Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Asma adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh keadaan saluran nafas
yang sangat peka terhadap berbagai rangsangan, baik dari dalam maupun luar
tubuh. Akibat dari kepekaan yang berlebihan ini terjadilah penyempitan saluran
nafas secara menyeluruh. Asma pada anak terjadi pada bayi (kurang dari 1 tahun),
pada anak usia dibawah 4-10 tahun dan pada anak usia 10-14 tahun (Abidin,
2002).
Penyakit Asma banyak ditemukan pada anak-anak, terutama yang tinggal
di daerah perkotaan dan industri. Kejadian Asma hampir meningkat diseluruh
dunia, baik negara maju maupun negara berkembang termasuk Indonesia. Kira
kira sembilan juta anak Amerika Serikat dibawah 18 tahun menderita asma dan
empat juta mangalami sekurang-kurangnya sekali serangan asma setiap tahun.
Penelitian menunjukkan bahwa hanya 50%-nya telah diagnosis, dengan beberapa
statistik yanng menyatakan bahwa jutaan anak penderita asma telah mengalami
salah diagnosis dan dinyatakan mengalami bronkitis berulang atau pneumonia
(Rachelefsky, 2006).
Berdasarkan data kesehatan dunia (WHO) sebanyak 300 juta orang
didunia mengidap penyakit asma dan 225 ribu meninggal karena penyakit asma
pada tahun 2005. Di Indonesia penelitian pada anak sekolah usia 13-14 tahun
dengan menggunakan kuesioner International Study on Asthma and Alergies in
Children (ISAAC) pada tahun 1995 menunjukkan bahwa prevalensi penyakit
asma masih 2,1% meningkat tahun 2003 menjadi 5,2 %
(http://www.kompas.com/Kesehatan/News).
Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan survei awal yang di lakukan di Poliklinik Anak RSU Dr.
Pirngadi Medan mulai Maret s/d Mei 2009 dengan jumlah 36 orang anak yang
menderita asma pada usia 10-14 tahun. Menurut Graha (2008) asma adalah salah
satu penyakit kronis yang sering menyerang anak-anak sekitar 10% dari anak-
anak dan remaja menderita penyakit ini yang ditandai mulai dari batuk-batuk, rasa
berat di dada, bunyi mengi dan sesak nafas. Selain menjadi masalah kesehatan,
penyakit asma juga memiliki dampak sosial budaya. Banyak anak yang divonis
menderita asma menjadi rendah diri karena banyaknya larangan yang ditetapkan
orangtuanya seperti tidak boleh berolah raga, tidak boleh capek-capek bermain
dengan temannya, dan banyak orang tua yang malu mempunyai anak yang
menderita asma, sehingga anak menjadi semakin terisolir dari teman-temannya
(Graha, 2008). Masalah yang ditimbulkan asma pada anak juga masih banyak
yang tidak terdiagnosis (underdiagnosed) dan setelah terdiagnosis pun belum
tentu mendapat pengobatan yang baik (Abidin, 2002)
Pada penderita asma dapat terjadi perubahan baik fisik maupun psikologi.
Setiap perubahan dalam kesehatan dapat menjadi stressor yang mempengaruhi
konsep diri anak. Perubahan fisik yang terjadi akibat penyakit asma yang berulang
yaitu dada berbentuk barrel, bahu meninggi, tulang zigomatik mendatar,
lingkaran disekeliling mata, hidung mengecil dan gigi atas menonjol. Gejala klinis
yang terjadi pada anak asma berupa batuk kering, sesak nafas, bunyi mengi (dapat
terdengar), rasa lelah dan berbicara dengan frase yang singkat, terpatah-patah, dan
terengah-engah (Wong, 2003). Perubahan fisik tersebut dapat menyebabkan
perubahan gambaran diri dan peran pada anak yang menderita asma dalam
Universitas Sumatera Utara

keluarga maupun masyarakat karena kemampuan untuk beraktifitas atau bekerja
yang merupakan bagian penting dalam konsep diri (Potter & Perry, 2005).
Penyakit asma juga menimbulkan masalah psikologis seperti merasa
minder, masalah keuangan, perasaan tidak berdaya, tidak ada harapan, perasaan
terkekang atau tidak dapat bergerak dan hidup dengan bebas dan wajar (Graha,
2008). Hal tersebut dapat menyebabkan anak merasa kehilangan harga diri.
Perubahan fisik dan psikologis yang dialami anak penderita asma dapat
menyebabkan perubahan konsep diri yaitu citra tubuh, identitas diri, harga diri,
ideal diri dan gangguan peran seseorang krisis yang mengancam konsep diri ini
terjadi ketika seseorang tidak dapat mengatasi hambatan dan metode pemecahan
masalah dan adaptasi yang lazim digunakan (Potter & Perry ,2005). Berdasarkan
hal tersebut, maka peneliti tertarik untuk mengetahui konsep diri anak usia 10-14
tahun yang menderita asma di RSU. Dr. Pirngadi Medan.

1.2. Tujuan Penelitian.
1.2.1. Tujuan Umum.
Mendapatkan gambaran tentang konsep diri anak usia 10-14 tahun
yang menderita asma di Poliklinik Anak RSU. Dr. Pirngadi Medan.
1.2.2. Tujuan Khusus.
1. Mengidentifikasi gambaran diri anak usia 10-14 tahun yang
menderita asma.
2. Mengidentifikasi ideal diri anak usia 10-14 tahun yang menderita
asma.
Universitas Sumatera Utara

3. Mengidentifikasi harga diri anak usia 10-14 tahun yang menderita
asma.
4. Mengidentifikasi peran diri anak usia 10-14 tahun yang menderita
asma.
5. Mengidentifikasi identitas diri anak usia 10-14 tahun yang menderita
asma.
1.3. Pernyataan Penelitian
Bagaimana konsep diri anak usia 10-14 tahun yang menderita asma di
Poliklinik Anak RSU.Dr. Pirngadi Medan.

1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1.Bagi Pendidikan Keperawatan
Hasil ini dapat menambah informasi dan pengetahuan kepada mahasiswa
mengenai konsep diri anak yang menderita Asma .
1.4.2. Bagi praktek keperawatan
Sebagai informasi yang penting dan tambahan pengetahuan bagi perawat
dalam memahami konsep diri anak yang menderita asma dapat memberikan
motivasi kepada anak yang menderita asma untuk dapat meningkatkan konsep
diri yang positif .
1.4.3. Bagi Peneliti keperawatan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan informasi atau
sumber data bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut
mengenai konsep diri anak
Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai