Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH EKOLOGI

DIVERSITAS VERTEBRATA DI HUTAN MANGROVE





Disusun oleh :
Imam Taufik : M0409027
Arif Budi W : M0410005
Himawan Ady Y.I. : M0410032
Muh Ridho : M0410039
Mutia Rizka Hani : M0410043
Puji : M0410048
Putri A. : M0410049
Widyatama Putra : M0410066
Wuri Satiti : M0410067


JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2014

2


1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hutan mangrove merupakan ekosistem yang kompleks terdiri atas flora dan fauna di
daerah pantai yang mewakili ekosisitem darat dan air, yang terdapat pohon mangrove yang
dapat hidup di habitat daratan dan air laut, antara batas air pasang dan surut. Berperan dalam
melindungi garis pantai dari erosi, gelombang laut dan angin topan. Tanaman mangrove
berperan juga sebagai buffer (perisai alam) dan menstabilkan tanah dengan menangkap dan
memerangkap endapan material dari darat yang terbawa air sungai dan yang kemudian
terbawa ke tengah laut oleh arus. Hutan mangrove tumbuh subur dan luas di daerah delta dan
aliran sungai yang besar dengan muara yang lebar. Di pantai yang tidak ada sungainya,
daerah mangrovenya sempit. Hutan mangrove mempunyai toleransi besar terhadap kadar
garam dan dapat berkembang di daratan bersalinitas tinggi di mana tanaman biasa tidak
dapat tumbuh.
Hutan Mangrove memberikan perlindungan kepada berbagai organisme baik hewan
darat maupun hewan air untuk bermukim dan berkembang biak. Hutan Mangorove dipenuhi
pula oleh kehidupan lain seperti mamalia, amfibi, reptil, burung, kepiting, ikan, primata,
serangga dan sebagainya. Selain menyediakan keanekaragaman hayati (biodiversity),
ekosistem Mangorove juga sebagai plasma nutfah (geneticpool) dan menunjang keseluruhan
sistem kehidupan di sekitarnya. Habitat Mangorove merupakan tempat mencari makan
(feeding ground) bagi hewan-hewan tersebut dan sebagai tempat mengasuh dan
membesarkan (nursery ground), tempat bertelur dan memijah (spawning ground) dan tempat
berlindung yang aman bagi berbagai ikan-ikan kecil serta kerang (shellfish) dari predator.
Daerah hutan Mangrove dunia yang diperkirakan seluas 15.429.000 ha, 25 % nya
meliputi garis pantai kepulauan Karibia dan sampai 75 % meliputi daerah pantai lainnya
2

seperti di kawasan Amerika Selatan dan Asia. Di Indonesia sendiri luas hutan Mangrove
diperkirakan meliputi areal sekitar 4,25 juta ha atau sekitar 27 % luas Mangrove di dunia.
Kondisi hutan Mangrove yang ada saat ini setengahnya telah mengalami kerusakan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana keanekaragaman fauna yang hidup di hutan mangrove ?
2. Apa sajakah faktor-faktor lingkungan dan iklim yang mempengaruhi
kelangsungan hidup fauna mangrove ?
3. Apa sajakah pendukung kelangsungan hidup fauna mangrove yang tidak dimiliki
habitat dan organisme lain ?
C. Tujuan
1. Mengetahui jenis-jenis fauna yang hidup di hutan mangrove.
2. Mengetahui faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi kelangsungan hidup
fauna mangrove.
3. Mengetahui pendukung kelangsungan hidup fauna mangrove yang tidak dimiliki
habitat dan organisme lain.
D. Manfaat
1. Memberikan informasi keanekaragaman jenis fauna yang hidup di hutan
mangrove
2. Memberikan informasi faktor faktor lingkungan yang mempengaruhi
keanekaragaman fauna mangrove

