Anda di halaman 1dari 12

Penelitian Klinis

Ziprasidone sebagai Terapi Tambahan pada Pasien Bipolar Berat


yang diterapi dengan Clozapine

Natalia Bartolommei, Fransesco Casamassima, Laura Pensabene, Federica
Luchini, Antonella Benvenutti, Antonello Di Paolo, Luca Cosentino, Mauro
Mauri, dan Lorenzo Lattanzi.
Korespondesi harus dialamatkan kepada Lorezo Lattanzi ; llattanzi@blu.it
Diterima 19 Januari 2014 ; Disetujui 13 Februari 2014 ; Dipublikasikan 7 April
2014.
Editor akademis : C. M. Beaslet dan S. Khanna
Hak cipta 2014 Natalia Bartolommei, dkk. Jurnal ini merupakan artikel akses
terbuka yang didistribusikan dibawah Creative Commons Attributuin License,
yang mengijinkan penggunaan tidak terlarang, distribusi & reproduksi dalam
bentuk apapun, yang menyediakan karya original dikutip secara tepat.
Tujuan : Untuk mengkonfirmasi efikasi & kemampuan toleransi dari ziprasidone
sebagai terapi tambahan pada pasien bipolar yang berespon sebagian terhadap
clozapine atau dengan gejala negatif menetap, overweight, atau dengan sindrom
metabolik.
Metode : 8 pasien dengan penyakit psikotik bipolar diuji dengan BPRS, HAM-D
dan CGI pada T0 & diuji kembali setelah 2 minggu (T1). Kadar clozapine &
norclozapine plasma serta BMI diuji pada T0 & T1.
Hasil : Ziprasidone ditoleransi dengan baik oleh semua pasien. Skor BPRS &
HAMD-D berkurang pada semua pasien. BMI berkurang pada pasien dengan BMI
>25 saar T0. Kadar plasma clozapine & norclozapine menunjukkan pola iregular.

