Mobilisasi dini adalah pergerakan yang dilakukan sedini mungkin di tempat tidur dengan
melatih bagianbagian tubuh untuk melakukan peregangan atau belajar berjalan
(Soelaiman, 2000). A. Pengertian Mobilisasi Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, teratur untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat menuju kemandirian Mobilisasi : 1. Aktif Yaitu latihan pada tulang dan sendi yang dapat dilakukan sendiri tanpa bantuan perawata atau keluarga 2. Pasif Mobilisasi pasif adalah latihan yang diberikan pada klien yang mengalami kelemahan otot lengan maupun otot kaki berupa latihan pada tulang dan sendi dimana klien tidak dapat melakukannya sendiri, sehingga klien memerlukan bantuan perawat atau keluarga. Mobilisasi Pasif ini sebaiknya dilakukan sejak hari pertama klien tidak diperkenankan meninggalkan tempat tidur atau klien yang jarang bergerak sehingga terjadi kekakuan pada otot, maka dalam hal ini dilakukan mobilisasi pasif
B. Manfaat Mobilisasi Memelihara fleksibilitas dari tulang dan sendi Menjaga agar tidak terjadi kerapuhan tulang Meningkatkan kekuatan otot
C. Hal Hal yang Harus Diperhatikan Dalam Mobilisasi Perhatikan keadaan umum penderita, apakah merasa kelelahan, pusing atau kecapaian Pastikan cincin dan perhiasan dilepas untuk menghindari terjadinya pembengkakan dan luka Pastikan pakaian dalam keadaan longgar Jangan lakukan pada penderita patah tulang Jangan lakukan latihan fisik segera setelah penderita makan Gunakan gerakan badan yang benar untuk menghindari ketegangan atau luka pada penderita Gunakan kekuatan dengan pegangan yang nyaman ketika melakukan latihan Gerakan bagian tubuh dengan lancar, pelan dan berirama Hindari gerakan yang terlalu sulit Jika kejang pada saat latihan, hentikan Jika terjadi kekakuan tekan pada daerah yang kaku, teruskan latihan dengan perlahan
D. Gerakan gerakan Mobilisasi 1. Pergerakan bahu Pegang pergerakan tangan dan siku penderita, lalu angkat selebar bahu, putar ke luar dan ke dalam Angkat tangan gerakan ke atas kepala dengan di bengkokan, lalu kembali ke posisi awal Gerakan tangan dengan mendekatkan lengan kearah badan, hingga menjangkau tangan yang lain 2. Pergerakan siku Buat sudut 90 0 pada siku lalu gerakan lengan keatas dan ke bawah dengan membuat gerakan setengah lingkaran Gerakan lengan dengan menekuk siku sampai ke dekat dagu 3. Pergerakan tangan Pegang tangan pasien seperti bersalaman, lalu putar pergelangan tangan Gerakan tangan sambil menekuk tangan ke bawah Gerakan tangan sambil menekuk tangan keatas
4. Pergerakan jari tangan Putar jari tangan satu persatu Pada ibu jari lakukan pergerakan menjauh dan mendekat dari jari telunjuk, lalu dekatkan pada jari jari yang lain. 5. Pergerakan kaki Pegang pergelangan kaki dan bawah lutut kaki lalu angkat sampai 30 o lalu putar Gerakan lutut dengan menekuknya sampai 90 o Angkat kaki lalu dekatkan kekaki yang satu kemudian gerakan menjauh Putar kaki ke dalm dan ke luar Lakukan penekanan pada telapak kaki keluar dan kedalam Jari kaki di tekuk tekuk lalu di putar 6. Pergerakan Leher Pegang pipi pasien lalu gerakan kekiri dan kekanan Gerakan leher menekuk kedepan dan kebelakang Faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi dini 1. Penyakit tertentu dan cidera Penyakit-penyakit tertentu dan cidera berpengaruh terhadap mobilitas misalnya penderita multipe aklerosis dan cidera pada urat saraf tulang belakang. Demikian juga pada pasien post operasi atau yang mengalami nyeri, cenderung membatasi gerakan. 2. Budaya Beberapa faktor budaya juga mempunyai pengaruh terhadap aktivitas. Misalnya di Jawa berpenampilan halus dan merasa tabu bila mengerjakan aktivitas berat dan pria cenderung melakukan aktivitas lebih berat. 3. Energi Tingkat energi bervariasi pada setiap individu. Terkadang seseorang membatasi aktivitas tanpa mengetahui penyebabnya. Selain itu tingkat usia juga berpengaruh terhadap aktivitas. Misalnya orang pada usia pertengahan cenderung mengalami penurunan aktivitas yang berlanjut sampai usia tua. 4. Keberadaan nyeri Nyeri merupakan sensasi yang rumit, universal dan bersifat individual. Dikatakan bersifat individual karena respon individu terhadap sensasi nyeri beragam dan tidak bisa disamakan satu dengan yang lainnya. Menurut Perry dan Potter (1993), nyeri tidak dapat diukur secara objektif misalnya dengan X-Ray atau tes darah. Namun tipe nyeri yang muncul dapat diramalkan berdasarkan tanda dan gejalanya. Kadang-kadang hanya bisa mengkaji nyeri dengan berpatokan pada ucapan dan prilaku klien. Klien kadang-kadang diminta untuk menggambarkan nyeri yang dialaminya tersebut sebagai nyeri ringan, nyeri sedang, atau berat. Bagaimanapun makna dari istilah tersebut berbeda. Tipe nyeri tersebut berbeda pada setiap waktu. Gambaran skala nyeri merupakan makna yang lebih objektif yang dapat diukur. Gambaran skala nyeri tidak hanya berguna dalam mengkaji beratnya nyeri, tetapi juga dapat mengevaluasi perubahan kondisi klien. 5. Faktor perkembangan Faktor yang mempengaruhi adalah umur dan paritas (Potter, 2006 : 9). Paritas adalah banyaknya kelahiran hidup yang dimiliki oleh seorang wanita dan umur adalah lamanya hidup seseorang dalam tahun yang dihitung sejak dilahirkan. 6. Tingkat Kecemasan Yang mempengaruhi mobilisasi adalah cemas (ansietas) Ansietas merupakan gejolak emosi seseorang yang berhubungan dengan sesuatu diluar dirinya dan mekanisme diri yang digunakan dalam mengatasi permasalahan (Asmadi, 2008) 7. Tingkat Pengetahuan Pasien yang sudah diajarkan mengenai gangguan muskuloskeletal akan mengalami peningkatkan penanganan. Informasi mengenai apa yang diharapkan termasuk sensasi selama dan setelah penenganan dapat memberanikan pasien untuk berpartisipasi secara aktif dalam pengembangan dan penerapan penanganan. Informasi khusus mengenai antisipasi peralatan misalnya penanganan alat fiksasi eksternal, alat bantu ambulasi (trapeze, walker, tongkat), latihan dan medikasi harus didiskusikan dengan pasien (Brunner & Suddarth, 2002). Informasi yang diberikan tentang prosedur perawatan dapat mengurangi ketakutan pasien.