Anda di halaman 1dari 30

TUGAS KELOMPOK SP URIN

CHRONIC RENAL FAILURE


Disusun untuk melengkapi tugas SP mata kuliah
Fundamental Pathophysiology and Nursing Care Of Urinary System





Kelompok 21
Dwi Setyo Purnomo
Hadiyan Raditya
Bayu Hadi
Seli Elfianah
Icca Presilia
Laili Rohmawati
Ephysia Ratriningtyas

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
MALANG
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ginjal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang berfungsi untuk membuang bahan-bahan
sampah dari tubuh hasil pencernaan atau yang diproduksi oleh metabolisme, pengaturan
keseimbangan air dan elektrolit, pengaturan konsentrasi osmolitas cairan tubuh dan konsentrasi
elektrolit, pengaturan keseimbangan asam-basa, ekskresi produk sisa metabolik dan bahan kimia
asing, dan sebagainya. Apabila ada salah satu fungsi tidak berjalan dengan baik maka akan timbul
kerusakan di salah satu organ ginjal dan dapat meyebabkan penyakit ginjal.
Penyakit gagal ginjal adalah suatu penyakit dimana fungsi organ ginjal mengalami penurunan
hingga akhirnya tidak lagi mampu bekerja sama sekali dalam hal penyaringan pembuangan elektrolit
tubuh, menjaga keseimbangan cairan dan zat kimia tubuh seperti sodium dan kalium didalam darah
atau produksi urin. Penyakit gagal ginjal berkembang secara perlahan kearah yang semakin buruk
dimana ginjal sama sekali tidak lagi mampu bekerja sebagaimana fungsinya. Dalam dunia
kedokteran dikenal 2 macam jenis gagal ginjal yaitu gagal ginjal akut dan gagal ginjal kronis (Anonim,
2010).
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir adalah merupakan gangguan fungsi renal yang
progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme,
keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain
dalam darah). Biasanya penyakit ini menghasilkan sedikit tanda dan gejala sampai kira-kira 75%
fungsi ginjal sudah hilang.
1.2 Tujuan
1. Kelompok mengetahui tentang definisi dari Gagal ginjal kronis
2. Kelompok mengetahui etiologi dari Gagal ginjal kronis
3. Kelompok mengetahui klasifikasi dari Gagal ginjal kronis
4. Kelompok mengetahui patofisiologi dari Gagal ginjal kronis
5. Kelompok mengetahui manifestasi klinis Gagal ginjal kronis
6. Kelompok mengetahui pemeriksaan diagnostic Gagal ginjal kronis
7. Kelompok mengetahui penatalaksanaan dari Gagal ginjal kronis
8. Kelompok mengetahui komplikasi dari Gagal ginjal kronis

1.3 Manfaat
Dengan disusunnya makalah ini diharapkan pembaca mengetahui dan memahami mengenai
gangguan pada sistem urinari yaitu Gagal ginjal kronis dan asuhan keperawatannya pada klien
yang menderita Gagal ginjal kronis
















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi Gagal Ginjal Kronis
Gagal ginjal dapat akut atau kronik. Hilangnya fungsi ginjal normal pada kedua gagal ginjal
tersebut mengakibatkan ketidakmampuan tubuh mempertahankan homeostasis cairan, elektrolit,
dan asam-basa. Jika terjadi gagal ginjal kronik maka seiring dengan waktu terjadi sekuela lain akibat
gangguan fungsional ginjal. Gejala yang timbul karena berkurangnya fungsi ginjal secara kolektif
disebut sindrom uremik.
Gagal ginjal akut (GGA) didefinisikan sebagai hilangnya secara mendadak fungsi ginjal (renal)
yang berpotensi pulih. Penyebab GGA dapat diklasifikasikan sebagai pra-renal, renal, dan pasca
renal.
Penyebab pra-renal secara prinsip adalah hal-hal yang menyebabkan penurunan perfusi darah
ke ginjal sehingga terjadi kerusakan hipoksisk, misalnya penurunan volume sirkulasi atau
perubahan curah jantung.
Penyebab renal mencakup kerusakan parenkim ginjal akibat nefrotoksin, penyakit seperti
glomerulonefritis atau hipoksia akibat penurunan perfusi ginjal yang tidak diperbaiki dan
berlangsung lama. Nekrosis tubulus akut (NTA) adalah istilah yang sering berkaitan dengan GGA;
Penyebab pasca renal (obstruktif) mencakup struktur, batu ginjal, hyperplasia prostat, dll.
Gagal ginjal kronik (GGK) adalah penurunan fungsi ginjal bersifat kronik dan ireversibel. Pasien
GGK mungkin atau mungkin tidak memerlukan penggantian ginjal disertai terapi dialysis, tetapi pada
gagal ginjal stadium akhir (GGSA), kegagalan mengganti fungsi ginjal mengakibatkan kematian.
Semua keadaan yang mengganggu struktur dan fungsi normal ginjal akhirnya dapat menyebabkan
GGK. Penyebab utama GGK mencakup nefropati refluks, penyakit ginjal polikistik dewasa,
glomerulonefritis, penyakit tubulointerstisial, dan diabetes, dll (Brooker, 2008).
Gagal ginjal kronik (chronic rena failure, CRF) terjadi apabila kedua ginjal sudah tidak mampu
mempertahankan lingkungan dalam yang cocok untuk kelangsungan hidup. Kerusakan pada kedua
ginjal ini ireverseibel. Eksaserbasi nefritis, obstruksi saluran kemih, kerusakan vascular akibat
diabetes mellitus, dan hipertensi yang berlangsung terus-menerus dapat mengakibatkan
pembentukan jaringan parut pembuluh darah dan hilangnya fungsi ginjal secara progresif.
Penyebab utama end-stage renal disease (ERSD) adalah diabetes mellitus (32%), hipertensi
(28%), dan glomerulonefritis (45%).
CRF berbeda dengan ARF. Pada CRF, kerusakan ginjal bersifat progresif dan ireversibel. Progresi
CRF melewati empat tahap, yaitu penurunan cadangan ginjal, insufisiensi ginjal, gagal ginjal, dan
end-stage renal disease (Baradero, Dayrit, Siswadi, 2009).
Tahap perkembangan gagal ginjal kronik
1. Penurunan cadangan ginjal
Sekitar 40-75% nefron tidak berfungsi
Laju filtrasi glomerulus 40-50% normal
BUN dan kreatinin serum masih normal
Pasien asimtomatik
2. Insufisensi Gagal ginjal
75-80% nefron tidak berfungsi
Laju filtrasi glomerulus 20-40% normal
BUN dan kreatinin serum mulai meningkat
Anemia ringan dan azotemia/uremia ringan
Nokturia dan poliuria
3. Gagal ginjal
Laju filtrasi glomerulus 10-20% normal
BUN dan kreatinin serum meningkat
Anemia, azotemia, dan asidosis metabolic
Berat jenis urine
Poliuria dan nokturia
Gejala gagal ginjal
4. End-stage renal disease (ERSD)
Lebih dari 85% nefron tidak berfungsi
Laju filtrasi glomerulus kurang dari 10% normal
BUN dan kreatinin tinggi
Anemia, azotemia, dan asidosis metabolic
Berat jenis urine tetap 1,010
Oliguria
Gejala gagal ginjal