1.PENDAHULUAN
Antipsikotik atipikal ( juga yang dikenal sebagai antipsikotik generasi kedua )
terbukti efektif pada pengobatan skizofrenia & penyakit skizoafektif
menghasilkan perbaikan baik pada gejala positif & negatif [1-11]. Banyak obat
obatan antipsikotik generasi kedua juga diindikasikan untuk pengobatan dari fase
penyakit bipolar yang berbeda. ( contoh mania akut & depresi serta pemeliharaan
) dalam terapi tunggal & berhubungan dengan penstabil mood. Antipsikotik
generasi kedua bervariasi dalam profil efikasi / toleransi yang memungkinkan
personalisasi farmakoterapi yang lebih baik. [9, 12-15]
Antipsikotik generasi kedua merepresentasikan perbaikan yang berarti
dalam penanganan klinis penyakit bipolar namun persentase besar dari pasien
tetap mengalami kekambuhan, siklus yang berputar, gejala psikotik & afektif yang
persisten serta penurunan fungsional. [14,16,17]
Clozapine, baku emas dari antipsikotik generasi kedua, belum pernah
disetujui untuk penyakit bipolar, meskipun obat ini telah menunjukkan efikasi
dalam mania akut serta dalam pengobatan gangguan bipolar psikotik berat. Yang
terakhir telah disarankan untuk merepresentasikan sebuah kemungkinan fenotip
klinis kelas menengah yang ditempatkan dalam kelanjutan dari psikosis mayor
yang menjembatani gangguan bipolar tipikal hingga skizofrenia melalui gangguan
skizoafektif. [9,20,21,23-28]
Persentase signifikan dari pasien dengan gangguan bipolar psikotik berat
menunjukkan respon yang kurang / tidak lengkap terhadap terapi tunggal yang
biasa serta kombinasi pengobatan dari dosis & durasi yang cukup. Clozapine telah
diusulkan sebagai pilihan penyelamatan yang cocok untuk menangani kondisi
kompleks ini termasuk instabilitas mood yang tidak terkontrol, agitasi, insomnia,
psikosis & sikap agresif. Sayangnya, bahkan penambahan clozapine kepada
strategi terapeutik sering berujung hanya pada respons parsial [29,30] Lebih lagi,
pengobatan clozapine dibebankan dengan beberapa efek samping pendek & lebih
panjang seperti sialotthoea, sedasi berlebih, peningkatan nafsu makan yang
menyebabkan penambahan berat badan, diabetes onset baru, dyslipidemia &
sindroma metabolik [31].
Banyak penelitian yang kebanyakan menfokuskan pada sampel skizofrenia
mengusulkan antipsikotik tambahan berbeda untuk mengembangkan remisi klinis,
untuk mencapai pengurangan dosis clozapine dan / atau untuk mengurangi efek
sampingnya. [27,32-46].
Meskipun kombinasi dari 2/ lebih antipsikotik pada gangguan bipolar
kurang terdokumentasi dan, untuk pengetahuan kita, tidak didukung oleh
randomized clinical trial, hal ini merupakan strategi yang umum dalam praktek
klinis [47] : sekitar 15% dari pasien rawat jalan dengan bipolar psikotik serta 50%
pasien rawat inap menerima lebih dari 1 antipsikotik [48-50].
Kami sebelumnya melaporkan bahwa augmentasi dari clozapine dengan
aripiprazole mungkin aman dan efektif pada gangguan skizoafektif psikotik &
bipolar yang gagal berespon terhadap antipsikotik generasi kedua [51].
Ziprasidone merupakan antipsikotik atipikal yang akhir akhir ini
diperkenalkan dalam pasar Italia, disetujui untuk pengobatan skizofrenia pada
dewasa & juga untuk pengobatan episode bipolar manik / campuran dengan
tingkat keparahan sedang pada dewasa, remaja serta anak ( usia antara 10 & 17 ),
dengan laporan potensi yang rendah untuk efek samping ekstrapiramidal.
Dengan aktivitas ziprasidone yang antagonis terhadap reseptor serotonin
5-H2Tam 5-HT1D & 5-HT2C serta aktivitas agonis parsial terhadap reseptor 5-
HT1A maupun akvitas antagonis in vitro skala sedang terhadap transporter
serotonin & noradrenaline, ziprasidone telah disarankan untuk menunjukkan
efikasi terhadap gejala depresif & negative [42,52,53]. Ziprasidone, bersama
dengan mood stabilizer, dapat cukup menjanjikan menawarkan tambahan
pengaturan mood, antidepresan, & kerja anxiolytic [43,54,55].
Afinitas nya yang rendah untuk reseptor H1 histaminergik, alpha 1
adrenergik, & M1 muskarinik mempredisiksi profil kemampuan toleransi yang
aman dengan potensi rendah, berturutan, untuk penambahan berat, hiperglikemia,
disregulasi kolesterol & trigliserida, hipotensi ortostatik serta efek samping
kardiovaskular, sedasi, & gangguan kognitif [43,56]. Karena profil efek samping
yang menguntungkan ini & risiko rendah dari interaksi farmakologik, ziprasidone
merupakan kandidat yang cocok untuk penambahan clozapine.
Hubungan dari ziprasidone terhadap pengobatan clozapine yang sedang
berjalan terbukti efektif dalam pasien psikotik berat yang membawa perbaikan
dari gejala negatif / kognitif & efek samping yang berkaitan dengan clozapine,
dengan hanya perpanjangan interval QTc minor [11,37,44,57,58].
Tujuan dari tulisan ini untuk melaporkan potensi efikasi & tolerabilitas
dari hubungan clozapine ziprasidone dalam sebuah serial kasus dari pasien
bipolar psikotik berat yang resisten terhadap percobaan pengobatan sebelumnya &
untuk menyediakan data awal atas interaksi farmakokinetik yang mungkin antara
2 antipsikotik.

