Anda di halaman 1dari 10

ANESTESI GENERAL DENGAN

INTUBASIANESTESI GENERAL DENGAN


INTUBASI

INTUBASI ENDOTRACHEAL TUBE

A. Definisi
Menurut Hendrickson (2002), intubasi adalah memasukkan suatu lubang atau
pipa melalui mulut atau melalui hidung, dengan sasaran jalan nafas bagian atas atau
trakhea. Pada intinya, Intubasi Endotrakhea adalah tindakan memasukkan pipa
endotrakha ke dalam trakhea sehingga jalan nafas bebas hambatan dan nafas mudah
dibantu dan dikendalikan (Anonim, 2002).

B. Tujuan
Tujuan dilakukannya tindakan intubasi endotrakhea adalah untuk
membersihkan saluran trakheobronchial, mempertahankan jalan nafas agar tetap
paten, mencegah aspirasi, serta mempermudah pemberian ventilasi dan oksigenasi
bagi pasien operasi. Pada dasarnya, tujuan intubasi endotrakheal :
a. Mempermudah pemberian anestesia.
b. Mempertahankan jalan nafas agar tetap bebas serta mempertahankan
kelancaran pernafasan.
c. Mencegah kemungkinan terjadinya aspirasi isi lambung (pada keadaan tidak
sadar, lambung penuh dan tidak ada refleks batuk).
d. Mempermudah pengisapan sekret trakheobronchial.
e. Pemakaian ventilasi mekanis yang lama.
f. Mengatasi obstruksi laring akut.

C. Persiapan Pasien
Beritahukan pasien tentang tindakan yang akan dilakukan
Mintakan persetujuan keluarga / informed consent
Berikan support mental
Hisap cairan / sisa makanan dari naso gastric tube.
Yakinkan pasien terpasang IV line dan infus menetes dengan lancar

D. Alat - Alat Yang Dipergunakan
Laringoskop. Ada dua jenis laringoskop yaitu :
- Blade lengkung (McIntosh) untuk dewasa.
- Blade lurus. (blade Magill) untuk bayi dan anak-anak.
Pipa endotrakheal. Terbuat dari karet atau plastik. Untuk operasi tertentu misalnya
di daerah kepala dan leher dibutuhkan pipa yang tidak bisa ditekuk yang
mempunyai spiral nilon atau besi (non kinking). Untuk mencegah kebocoran jalan
nafas, kebanyakan pipa endotrakheal mempunyai balon (cuff) pada ujung
distalnya. Pipa tanpa balon biasanya digunakan pada anak-anak karena bagian
tersempit jalan nafas adalah daerah rawan krikoid. Pada orang dewasa biasa
dipakai pipa dengan balon karena bagian tersempit adalah trachea. Pipa pada orang
dewasa biasa digunakan dengan diameter internal untuk laki-laki berkisar 8,0 9,0
mm dan perempuan 7,5 8,5 mm.
Untuk intubasi oral panjang pipa yang masuk 20 23 cm. Pada anak-anak
dipakai rumus :


Rumus tersebut merupakan perkiraan dan harus disediakan pipa 0,5 mm lebih
besar dan lebih kecil. Untuk anak yang lebih kecil biasanya dapat diperkirakan
dengan melihat besarnya jari kelingkingnya.
Pipa orofaring atau nasofaring. Untuk mencegah obstruksi jalan nafas karena
jatuhnya lidah dan faring pada pasien yang tidak diintubasi.
Plester. Untuk memfiksasi pipa endotrakhea setelah tindakan intubasi.
Stilet atau forsep intubasi. (McGill). Untuk mengatur kelengkungan pipa
endotrakheal sebagai alat bantu saat insersi pipa. Forsep intubasi digunakan untuk
memanipulasi pipa endotrakheal nasal atau pipa nasogastrik melalui orofaring.
Alat pengisap atau suction.

E. Persiapan Obat - Obatan
Obat-obatan untuk intubasi
Sedasi
- Pentothal 25 mg / cc dosis 4-5 mg/kgbb
- Dormicum 1 mg / cc dosis 0,6 mg/kgbb
- Diprivan 10 mg/cc 1-2 mg/kgbb
Muscle relaksan
- Succynilcholin 20 mg / cc dosis 1-2 mg/kgbb
- Pavulon 0,15 mg/kgbb
- Tracrium 0,5-0,6 mg/kgbb
- Norcuron 0,1 mg/kgbb
Obat-obatan emergency (troley emergency)
- Sulfas Atropine
- Epedrine
- Adrenalin / Epinephrin
- Lidocain 2%

F. Posisi Pasien Untuk Tindakan Intubasi.
Gambaran klasik yang betul ialah leher dalam keadaan fleksi ringan,
sedangkan kepala dalam keadaan ekstensi. Ini disebut sebagai Sniffing in the air
position. Kesalahan yang umum adalah mengekstensikan kepala dan leher.

Posisi Untuk Intubasi






Ganmbar.4 : Posisi Intubasi

G. Indikasi & Kontraindikasi
Indikasi bagi pelaksanaan intubasi endotrakheal menurut Gisele tahun
2002 antara lain :
a. Keadaan oksigenasi yang tidak adekuat (karena menurunnya tekanan oksigen
arteri dan lain-lain) yang tidak dapat dikoreksi dengan pemberian suplai oksigen
melalui masker nasal.
b. Keadaan ventilasi yang tidak adekuat karena meningkatnya tekanan
karbondioksida di arteri.
c. Kebutuhan untuk mengontrol dan mengeluarkan sekret pulmonal atau sebagai
bronchial toilet.
d. Menyelenggarakan proteksi terhadap pasien dengan keadaan yang gawat atau
dengan refleks akibat sumbatan yang terjadi.

Menurut Gisele, 2002 ada beberapa kontra indikasi bagi dilakukannya intubasi
endotrakheal antara lain :
a. Beberapa keadaan trauma jalan nafas atau obstruksi yang tidak memungkinkan
untuk dilakukannya intubasi. Tindakan yang harus dilakukan adalah
cricothyrotomy pada beberapa kasus.
b. Trauma servikal yang memerlukan keadaan imobilisasi tulang vertebra servical,
sehingga sangat sulit untuk dilakukan intubasi.

H. Kesulitan Intubasi
Kesulitan yang sering dijumpai dalam intubasi endotrakheal (Mansjoer Arif
et.al., 2000) biasanya dijumpai pada pasien-pasien dengan :
a. Otot-otot leher yang pendek dengan gigi geligi yang lengkap.
b. Recoding lower jaw dengan angulus mandibula yang tumpul. Jarak antara
mental symphisis dengan lower alveolar margin yang melebar memerlukan depresi
rahang bawah yang lebih lebar selama intubasi.
c. Mulut yang panjang dan sempit dengan arcus palatum yang tinggi.
d. Gigi incisium atas yang menonjol (rabbit teeth).
e. Kesukaran membuka rahang, seperti multiple arthritis yang menyerang sendi
temporomandibuler, spondilitis servical spine.
f. Abnormalitas pada servical spine termasuk achondroplasia karena fleksi kepala
pada leher di sendi atlantooccipital.
g. Kontraktur jaringan leher sebagai akibat combusio yang menyebabkan fleksi leher.
h. Fraktur servical
i. Rahang bawah kecil
j. Osteoarthritis temporo mandibula joint
k.Trismus.
l. Ada masa di pharing dan laring

I. Kegagalan Intubasi
Hal yang perlu dilakukan apabila terjadi keadaan gagal intubasi adalah
mengunakan alat-alat anestesi lain yang kemungkinan dapat berguna. Salah satu yang
dapat dan sangat sering digunakan serta menunjukkan angka keberhasilan cukup
tinggi adalah laryngeal mask airway (LMA) atau sungkup laring. Selain itu pada
keadaan yang sangat gawat, tindakan krikotiroidotomi dengan menggunakan jarum
yang besar dapat dilakukan 4





Gambar 5. Penampakan faring posterior pada tes Mallampati.

