Anda di halaman 1dari 27

ANALISIS POTENSI PAJAK HOTEL TERHADAP

REALISASI PENERIMAAN PAJAK HOTEL DI


KABUPATEN GUNUNGKIDUL
BETTY RAHAYU
EVI YULIA PURWANTI, SE, M.Si

ABSTRACT
Hotel tax is the ones tax of revenue that very important in Gunungkidul regency. Its for
territory revenue source or Native revenue Hotel. Tax hopes become priority source revenue
because condition and territory potential (lay out ) in Gunungkidul regency is support or
potential.but in the fact, Hotel Tax in Gunungkidul regency is very bad. Its indicate from value
and growth from year to year (2005 2009) is decreasing and negative growth value. Beside
that, diferent (infact ) between realization hotel tax of revenue with hotel tax of reneue it
happen. Its indicate that potential hotel tax is not territory source revenue yet .
The purpose from this research is for knows how big hotel tax potential in Gunungkidul
regency and how far the government take care for increase hotel tax potential and some of the
aspect for the increase that. To show that hotel tax potential used method which include tax rate
of hotel tax, average rate of rooms, amount of day and amount of romms in the hotel.
The result of research indicate that potential revenue and value of hotel tax is very big,
above of realization hotel tax of revenue value. Measuring of this comparison can be observe
from effectiveness hotel tax that the value always decrease from year to year (2005 2009 )even
the value not more than 5% every year. Result of research indicate that hotel tax in Gunungkidul
regency still far from the good quality. Both management system and some action as support the
government for the hotel tax increase.


Keywords : Hotel Tax, Potential Hotel Tax, Taxs Revenue of Hotel, Effectiveness Hotel
Tax, Gunungkidul Regency.