2. Etiologi GGK
Umumnya GGK disebabkan oleh penyakit ginjal intrinsik yang menahun. Glomerulonefritis,
hipertensi esensial, dan pielonefritis merupakan penyebab paling sering dari gagal ginjal kronik.
Menurut Teven dan Levey, 47% penderita gagal ginjal kronis yang berusia > 60 tahun lebih banyak
disebabkan karena gangguan metabolik, seperti diabetes melitus. Glomerulonefritis dalam beberapa
bentuknya merupakan penyebab paling banyak yang mengawali gagal ginjal kronik. Kemungkinan
disebabkan oleh terapi glomerulonefritis yang agresif dan disebabkan oleh perubahan praktek
program penyakit ginjal tahap akhir yang diterima pasien, diabetes melitus dan hipertensi sekarang
adalah penyebab utama gagal ginjal kronik (Brenner, 2000). Dari data yang sampai saat ini didapat
dikumpulkan oleh Indonesian renal Registry (IRR) pda tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi
terbanyak sebagai berikut : glomerulonefritis (25%), diabetes melitus (23%), hipertensi (20%), dan
ginjal polikistik (10%).
Adapun penyebab gagal ginjal kronik lainnya, yaitu :
Diabetes mellitus tipe 1 dan tipe 2 yang tidak terkontrol dan menyebabkan nefropati
diabetikum.
Tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol.
Peradangan dan kerusakan pada glomerulus (glomerulonefritis), misalnya karena penyakit lupus
atau pasca infeksi.
Penyakit ginjal polikistik, kelainan bawaan di mana kedua ginjal memiliki kista multipel.
Penggunaan obat-obatan tertentu dalam jangka lama atau penggunaan obat yang bersifat toksik
terhadap ginjal.
Pembuluh darah arteri yang tersumbat dan mengeras (atherosklerosis) menyebabkan aliran
darah ke ginjal berkurang, sehingga sel-sel ginjal menjadi rusak (iskemia).
Sumbatan aliran urin karena batu, prostat yang membesar, keganasan prostat.
Infeksi HIV, penggunaan heroin, amyloidosis, infeksi ginjal kronis, dan berbagai macam
keganasan pada ginjal.
Penyakit infeksi : tubulointerstitial, Pielonefritis kronis dan refluks nefropati
Penyakit peradangan : Glomerulonefritis
Penyakit vaskuler hipertensi : Nefrosklerosis benign, Nefrosklerosis maligna dan stenosis arteri
renalis
Gangguan kongenital dan herediter : Penyakit ginjal polikistik dan asidosis tumulus ginjal
Penyakit metabolic : Diabetes mellitus, gout, hiperparatiroidisme dan amiloidosis.
Nefropati toksik : Penyalahgunaan analgesik dan nefropati timah
Nefropati obstruktif : batu, neoplasma, fibrosis retroperitoneal, hipertropi prostat, struktur
urethra.



