ion H
+
, terjadi suatu perubahan
struktur dan memberikan warna merah dari ion-ionnya
(Underwood, 1989).
Telah dikemukakan, bahwa larutan NaOH dipakai untuk
titrasi asam, tetapi NaOH tidak dapat diperoleh dalam keadaan
sangat murni. Oleh karena itu, konsentrasi tepatnya tidak dapat
dihitung dari beratnya NaOH yang ditimbang dan volume
larutan yang dibuat walaupun kedua-duanya dilakukan secara
cermat. Larutan NaOH ini harus distandarisasi atau dibakukan
terlebih dahulu yakni ditentukan konsentrasinya yang
setepatnya atau sebenarnya. Cara ini mudah untuk
standarisasi atau pembakuan ialah dengan cara titrasi,
misalnya larutan NaOH itu dipakai sebagai titran untuk
menitrasi suatu larutan standar (Khopkar, 1990).
Salah satu kegunaan reaksi netralisasi adalah untuk
menentukan konsentrasi asam atau basa yang tidak diketahui.
Penentuan konsentrasi ini dilakukan dengan titrasi asam-basa.
Titrasi adalah cara penentuan konsentrasi suatu larutan
dengan volume tertentu dengan menggunakan larutan yang
sudah diketahui konsentrasinya. Bila titrasi menyangkut titrasi
6

asam-basa maka disebut titrasi asidi-alkalimetri (Keenan,
1980).
Alkalimetri ini melibatkan titrasi basa yang terbentuk
karena hidrolisis garam yang berasal dari asam lemah (basa
bebas) dengan suatu asam standar (asidimetri), dan titrasi
asam yang terbentuk dari hidrolisis garam yang berasal dari
basa lemah (asam bebas) dengan suatu basa standar
(alkalimetri). Bersenyawanya ion hidrogen dan ion hidroksida
untuk membentuk air merupakan akibat reaksi-reaksi tersebut.
Prinsip Dasar Titrasi yaitu berdasarkan reaksi penetralan
dalam analisis titrimetri. Reaksi ini menghasilkan larutan yang
pHnya lebih netral. Secara umum metode titrimetri didasarkan
pada reaksi kimia sebagai berikut (Keenan, 1980):
aA + tT Produk
Dimana a molekul analit A bereaksi dengan t molekul
pereaksi T, untuk menghasilkan produk yang sifat pH-nya
netral. Dalam reaksi tersebut salah satu larutan (larutan
standar) konsentrasi dan pH-nya telah diketahui. Saat
ekuivalen mol titran sama dengan mol analitnya begitu pula
mol ekuivalennya juga berlaku sama, dengan demikian secara
stoikiometri dapat ditentukan konsentrasi larutan kedua. Dalam
analisis titrimetri, sebuah reaksi harus memenuhi beberapa
persyaratan sebelum reaksi tersebut dapat dipergunakan,
diantaranya (Keenan, 1980):
Reaksi itu sebaiknya diproses sesuai persamaan kimiawi
tertentu dan tidak adanya reaksi sampingan.
Reaksi itu sebaiknya diproses sampai benar-benar selesai
pada titik ekuivalensi. Dengan kata lain, konstanta
kesetimbangan dari reaksi tersebut haruslah amat besar.
Oleh karena itu, dapat terjadi perubahan yang besar dalam
konsentrasi titran pada titik ekivalensi.
7

Diharapkan tersedia beberapa metode untuk menentukan
kapan titik ekivalensi tercapai.
Diharapkan reaksi tersebut berjalan cepat, sehingga titrasi
dapat dilakukan hanya beberapa menit.
Larutan yang mengandung jumlah dengan bobot yang
diketahui dalam suatu volume tertentu dalam suatu larutan
disebut larutan standar. Sedangkan larutan standar primer
adalah suatu larutan yang konsentrasinya dapat langsung
ditentukan dari berat bahan sangat murni yang dilarutkan dan
volume yang terjadi. Suatu zat standar primer harus memenuhi
syarat seperti yang di bawah ini (Basset, 1984):
Zat harus mudah diperoleh, mudah dimurnikan, mudah
dikeringkan (sebaiknya pada suhu 110 - 120
o
C).
Zat harus mempunyai ekuivalen yang tinggi, sehingga
sesatan penimbangan dapat diabaikan.
Zat harus mudah larut pada kondisi-kondisi dalam mana ia
digunakan.
Zat harus dapat diuji terhadap zat-zat pengotor dengan uji-
uji kualitatif atau uji-uji lain yang kepekaannya diketahui
(jumlah total zat-zat pengotor, umumnya tak boleh melebihi
0,01-0,02 %).
Reaksi dengan larutan standar itu harus stoikiometrik dan
praktis sekejap. Sesatan titrasi harus dapat diabaikan, atau
mudah ditetapkan dengan cermat dengan eksperimen.
Zat harus tak berubah dalam udara selama penimbangan;
kondisi-kondisi ini mengisyaratkan bahwa zat tak boleh
higroskopik, tak pula dioksidasi oleh udara, atau
dipengaruhi oleh karbondioksida. Standar ini harus dijaga
agar komposisinya tak berubah selama penyimpanan.
Sedangkan syarat-syarat larutan baku sekunder adalah
sebagai berikut (Basset, 1984):
8

Derajat kemurnian lebih rendah daripada larutan baku
primer.
Mempunyai BE yang tinggi untuk memperkecil kesalahan
penimbangan.
Larutannya relatif stabil dalam penyimpanan.
II.2 Uraian bahan
II.2.1 Air suling (FI III: 96)
Nama resmi : Aqua destillata
Nama lain : Air suling, aquadest
Berat molekul : 18,02
Rumus molekul : H
2
O
Rumus Struktur : H H

O
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak
berbau, tidak mempunyai rasa.
Kelarutan : -
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Khasiat : -
Kegunaan : Sebagai Pelarut
II.2.2 Asam asetat (FI IV : 45-46)
Nama resmi : Acidum Aceticum
Nama lain : Asam asetat, asam cuka
Berat molekul : 60,05
Rumus molekul : CH
3
COOH / C
2
H
4
O
2
Rumus struktur :




9

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna ; bau khas,
menusuk, ; rasa asam yang tajam
Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, dengan
etanol dan dengan gliserol
Khasiat : -
Kegunaan : Sebagai titrat
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
II.2.3 Asam Sitrat (FI III: 50)
Nama resmi : Acidum Citricum
Nama lain : Asam Sitrat
Berat molekul : 210,14
Rumus molekul : C
6
H
8
O
7

Rumus Struktur :



Pemerian : Hablur tidak berwarna, atau serbuk
putih, tidak berbau rasa sangat asam,
agak higroskopi, merapuh dalam udara
kering dan panas.
Kelarutan : Larut dalam kurang dari 1 bagian air,
dan dalam 1,5 bagian etanol (95%) P,
sukar larut dalam eter P.
Khasiat : -
Kegunaan : Sebagai titrat
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
II.2.4 Etanol (FI III: 65)
Nama resmi : Aethanolum
Nama lain : Etanol, alkohol
Berat molekul : 46,07
Rumus molekul : C
2
H
6
O
10

Rumus struktur :




Pemerian : Cairan tak berwarna, jernih, mudah
menguap, dan mudah bergerak, bau
khas, rasa panas, mudah terbakar
dengan memberikan nyala biru yang
tidak berasap.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam
kloroform dan dalam eter P.
Khasiat : Sebagai antiseptik
Kegunaan : Sebagai zat tambahan.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung
dari cahaya, ditempat sejuk, jauh dari
nyala api.
II.2.5 Fenolftalein (FI IV: 675)
Nama resmi : Phenolftalein
Nama lain : Fenolftalein
Berat molekul : 318,32
Rumus molekul : C
20
H
14
O
4
Rumus Struktur :






11

Pemerian : Serbuk hablur putih, putih atau
kekuningan, larut dalam etanol, agak
sukar larut dalam eter.
Kelarutan : Sukar larut dalam air, larut dalam etanol
(95%) P.
Khasiat : -
Kegunaan : Sebagai indikator
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
II.2.6 Kalium Biftalat (FI III: 686)
Nama resmi : Kalium hidrogenftalat
Nama lain : Kalium biftalat
Berat molekul : 204,2
Rumus molekul : CO
2
.C
6
H
4
.CO
2
K
Rumus struktur : O H H O
C C C C C C C C K
O H H O
Pemerian : Serbuk hablur, putih tidak berwarna.
Kelarutan : Larut perlahan-lahan dalam air, larutan
jernih.
Khasiat : -
Kegunaan : Sebagai baku primer
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
II.2.7 Natrium hidroksida (FI IV: 589)
Nama resmi : Natrii hydroxydum
Nama lain : Natrium hidroksida
Berat molekul : 40,00
Rumus molekul : NaOH
Rumus struktur : NaOH
Pemerian : Bentuk batang, butiran, masa hablur
atau keping, kering, rapuh dan mudah
12

meleleh basah, sangat alkalis dan
korosif, segera menyerap CO
2.

Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air dan
etanol (95%).
Khasiat : -
Kegunaan : Sebagai titran dan sebagai larutan baku
sekunder
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik























13

BAB III
METODE KERJA
III.1 Alat dan Bahan
III.1.1 Alat
1. Batang pengaduk
2. Buret
3. Cawan porselin
4. Corong
5. Gelas kimia
6. Gelas ukur
7. Kaca arloji
8. Labu erlenmeyer
9. Neraca analitik
10. Oven
11. Pipet tetes
12. Sendok tanduk
13. Statif dan klem
14. Waterbath
III.1.2 Bahan
1. Alkohol 70%
2. Aluminium foil
3. Aqua destilata
4. Asam sitrat
5. Asam asetat
6. Fenolftalein
7. Kalium biftalat 1 N
8. Kapas
9. Kertas perkamen
10. NaOH 1 N
11. Paper white A5 laminating
12. Tissue
14

III. 2 Cara Kerja
III.2.1 Pembuatan air bebas CO
2

1. Disiapkan alat dan bahan
2. Diukur air sebanyak 500 mL
3. Dituangkan ke dalam gelas kimia
4. Ditutup dengan aluminium foil
5. Dipanaskan menggunakan kompor listrik selama
beberapa menit
6. Didinginkan
III.2.2 Pembuatan larutan NaOH 1 N
1. Ditimbang seksama NaOH sebanyak 20 g
2. Diukur aquades sebanyak 500 mL
3. Dimasukkan ke dalam gelas kimia
4. Diaduk hingga larut
5. Dimasukkan ke dalam botol
6. Diberi label NaOH 1 N
III.2.3 Pembakuan NaOH 1 N dengan kalium biftalat

1. Ditimbang kalium biftalat sebanyak 0,3 g
2. Dikeringkan dalam oven pada suhu 150
0
C selama 30
menit
3. Dilarutkan dalam 75 mL air bebas CO
2

4. Dipipet sebanyak 3 mL larutan kalium biftalat kedalam
labu erlenmeyer
5. Ditambahkan 3 tetes indikator fenoftalein
6. Dititrasi dengan NaOH sampai terbentuk warna menjadi
merah keunguan.
III.2.4 Penentuan kadar asam sitrat
1. Ditimbang seksama asam sitrat sebanyak 300 mg
2. Dilarutkan dalam 100 mL air
3. Dipipet 20 ml dan dimasukkan dalam labu erlenmeyer
4. Ditambahkan 3 tetes indikator fenolftalein
15

5. Dititrasi dengan NaOH 0,1 N sampai berubah warna
6. Dicatat volume titran
III.2.5 Penentuan kadar asam asetat
1. Diukur asam asetat sebanyak 20 mL
2. Dilarutkan dalam 20 mL air
3. Dipipet 20 mL dan dimasukkan dalam labu erlenmeyer
4. Ditambahkan 3 tetes indikator fenolftalein
5. Dititrasi dengan NaOH sampai berubah warna
6. Dicatat volume titran





















16

BAB IV
HASIL PENGAMATAN
IV.1 Tabel Pengamatan
IV.1.1 Penetapan kadar asam sitrat
No Sample
Volume
Titran
(mL)
Volume Titran
(mL)
Indikator
PP
Perubahan
Warna
V1 V2 x
1
Asam
sitrat
20 1,4 1,1 1,25 3 tetes
Bening
Pink
keunguan

IV.1.2 Penetapan kadar asam asetat
No Sample
Volume
Titran
(mL)
Volume Titran
(mL)
Indikator
PP
Perubahan
Warna
V1 V2 x
1
Asam
asetat
20 27,8 27,3 27,55 3 tetes
Bening
Pink
keunguan

IV.2 Perhitungan
IV.2.1 Penetapan kadar asam sitrat
Normalitas asam sitrat
Dik :
- Volume NaOH (V
1
) = 1,25 mL
- Normalitas NaOH (N
1
) = 1 N
- Volume Asam Sitrat (V
2
) = 20 ml
Dit : Normalitas Asam Sitrat?
Penye :
V
1
x N
1
= V
2
x N
2

0,45 x 1 = 20 x N
2

N
2
=


= 0,0625 N

17


% kadar asam sitrat


pH asam sitrat
dik :
- Asam sitrat = 300 mg = 0,3 g
- Mr asam sitrat = 192
-
Ka = 1,5 x 10
-4
- V asam sitrat = 20 mL = 0,02 L
Dit : pH asam sitrat = .?
Penye : M =