A.PENDAHULUAN
Penerimaan pemerintah daerah yang digunakan untuk membiayai pembangunan berasal
dari beberapa sumber, salah satu sumber penerimaan tersebut adalah pajak. Untuk dapat
membiayai dan memajukan daerah dapat ditempuh suatu kebijaksanaan dengan mengoptimalkan
penerimaan pajak, dimana setiap orang wajib membayar pajak sesuai dengan kewajibannya.
Salah satu pajak daerah yang potensinya semakin berkembang seiring dengan semakin
diperhatikannya komponen sektor jasa dan pariwisata dalam kebijakan pembangunan sehingga
dapat menunjang berkembangnya bisnis rekreasi (pariwisata) adalah pajak hotel. Semula
menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 pajak atas hotel disamakan dengan pajak
restoran dengan nama pajak hotel dan restoran. Namun, dengan adanya perubahan undang-
undang tentang pajak daerah dan retribusi, dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 34 Tahun
2000, pajak hotel dan pajak restoran dipisahkan menjadi jenis pajak yang berdiri sendiri. Ini
mengindikasikan besarnya potensi akan keberadaan pajak hotel dalam pembangunan suatu
daerah.
Dalam usaha menopang eksistensi otonomi daerah yang maju, sejahtera, mandiri dan
berkeadilan, suatu daerah dihadapkan pada suatu tantangan dalam mempersiapkan strategi dalam
perencanaan pembangunan yang akan diambil. Adanya Undang-Undang Otonomi Daerah
memberi peluang lebih banyak bagi daerah untuk menggali potensi sumber-sumber penerimaan
daerah dibanding peraturan-peraturan sebelumnya yang lebih banyak memberi keleluasaan pada
pemerintah di atasnya. Meskipun harus diakui bahwa kedua undang-undang itu dapat
merangsang daerah untuk melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi sumber-sumber
penerimaannya. Untuk itu diperlukan suatu perencanaan yang tepat dengan memperhatikan
potensi yang dimiliki terutama dalam mengidentifikasi keterkaitan antara sektor perdagangan,
hotel dan restoran dengan sektor yang lainnya.
Kabupaten Gunungkidul, salah satu kabupaten di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta,
memiliki potensi wisata berupa pantai, gua, pegunungan kars dan hutan wisata yang cukup
potensial untuk dikembangkan sehingga di sini sektor pariwisata dan beberapa sektor terkait,
misal sektor perdagangan dan penyediaan jasa, merupakan salah satu sumber pendapatan daerah
yang bisa digali dan terus dikembangkan. Adanya potensi wisata alam dan budaya yang
merupakan salah satu andalan Kabupaten Gunungkidul ini sudah selayaknya memberikan
kontribusi terhadap beberapa penerimaan pajak yang ada. Kontribusi penerimaan daerah tersebut
dapat berasal dari pajak maupun retribusi yang dipungut atas dasar pemberian jasa dan pelayanan
oleh tempat wisata di Kabupaten Gunungkidul. Akan tetapi kenyataan yang terjadi justru
penerimaan pajak daerah dari sisi pajak hotel dan pajak restoran hanya memiliki nilai kontribusi
yang kecil bahkan penerimaan pajak hotel yang ada memiliki angka pertumbuhan negatif.
Tabel 1.1 menggambarkan berbagai jenis pajak yang ada di Kabupaten Gunungkidul.
Terlihat bahwa dari sekian pajak yang ada, pajak hotel merupakan satu-satunya pajak yang
memiliki angka pertumbuhan yang negatif dengan nilai yang cukup besar yaitu negatif 72,3%.
Beberapa pajak yang lainnya selalu mengalami pertumbuhan yang cukup baik dari tahun ke
tahun sehingga angka pertumbuhan yang dihasilkan cukup tinggi bahkan pertumbuhan pajak
reklame mencapai 201,3% sepanjang tahun 2005-2009. Ini menjadi bukti bahwa pajak hotel
masih cukup tertinggal dalam proses pemaksimalan pemungutannya dibandingkan dengan pajak-
pajak daerah yang lain yang ada di Kabupaten Gunungkidul.
TABEL 1.1
Penerimaan Pajak Daerah
Kabupaten Gunungkidul Tahun 2005-2009
Jenis Pajak
Tahun Anggaran (Rp)
2005 2006 2007 2008 2009
Pertumbuhan
(%)
Pajak Hotel 40.169.363 9.645.000 36.092.165 11.190.000 11.140.000 -72,3
Pajak Restoran 38.821.100 42.296.525 46.283.650 46.608.650 45.342.900 16,8
Pajak Hiburan 12.750.400 11.840.000 16.176.000 13.863.000 15.584.000 22,2
Pajak Reklame 135.386.150 163.656.750 221.210.750 293.534.650 407.911.638 201,3
Pajak
Penerangan
Jalan 2.085.376.394 2.775.000.000 4.403.940.659 4.650.749.120 6.061.636.523 190,7
Pajak Bahan
Galian
Golongan C 284.490.360 387.552.233 381.679.100 473.861.019 334.151.022 17,5
Sumber : Pemda Kabupaten Gunungkidul, 2011
Berikut adalah gambaran pertumbuhan penerimaan pajak hotel dan kontribusinya terhadap
Pendapatan Asli Daerah (PAD).




TABEL 1.2
Kontribusi Terhadap PAD dan Pertumbuhan Penerimaan Pajak Hotel
Kabupaten Gunungkidul Tahun 2005-2009
Tahun
Anggaran
Realisasi
Pajak
Hotel
(Rp)
Pertumbuhan
Pajak Hotel

(%)
Pendapatan
Asli Daerah
(PAD)
(Rp)
Kontribusi
Pajak Hotel
Terhadap PAD
(%)
2005 40.169.363 - 2.647.093.767 1,52
2006 9.645.000 -75,99 3.399.690.508 0,28
2007 36.092.165 274,21 13.244.307.951 0,27
2008 11.190.000 -69 15.620.333.567 0,07
2009 11.140.000 -0,45 16.618.190.966 0,07
Sumber : data sekunder diolah, 2011
Pada tabel 1.3 dapat dilihat besarnya target yang diharapkan akan diterima oleh Pemerintah
Daerah Kabupaten Gunungkidul dibandingkan dengan besarnya realisasi penerimaan pajak hotel
yang terjadi serta proporsi target dari penerimaan Pajak Hotel terhadap realisasi penerimaan
Pajak Hotel, dimana terdapat selisih yang sangat besar antara keduanya dan menimbulkan
permasalahan dengan melihat pada persentase proporsi yang dihasilkan.
TABEL 1.3
Perkembangan Realisasi dan Target Penerimaan Pajak Hotel
Kabupaten Gunungkidul Tahun 2005-2009
Tahun
Anggaran
Realisasi Pajak
Hotel (Rp)
Target Pajak Hotel
(Rp)
Proporsi Target
Terhadap Realisasi
(%)
2005 40.169.363 28.950.000 72,07
2006 9.645.000 24.750.000 256,61
2007 36.092.165 8.750.000 24,24
2008 11.190.000 8.750.000 78,19
2009 11.140.000 10.000.000 89,77
Sumber : Pemda Kabupaten Gunungkidul, 2011
Gambar 1.1 adalah kurva yang menggambarkan perkembangan realisasi penerimaan pajak
hotel dibandingkan dengan target penerimaan pajak hotel yang ditetapkan oleh Pemerintah
Daerah Kabupaten Gunungkidul sepanjang tahun 2005 hingga tahun 2009 :