3

BAB II
ISI
A. Hutan Mangrove
Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut,
terutama di pantai yang terlindung, laguna dan muara sungai yang tergenang pada saat pasang
dan bebas dari genangan pada saat surut yang komunitas tumbuhannya bertoleransi terhadap
garam (Kusuma et al,2003). Menurut FAO, Hutan Mangrove adalah Komunitas tumbuhan
yang tumbuh di daerah pasang surut. Kata mangrove merupakan kombinasi antara bahasa
Portugis Mangue dan bahasa Inggris grove (Macnae, 1968).
Dalam Bahasa Inggris kata mangrove digunakan baik untuk komunitas tumbuhan
yang tumbuh di daerah jangkauan pasang surut maupun untuk individu-individu jenis
tumbuhan yang menyusun komunitas tersebut. Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah
tidal forest, coastal woodland, vloedbosschendan hutan payau (bahasa Indonesia). Selain itu,
hutan mangrove oleh masyarakat Indonesia dan negara Asia Tenggara lainnya yang
berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Penggunaan istilah hutan bakau untuk
hutan mangrove sebenarnya kurang tepat dan rancu, karena bakau hanyalah nama lokal dari
marga Rhizophora, sementara hutan mangrove disusun dan ditumbuhi oleh banyak marga dan
jenis tumbuhan lainnya. Oleh karena itu, penyebutan hutan mangrove dengan hutan bakau
sebaiknya dihindari (Kusmana et al,2003).
Tumbuhan mangrove bersifat unik karena merupakan gabungan dari ciri-ciri
tumbuhan yang hidup di darat dan di laut. Umumnya mangrove mempunyai sistem perakaran
yang menonjol yang disebut akar nafas (pneumatofor). Sistem perakaran ini merupakan suatu
cara adaptasi terhadap keadaan tanah yang miskin oksigen atau bahkan anaerob. Mangrove
tersebar di seluruh lautan tropik dan subtropik, tumbuh hanya pada pantai yang terlindung
dari gerakan gelombang; bila keadaan pantai sebaliknya, benih tidak mampu tumbuh dengan
4

sempurna dan menancapkan akarnya. Mangrove tumbuh dan berkembang pada pantai-pantai
tepat di sepanjang sisi pulau-pulau yang terlindung dari angin, atau serangkaian pulau atau
pada pulau di belakang terumbu karang di pantai yang terlindung (Nybakken, 1998).
Mangrove adalah khas daerah tropis yang hidupnya hanya berkembang baik pada
temperatur dari 19 sampai 40 C. dengan toleransi fluktuasi tidak lebih dari 10 C. Berbagai
jenis Mangrove yang tumbuh di bibir pantai dan merambah tumbuh menjorok ke zona berair
laut, merupakan suatu ekosistem yang khas. Khas karena bertahan hidup di dua zona transisi
antara daratan dan lautan, sementara tanaman lain tidak mampu bertahan. Kumpulan berbagai
jenis pohon yang seolah menjadi garda depan garis pantai yang secara kolektif disebut hutan
Mangrove.
Hutan Mangrove memberikan perlindungan kepada berbagai organisme lain baik
hewan darat maupun hewan air untuk bermukim dan berkembang biak. Hutan mangrove
menangkap dan mengumpulkan sedimen yang terbawa arus pasang surut dari daratan lewat
aliran sungai. Hutan mangrove selain melindungi pantai dari gelombang dan angin
merupakan tempat yang dipenuhi pula oleh kehidupan lain seperti mamalia, amfibi, reptil,
burung, kepiting, ikan, primata, serangga dan sebagainya. Selain menyediakan
keanekaragaman hayati (biodiversity), ekosistem mangrove juga sebagai plasma nutfah
(genetic pool) dan menunjang keseluruhan sistem kehidupan di sekitarnya.
Habitat mangrove merupakan tempat mencari makan (feeding ground) bagi hewan-
hewan tersebut dan sebagai tempat mengasuh dan membesarkan (nursery ground), tempat
bertelur dan memijah (spawning ground) dan tempat berlindung yang aman bagi berbagai
juvenil dan larva ikan serta kerang (shellfish) dari predator. (Cooper, Harrison dan Ramm.
1995)
Jaringan sistem akar mangrove memberikan banyak nutrien bagi larva dan juvenil
ikan tersebut. Sistem perakaran mangrove juga menghidupkan komunitas invertebrata laut
5