Penting untuk dicatat luas lapangan pandang dari laring yang telah kita
dapatkan. Informasi ini penting, apabila di kemudian hari dilakukan kembali tindakan
manajemen jalan napas. Gambaran standart yang digunakan adalah klasifikasi
menurut Cormack dan Lehane (1984):
1. Grade 1 : seluruh laring dapat terlihat
2. Grade 2 : bagian posterior dari laring saja yang dapat terlihat
3. Grade 3 : hanya epiglotis saja yang dapat terlihat
4. Grade 4 : tidak ada bagian laring yang dapat terlihat

J. Komplikasi Intubasi Endotrakheal.
1) Komplikasi tindakan laringoskop dan intubasi (Anonim, 1989)
a. Malposisi berupa intubasi esofagus, intubasi endobronkial serta malposisi
laringeal cuff.
b. Trauma jalan nafas berupa kerusakan gigi, laserasi bibir, lidah atau mukosa
mulut, cedera tenggorok, dislokasi mandibula dan diseksi retrofaringeal.
c. Gangguan refleks berupa hipertensi, takikardi, tekanan intracranial
meningkat, tekanan intraocular meningkat dan spasme laring.
d. Malfungsi tuba berupa perforasi cuff.

2) Komplikasi pemasukan pipa endotracheal.
a. Malposisi berupa ekstubasi yang terjadi sendiri, intubasi ke endobronkial
dan malposisi laringeal cuff.
b. Trauma jalan nafas berupa inflamasi dan ulserasi mukosa, serta ekskoriasi
kulit hidung.
c. Malfungsi tuba berupa obstruksi.

3) Komplikasi setelah ekstubasi.
a. Trauma jalan nafas berupa edema dan stenosis (glotis, subglotis atau
trachea), suara sesak atau parau (granuloma atau paralisis pita suara),
malfungsi dan aspirasi laring.
b. Gangguan refleks berupa spasme laring.

K. Prosedur Tindakan Intubasi
Persiapan. Pasien sebaiknya diposisikan dalam posisi tidur terlentang, oksiput
diganjal dengan menggunakan alas kepala (bisa menggunakan bantal yang
cukup keras atau botol infus) kepala dalam keadaan ekstensi serta trakhea
dan laringoskop berada dalam satu garis lurus.
Oksigenasi. Setelah dilakukan anestesi dan diberikan pelumpuh otot, lakukan
oksigenasi dengan pemberian oksigen 100% minimal dilakukan selama 2
menit. Sungkup muka dipegang dengan tangan kiri dan balon dengan tangan
kanan.
Laringoskop. Mulut pasien dibuka dengan tangan kanan dan gagang
laringoskop dipegang dengan tangan kiri. Blade laringoskop dimasukkan dari
sudut kiri dan lapangan pandang akan terbuka. Blade laringoskop didorong ke
dalam rongga mulut. Gagang diangkat dengan lengan kiri dan akan terlihat
uvula, faring serta epiglotis. Ekstensi kepala dipertahankan dengan tangan
kanan. Epiglotis diangkat sehingga tampak aritenoid dan pita suara yang
tampak keputihan bentuk huruf V.
Pemasangan pipa endotrakheal. Pipa dimasukkan dengan tangan kanan
melalui sudut kanan mulut sampai balon pipa tepat melewati pita suara. Bila
perlu, sebelum memasukkan pipa asisten diminta untuk menekan laring ke
posterior sehingga pita suara akan dapat tampak dengan jelas. Bila
mengganggu, stilet dapat dicabut. Ventilasi atau oksigenasi diberikan dengan
tangan kanan memompa balon dan tangan kiri memfiksasi. Balon pipa
dikembangkan dan blade laringoskop dikeluarkan selanjutnya pipa difiksasi
dengan plester.
Mengontrol letak pipa. Dada dipastikan mengembang saat diberikan ventilasi.
Sewaktu ventilasi, dilakukan auskultasi dada dengan stetoskop, diharapkan
suara nafas kanan dan kiri sama. Bila dada ditekan terasa ada aliran udara di
pipa endotrakheal. Bila terjadi intubasi endotrakheal akan terdapat tanda-tanda
berupa suara nafas kanan berbeda dengan suara nafas kiri, kadang-kadang
timbul suara wheezing, sekret lebih banyak dan tahanan jalan nafas terasa
lebih berat. Jika ada ventilasi ke satu sisi seperti ini, pipa ditarik sedikit sampai
ventilasi kedua paru sama. Sedangkan bila terjadi intubasi ke daerah esofagus
maka daerah epigastrum atau gaster akan mengembang, terdengar suara saat
ventilasi (dengan stetoskop), kadang-kadang keluar cairan lambung, dan
makin lama pasien akan nampak semakin membiru. Untuk hal tersebut pipa
dicabut dan intubasi dilakukan kembali setelah diberikan oksigenasi yang
cukup.
Ventilasi. Pemberian ventilasi dilakukan sesuai dengan kebutuhan pasien
bersangkutan.

Gambar 6. Correct (endotracheal) vs. Incorrect (Esophageal) Intubation
Tanda-tanda ETT
Dada mengembang
Terdapat embun di ET
Kemballinya bellow baik
Auskultasi di lapang paru +
Auskultasi di epigastrium

Laryngeal Mask Airway (LMA)
Apabila terjadi keadaan gagal intubasi adalah menggunakan alat-alat anestesi lain
yang kemungkinan dapat berguna. Salah satu yang dapat dan sangat sering digunakan
serta menunjukkan angka keberhasilan cukup tinggi adalah laryngeal mask airway
(LMA) atau sungkup laring.
Laryngeal mask airway mempunyai beberapa keuntungan dbandingkan dengan
Endotrakeal tube. pemasangan tidak memerlukan laringoskop, tidak memerlukan
pelumpuh otot, tidak merusak pita suara, respon kardiovaskuler sangat rendah jika
dibandingkan intubasi endotrakeal



Tabel.1 Keuntungan dan kerugian LMA dibandingkan intubasi ET dan sungkup
muka.






Tabel.2 Karakteristik dari laryngeal mask airway
Macam macam bentuk LMA,antara lain ;


1 2 3 4 5
Gambar.7 macam-macam laryngeal mask airway
Keterangan ;
LMA ProSeal
LMA Flexible
LMA Ctrach
LMA Fastrach
LMA Klasik
Indikasi penggunaan LMA
Yang menjadi indikasi untuk menggunakan LMA antara lain sebagai berikut :
1. Untuk menghasilkan jalan nafas yang lancar tanpa penggunaan sungkup muka.
2. Untuk menghindari penggunaan ET/melakukan intubasi endotrakeal
3. selama ventilasi spontan.
4. Pada kasus-kasus kesulitan intubasi.
5. Untuk memasukkan ET ke dalam trakea melalui alat intubating LMA.

Kontraindikasi penggunaan LMA
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan yang merupakan kontraindikasi untuk
menggunakan LMA, yaitu :
1. Ketidakmampuan menggerakkan kepala atau membuka mulut > 1,5 cm, misalnya
pada ankylosing spondylitis, severe rheumatoid arthritis, servical spine instability,
yang akan mengakibatkan kesulitan memasukkan LMA.
2. Kelainan didaerah faring (abses, hematom).
3. Obstruksi jalan nafas pada atau dibawah laring.
Pasien dengan lambung penuh atau kondisi yang menyebabkan lambatnya
pengosongan lambung.
4. Meningkatnya resiko regurgitasi (hernia hiatus, ileus intestinal).
5. Ventilasi satu paru.
6. Keadaan dimana daerah pembedahan akan terhalang oleh kaf dari LMA.

EKSTUBASI
Ekstubasi adalah mengeluarkan pipa endotrakheal setelah dilakukkan intubasi(6)
Tujuan Ekstubasi
1. Untuk menjaga agar pipa endotrakheal tidak menimbulkan trauma.
2. Untuk mengurangi reaksi jaringan laringeal dan menurunkan resiko setelah
ekstubasi
Syarat Ekstubasi
insufisiensi nafas (-)
hipoksia (-)
hiperkarbia (-)
kelainan asam basa (-)
gangguan sirkulasi (TD turun, perdarahan) (-)
pasien sadar penuh
mampu bernafas bila diperintah
kekuatan otot sudah pulih
tidak ada distensi lambung
Kriteria Ekstubasi
Ekstubasi yang berhasil bila
1. Vital capacity 10 15 ml/kg BB
2. Tekanan inspirasi diatas 20 cm H2O
3. PaO2 diatas 80 mm Hg
4. Kardiovaskuler dan metabolic stabil
5. Tidak ada efek sisa dari obat pelemas otot
6. reflek jalan napas sudah kembali dan penderita sudah sadar penuh