=



= 0,08 mol L
-1
[H
+
] =

[H
+
] = (1,5.10
-4
)

x (8.10
-2
)
= (12 x 10
-6
)
= 3,46 x 10
-3
pH = 3 log 3,46
= 3 0,54
= 2,46
IV.2.2 Penetapan kadar asam asetat
Normalitas asam asetat
Dik :
- Volume NaOH (V
1
) = 27,55 mL
- Normalitas NaOH (N
1
) = 1 N
- Volume Asam asetat (V
2
) = 20 ml
18

Dit : Normalitas asam asetat?
Penye :
V
1
x N
1
= V
2
x N
2

27,55 x 1 = 20 x N
2

N
2
=


= 1,3775 N
% kadar asam asetat


pH asam asetat
Dik :
- Asam asetat = 20 mL = 20 g
- Mr asam asetat = 60
-
Ka = 1,8 x 10
-5
-
V asam asetat = 20 mL = 0,02 L

Dit : pH asam asetat = .?
Penye :
M =



= 16,7
[H
+
] =
[H
+
] = (1,8.10
-5
) x (1,67.10
-1
)
= (3,006 x 10
-6
)
= 1,73 x 10
-3
pH = 3 log 1,73
19

= 3,5 0,24
= 2,76
IV.3 Reaksi-reaksi
IV.3.1 Pembakuan NaOH dengan kalium biftalat
KHC
8
H
4
O
4
+ NaOH KNaC
8
H
4
O
4
+ H
2
O
IV.3.2 Penetapan kadar asam sitrat
C
6
H
8
O
7
+ NaOH C
6
H
7
O
7
Na + H
2
O
IV.3.3 Penetapan kadar asam asetat
CH
3
COOH +NaOH CH
3
COONa + H
2
O






















20

BAB IV
PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini kami melakukan titrasi dengan
metode asidi-alkalimetri, tepatnya metode alkalimetri. Dimana
larutan baku yang digunakan yaitu senyawa basa dan larutan
yang akan ditentukan kadarnya yaitu senyawa-senyawa yang
bersifat asam.
Langkah awal yang dilakukan adalah disiapkan alat dan
bahan yang akan digunakan dalam percobaan ini. Lau alat-
alat yang akn digunakan dibersihkan dengan alkohol 70 %
untuk mencegah adanya mikroba.
Dalam percobaan ini kita melakukan penentuan kadar
asam sitrat dan asam asetat dengan menggunakan larutan
baku natrium hidroksida (NaOH) dengan menggunakan titrasi
alkalimetri. Sebelum menentukan kadar asam sitrat maupun
asam asetat, kami membuat larutan NaOH 1 N. Namun,
dalam pembuatan larutan NaOH 1 N diperlukan air bebas CO
2

sehingga perlu dibuat air bebas CO
2
terlebih dahulu.
Langkah awal pembuatan air bebas CO
2
adalah
dimasukan aquades 500 mL ke dalam gelas kimia. Lalu
dipanaskan di waterbath sampai mendidih. Setelah mendidih,
lalu aquades di dinginkan. Namun pada proses pendinginan,
gelas kimia yang berisi aquades di tutup dengan aluminium
foil agar bakteri yang berada disekitar tidak dapat
mengkontaminasi aqua destilata yang sementara didinginkan
(Keenan,1980).
IV.1 Pembakuan NaOH 1 N dengan kalium biftalat
Sebelum dilakukan pembakuan NaOH 1 N dengan
kalium biftalat. Kami membuat larutan NaOH 1 N. Mula-mula
dilarutkan NaOH 20 g dalam 500 mL air bebas CO
2
karena
NaOH bersifat higroskopis yang tidak dapat beraksi dengan
21

larutan yang mengandung CO
2
, sehingga digunakan air bebas
CO
2
untuk mereaksikan dengan NaOH (Keenan, 1980).
Setelah larut dimasukkan dalam botol.
Selanjutnya natrium hidroksida 1 N dibakukan dengan
kalium biftalat. Pembakuan ini bertujuan untuk mendapatkan
konsentrasi dari natrium hidroksida 1 N. Langkah pertama
ditimbang seksama 0,3 g kalium biftalat dengan
menggunakan neraca analitik. Lalu dikeringkan dalam oven
pada suhu 150
o
C kurang lebih selama 30 menit. Tujuan
pengeringan yaitu untuk mengurangi kadar air dalam zat baku
tersebut, sehingga menghasilkan konsentrasi yang tepat pada
proses pembakuan. Kemudian dilarutkan dalam 75 mL air
bebas CO
2
. Setelah itu dititrasi dengan NaOH sampai
berwarna merah muda.
IV.2 Penetapan kadar asam sitrat
Pada penetapan kadar asam sitrat ini digunakan NaOH 1
N sebagai larutan bakunya. Caranya yaitu dilarutkan 300 mg
asam sitrat dalam 100 mL air. Kemudian dipipet 20 mL dan
dimasukkan dalam labu erlenmeyer. Setelah itu ditetesi 3
tetes indikator fenolftalein. Tujuan penambahan fenolftalein
untuk mengetahui apakah larutan yang diuji bersifat asam
ataupun basa dan titik akhir titrasi karena jika menggunakan
indikator lain trayek pHnya sangat jauh dari ekivalen
(Khopkar, 1990).
Pada percobaan ini dilakukan duplo untuk mengurangi
kesalahan analitik. Pada perlakuan pertama, volume titran
yang di peroleh adalah 1,4 mL dan perlakuan kedua diperoleh
volume titran 1,1 mL. Sehingga diperoleh volume rata-rata
1,25 mL. Hasil titrasi ditandai dengan adanya perubahan
warna menjadi warna merah muda keunguan. Normalitas
asam sitrat yang diperoleh yaitu 0,0625 N. Persen (%) kadar
22