dan algae. Memberikan gambaran tentang tingginya produktivitas habitat pantai bermangrove
ini, dikatakan bahwa satu sendok teh lumpur dari daerah mangrove di pantai utara
Queensland (Australia) mengandung lebih dari 10 milyar bakteri, suatu densitas lumpur
tertinggi di dunia. Beberapa hewan tinggal di atas pohon sebagian lain di antara akar dan
lumpur sekitarnya. Walaupun banyak hewan yang tinggal sepanjang tahun, habitat mangrove
penting pula untuk pengunjung yang hanya sementara waktu saja, seperti burung yang
menggunakan dahan mangrove untuk bertengger atau membuat sarangnya tetapi mencari
makan di bagian daratan yang lebih ke dalam, jauh dari daerah habitat mangrove. Kelompok
hewan arboreal yang hidup di atas daratan seperti serangga, ular pohon, primata dan burung
yang tidak sepanjang hidupnya berada di habitat mangrove, tidak perlu beradaptasi dengan
kondisi pasang surut. (Nybakken, 1993).
Burung-burung dari daerah daratan menemukan sumber makanan dan habitat yang
baik untuk bertengger dan bersarang. Mereka makan kepiting, ikan dan moluska atau hewan
lain yang hidup di habitat mangrove. Tiap spesies biasanya mempunyai gaya yang khas dan
memilih makanannya sesuai dengan kebiasaan dan kesukaanya masing-masing dari
keanekaragaman sumber yang tersedia di lingkungan tersebut. Sebagai timbal baliknya,
burung-burung meninggalkan guano sebagai pupuk bagi pertumbuhan pohon mangrove.
Kelompok lain yang bukan hewan arboreal adalah hewan-hewan yang hidupnya menempati
daerah dengan substrat yang keras (tanah) atau akar mangrove maupun pada substrat yang
lunak (lumpur). Kelompok ini antara lain adalah jenis kepiting mangrove, kerang-kerangan
dan golongan invertebrata lainnya. Kelompok lainnya lagi adalah yang selalu hidup dalam
kolom air laut seperti macam-macam ikan dan udang.
6


Gambar.1. Diagram ilustrasi penyebaran fauna di habitat ekosistem mangrove.
B. Jenis-Jenis Fauna yang hidup di hutan Mangrove
Komunitas hutan mangrove membentuk percampuran antara 2 (dua) kelompok :
1. Kelompok fauna daratan membentuk/terestrial yang umumnya menempati bagian atas
pohon mangrove, terdiri atas : insekta, ular, primata dan burung. Kelompok ini sifat
adaptasi khusus untuk hidup didalam hutan mangrove, karena mereka melewatkan
sebagian besar hidupnya diluar jangkauan air laut pada bagian pohon yang tinggi
meskipun mereka dapat mengumpulkan makanannya berupa hewan laut pada saat air
surut.
2. Kelompok fauna perairan / akuatik, terdiri atas dua tipe yaitu :
a) Yang hidup dikolam air, terutama berbagai jenis ikan dan udang.
b) Yang menempati substrat baik keras (akar dan batang mangrove) maupun lunak
(lumpur) terutama kepiting, kerang dan berbagai jenis invertebrata lainnya.
Habitat mangrove adalah sumber produktivitas yang bisa dimanfaatkan baik dalam
hal produktivitas perikanan dan kehutanan ataupun secara umum merupakan sumber alam
7

yang kaya sebagai ekosistem tempat bermukimnya berbagai flora dan fauna. Mulai dari
perkembangan mikro organisme seperti bakteri dan jamur yang memproduksi detritus yang
dapat dimakan larva ikan dan hewan-hewan laut kecil lainnya. Pada gilirannya akan menjadi
makanan hewan yang lebih besar dan akhirnya menjadi mangsa predator besar termasuk
pemanfaatan oleh manusia. Misalnya kepiting, ikan blodok, larva udang dan lobster
memakan plankton dan detritus di habitat ini. Kepiting diambil dan dimanfaatkan manusia
sebagai makanan





Gamabar.2. (a),(b). Kepiting mangrove, (c). Kadal
Berbagai hewan seperti, reptil, hewan ampibi, mamalia, datang dan hidup walaupun
tidak seluruh waktu hidupnya dihabiskan di habitat mangrove. Berbagai jenis ikan, ular,
serangga dan lain-lain seperti burung dan jenis hewan mamalia dapat bermukim di sini.
Sebagai sifat alam yang beraneka ragam maka berbeda tempat atau lokasi habitat
mangrovenya maka akan berbeda pula jenis dan keragaman flora maupun fauna yang hidup
di lokasi tersebut.
Beberapa jenis hewan yang bisa dijumpai di habitat mangrove antara lain adalah; dari
jenis serangga misalnya semut (Oecophylla sp.), ngengat (Attacus sp.), kutu (Dysdercus sp.);
jenis krustasea seperti lobster lumpur (Thalassina sp.), jenis laba-laba (Argipe spp., Nephila
spp., Cryptophora spp.); jenis ikan seperti ikan blodok (Periopthalmodon sp.), ikan sumpit
(Toxotes sp.); jenis reptil seperti kadal (Varanus sp.), ular pohon (Chrysopelea sp.), ular air
(Cerberus sp.); jenis mamalia seperti berang-berang (Lutrogale sp,) dan tupai (Callosciurus
(a)
(b) (c)
8

sp.), golongan primata (Nasalis larvatus) dan masih banyak lagi seperti nyamuk, ulat, lebah
madu,kelelawar dan lain-lain.
Hutan mangrove juga merupakan habitat bagi beberapa satwa liar yang diantaranya
terancam punah, seperti harimau sumatera (Panthera tigris sumatranensis), bekantan
(Nasalis larvatus), wilwo (Mycteria cinerea), bubut hitam (Centropus nigrorufus), dan
bangau tongtong (Leptoptilus javanicus), dan tempat persinggahan bagi burung-burung
migran.




Gamabar.3. (a) Ular pohon (Chrysopelea sp.),(b) Pteropus vampirus,(c) Harimau sumatera
(Panthera tigris sumatranensis)










Gamabar.4. Insecta pada Daerah Mangrove
(a)
(b) (c)
9

Di Kalimantan bermukim bekantan (Proboscis Monkey) atau Nasalis larvatus sejenis
primata langka yang dilindungi. Bekantan ini bermukim di daerah pantai. Di negara bagian
Serawak (Malaysia) terdapat Silver-leaf Monkey yang suka berkelompok sambil makan daun-
daun mangrove. Ada pula Long-Tailed Mongkey, salah satu jenis kera yang menyukai dan
mencari kepiting untuk makanannya. Di Taman Nasional tersebut tercatat lebih dari 150
spesies burung bermukim dan berkunjung ke habitat Mangrove.












Gamabar.5. (a) Nasalis larvatus,(b) Berbagai Spesies Burung yang Berada Pada Habitat
Mangrove,(c) Lutrogale perspicillata,(d) Dendrocygna javanica.

C. Faktor lingkungan yang mempengaruhi kelangsungan hidup Fauna Mangrove
Faktor-faktor lingkungan yang berinteraksi satu sama lain secara kompleks akan
menghasilkan asosiasi jenis yang juga kompleks. Di mana distribusi individu jenis tumbuhan
mangrove sangat dikontrol oleh variasi faktor-faktor lingkungan seperti tinggi rata-rata air,
(a) (b)
(c)
(d)
10

salinitas, pH, dan pengendapan. Pada perairan tropik suhu permukaan air laut pada umumnya
27C - 29C, pada perairan yang dangkal dapat mencapai 34C. Di dalam hutan bakau sendiri
suhunya lebih rendah dan variasinya hampir sama dengan daerah-daerah pesisir lain
(Hasmawati, 2001).
Spesies mangrove mempunyai toleransi yang berbeda terhadap peningkatan suhu
udara. Dalam hal ini fotosintesis dan beberapa variabel ekofisiologi mangrove seperti
produksi daun yang maksimal terjadi pada tingkat suhu optimal tertentu, di bawah dan di atas
suhu tersebut fotosintesis dan produksi daun menurun (Hogarth, 1999). Field (1995)
mengemukakan bahwa sedikit peningkatan dalam suhu udara memberikan pengaruh
langsung yang relatif kecil terhadap mangrove, namun bila suhu lebih tinggi dari 35 C,
maka akan memberikan pengaruh yang kurang baik terhadap struktur akar, pembentukan
semai dan proses fotosintesis. Efek yang lebih luas dari peningkatan suhu adalah perubahan
distribusi geografis mangrove dan struktur komunitas, peningkatan keanekaragaman jenis
mangrove pada garis lintang yang lebih tinggi dan menstimulasi persebaran mangrove ke
wilayah lingkungan salt marsh sub-tropis (Ellison, 1994).
Fauna yang berasosiasi dengan mangrove akan secara langsung terpengaruh oleh
perubahan iklim dan secara tidak langsung oleh perubahan mangrove (Karthiresan and
Bingham, 2001). Spesies fauna yang toleran terhadap peningkatan suhu (seperti ikan,
gastropoda, dan krustase) akan cepat beradaptasi dengan perubahan tersebut. Namun fauna
dengan tubuh yang lunak dan moluska (keong dan kerang) diperkirakan akan menderita
dengan adanya kenaikan suhu. Dalam hal ini dampak yang serius akibat perubahan iklim
akan terjadi pada fauna yang hidupnya bergantung pada mangrove akibat banyaknya
mangrove yang hilang di berbagai belahan dunia.
Ketersediaan air tawar dan konsentrasi salinitas mengendalikan efesiensi matabolik
(metabolic efficiency) vegetasi hutan mangrove. Walaupun spesies vegetasi mangrove
11

memiliki mekanisme adaptasi yang tinggi terhadap salinitas, namun kekurangan air tawar
menyebabkan kadar garam tanah dan air mencapai kondisi ekstrim sehingga mengancam
kelangsungan hidupnya (Dahuri, 2003).
Derajat keasaman untuk perairan alami berkisar antara 4 - 9 penyimpangan yang
cukup besar dari pH yang semestinya, dapat dipakai sebagai petunjuk akan adanya buangan
industri yang bersifat asam atau basa yaitu berkisar antara 5 - 8 untuk air dan untuk tanah 6 -
8,5 dan kondisi pH di perairan mangrove biasanya bersifat asam, karena banyak bahan-bahan
organik di kawasan tersebut. Nilai pH ini mempunyai batasan toleransi yang sangat bervariasi
dan dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain suhu, oksigen terlarut, salinitas dan banyaknya
biota yang hidup (Hasmawati dalam Chaerani, 2011.
Oksigen terlarut (DO) sangat penting untuk hewan di hutan mangrove, terutama untuk
proses respirasi. Konsentrasi DO pada mangrove bervariasi berdasarkan daerah dan zona
tumbuhnya, serta bervariasi menurut waktu, musim dan keragaman tumbuhan serta biota
akuatik yang hidup di daerah mangrove. Kandungan oksigen mempengaruhi jumlah spesies
yang hidup di sekitarnya, semakin stabil pasokan oksigen maka semakin banyak spesies yang
hidup di daerah tersebut (Dewiyanti and Yunita, 2010). Menurut Effendi (2003), kisaran
oksigen yang bagus untuk bisa menunjang kehidupan suatu ekosistem berkisar antara 3.2 -
4.5 ppm.
D. Pendukung kelangsungan Hidpu Fauna mangrove
Mangrove adalah khas daerah tropis yang hidupnya hanya berkembang baik pada
temperatur dari 19 sampai 40 C. dengan toleransi fluktuasi tidak lebih dari 10 C. Berbagai
jenis Mangrove yang tumbuh di bibir pantai dan merambah tumbuh menjorok ke zona berair
laut, merupakan suatu ekosistem yang khas. Khas karena bertahan hidup di dua zona transisi
antara daratan dan lautan, sementara tanaman lain tidak mampu bertahan. Kumpulan berbagai
jenis pohon yang seolah menjadi garda depan garis pantai yang secara kolektif disebut hutan
12

Mangrove. Hutan Mangrove memberikan perlindungan kepada berbagai organisme lain baik
hewan darat maupun hewan air untuk bermukim dan berkembang biak. Hutan mangrove
menangkap dan mengumpulkan sedimen yang terbawa arus pasang surut dari daratan lewat
aliran sungai. Hutan mangrove selain melindungi pantai dari gelombang dan angin
merupakan tempat yang dipenuhi pula oleh kehidupan lain seperti mamalia, amfibi, reptil,
burung, kepiting, ikan, primata, serangga dan sebagainya. Selain menyediakan
keanekaragaman hayati (biodiversity), ekosistem mangrove juga sebagai plasma nutfah
(genetic pool) dan menunjang keseluruhan sistem kehidupan di sekitarnya.
Habitat mangrove merupakan tempat mencari makan (feeding ground) bagi hewan-
hewan tersebut dan sebagai tempat mengasuh dan membesarkan (nursery ground), tempat
bertelur dan memijah (spawning ground) dan tempat berlindung yang aman bagi berbagai
juvenil dan larva ikan serta kerang (shellfish) dari predator. (Cooper, Harrison dan Ramm.
1995) Jaringan sistem akar mangrove memberikan banyak nutrien bagi larva dan juvenil ikan
tersebut. Sistem perakaran mangrove juga menghidupkan komunitas invertebrata laut dan
algae. Memberikan gambaran tentang tingginya produktivitas habitat pantai bermangrove ini,
dikatakan bahwa satu sendok teh lumpur dari daerah mangrove di pantai utara Queensland
(Australia) mengandung lebih dari 10 milyar bakteri, suatu densitas lumpur tertinggi di dunia.
Beberapa hewan tinggal di atas pohon sebagian lain di antara akar dan lumpur sekitarnya.
Walaupun banyak hewan yang tinggal sepanjang tahun, habitat mangrove penting pula untuk
pengunjung yang hanya sementara waktu saja, seperti burung yang menggunakan dahan
mangrove untuk bertengger atau membuat sarangnya tetapi mencari makan di bagian daratan
yang lebih ke dalam, jauh dari daerah habitat mangrove. Kelompok hewan arboreal yang
hidup di atas daratan seperti serangga, ular pohon, primata dan burung yang tidak sepanjang
hidupnya berada di habitat mangrove, tidak perlu beradaptasi dengan kondisi pasang surut.
(Nybakken, 1993).
13

Burung-burung dari daerah daratan menemukan sumber makanan dan habitat yang
baik untuk bertengger dan bersarang. Mereka makan kepiting, ikan dan moluska atau hewan
lain yang hidup di habitat mangrove. Tiap spesies biasanya mempunyai gaya yang khas dan
memilih makanannya sesuai dengan kebiasaan dan kesukaanya masing-masing dari
keanekaragaman sumber yang tersedia di lingkungan tersebut. Sebagai timbal baliknya,
burung-burung meninggalkan guano sebagai pupuk bagi pertumbuhan pohon mangrove.
Kelompok lain yang bukan hewan arboreal adalah hewan-hewan yang hidupnya menempati
daerah dengan substrat yang keras (tanah) atau akar mangrove maupun pada substrat yang
lunak (lumpur). Kelompok ini antara lain adalah jenis kepiting mangrove, kerang-kerangan
dan golongan invertebrata lainnya. Kelompok lainnya lagi adalah yang selalu hidup dalam
kolom air laut seperti macam-macam ikan dan udang.


14

BAB III
KESIMPULAN
Hutan mangrove selain melindungi pantai dari gelombang dan angin merupakan
tempat yang dipenuhi pula oleh kehidupan lain seperti mamalia, amfibi, reptil, burung,
kepiting, ikan, primata, serangga dan sebagainya. Selain menyediakan keanekaragaman
hayati (biodiversity), ekosistem mangrove juga sebagai plasma nutfah (genetic pool) dan
menunjang keseluruhan sistem kehidupan di sekitarnya.
Komunitas hutan mangrove membentuk percampuran antara 2 (dua) kelompok yaitu
kelompok fauna daratan membentuk/terestrial dan kelompok fauna perairan / akuatik.
Beberapa jenis hewan yang bisa dijumpai di habitat mangrove antara lain adalah; dari jenis
serangga misalnya semut (Oecophylla sp.), ngengat (Attacus sp.), kutu (Dysdercus sp.); jenis
krustasea seperti lobster lumpur (Thalassina sp.), jenis laba-laba (Argipe spp., Nephila spp.,
Cryptophora spp.); jenis ikan seperti ikan blodok (Periopthalmodon sp.), ikan sumpit
(Toxotes sp.); jenis reptil seperti kadal (Varanus sp.), ular pohon (Chrysopelea sp.), ular air
(Cerberus sp.); jenis mamalia seperti berang-berang (Lutrogale sp,) dan tupai (Callosciurus
sp.), golongan primata (Nasalis larvatus) dan masih banyak lagi seperti nyamuk, ulat, lebah
madu, kelelawar, harimau sumatera (Panthera tigris sumatranensis), bekantan (Nasalis
larvatus), wilwo (Mycteria cinerea), bubut hitam (Centropus nigrorufus), dan bangau
tongtong (Leptoptilus javanicus), Nasalis larvatus sejenis primata langka yang dilindungi,
Silver-leaf Monkey yang suka berkelompok sambil makan daun-daun mangrove. Ada pula
Long-Tailed Mongkey, salah satu jenis kera yang menyukai dan mencari kepiting untuk
makanannya.
Distribusi individu jenis tumbuhan mangrove sangat dikontrol oleh variasi faktor-
faktor lingkungan seperti tinggi rata-rata air, salinitas, pH, dan pengendapan. Pada perairan
tropik suhu permukaan air laut pada umumnya 27C - 29C, pada perairan yang dangkal
15

