Anda di halaman 1dari 8

Dandy Blog's

Sunday, January 20, 2013


5 Kasus Penyimpangan Etika Akuntansi
Etika Profesi Akuntansi Merupakan Etika mengenai suatu ilmu yang membahas perbuatan
baik dan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia. Dan etika profesi terdapat
suatu kesadaran yang kuat untuk mengindahkan Etika profesi pada saat mereka ingin memberikan
jasa keahlian profesi kepada masyarakat yang memerlukan. Beberapa pengertian mengenai Etika
diungkapkan oleh beberapa ahli antara lain Etika Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995)
Etika adalah Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Etika
adalah Ilmu tentang apa yang baik dan yang buruk, tentang hak dan kewajiban moral.

Sedangkan Menurut Maryani & Ludigdo Etika adalah Seperangkat aturan atau norma atau
pedoman yang mengatur perilaku manusia, baik yang harus dilakukan maupun yang harus
ditinggalkan yang di anut oleh sekelompok atau segolongan masyarakat atau profesiDari asal usul
kata, dan berasal dari bahasa Yunani ethos yang berarti adat istiadat/ kebiasaan yang baik
Perkembangan etika yaitu Studi tentang kebiasaan manusia berdasarkan kesepakatan, menurut ruang
dan waktu yang berbeda, yang menggambarkan perangai manusia dalam kehidupan pada umumnya
dan dapat juga katakan Etika itu disebut juga filsafat moral adalah cabang filsafat yang berbicara
tentang praxis (tindakan) manusia. Menurut Billy, Perkembangan Profesi Akuntan terbagi menjadi
empat fase yaitu, Pra Revolusi Industri , Masa Revolusi Industri tahun 1900, Tahun 1900 1930, Tahun
1930 sekarang.

Dengan adanya Etika profesi akuntansi masyarakat dapat menyadari terdapat suatu
kesadaran yang kuat untuk mengindahkan etika profesi pada saat mereka ingin memberikan jasa
keahlian profesi kepada masyarakat bagi yang memerlukan. Dalam suatu kegiatan pasti ada yang
membuat kesalahan dalam suatu pekerjaan, berikut ini adalah 5 contoh penyimpangan dari
penyimpangan etika akuntansi :

1. Kasus KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono yang diduga menyuap pajak.



September tahun 2001, KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono harus menanggung
malu. Kantor akuntan publik ternama ini terbukti menyogok aparat pajak di Indonesia
sebesar US$ 75 ribu. Sebagai siasat, diterbitkan faktur palsu untuk biaya jasa profesional
KPMG yang harus dibayar kliennya PT Easman Christensen, anak perusahaan Baker
Hughes Inc. yang tercatat di bursa New York.
Berkat aksi sogok ini, kewajiban pajak Easman memang susut drastis. Dari semula US$
3,2 juta menjadi hanya US$ 270 ribu. Namun, Penasihat Anti Suap Baker rupanya was-
was dengan polah anak perusahaannya. Maka, ketimbang menanggung risiko lebih besar,
Baker melaporkan secara suka rela kasus ini dan memecat eksekutifnya.
Badan pengawas pasar modal AS, Securities & Exchange Commission, menjeratnya
dengan Foreign Corrupt Practices Act, undang-undang anti korupsi buat perusahaan
Amerika di luar negeri. Akibatnya, hampir saja Baker dan KPMG terseret ke pengadilan
distrik Texas. Namun, karena Baker mohon ampun, kasus ini akhirnya diselesaikan di luar
pengadilan. KPMG pun terselamatan.
Komentar : Pada kasus ini KPMG telah melanggar prinsip integritas karena tidak memenuhi
tanggungjawab profesionalnya sebagai Kantor Akuntan Publik sehingga memungkinkan
KPMGkehilangan kepercayaan publik. KPMG juga telah melanggar prinsip objektivitas karena telah
memihak kepada kliennya dan melakukan kecurangan dengan menyogok aparat pajak di Indonesia.

2. Kasus Mulyana W Kusuma.

Kasus ini terjadi sekitar tahun 2004. Mulyana W Kusuma sebagai seorang anggota
KPU diduga menyuap anggota BPK yang saat itu akan melakukan audit keuangan
berkaitan dengan pengadaan logistic pemilu. Logistic untuk pemilu yang dimaksud yaitu
kotak suara, surat suara, amplop suara, tinta, dan teknologi informasi. Setelah dilakukan
pemeriksaan, badan dan BPK meminta dilakukan penyempurnaan laporan. Setelah
dilakukan penyempurnaan laporan, BPK sepakat bahwa laporan tersebut lebih baik
daripada sebeumnya, kecuali untuk teknologi informasi. Untuk itu, maka disepakati
bahwa laporan akan diperiksa kembali satu bulan setelahnya.
Setelah lewat satu bulan, ternyata laporan tersebut belum selesai dan disepakati
pemberian waktu tambahan. Di saat inilah terdengar kabar penangkapan Mulyana W
Kusuma. Mulyana ditangkap karena dituduh hendak melakukan penyuapan kepada
anggota tim auditor BPK, yakni Salman Khairiansyah. Dalam penangkapan tersebut, tim
intelijen KPK bekerjasama dengan auditor BPK. Menurut versi Khairiansyah ia bekerja
sama dengan KPK memerangkap upaya penyuapan oleh saudara Mulyana dengan
menggunakan alat perekam gambar pada dua kali pertemuan mereka.
Penangkapan ini menimbulkan pro dan kontra. Salah satu pihak berpendapat
auditor yang bersangkutan, yakni Salman telah berjasa mengungkap kasus ini, sedangkan
pihak lain berpendapat bahwa Salman tidak seharusnya melakukan perbuatan tersebut
karena hal tersebut telah melanggar kode etik akuntan.

komentar: Berdasarkan kode etik akuntan, kami lebih setuju dengan pendapat yang kedua, yaitu
bahwa Salman tidak seharusnya melakukan perbuatan tersebut, meskipun pada dasarnya tujuannya
dapat dikatakan mulia. Perbuatan tersebut tidak dapat dibenarkan karena beberapa alasan, antara lain
bahwa auditor tidak seharusnya melakukan komunikasi atau pertemuan dengan pihak yang sedang
diperiksanya. Tujuan yang mulia seperti menguak kecurangan yang dapat berpotensi merugikan
negara tidak seharusnya dilakukan dengan cara- cara yang tidak etis. Tujuan yang baik harus
dilakukan dengan cara-cara, teknik, dan prosedur profesi yang menjaga, menjunjung, menjalankan
dan mendasarkan pada etika profesi. Auditor dalam hal ini tampak sangat tidak bertanggung jawab
karena telah menggunakan jebakan uang untuk menjalankan tugasnya sebagai auditor.

3. Kasus Sembilan KAP yang diduga melakukan kolusi dengan kliennya

Jakarta, 19 April 2001 Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta pihak
kepolisian mengusut sembilan Kantor Akuntan Publik, yang berdasarkan laporan Badan
Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), diduga telah melakukan kolusi dengan
pihak bank yang pernah diauditnya antara tahun 1995-1997. Koordinator ICW Teten
Masduki kepada wartawan di Jakarta, Kamis, mengungkapkan, berdasarkan temuan
BPKP, sembilan dari sepuluh KAP yang melakukan audit terhadap sekitar 36 bank
bermasalah ternyata tidak melakukan pemeriksaan sesuai dengan standar audit.
Hasil audit tersebut ternyata tidak sesuai dengan kenyataannya sehingga
akibatnya mayoritas bank-bank yang diaudit tersebut termasuk di antara bank-bank yang
dibekukan kegiatan usahanya oleh pemerintah sekitar tahun 1999. Kesembilan KAP
tersebut adalah AI & R, HT & M, H & R, JM & R, PU & R, RY, S & S, SD & R, dan RBT
& R. Dengan kata lain, kesembilan KAP itu telah menyalahi etika profesi. Kemungkinan
ada kolusi antara kantor akuntan publik dengan bank yang diperiksa untuk memoles
laporannya sehingga memberikan laporan palsu, ini jelas suatu kejahatan, ujarnya.
Karena itu, ICW dalam waktu dekat akan memberikan laporan kepada pihak kepolisian
untuk melakukan pengusutan mengenai adanya tindak kriminal yang dilakukan kantor
akuntan publik dengan pihak perbankan.
ICW menduga, hasil laporan KAP itu bukan sekadar human error atau
kesalahan dalam penulisan laporan keuangan yang tidak disengaja, tetapi kemungkinan
ada berbagai penyimpangan dan pelanggaran yang dicoba ditutupi dengan melakukan
rekayasa akuntansi. Teten juga menyayangkan Dirjen Lembaga Keuangan tidak
melakukan tindakan administratif meskipun pihak BPKP telah menyampaikan
laporannya, karena itu kemudian ICW mengambil inisiatif untuk mengekspos laporan
BPKP ini karena kesalahan sembilan KAP itu tidak ringan. Kami mencurigai,
kesembilan KAP itu telah melanggar standar audit sehingga menghasilkan laporan yang
menyesatkan masyarakat, misalnya mereka memberi laporan bank tersebut sehat ternyata
dalam waktu singkat bangkrut. Ini merugikan masyarakat. Kita mengharapkan ada
tindakan administratif dari Departemen Keuangan misalnya mencabut izin kantor
akuntan publik itu, tegasnya. Menurut Tetan, ICW juga sudah melaporkan tindakan dari
kesembilan KAP tersebut kepada Majelis Kehormatan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)
dan sekaligus meminta supaya dilakukan tindakan etis terhadap anggotanya yang
melanggar kode etik profesi akuntan.
Komentar :
Pada kasus tersebut prinsip etika profesi yang dilanggar adalah tanggung jawab prolesi,
dimana seharusnya melakukan pertanggung jawaban sebagai profesional yang
senantiatasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam setiap kegiatan
yang dilakukannya. Selain itu seharusnya tidak melanggar prinsip etika profesi yang
kedua,yaitu kepentingan publik, yaitu dengan cara menghormati kepercayaan publik.
Kemudian tetap memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik sesuai dengan prinsip
integritas. Seharusnya tidak melanggar juga prinsip obyektivitas yaitu dimana setiap
anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam
pemenuhan kewajiban profesionalnya, dan melanggar prinsip kedelapan yaitu standar
teknis Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar
teknis dan standar proesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan
berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari
penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan
obyektivitas.

4. Manipulasi Laporan Keuangan PT KAI

Transparansi serta kejujuran dalam pengelolaan lembaga yang merupakan salah satu derivasi amanah
reformasi ternyata belum sepenuhnya dilaksanakan oleh salah satu badan usaha milik negara, yakni PT
Kereta Api Indonesia. Dalam laporan kinerja keuangan tahunan yang diterbitkannya pada tahun 2005, ia
mengumumkan bahwa keuntungan sebesar Rp. 6,90 milyar telah diraihnya. Padahal, apabila dicermati,
sebenarnya ia harus dinyatakan menderita kerugian sebesar Rp. 63 milyar.
Kerugian ini terjadi karena PT Kereta Api Indonesia telah tiga tahun tidak dapat menagih pajak pihak
ketiga. Tetapi, dalam laporan keuangan itu, pajak pihak ketiga dinyatakan sebagai pendapatan. Padahal,
berdasarkan standar akuntansi keuangan, ia tidak dapat dikelompokkan dalam bentuk pendapatan atau
asset. Dengan demikian, kekeliruan dalam pencatatan transaksi atau perubahan keuangan telah terjadi di
sini.
Di lain pihak, PT Kereta Api Indonesia memandang bahwa kekeliruan pencatatan tersebut hanya terjadi
karena perbedaan persepsi mengenai pencatatan piutang yang tidak tertagih. Terdapat pihak yang menilai
bahwa piutang pada pihak ketiga yang tidak tertagih itu bukan pendapatan. Sehingga, sebagai
konsekuensinya PT Kereta Api Indonesia seharusnya mengakui menderita kerugian sebesar Rp. 63 milyar.
Sebaliknya, ada pula pihak lain yang berpendapat bahwa piutang yang tidak tertagih tetap dapat
dimasukkan sebagai pendapatan PT Kereta Api Indonesia sehingga keuntungan sebesar Rp. 6,90 milyar
dapat diraih pada tahun tersebut. Diduga, manipulasi laporan keuangan PT Kereta Api Indonesia telah
terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Sehingga, akumulasi permasalahan terjadi disini.
Sumber: http://www.antaranews.com/view/?i=1153914935&c=EKU&s=
Komentar:
PT KAI sebagai suatu lembaga memang memiliki kewenangan untuk menyusun laporan keuangannya dan
memilih auditor eksternal untuk melakukan proses audit terhadap laporan keuangan tersebut. Tetapi, PT
KAI tidak boleh mengabaikan dimensi organisasional penyusunan laporan keuangan dan proses audit. Ada
hal mendasar yang harus diperhatikannya sebagai wujud penerapan tata kelola perusahaan yang baik
(good corporate governance). Auditor eksternal yang dipercayai harus benar-benar memiliki integritas
serta prosesnya harus terlaksana berdasarkan kaidah-kaidah yang telah diakui validitasnya, dalam hal ini
PSAK dan SPAP. Selain itu, auditor eksternal wajib melakukan komunikasi secara benar dengan komite
audit yang ada pada PT Kereta Api Indonesia guna membangun kesepahaman (understanding) diantara
seluruh unsur lembaga. Selanjutnya, soliditas kelembagaan diharapkan tercipta sehingga mempermudah
penerapan sistem pengendalian manajemen di dalamnya. Secara tidak langsung, upaya ini menunjang
perwujudan tanggung jawab sosial perusahaan kepada masyarakat luas sebagai salah satu pengampu
kepentingan.