Pelaksanaan Ekstubasi
Sebelum ekstubasi dilakukan terlebih dahulu membersihkan rongga mulut efek obat
pelemas otot sudah tidak ada, dan ventilasi sudah adequate. Melakukan pembersihan
mulut sebaiknya dengan kateter yang steril. Walaupun diperlukan untuk
membersihkan trachea atau faring dari sekret sebelum ekstubasi, hendaknya tidak
dilakukan secara terus menerus bila terjadi batuk dan sianosis. Sebelum dan sesudah
melakukan pengisapan, sebaiknya diberikan oksigen. Apabila plester dilepas, balon
sudah dikempiskan, lalu dilakukan ekstubasi dan selanjutnya diberikan oksigen
dengan sungkup muka. Pipa endotrakheal jangan dicabut apabila sedang melakukan
pengisapan karena kateter pengisap bisa menimbulkan lecet pita suara, perdarahan,
atau spasme laring
Sesudah dilakukan ektubasi, pasien hendaknya diberikan oksigen dengan sungkup
muka bila perlu rongga mulut dilakukan pembersihan kembali. Sebelum dan sesudah
ektubasi untuk menghindari spasme laring., ekstubasi dilakukan pada stadium anestesi
yang dalam atau dimana reflek jalan sudah positif.
Napas sudah baik. Untuk mencegah spasme bronchus atau batuk, ekstubasi dapat
dilakukan pada stadium anestesi yang dalam dan pernapasan sudah spontan. Spasme
laring dan batuk dapat dikurangi dengan memberikan lidokain 50 100 mg IV (intra
vena) satu menit atau dua menit sebelum ektubasi
Kadang-kadang dalam melakukan ekstubasi terjadi kesukaran, kemungkinan
kebanyakan disebabkan oleh balon pada pipa endotrakheal besar, atau sulit
dikempiskan, pasien mngigit pipa endotrakheal. Ekstubasi jangan dilakukan apabila
ada sianosis, hal ini disebabkan adanya gangguan pernapasan yang tidak adequate
atau pernapasan susah dikontrol dengan menggunakan sungkup muka pada
pembedahan penuh ekstubasi napas. Pasien dengan lambung penuh ekstubasi
dilakukan apabila pasien sudah bangun atau dilakukan ekstubasi pada posisi lateral.
Pada pembedahan maxillofacial daerah jalan napas bila perlu dipertimbangkan untuk
melakukan trakheostomy sebelum ekstubasi.
Apabila pasien mengalami gangguan pernapasan atau pernapasan tidak adequate pipa
hendaknya jangan dicabut sampai penderita sudah yakin baik, baru ke ruang pulih
dengan bantuan napas terus menrus secarra mekanik sehingga adequate.

Pengisapan Trakhea
Pengisapan orotrakheal atau nasotrakheal hanya dilakukan apabila pada auskultasi
terdengar adanya bunyi yang ditimbulkan oleh retensi sekret dan tidak dapat
dibersihkan dengan batuk. Pengisapan trachea sebaiknya tidak dilakukan sebagai
pencegahan atau secara rutin. Hal ini menyebabkan iritasi mekanisme oleh kateter
selama pengisapan trachea, serta dapat pula menyebabkan trauma pernapasan, dan hal
ini merupakan predisposisi untuk terjadinya infeksi. Selain itu pengisapan trachea
oleh kateter dapat menimbulkan reflek vagal, dapat berupa bradikardi dan hipotensi.
Pengisapan trachea juga dapat menimbulkan hipoksemia karena aspirasi gas pada
paru-paruyang menyebabkan penutupan small air way kolapnya dan alveoli.
Hipoksemia selama pengisapan trachea dapat dikurangi dengan cara :
1. Pemberian oksigen 100% sebelum pengisapan.
2. Diameter kateter pengisap tidak lebih dari setengah diameter trachea.
3. Lama pengisapan tidak lebih dari 15 detik.
4. Setelah melakukan pengisapan, dilakukan pemompaan secara manual untuk
mengembangkan alveoli kembali.
Penyulit Ekstubasi
Hal-hal yang dapat terjadi setelah sektubasi :
1. Spasme laring
2. Aspirasi
3. Edema laring akut karena trauma selam ekstubasi
Penyulit lanjut setelah dilakukan ekstubasi :
1. Sakit tenggorokan
2. Stenosis trachea dan trakheomolasia
3. Radang membran laring dan ulserasi
4. Paralisis dan granuloma pita suara
5. Luka pada sarap lidah.
. Komplikasi setelah ekstubasi.
1. Trauma jalan nafas berupa edema dan stenosis (glotis, subglotis atau trachea), suara
sesak atau parau (granuloma atau paralisis pita suara), malfungsi dan aspirasi laring.
2. Gangguan refleks berupa spasme laring.