2. MATERIAL & METODE
Pasien direkrut dari pasien rawat inap unit psikiatri dari Departemen
Psikiatri Universitas Pisa. Semua pasien menerima diagnosa gangguan bipolar
dengan gejala psikotik oleh klinis yang mengobati berdasarkan kriteria DSM-IV
[59].
Kriteria eligibilitas merupakan : (1) usia 18 65 tahun, (2) resistensi /
respons tidak cukup pada minimal 2 percobaan dari mood stabilizer ( seperti
garam litium, asam valproate, & carbamazepine ) dan / atau antipsikotik yang
diresepkan dengan dosis yang cukup, untuk minimal selama 6 bulan, (3)
pengobatan dengan clozapine minimal 6 bulan lalu, (4) gangguan mood relevan
yang berhubungan dengan gejala psikotik persisten meskipun pengobatan dengan
clozapine, (5) tidak terdapat kontraindikasi terhadap pengobatan ziprasidone (
seperti pemanjangan interval QTc ), (6) fungus ginjal, hepar & sumsum tulang
normal, (7) kemampuan untuk hadir pada kunjungan follow up dan (8) terbukti
sesuai terhadap pengobatan sesuai diindikasikan dengan pengawasan kadar darah.
Hal yang berlawanan, kriteria eksklusi sebagai berikut : (1) riwayat
penyalahgunaan obat / kebergantungan dalam 6 bulan sejak pendaftaran, (2)
diagnosa gangguan neurologis seperti penyakit Parkinson, epilepsy & miastenia
gravis, (3) jaundice / penyakit hematological, (4) kehamilan / menyusui, dan (5)
sedang terjadi depresi mayor.
Pemberian pengobatan psikotropika lainnya selain daripada clozapine &
ziprasidone diijinkan sesuai yang dibutuhkan & juga dicatat. Berdasarkan
protokol pengawasan yang biasa diterapkan pada pasien rawat inap unit psikiatri,
pasien menjalani pemeriksaan dengan sejumlah skala penilaian klinis, pencatatan
sistemik dari efek samping, pemeriksaan laboratorium, pengawasan BMI (body
mass index ), & pengukuran kadar clozapine & norclozapine dalam plasma.
Kadar clozapine & norclozapine dalam plasma yang dicatat dalam bentuk
laporan kasus pasien dipertimbangkan untuk tujuan dari penelitiaan saat ini
sebelum (T0) & 15 hari setelah (T1) memulai ziprasidone. Pengukuran dari kadar
obat plasma dilakukan dalam kondisi puasa 3 jam setelah dosis pagi clozapine,
yang berkoresponden kira kira dengan waktu konsentrasi puncak clozapine.
BMI & informasi terapi bersamaan dikumpulkan saat T0 & T1 maupun setiap
efek yang tidak diinginkan dari pengobatan. Semua pasien disediakan persetujuan
tertulis untuk meninjau riwayat kasus mereka.

2.1 Penilaian Efikasi & Tolerabilitas
M.I.N.I ( The Mini International Neuropsychiatric Interview ) dilakukan saat T0
untuk mengkonfirmasi diagnosa. Gejala klinis & keparahan penyakit dievaluasi
dengan rata rata dari BPRS ( Brief Psychiatric Rating Scale ), HAM-D (
Hamilton Depressice Rating Scale ), & CGI ( Clinical Global Improvement ).

2.2 Analisis Laboratorium
Sampel darah ( 5 mL ) untuk pengukuran kadar clozapine plasma diambil
dari vena perifer lengan, dikumpulkan dengan tabung terheparin, & segera
disentrifugasi. Plasma disimpan pada suhu -20
o
C hingga pengukuran aktual dari
kadar obat. Konsentrasi plasma dari clozapine & metabolit aktif nya ditentukan
dengan metode HPLC ( high performance liquid chromatography ), yang
menggunakan paket yang secara komersial tersedia ( Chromsystems, Munchen,
Jerman ), yang mengikuti instruksi dari produser. Rasio konsentrasi clozapine /
norclozapine plasma dihitung sebagai indeks dari metabolisme obat dalam pasien,
sementara kadar dari obat & metabolit dinormalisasi dengan dosis clozapine
harian dengan tujuan untuk mengurangi variabilitas antar pasien.



















2.3 Analisis Statistikal
Skor BPRS, HAM-D dan CGI sebelum & setelah hubungan ziprasidone
dibandingkan dengan tes Wilconxon signed rank. Signifikansi statistik diatur pada
2-sided P < 0.05 ( StataCorp. 2007. Stata Statitistical Software ; Release 10.
College Station, TX : StataCorp LP )



3. HASIL
3.1 Karakteristik Klinis
8 pasien ( 6 pria & 2 wanita ) disertakan sejak Mei 2011 hingga September
2011. Semua subjek didiagnosa dengan gangguan bipolar, episode campuran
dengan gejala psikotik. 1 pasien menerima dianosa tambahan fobia sosial & 1
pasien dengan komorbid gangguan panik.
Sebelum penambahan ziprasidone, pasien dengan asumsi clozapine pada
dosis rata rata 140.6 mg per hari ( kisaran 50 250 mg per hari ) untuk minimal
6 bulan. Semua pasien dengan status clozapine yang stabil & kontrol sebelumnya
telah menunjukkan konsentrasi plasma yang stabil. Lebih lagi, semua pasien telah
mengkonsumsi obat lainnya ( lihat tabel 3 ) untuk minimal periode 30 hari
sebelum inisiasi penelitian.





Ziprasidone ditambahkan pada terapi yang sedang berjalan dimulai dengan dosis
40 mg 2x per hari hingga dosis total akhir per hari 120 160 mg / hari ( dosis rata
rata : 155 mg / hari ).

3.2 Parameter Metabolik
Kadar kolesterol & trigliserida plasma diuji pada T0. Tidak ada pasien
yang menunjukkan disfungsi metabolik berat ( lihat Tabel 1 ). 1 pasien
mempunyai obesitas tingkat 2 ( BMI 36,6 ), 2 pasien mempunyai obesitas tingkat
1 ( BMI 30 & 32 ) , 3 pasien overweight ( BMI 27.7, 27 & 26 ) & 2 mempunyai
BMI normal ( lihat tabel 4 ).

3.3 Kadar Plasma Clozapine, Norclozapine dan Rasio Clozapine /
Norclozapine
Kadar plasma rata rata dari clozapine & norclozapine saat T0 berturut
turut 0.172 mg/L dan 0.143 mg/L. Kadar plasma rata rata dari clozapine &
norclozapine saat T1 berturut turut 0.304 mg/L dan 0.119 mg/L. Setelah
penambahan ziprasidone, dosis clozapine dikurangi pada 2 pasien & ditingkatkan
pada 3 pasien lain. Secara keseluruhan, kadar clozapine & norclozapine plasma
berfluktuasi pada setiap pasien secara iregular, & tidak bergantung dengan
modifikasi dosis.

3.4 Terapi yang Bersamaan
Setelah penambahan ziprasidone, pengobatan psikotropika yang
bersamaan dikurangi pada semua pasien kecuali pada 1 pasien ( lihat Tabel 2 ).

3.5 Penilaian Keparahan
Saat T1, mayortias pasien menunjukkan perbaikan yang signifikan dari
keparahan gejala sesuai yang dinilai dengan skala penilaian BPRS ( z = 2.52, P =
0.01 ), CGI ( z = 2.64, P < 0.01 ), dan HAM-D (z = 2.17, P = 0.03 ). Secara
spesifik, skor regio ansietas depresi BPRS rata rata menurun dari 11.4 saat T0
menjadi 8.1 saat T1 ; region anergi bervariasi dari 12.9 hingga 8.7 ; regio
gangguan pikiran menurun dari 13.4 menjadi 9.5 ; regio psikomotrisitas berubah
dari 5.9 menjadi 4.75 ; terakhir, perbaikan dari 7.7 saat T0 menjadi 5.7 saat T1
dideteksi dalam region kecurigaan permusuhan.
1 pasien menunjukkan skor HAM-D memburuk saat T1 dikarenakan kadar
psikis & ansietas somatik yang lebih tinggi. Pasien ini yang merupakan
didiagnosa dengan komorbid gangguan panik ( tabel 3 ).

3.6 Efek Samping
Tidak ada efek samping pengobatan yang muncul akibat dari resep
ziprasidone.

4. Data Pendukung
Pengurangan asam valproat memungkinkan pada 2 pasien ( nomor 8 ). 2
pasien dibutuhkan untuk menghentikan terapi litium dikarenakan berturutan
mulainya psoriasis & perburukan dari glomerulonefritis. Pada pasien 2,3,5 & 6
haloperidol ditangguhkan. Pada pasien 2, escitalopram juga dihentikan. Akhirnya,
bromperidol dihentikan pada pasien 7.

5. Diskusi
Efikasi & kemanan dari kombinasi ziprasidone clozapine pada pasien
dengan skizofrenial telah terbukti pada penelitian sebelumnya [ 11,37,44,7,58 ].
Efikasi dari ziprasidone sebagai terapi tunggal atau dalam kombinasi dengan
mood stabilizer pada pasien dengan gangguan bipolar I telah dilaporkan
sebelumnya [60,61]. Sebaliknya, penulis lain gagal untuk menunjukkan efikasi
dari ziprasidone untuk fase bipolar yang berbeda [54,62].
Untuk pengetahuan kita, penelitian ini merupakan penelitian pertama
untuk mengevaluasi efikasi & toleabilitas dari kombinasi clozapine ziprasidone
untuk instabilitas mood persisten & gejala psikotik pada pasien dengan kondisi
yang memberatkan berupa overweight & efek samping pengobatan lain yang
muncul.
Augmentasi dari clozapine dengan ziprasidone dihubungkan dengan
perbaikan jelas terdefinisi dari gejala psikotik maupun afektif. Dalam kenyataan,
semua pasien menunjukkan pengurangan skor pada regio BPRS yang berbeda &
perbaikan gejala depresif yang dinilai dengan HAM-D.
Penemuan kami mengkonfirmasi laporan sebelumnya yang mengusulkan
kemungkinan efek anti depresan dari ziprasidone pada pasien yang menderita dari
depresi bipolar tipe I atau tipe II [55,63]. Lebih jauh lagi, kami memperhatikan
bahwa penambahan dari ziprasidone menurunkan beban klinis dari efek samping
yang berhubungan dengan clozapine seperti sialorrhea & penambahan berat
badan.
Pada sampel kami, hanya 1 pasien dengan komorbid gangguan panik yang
memburuk setelah penambahan dari ziprasidone dikarenakan peningkatan skor
ansietas HAM-D. Hal ini mungkin mengesankan kewaspadaan atau titrasi dosis
yang berbeda dari ziprasidone pada subjek dengan gejala ansietas, sedikit kontras
dengan bukti terkontrol plasebo & open label sebelumnya mengenai efikasi
ziprasidone pada gangguan ansietas generalized ( GAD ) yang refrakter {64, 65].
Namun, pada penelitian double-blind controlled dalam GAD, ziprasidone
diresepkan hingga dosis lebih rendah yang fleksibel ( seperti 20 80 mg versus 80
160 mg per hari pada laporan kami ).
Kaushik, dkk. [66] menjelaskan kasus pada seorang pasien berusia 43
tahun dengan gangguan skizoafektif yang menunjukkan aktivasi psikomotor
setelah pemberian pengobatan ziprasidone dosis tinggi. Setelah 9 hari terapi
tunggal ziprasidone ( pada dosis 320 mg / hari ), penulis melaporkan munculnya
kegelisahaan psikomotor, iritabilitas, ansietas, & akatisia [66]. Berdasarkan data
yang tersedia dalam literatur & berdasarkan apa yang kita amati dalam sampel
kami, maupun dalam hubungan farmakodinamik dari ziprasidone, dapat menjadi
arguman bahwa dosis yang lebih rendah berhubungan dengan propoerti ansiolitik
& efek samping ekstrapiramidal yang lebih sedikit sementara dosis yang lebih
tinggai mungkin berhubungan dengan akatisia & hilangnya efek ansiolitik.

Seperti yang ditunjukkan oleh variasi non linear dari kadar plasma clozapine /
norclozapine sebelum & setelah pemberian ziprasidone, efikasi dari ziprasidone
tidak berhubungan dengan interaksi farmakokinetik dengan clozapine. Karena itu,
Ziegenbein, dkk. ( 2005 ) menunjukkkan bahwa ziprasidone & clozapine
menjalani jalur metabolik yang berbeda, dengan ziprasidone dimetabolisasi oleh
sistem sitokrom P40 & clozapine kebanyakan melalui oksidasi aldehyde [42,
67,68].
Penambahan kerja antagonis dopamine D2 dari ziprasidone dapat
meningkatkan blokade D2 yang relatif lemah yang diberikan oleh clozapine &
sebagian menerangkan perbaikan klinis yang diproduksi oleh kombinasi ini. Lebih
jauh lagi, ziprasidone menunjukkan property menghambat re-uptake serotonin &
noradrenaline & aktivitas agonis 5HT1C [67] ; hal ini menawarkan penjelasan
beralasan lainnya untuk keuntungan terhadap gejala mood psikomotor.
Ziprasidone ditoleransi dengan baik pada semua pasien. Tidak ada pasien
yang butuh untuk dihentikan obatnya dikarenakan efek samping pengobatan yang
muncul. Tambahan ziprasidone menghasilkan pengurangan BMI pada mayoritas
subjek, berdasarkan penemuan lain yang dipublikasikan [58,69], kecuali untuk 2
pasien yang mempunyai BMI normal pada penilaian awal.
Lebih lagi, ziprasidone dihubungan dengan penarikan antipsikotik yang
diberi bersamaan pada semua pasien kecuali pada 2 pasien ( lihat Tabel 2 ).
Penemuan penemuan ini menjanjikan sepadan dengan hasil dari percobaan
skizofrenia & penelitian skala kecil mengesankan bahwa ziprasidone dapat
memungkinkan pengurangan dosis / penghentian pengobatan lain yang
diresepkan, penurunan nafsu makan & bahkan membawa penurunan berat badan
yang cukup besar [57, 58,69].

6. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini merupakan serial kasus alami jangka pendek dari kombinasi
clozapine ziprasidone untuk pasien bipolar psikotik berat. Hasil yang
menjanjikan kami tunjukkan baik dalam perbaikan efikasi & kemampuan
tolerabilitas butuh dikonfirmasi dalam penelitian berukuran lebih besar & lebih
lama yang yang juga berfokus pada pencegahan relapse serta penilaian dari fungsi
global. Mengingat bahwa clozapine tidak diindikasikan untuk gangguan bipolar &
sebaiknya dipertimbangkan pengobatan penyelamatan yang luar biasa ,
kemungkinan sulit bahwa penelitian terkontrol akan dilakukan. Oleh karena itu,
pilihan kami akan berdasarkan kebanyaka pada pengalaman klinis & laporan
kasus.
Di masa depan, evaluasi yang lebih tepat dari dimensi psikopatologikal (
seperti kadar energi, mood, kerentanan terhadap psikosis, tidur, dll ) yang
dipengaruhi dengan penambahan ziprasidone akan menolong ketiadaan dari faktor
risiko lain untuk perpanjangan QTc / aritmia kardia, resep ziprasidone tidak
membutuhkan pengawasan EKG [70]. Namun, merupakan hal yang menarik
untuk menambah informasi mengenai variasi QTc pada penelitian berikutnya,
seperti Kuwilsky, dkk. (2010) telah mencatat elongasi QTc yang signifikan secara
statistik pada pasien skizofrenik yang diobati dengan asosiasi clozapine
ziprasidone [57].
Konflik Kepentingan
Penulis menyatakan tidak terdapat konflik kepentingan mengenai publikasi
penulisan ini.

Anda mungkin juga menyukai