asam sitrat yang dihasilkan adalah 1,1792 dan pH asam sitrat
yang dihasilkan adalah 2,46.
IV.3 Penetapan kadar asam asetat
Pada penetapan kadar asam sitrat ini digunakan NaOH
1 N sebagai larutan bakunya. Caranya yaitu melarutkan 20
mL asam asetat dalam 20 mL air. Kemudian dipipet 20 mL
dan dimasukkan dalam labu erlenmeyer. Setelah itu ditetesi 3
tetes indikator fenolftalein. Tujuan penambahan fenolftalein
untuk mengetahui apakah larutan yang diuji bersifat asam
ataupun basa dan titik akhir titrasi karena jika menggunakan
indikator lain trayek pH-nya sangat jauh dari ekivalen
(Khopkar, 1990).
Pada percobaan ini dilakukan duplo untuk mengurangi
kesalahan analitik. Pada perlakuan pertama, volume titran
yang di peroleh adalah 27,8 mL dan perlakuan kedua
diperoleh volume titran 27,3 mL. Sehingga diperoleh volume
rata-rata 27,55 mL. Hasil titrasi ditandai dengan adanya
perubahan warna menjadi warna merah muda keunguan.
Normalitas asam sitrat yang diperoleh yaitu 1,3775 N. Persen
(%) kadar asam sitrat yang dihasilkan adalah 0,3325 % dan
Ph asam sitrat yang dihasilkan adalah 2,76.
Dalam titrasi alkalimetri ini, volume titran dalam
penetapan kadar asam asetat lebih banyak dibandingkan
asam sitrat karena asam asetat memiliki tingkat keasaman
lebih tinggi dibandingkan asam sitrat (Underwood, 2002).






23

BAB VI
PENUTUP
VI.1 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang dilakukan dapat
disimpulkan bahwa :
Pembakuan larutan NaOH 1 N dengan kalium biftalat
dapat dilakukan hingga terbentuk warna merah
keunguan.
% kadar asam sitrat dan asam asetat adalah 1,179 %
dan 0,3325.
pH asam sitrat dan asam asetat yang diperoleh adalah
2,46 dan 2,76.
VI.2 Saran
Dalam hal ini diharapkan kepada praktikan selanjutnya
dapat lebih teliti dan hati-hati dalam melakukan titrasi agar
mendapatkan hasil yang maksimal. Ketersediaan bahan
perlu diperhatikan untuk lancarnya praktikum.














24

DAFTAR PUSTAKA

Basset, J. Dkk. 1984. Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif
Anorganik. Buku Kedokteran EGC: Jakarta
Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi Ketiga. Departement
Kesehatan Republik Indonesia: Jakarta
Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Departement
Kesehatan Republik Indonesia: Jakarta
Harry Firman. 1990. Kimia Dasar II. Bandung: IKIP Bandung
Keenan, C.W. 1980. Ilmu Kimia Analitik Dasar. PT. Gramedia:
Jakarta
Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas
Indonesia Press: Jakarta
Sudjadi, M.S. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar:
Yogyakarta
Susanti. 2003. Analisis Kimia Farmasi Kuantitatif. Fakultas Farmasi
Universitas Muslim Indonesia: Makasar
Underwood, A.L, dan Day,R.A. 1998. Analisa Kimia Kuantitatif.
Erlangga: Jakarta
Wiro. 2009. Titrasi Asam Basa (Netralisasi). (Online). (http://wiro-
pharmacy.blogspot.com/2009/02/titrasi-asam-basa-
netralisasi.html, diakses tanggal 4 mei 2013).

Anda mungkin juga menyukai