dapat mencapai 34C. Di dalam hutan bakau sendiri suhunya lebih rendah dan variasinya
hampir sama dengan daerah-daerah pesisir lain, Ketersediaan air tawar dan konsentrasi
salinitas mengendalikan efesiensi matabolik (metabolic efficiency) vegetasi hutan mangrove
Derajat keasaman untuk perairan alami berkisar antara 4 - 9 penyimpangan yang
cukup besar dari pH yang semestinya, dapat dipakai sebagai petunjuk akan adanya buangan
industri yang bersifat asam atau basa yaitu berkisar antara 5 - 8 untuk air dan untuk tanah 6 -
8,5 dan kondisi pH di perairan mangrove biasanya bersifat asam, karena banyak bahan-bahan
organik di kawasan tersebut. Nilai pH ini mempunyai batasan toleransi yang sangat bervariasi
dan dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain suhu, oksigen terlarut, salinitas dan banyaknya
biota yang hidup, Konsentrasi DO pada mangrove bervariasi berdasarkan daerah dan zona
tumbuhnya, serta bervariasi menurut waktu, musim dan keragaman tumbuhan serta biota
akuatik yang hidup di daerah mangrove kisaran oksigen yang bagus untuk bisa menunjang
kehidupan suatu ekosistem berkisar antara 3.2 - 4.5 ppm.



16

DAFTAR PUSTAKA
Bengen, DG, 2002. Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Pusat Kajian
Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor.
Chaerani, N. 2011. Kerapatan, Frekuensi dan tingkat Penutupan Jenis Mangrove Di Desa
Coppo Kecamatan Barru Kabupaten Barru. Universitas Hasanuddin. Makasar.
Skripsi.
Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut, Aset Pembangunan Berkelanjutan
Indonesia. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Dewiyanti, I. and Yunita. 2010. Identifikasi dan Kelimpahan Hama Penyebab
Ketidakberhasilan Rehabilitasi Ekosistem Mangrove Di Sekitar Kawasan Aceh
Besar dan Banda Aceh. Laporan Penelitian Jurusan Ilmu Kelautan Universitas
Syiah Kuala.
Ellison, J. C. 1994. Climate change and sea level rise impacts on mangrove ecosystems. In
Impacts of climate change on ecosystems and species: marine and coastal
ecosystems (J. Pernetta, R. Leemans, D. Elder and S. Humphrey, eds.), pp. 11-30.
IUCN, gland.
Feller, I, C and M. Sitnik. 1996. MANGROVE ECOLOGY: A Manual for a Field Course A
Field Manual Focused on the Biocomplexity on Mangrove Ecosystems.
Smithsonian Institution. Washington. DC.
Field, C. D. 1995. Impact of expected climate change on mangroves. Hydrobiologia 295, 75-
81.
Hasmawati, M. 2001. Studi Vegetasi Hutan mangrove di Pantai Kuri Desa Nisombalia,
kecamatan marusu, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Skripsi Jurusan ilmu
kelautan dan Perikanan. Makassar.
Hogarth, P. J. 1999. The Biology of Mangroves. Oxford University Press. New York.
17

Kathiresan, K. and Bingham, B. L. 2001. Biology of Mangrove and Mangrove Ecosystems.
Center of Advanced Study in Marine Biology, Annamalai University, Parangipettai
608502 and Huxley College of Environmental Studies, Western Washington
University, Bellingham, WA 98225, USA.
Nybakker, J.W. 1982. Marine Biology: An Ecological Approach. Terjemahan Dr. M.
Eidman. Gramedia Jakarta.
Odum, W.E. and C.C. McIvor. 1990. Mangroves. Pp. 517-548. In Ecosystems of Florida, R.
L. Myers and J. J. Ewel (eds.). University of Central Florida Press.
Odum, W. E., C. C. Mclvor, and T. J. Smith III. 1982. The ecology of the mangroves of south
Florida: A community profile. U. S. Fish & Wildlife Service, Office of Biological
Services. Washington, D. C.
Hogarth, P.J. 1999. The Biology of Mangroves. Published in The United States. Oxford
University. New York.

Anda mungkin juga menyukai