3. Patofisologi (terlampir)
4. Klasifikasi




5. Manifestasi Klinis Gagal ginjal kronik
Keparahan tanda dan gejala pasien gagal ginjal kronis bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan
ginjal, kondisi lain yang mendasari, dan usia pasien. Manifestasinya dapat bermacam-macam yaitu :
A. Manifestasi kardiovaskuler pada gagal ginjal kronis mencangkup hipertensi (akibat retensi cairan
dan natrium dari aktivitas system rennin-angiotensin-aldosteron), gagal jantuing kongestiv, edema
pulmoner (akibat cairan berlebih), dan perikarditis (akibat iritasi pada lapisan pericardial oleh toksin
uremik). Gejala dermatologi yang sering terjadi menyangkut rasa gatal yang parah (pruritis). Butiran
uremik, suatu penumpukan Kristal urea dikulit, saat ini jarang terjadi akibat penanganan yang dini dan
agresif pada penyakit ginjal tahap akhir.
B. Gejala gastrointestinal juga sering terjadi dan menyangkut anoreksia, mual, muntah dan cegukan.
C. Perubahan neuromuscular mencangkup perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu
berkonsentrasi, kedutan otot, dan kejang.
D. Manifestasi kelainan kulit pada penderita gagal ginjal kronis
1. Perubahan kulit secara umum
Kulit kering (xerosis)
Gagal ginjal dapat menyebabkan perubahan pada kelenjar keringat dan kelenjar minyak yang
menyebabkan kulit menjadi kering. Kondisi kulit kering ini dapat juga disebabkan dari perubahan
metabolisme vitamin A pada gagal ginjal kronik, yang saling berkaitan dengan perubahan volume
cairan dari pasien yang menjalani dialisis. Kulit kering akan menyebabkan infeksi dan apabila terluka
akan membuat proses penyembuhannya menjadi lebih lambat. Selain itu kulit kering dapat juga
menjadi penyebab gatal gatal (pruritus).
Perubahan warna kulit
Perubahan yang terjadi pada kulit yaitu kulit berwarna pucat akibat anemia dan seringkali
memperlihatkan warna kuning keabu-abuan karena penimbunan karotenoid dan pigmen urine
(terutama urokrom) pada dermis. Pigmen urokrom yang biasanya pada ginjal yang sehat dapat dibuang
namun pada penderita gagal ginjal kronik dan terminal menumpuk pada kulit sehingga kulit penderita
menjadi kuning keabu-abuan.
Perubahan rambut
Rambut kepala menjadi menipis, mudah rapuh dan berubah warna.
Perubahan kuku
Kuku menjadi tipis, rapuh, bergerigi, memperlihatkan garis-garis terang dan kemerahan berselang-
seling. Perubahan pada kuku ini merupakan ciri khas kehilangan protein kronik, biasanya didapatkan
pada pasien dengan kadar serum albumin rendah dan akan menghilang apabila kadar serum kembali
normal (garis Muehrcke). Perubahan kuku lainnya adalah ujud kuku half-and-half, yaitu warna kuku
bagian proksimal putih (50 persen) dan bagian distal berwarna merah muda (50 persen) dengan batas
yang tegas. Bentuk kuku Terry (Terrys nails) adalah istilah ujud kuku yang digunakan dimana hanya 20
persen bagian distal kuku yang normal (berwarna merah muda).
2. Pruritus
Pruritus (rasa gatal) dapat diartikan sebagai suatu sensasi yang membuat penderitanya
mempunyai keinginan untuk menggaruk. Mekanisme dasar pruritus belum dipahami sepenuhnya,
teori terakhir meliputi hiperparatiroidisme sekunder, kelainan divalent-ion, histamine, sensitisasi
alergi, proliferasi (hiperplasi) dari sel mast di kulit, anemia defisiensi besi, peningkatan vitamin A,
xerosis, polineuropati peripheral dan berubahnya sistem saraf, keterlibatan sistem opioid, sitokin,
serum asam empedu, nitrat oksida atau beberapa kombinasi ini. Beberapa penulis mengemukakan
bahwa meningkatnya magnesium dalam serum, fosfor dan kalsium telah terlibat pada uremic
pruritus yang merupakan peranan penting penyebab pruritus.
3. Kalsifikasi (calcification)
Kalsifikasi metastatik pada kulit penderita gagal ginjal kronik merupakan hasil dari
hiperparatiroidisme sekunder atau tersier. Peningkatan level hormon paratiroid (PTH) yang abnormal
dapat memicu timbunan kristal kalsium pirofosfat yang terdapat di dermis, lemak subkutaneus atau
dinding arterial. Adakalanya pengapuran pembuluh darah dapat terjadi trombosis akut, dalam hal ini
akan terjadi suatu sindrom yang disebut calciphylaxis. Trombosis akut yang terjadi diproduksi oleh
symmetrical livedo reticularis, kemudian akan terjadi iskemia dan dengan cepat dapat menjadi
hemoragik dan mengalami ulserasi.
Aspek Tanda dan Gejala
Umum Fatig, malaisme, gagal tumbuh, debil
Integumen Pucat, kering, bersisik, mudah lecet, rapuh, leukonekia,
ekimosis, rambut tipis dan kasar.
Kepala dan leher Fetor uremik, lidah kering, dan berselaput.
Mata Fundus hipertensif dan mata merah.
Kardiovaskuler Hipertensi, piting edema(kaki, tangan sakrum), edema
periorbital, friction rub pericardial, pembesaran vena leher,
perikarditis uremik, dan penyakit vascular.
Pulmoner Krekels, Sputum kental dan liat, nafas dangkal,, pernafasan
kussmaul, hiperventilasi asidosis, edema paru, dan evusi pleura
Gastrointestinal Nafas berbau ammonia, ulserasi dan perdarahan pada mulut,
aanoreksia, mual, dan muntah, konstipasi dan diare, perdarahan dari
saluran GI.
Neurologi Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang,
kelemahan pada tungkai, rasa panas pada telapak kaki, perubahan
perilaku.
Musculuscelatal Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, foot drop.
Reproduksi Amenore, Atrofi testikuler
Endokrin Multipel

6. Pemeriksaan diagnostik

Pemeriksaan laboratorium
Tujuan pemeriksaan laboratorium yaitu memastikan dan menentukan derajat penurunan faal
ginjal (LFG), identifikasi etiologi dan menentukan perjalanan penyakit termasuk semua faktor
pemburuk faal ginjal.
1
1) Pemeriksaan faal ginjal (LFG)
Pemeriksaan ureum, kreatinin serum dan asam urat serum sudah cukup memadai sebagai
uji saring untuk faal ginjal (LFG).
2) Etiologi gagal ginjal kronik (GGK)
Analisis urin rutin, mikrobiologi urin, kimia darah, elektrolit dan imunodiagnosis.
3) Pemeriksaan laboratorium untuk perjalanan penyakit
Progresivitas penurunan faal ginjal, hemopoiesis, elektrolit, endoktrin, dan pemeriksaan lain
berdasarkan indikasi terutama faktor pemburuk faal ginjal (LFG).

Pemeriksaan penunjang

A. Foto Polos Abdomen (BNO)
10

Hematologi Anemia, defisiensi imun, dan mudah mengalami perdarahan.
Kemih nokturia, poliuria, haus, proteinuria, penyakit ginjal yang
mendasarinya.
Sendi gout, pseudogout, kalsifikasi ekstra tulang.
Farmakologi Obat-obat yang disekresi oleh ginjal.
Yang harus diperhatikan pada foto polos abdomen : bayangan, besar (ukuran), dan posisi kedua
ginjal. Dapat pula dilihat kalsifikasi dalam kista dan tumor, batu radio opak dan perkapuran dalam
ginjal.


Gambar 3. BNO normal


Gambar 4. Foto BNO dengan gambaran batu radio-opaque pada proyeksi ureter kiri.
B. Kontras
1) Intravena Pielografi (IVP)
1,10

Jarang dikerjakan, karena kontras sering tidak bisa melewati filter glomerulus, juga
dikhawatirkan terjadinya toksik oleh kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan.
2) Pielografi Retrograde
11

Memiliki tujuan pemeriksaan memperlihatkan sistem pielokalises dan ureter dengan
cara pengisian kontras positif secara retrograd dengan menggunakan bantuan kateter
uretral. Tujuan lain yaitu untuk mencari kelainan morfologi pada sistem pielokalises dan
ureter sehubungan dengan kemungkinan adanya tumor, radang dan kelainan faal
(fisiologi)bawaan pada traktus urinarius pada ginjal tidak normal fungsinya sehingga tidak
dapat dilakukan IVP.
Keistimewaan RPG adalah untuk melihat adanya fistel karena dilakukan pemeriksaan
dengan tekanan, sehingga memungkinkan terisinya fistel/saluran yang sangat kecil dengan
zat kontras terlihat gambaran fistel.

Teknik Pemeriksaan
Kateter kecil dimasukkan kedalam ureter melalui uretra, blass dan (salah satu atau
kedua) ureter (bila memungkinkan sampai pelvik ginjal)
Pelaksanaan memasukkan kateter dilakukan oleh dokter ahli urologi atau radiolog yang
sudah terlatih dibidang urologi dengan bantuan sistoskopi
Sistoskopy = alat berbentuk stik dengan panjang kira-kira 60 cm dan penampangnya 0,5
cm yang ujungnya dipasang camera dan pangkalnya dihubungkan dengan monitor. (alat
teropong)
Sebelum pemasukan kateter oleh ahli urologi melakukan pemeriksaan buli-buli dengan
sistoskopy.
Kontras positif (Urografin, Iopamiro, Optiray dan sejenisnya) dimasukkan 5-10 cc melalui
kateter ke pielum dan kalises, ureter dibawah pengawasan flouroscopy oleh ahli
radiologi.
Dosis Kontras antara 10-30 cc tergantung pada besarnya kalises dan pielum. Pengisian
kontras dihentikan setelah (pada flouroscopy) kalises dan pielum sudah nampak penuh atau
adanya keluhan penderita merasa pegal atau sakit pada pinggangnya. Tidak diperbolehkan
memberi tekanan berlebihan karena kemungkinan yang akan merusak parenkim ginjal dan
ruptur ginjal. Konsentrasi kontras yang dipakai 100% . Pencabutan kateter dilakukan oleh
ahli radiologi, apabila ada kesulitan dalam mengeluarkan kateter dilakukan oleh ahli urologi.
Komplikasi dari pemeriksaan RPG diantaranya adalah Sepsis (keracunan), perforasi ureter,
ekstravasasi bahan kontras, hematuri, anuri edema pada sambungan ureter dan vesika.
3) X-Ray Voiding cysureterografi
4,9

Bila kita mencurigai adanya reflux nefropati maka untuk standar diagnosisnya bisa
digunakan voiding cystourethrogram.

Voiding cystourethrogram merupakan suatu prosedur yang dilakukan untuk memeriksa
kandung kemih dan uretra, yakni pada saat kandung kemih terisi, maupun pada saat kosong.
Suatu cairan kontras yang pada roentgen akan terlihat berwarna radiopak yang dimasukkan
ke dalam kandung kemih melalui kateter, kandung kemih terisi kontras hingga pasien
berkemih. Zat kontras yang biasa digunakan adalah cystografin. Radiografi (sinar-x)
biasanya diambil sebelum,selama, dansetelah berkemih.
Tes ini dapat mengungkapkan kelainan dari bagian dalam uretra dan kandung kemih. Jika
kontras bergerak ke dalam ureter dan kembali ke ginjal, radiolog dapat membuat diagnosis
refluks vesicoureteral. Tes ini juga dapat menentukan apakah aliran urin normal pada
saat kandung kemih dikosongkan.

Gambar 5. Voiding Cystourethrogram Yang Menunjukkan Adanya Reflux Unilateral.
C. USG
4,9,10

USG saat ini digunakan sebagai pemeriksaan pertama secara rutin pada keadaan gagal ginjal
yang digunakan untuk memperoleh informasi tentang parenkim, sistem collecting dan pembuluh darah
ginjal

Dalam keadaan normal, parenkim ginjal pada bagian korteks memiliki sonodensitas yang lebih
rendah dari pada hepar, limpa dan sinus renalis sehingga bersifat hipoechoic. Sonodensitas yang lebih
tinggi dapat ditemukan pada sinus renalis yang terletak di tengah ginjal karena komposisi lemak dan
jaringan parenkim ginjal yang dimilikinya. Di dalam sinus renalis terdapat garis-garis anekoik, yaitu irisan
kalises yang bila diikuti akan bergabung pada daerah anekoik besar, yaitu pelivis renalis.

USG abdomen pada pasien gagal ginjal kronik ditandai dengan korteks yang hiperechoic
dibandingkan korteks normal, bahkan sonodensitasnya hampir sama dengan sonodensitas sinus renalis.
USG renal sangat berguna untuk mengetahui adanya hidronefrosis, yang mungkin tidak akan tampak
pada awal obstruksi. Pada gagal ginjal yang telah lanjut atau yang telah berlangsung lama dapat
ditemukan keadaan ginjal yang mengecil dan echogenic (Gambar A). Jika ukuran dari ginjal normal, hal
ini menunjukkan keadaan yang akut atau subakut, kecuali pada keadaan nefropati diabetik (dimana
ukuran ginjal membesar pada onset awal nefropati diabetik sebelum terjadinya penurunan GFR).

Gambaran Pielo Calix System yang tidak melebar dan tidak ditemukannya batu pada struktur
ginjal kanan dan kiri menyingkirkan kemungkinan proses obstruktif sebagai etiologi pada kasus ini.

Pada penyakit ginjal polikistik yang telah mengalami gagal ginjal derajat tertentu akan selalu
menunjukan suatu pembesaran ginjal dengan kista multipel.



Gambar 6. Normal right kidney L = Liver, MP = hypoechoic medullary pyramids, C = Renal
Columns



Gambar 7. kaliks yang berbentuk cupping dengan dilatasi sedang pada pelvis dan kaliks dari ginjal.



Gambar 8. Ginjal Yang Telah Mengecil Dan Echogenic.

Gambar 9. Sonogram pada pasien dengan penyakit ginjal polikistik yang menunjukan beberapa kista
dengan ukuran yang berbeda.


D. CT-Scan (Computed Tomography Scan)
CT menjadi modalitas dominan pemeriksaan traktus urinarius saat ini. Beberapa faktor
membuat CT lebih efektif dalam mengevaluasi traktus urinarius. Resolusi kontras tinggi dan juga resolusi
spasi pada CT membuatnya bisa mendeteksi struktur sekecil mungkin. Pemeriksaan bisa dilakukan
dengan sangat cepat karena slide tipis CT scan dari seluruh traktus urinarius dapat di lihat dalam
beberapa detik.
12

Gambar10. Ginjal normal non kontras. Tampak kontur licin dan relative simetris kedua ginjal
Normal dan berbatas tajam dengan lemak perirenal
CT scan dari traktus urinarius bisa dilakukan dengan atau tanpa iodine intravena tergantung
pada indikasinya. Pemeriksaan tanpa kontras biasanya dilakukan untuk mengevaluasi batu dan
kalsifikasi lainnya. Pada pemeriksaan non kontras ginjal tampak homogeny dan punya densitas sama
dengan jaringan lunak. CT dengan kontras digunakan untuk melihat kortikomedular, nefrografik dan
juga fase ekresi.
12
Penggunaan CT-scan pada pasien dengan gagal ginjal kronik bermanfaat untuk mengetahui lebih
jelas mengenai keberadaan massa atau kista pada ginjal yang sebelumnya sudah tampak pada
pemeriksaan USG. Dan juga pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan yang paling sensitif untuk
mengidentifikasi adanya batu pada ginjal.
4,9
Untuk pemeriksaan CT-scan dengan kontras harus dihindari pada pasien dengan kerusakan
ginjal untuk menghindari kerusakan yang lebih lanjut. Resiko ini akan bertambah secara signifikan pada
pasien dengan gagal ginjal kronik derajat sedang atau berat.
4,9