5. Kredit Macet Rp 52 Miliar, Akuntan Publik Diduga Terlibat
Selasa, 18 Mei 2010 | 21:37 WIB


JAMBI, KOMPAS.com Seorang akuntan publik yang membuat laporan
keuangan perusahaan Raden Motor untuk mendapatkan pinjaman modal senilai Rp 52
miliar dari BRI Cabang Jambi pada 2009, diduga terlibat kasus korupsi dalam kredit
macet.
Hal ini terungkap setelah pihak Kejati Jambi mengungkap kasus dugaan korupsi tersebut
pada kredit macet untuk pengembangan usaha di bidang otomotif tersebut.
Fitri Susanti, kuasa hukum tersangka Effendi Syam, pegawai BRI yang terlibat
kasus itu, Selasa (18/5/2010) mengatakan, setelah kliennya diperiksa dan dikonfrontir
keterangannya dengan para saksi, terungkap ada dugaan kuat keterlibatan dari Biasa
Sitepu sebagai akuntan publik dalam kasus ini. Hasil pemeriksaan dan konfrontir
keterangan tersangka dengan saksi Biasa Sitepu terungkap ada kesalahan dalam laporan
keuangan perusahaan Raden Motor dalam mengajukan pinjaman ke BRI.
Ada empat kegiatan data laporan keuangan yang tidak dibuat dalam laporan
tersebut oleh akuntan publik, sehingga terjadilah kesalahan dalam proses kredit dan
ditemukan dugaan korupsinya. Ada empat kegiatan laporan keuangan milik Raden
Motor yang tidak masuk dalam laporan keuangan yang diajukan ke BRI, sehingga
menjadi temuan dan kejanggalan pihak kejaksaan dalam mengungkap kasus kredit macet
tersebut, tegas Fitri.
Keterangan dan fakta tersebut terungkap setelah tersangka Effendi Syam diperiksa dan
dikonfrontir keterangannya dengan saksi Biasa Sitepu sebagai akuntan publik dalam
kasus tersebut di Kejati Jambi.
Semestinya data laporan keuangan Raden Motor yang diajukan ke BRI saat itu
harus lengkap, namun dalam laporan keuangan yang diberikan tersangka Zein Muhamad
sebagai pimpinan Raden Motor ada data yang diduga tidak dibuat semestinya dan tidak
lengkap oleh akuntan publik.
Tersangka Effendi Syam melalui kuasa hukumnya berharap pihak penyidik Kejati
Jambi dapat menjalankan pemeriksaan dan mengungkap kasus dengan adil dan
menetapkan siapa saja yang juga terlibat dalam kasus kredit macet senilai Rp 52 miliar,
sehingga terungkap kasus korupsinya.
Sementara itu pihak penyidik Kejaksaan yang memeriksa kasus ini belum
maumemberikan komentar banyak atas temuan keterangan hasil konfrontir tersangka
Effendi Syam dengan saksi Biasa Sitepu sebagai akuntan publik tersebut.
Kasus kredit macet yang menjadi perkara tindak pidana korupsi itu terungkap
setelah kejaksaan mendapatkan laporan adanya penyalahgunaan kredit yang diajukan
tersangka Zein Muhamad sebagai pimpinan Raden Motor. Dalam kasus ini pihak Kejati
Jambi baru menetapkan dua orang tersangka, pertama Zein Muhamad sebagai pimpinan
Raden Motor yang mengajukan pinjaman dan tersangka Effedi Syam dari BRI yang saat
itu menjabat sebagai pejabat penilai pengajuan kredit.

komentar:
Dalam kasus ini, seorang akuntan publik (Biasa Sitepu) sudah melanggar prinsip kode etik
yang ditetapkan oleh KAP ( Kantor Akuntan Publik ). Biasa Sitepu telah melanggar
beberapa prinsip kode etik diantaranya yaitu :
1. Prinsip tanggung jawab : Dalam melaksanakan tugasnya dia (Biasa Sitepu) tidak
mempertimbangkan moral dan profesionalismenya sebagai seorang akuntan sehingga
dapat menimbulkan berbagai kecurangan dan membuat ketidakpercayaan terhadap
masyarakat.
2. Prinsip integritas : Awalnya dia tidak mengakui kecurangan yang dia lakukan hingga
akhirnya diperiksa dan dikonfrontir keterangannya dengan para saksi.
3. Prinsip obyektivitas : Dia telah bersikap tidak jujur, mudah dipengaruhi oleh pihak lain.
4. Prinsip perilaku profesional : Dia tidak konsisten dalam menjalankan tugasnya sebagai
akuntan publik telah melanggar etika profesi.
5. Prinsip standar teknis : Dia tidak mengikuti undang-undang yang berlaku sehingga tidak
menunjukkan sikap profesionalnya sesuai standar teknis dan standar profesional yang
relevan.

Sumber :
http://irsan90.wordpress.com/2011/11/04/etika-profesi-akuntansi-dan-contoh-kasus/
http://gracechesil.blogspot.com/2012/10/pelanggaran-kode-etik-akuntansi.html
http://yonayoa.blogspot.com/2013/01/contoh-kasus-pelanggaran-etika-profesi.html
http://lhiyagemini.blogspot.com/2012/01/contoh-kasus-pelanggaran-etika-profesi.html

Anda mungkin juga menyukai