KESIMPULAN
Penggunaan intubasi endotrakeal pada anestesi umum adalah penting, mengingat
perlu tetap dipeliharanya pernapasan yang adekuat. Pemasangan intubasi harus
mengikuti prosedur yang baik agar tujuan dari penggunaannya dapat tercapai tanpa
timbul efek samping.
Dari pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa intubasi endotrakheal adalah
suatu tindakan pembebasan jalan nafas (airway) dengan cara memasukkan selang
ETT ke trakhea dengan tujuan pemberian oksigen dan lain-lain. Sebelum melakukan
prosedur intubasi endotrakheal,kita harus melakukan persiapan pasien dan keluarga
(informed consent),persiapan obat-obatan(obat emergency,induksi,pelumpuh otot),
dan persiapan alat-alat (Ambu bag, sungkup oksigen,laringoscop handle dan
blade,mesin suction dan suction catheter,oropharingeal airway ,endotracheal tubes
sesuai ukuran pasien dan stylet,plester dan gunting,spuit 10 cc,xylocaine
jell,stetoskop,serta hand scoon.
Indikasi intubasi endotrakheal antara lain untuk menjamin oksigenasi yang adekuat
(terutama pada orang dengan penurunan kesadaran dan obstruksi saluran
pernafasan),perlindungan saluran pernapasan dari aspirasi lambung dan
regurgitasi,serta pada prosedur bedah yang melibatkan kepala dan leher / posisi
tengkurap yang menghalangi jalan nafas.

Setelah dilakukannya intubasi perlu dilakukannya ekstubasi, Untuk menjaga agar pipa
endotrakheal tidak menimbulkan trauma dan untuk mengurangi reaksi jaringan
laringeal dan menurunkan resiko setelah ekstubasi.

DAFTAR PUSTAKA

Protap pemasangan ETT (Endotrakeal tube) available from:
http://www.scribd.com/doc/58779525/17/Pengertian-Intubasi/ Diunduh pada tanggal
3 November 2011.
Putz R,Pabst R.Anatomy. Atlas Anatomi Manusia Sobotta. Jakarta:EGC;2007
3. Lauralee Sherwood,Sistem Pernapasan.Fisiologi manusia.Jakarta : EGC ; 2001 ; 13
: 410-448.
4. Anastesi adalah seni available from:
http://www.scribd.com/doc/51439743/menguak-misteri-kamar-bius/ Diunduh tanggal
3 november 2011.
5. Kriteria intubasi. Available from : http://www.scribd.com/doc/55253315/kriteria-
intubasi-ekstubasi/ Diunduh pada tanggal 3 November 2011.
Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Ilmu Dasar Anestesia. Petunjuk Praktis
Anestesiologi. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2007; 2:3-45
Intubasi Endotrakeal. Availeble from :
http://medlinux.blogspot.com/2007/09/intubasi-endotrakeal.html/ Diunduh tanggal 3
November 2011.
8. Desai,Arjun M.2010. Anestesi. Stanford University School of Medicine. Diakses
dari: http://emedicine.medcape.com
9. Gamawati, Dian Natalia dan Sri Herawati. 2002. Trauma Laring Akibat Intubasi
Endotrakeal. Diakses dari: http://ojs.lib.unair.ac.id

Anda mungkin juga menyukai