Gambaran11. CT-scan dimana terdapat gambaran massa pada ginjal kiri


Gambar 12. CT scan dengan batu pada ginjal kanan


Gambar13. CT-scan dengan batu pada ginjal kiri yang cukup besar

E. MRI (Magnetic Resonance Imaging) dan MRA (Magnetik Resonance Angiography)
Seperti CT kemajuan pada MR telah membuatnya makin berguna pada penciteraan traktus
urinarius. Radiasi ion yang sedikit menambah kelebihannya, akan tetapi biaya, ketersediaan ,
klaustrofobia , dan kontraindikasi beberapa bahan termasuk alat pacu jantung menyebabkan MRI
kurang digunakan. MR menggunakan kontras gandolinium bukan bahan iodine seperti pada CT. pada
traktus urinarius gondalinium dibandingkan dengan iodine kurang nefotoksik jika diberikan dalam dosis
klinis.
12

Gambar 14. MRI ginjal normal. Gambaran didapatkan dari potongan koronal dan setelah injeksi
gondalinium
Pada pasien yang membutuhkan dilakukannya ct-scan tetapi tidak dapat diberikan kontras
secara intravena, MRI merupakan pilihan yang sangat berguna. Pemeriksaan ini dapat diandalkan untuk
mendiagnosa adanya suatu trombosis vena renalis. Magnetic resonance angiography juga berguna
untuk mendiagnosis stenosis arteri renalis, walaupun renal arteriography tetap menjadi kriteria standar
pemeriksaan.
4,9


Gambar 15. MRI dari pasien trombosis vena renalis. Anak panah menunjukan daerah dengan
trombosis vena.
MRA dengan cepat menjadi standar klinis yang aman dan noninvasif untuk deteksi RAS,
aneurisma, dan oklusi. Pemeriksaan komprehensif mencakup 3D gadolinium-enhanced dan 3D fase-
kontras teknik MRA, yang memungkinkan evaluasi arteri ginjal dan arteri visceral lainnya. Teknik fase-
kontras 3D berdasarkan aliran dan tergantung pada adanya dephasing stenosis arteri signifikan.
4


Gambar 16. Normal arteri normal 3D fase-kontras magnetic resonance angiographic (MRA)


Gambar 17 Dynamic gadolinium-enhanced magnetic resonance angiogram (MRA) memperlihatkan arteri
ginjal normal

MRA memberi informasi yang akurat tentang jumlah arteri ginjal, ukuran ginjal, dan kehadiran
varian anatomi.

F. Radionuklir Scan
13

Meskipun USG, CT-Scan, dan MRI sangat berperan dalam mengevaluasi anatomi ginjal,
Kedokteran nuklir tetap yang terbaik dalam evaluasi pencitraan fungsi ginjal. Contoh umum klinis situasi
di mana radionuklida digunakan adalah arteri ginjal stenosis, vesicoureteral refluks dan obstruksi
tubulus pengumpul. Empat parameter ginjal dievaluasi dengan radionuklida yaitu aliran darah ginjal,
glomerulus, fungsi tubular dan drainase sistem mengumpulkan.
Radionuklir scan pada ginjal berguna untuk melihat adanya stenosis arteri renalis ketika
dilakukan dengan pemberian captopril. Akan tetapi pemeriksaan ini tidak dapat diandalkan pada pasien
dengan GFR kurang dari 30 ml/min.

Selama periode 20 sampai 30 menit, dapat dinilai.perpindahan pelacaknya dari darah ke korteks
ginjal, dari korteks ginjal dengan sistem pengumpulan, dan dari sistem pengumpul ke kandung kemih.

Gambar 18. distribusi radiotracer beberapa waktu setelah injeksi
aktivitas pertama kali dilihat di aorta, parenkim ginjal, sistem pengumpulkan, dan akhirnya di
dalam kandung kemih.

Gambar 19. Kiri menunjukan gambaran usg pada pasien dengan stenosis arteri renalis dimana
kedua ginjal tidak sama besar ,ginjal kiri (96 mm) dan ginjal kanan (63 mm). Gambar kanan atas
menunjukan isotopic renogram (dengan menggunakan technetium mercaptoacetylglycine [MAG3])
setelah pemberian kaptopril dimana menunjukan adanya depresi fungsi pada ginjal kanan. Gambar
kanan bawah merupakan gambar analogi yang menunjukan aktifitas ginjal kanan yang sangat kurang.






7.Penatalaksanaan Medis
Mengontrol tekanan darah akan memperlambat kerusakan ginjal lebih lanjut. Angiotensin
converting enzyme (ACE) inhibitor atau angiotensin receptor blocker (ARB) paling sering digunakan.
Tujuannya adalah untuk menjaga tekanan darah pada atau di bawah 130/80 mmHg
Tips lain untuk melindungi ginjal dan mencegah penyakit jantung dan stroke:
Jangan merokok.
Makan makanan yang rendah lemak dan kolesterol.
Berolah raga secara teratur (berbicara dengan dokter atau perawat sebelum mulai berolahraga).
Ambil obat untuk menurunkan kolesterol , jika diperlukan.
Jaga gula darah di bawah kontrol.
Hindari makan terlalu banyak garam atau kalium.
Pengobatan lain mungkin termasuk:
- Obat-obat khusus yang disebut pengikat fosfat, untuk membantu mencegah kadar fosfor
menjadi terlalu tinggi
- Pengobatan untuk anemia, seperti zat besi tambahan dalam makanan, pil zat besi, zat besi
melalui pembuluh darah (besi intravena) gambar khusus obat yang disebut eritropoietin, dan
transfusi darah
- kalsium tambahan dan vitamin D (selalu berbicara dengan dokter Anda sebelum mengambil)
Mungkin perlu membuat perubahan dalam diet Anda.
Anda mungkin perlu untuk membatasi cairan.
Dokter mungkin merekomendasikan diet rendah protein.
Anda mungkin harus membatasi garam, kalium, fosfor, dan elektrolit lain.
Hal ini penting untuk mendapatkan cukup kalori ketika Anda kehilangan berat badan.
Tujuan dari diet ini adalah untuk menjaga keseimbangan elektrolit, mineral, dan cairan pada
pasien yang berada di dialisis. Diet khusus adalah penting karena dialisis saja tidak efektif
menghilangkan semua produk limbah. Produk-produk limbah juga dapat membangun antara
perawatan dialisis. Kebanyakan pasien dialisis buang air kecil sangat sedikit atau tidak sama sekali.
Oleh karena itu, pembatasan cairan antara pengobatan sangat penting. Tanpa buang air kecil,
cairan akan membangun dalam tubuh dan menyebabkan kelebihan cairan dalam jantung, paru-
paru, dan pergelangan kaki.
Ketika hilangnya fungsi ginjal menjadi lebih parah, Anda perlu mempersiapkan untuk dialisis atau
transplantasi ginjal.
Ketika Anda mulai dialisis tergantung pada berbagai faktor, termasuk hasil tes laboratorium,
keparahan gejala, dan kesiapan.
Anda harus mulai mempersiapkan diri untuk dialisis sebelum Anda membutuhkannya. Pelajari
tentang dialisis dan jenis terapi dialisis, dan bagaimana akses dialisis ditempatkan.
Bahkan orang-orang yang adalah kandidat untuk transplantasi ginjal mungkin membutuhkan
dialisis sambil menunggu ginjal untuk menjadi tersedia.

Pengobatan untuk penyakit ginjal stadium akhir.
Jika ginjal Anda tidak dapat bersaing dengan limbah dan pembersihan cairan sendiri dan Anda
mengembangkan gagal ginjal lengkap atau hampir lengkap, Anda memiliki penyakit ginjal stadium
akhir. Pada saat itu, dialisis atau transplantasi ginjal diperlukan.
1. Dialisis.
Dialisis artifisial menghilangkan produk limbah dan cairan ekstra dari darah ketika ginjal tidak
mampu melakukan fungsi-fungsi ini. Pada hemodialisis, mesin filter limbah dan kelebihan cairan
dari darah Anda. Pada dialisis peritoneal, Anda menggunakan kateter untuk mengisi rongga perut
Anda dengan cairan dialisis yang menyerap limbah dan kelebihan cairan - maka solusi ini mengalir
keluar dari tubuh Anda dan diganti dengan larutan baru.
2. Transplantasi ginjal.
Jika Anda tidak memiliki kondisi yang mengancam jiwa medis selain gagal ginjal, transplantasi
ginjal bisa menjadi pilihan untuk Anda. Transplantasi ginjal melibatkan pembedahan
menempatkan ginjal yang sehat dari donor ke dalam tubuh Anda. Transplantasi ginjal bisa datang
dari donor meninggal atau dari donor hidup. Jika Anda mau memiliki dialisis atau transplantasi
ginjal, pilihan ketiga adalah untuk mengobati gagal ginjal Anda dengan tindakan konservatif.
Namun, harapan hidup Anda secara umum akan menjadi hanya beberapa minggu dalam kasus
gagal ginjal lengkap (MFMER, 2012).

Pada penyakit ginjal kronis, dosis dan interval obat yang diekskresikan atau dimetabolisme
renally harus disesuaikan untuk sisa laju filtrasi glomerulus (GFR). Beberapa obat yang
kontraindikasi pada gangguan ginjal sedang sampai berat karena efek berpotensi serius dari obat
atau akumulasi metabolit. Konsultasi rutin referensi yang tepat harus dilakukan ketika
meresepkan obat baru untuk pasien dengan penyakit ginjal kronis.
Hart et al menemukan bahwa di antara pasien dengan stadium 3 penyakit ginjal kronis dan
fibrilasi atrium yang mengambil bagian dalam Pencegahan Stroke di Atrial Fibrilasi III percobaan,
tingkat stroke / sistemik emboli iskemik lebih tinggi. Warfarin Disesuaikan dosis mengurangi
stroke / sistemik emboli iskemik dengan gelar besar di antara pasien tersebut (Hart, 2011).
Hiperfosfatemia diobati dengan pengikat fosfat makanan dan pembatasan diet fosfat.
Hipokalsemia diobati dengan suplemen kalsium dan mungkin calcitriol. Hiperparatiroidisme
diobati dengan calcitriol atau analog vitamin D.
8.Komplikasi
Potensi komplikasi gagal ginjal kronis yang menjadi perhatian perawat dan memerlukan
pendekatan kolaboratif untuk peduli meliputi:
Hiperkalemia akibat penurunan ekskresi, metabolism asidosis, katabolisme, dan asupan yang
berlebihan (diet, obat-obatan,cairan)
Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponade pericardial karena retensi produk limbah uremik
dan dialisis yang tidak memadai
Hipertensi akibat retensi natrium dan air dan kerusakan sistem renin-angiotensin-aldosteron
sistem
Anemia karena produksi erythropoietin menurun,penurunan umur sel darah merah, perdarahan
di saluran pencernaan dari racun mengiritasi dan pembentukan ulkus, dan kehilangan darah
selama hemodialisis
Penyakit tulang dan pengapuran metastatik dan pembuluh darah karena retensi fosfor, kalsium
serum rendah tingkat, normal metabolisme vitamin D, dan peningkatan tingkat aluminium






Ringkasan
Gagal ginjal kronik (GGK) adalah penurunan fungsi ginjal bersifat kronik dan ireversibel. Pasien
GGK mungkin atau mungkin tidak memerlukan penggantian ginjal disertai terapi dialysis, tetapi pada
gagal ginjal stadium akhir (GGSA), kegagalan mengganti fungsi ginjal mengakibatkan kematian.
Semua keadaan yang mengganggu struktur dan fungsi normal ginjal akhirnya dapat menyebabkan
GGK. Penyebab utama GGK mencakup nefropati refluks, penyakit ginjal polikistik dewasa,
glomerulonefritis, penyakit tubulointerstisial, dan diabetes, dll (Brooker, 2008). Umumnya GGK
disebabkan oleh penyakit ginjal intrinsik yang menahun. Glomerulonefritis, hipertensi esensial, dan
pielonefritis merupakan penyebab paling sering dari gagal ginjal kronik. Menurut Teven dan Levey,
47% penderita gagal ginjal kronis yang berusia > 60 tahun lebih banyak disebabkan karena gangguan
metabolik, seperti diabetes melitus. Glomerulonefritis dalam beberapa bentuknya merupakan
penyebab paling banyak yang mengawali gagal ginjal kronik. Kemungkinan disebabkan oleh terapi
glomerulonefritis yang agresif dan disebabkan oleh perubahan praktek program penyakit ginjal
tahap akhir yang diterima pasien, diabetes melitus dan hipertensi sekarang adalah penyebab utama
gagal ginjal kronik (Brenner, 2000).
Keparahan tanda dan gejala pasien gagal ginjal kronis bergantung pada bagian dan tingkat
kerusakan ginjal, kondisi lain yang mendasari, dan usia pasien. Manifestasinya dapat terjadi secara
sistemik, kardiovaskuler, mencangkup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas
system rennin-angiotensin-aldosteron), gagal jantuing kongestiv, edema pulmoner (akibat cairan
berlebih), dan perikarditis (akibat iritasi pada lapisan pericardial oleh toksin uremik).
gastrointestinal, dermatologi. Gejala dermatologi yang sering terjadi menyangkut rasa gatal yang
parah (pruritis).Untuk pemeriksaan diagnostik dapat berupa Tujuan pemeriksaan laboratorium yaitu
memastikan dan menentukan derajat penurunan faal ginjal (LFG), identifikasi etiologi dan
menentukan perjalanan penyakit termasuk semua faktor pemburuk faal ginjal, kemudian
pemeriksaan faal ginjal, foto polos abdomen dan sebagainya, dan dalam penatalaksanaannya bisa
dengan terapi farmakologis untuk mengontrol tekanan darah sehingga membantu memperlambat
kerusakan ginjal lebih lanjut. Angiotensin converting enzyme (ACE) inhibitor atau angiotensin
receptor blocker (ARB) dan juga terapi non farmakologis sperti pengaturan diet dan perubahan gaya
hidup yang menjadi faktor resiko gagal ginjal kronis. Komplikasi yang dapat terjadi yaitu
hiperkalemia, perikarditis, anemia, dan juga penyakit tulang dan hipertensi.






























Daftar Pustaka
1. Brooker, Chris. 2008. Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta: EGC.
2. Baradero, Dayrit, Siswadi, 2009. Klien Gangguan Ginjal. Jakarta: EGC.
3. Brenner BM, Lazarus JM. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume 3 Edisi 13. Jakarta: EGC,
2000.1435-1443.
4. Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC
5. The Kidney Foundation of Canada. Adapted from NKF, K/DOQI Clinical Practice Guidelines for chronic
kidney disease: evaluation, classification and stratification. Am J Kidney Dis 2002; 39 [Supp 1]: S19
6. Pradip R. Patel. Lecture Notes Radiologi. Jakarta: Erlangga; 2006
7. Diadijono, Santoso, Pudji Rahardjo. Gagal Ginjal Kronik. Jakarta: FKUI; 2005
8. Hart RG, Pearce LA, Asinger RW, Herzog CA. Warfarin in atrial fibrillation patients with moderate chronic
kidney disease. Clin J Am Soc Nephrol. Nov 2011;6(11):2599-604.
9. MFMER Mayo Foundation for Medical Education and Research. 2012. Chronic kidney failure.
http://www.mayoclinic.com/health/kidney-failure/DS00682/DSECTION=treatments-and-drugs. Diakses
4 juni 2013 pukul 9.30pm.
10. Smeltzer C.S & Bare B.(2003). Brunner & Suddarths Textbook of
Medical Surgical Nursing. 10th Edition. Philadelphia: Lippincott

Anda mungkin juga menyukai