GAMBAR 1.1
Perkembangan Realisasi Pajak Hotel dan Target Pajak Hotel
Kabupaten Gunungkidul Tahun 2005-2009

Sumber : data sekunder diolah, 2011
Sektor Perdagangan dan Hotel merupakan sektor potensial di Kabupaten Gunungkidul,
sehingga dengan adanya potensi sumber daya yang tersedia diharapkan kontribusi yang
diberikan oleh sektor Perdagangan dan Hotel, khususnya hotel dapat memacu pembangunan
ekonomi di Kabupaten Gunungkidul dan pada akhirnya nanti dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat Kabupaten Gunungkidul. Untuk itu perlu dilakukan identifikasi mengenai variabel-
variabel yang terkait dengan usaha peningkatan penerimaan pajak hotel serta tindakan/usaha-
usaha yang kiranya perlu dilakukan dalam rangka memanfaatkan potensi pajak hotel yang belum
optimal. Lebih lanjut dijelaskan dalam Modul APBD (Yuniyarti, 2006), kebijakan dan strategi
yang dapat dilakukan pemerintah daerah untuk meningkatkan penerimaan daerah salah satunya
yaitu menghitung potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Rumusan Masalah
Dengan dimulainya era otonomi daerah yang ditandai dengan dikeluarkannya Undang-
Undang Nomor 22 dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 yang diperbaharui dengan
Undang-Undang Nomor 32 dan Nomor 33 Tahun 2004 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah maka masing-masing daerah berlomba-lomba menggali potensi penerimaan daerah yang
0
5000000
10000000
15000000
20000000
25000000
30000000
35000000
40000000
45000000
2005 2006 2007 2008 2009
R
e
a
l
i
s
a
s
i

&

A
n
g
g
a
r
a
n
Tahun Anggaran
Realisasi
Anggaran
dimilikinya untuk meningkatkan sumber pembiayaan pembangunan daerah. Potensi penerimaan
daerah ini dapat bersumber dari pajak daerah, retribusi daerah, penerimaan dari dinas, laba bersih
dari perusahaan daerah (BUMD) dan penerimaan lainnya.
Berdasarkan tabel 1.2 dan tabel 1.3 dijelaskan bahwa kontribusi pajak hotel terhadap
Pendapatan Asli Daerah (PAD) relatif mengalami penurunan. Bahkan pertumbuhan yang terjadi
juga relatif mengalami penurunan dengan nilai pertumbuhan yang negatif. Selain itu nilai
realisasi yang relatif selalu lebih besar daripada target menyebabkan timbulnya selisih yang
sangat besar antara realisasi penerimaan pajak hotel dengan penerimaan yang di targetkan oleh
Pemerintah Daerah Kabupaten Gunungkidul. Ini mengindikasikan kemungkinan bahwa potensi
pajak hotel belum tergali secara optimal berdasarkan potensi nyata yang dimiliki Kabupaten
Gunungkidul.
Dengan permasalahan di atas maka dapat dirumuskan beberapa pertanyaan penelitian sebagai
berikut:
a. Seberapa besar potensi pajak hotel yang dimiliki oleh Kabupaten Gunungkidul ?
b. Sejauh mana efektifitas pajak hotel yang ada di Kabupaten Gunungkidul ?
c. Bagaimana pengelolaan hotel-hotel yang ada di Kabupaten Gunungkidul guna meningkatkan
penerimaan pajak hotel?
B. TINJAUAN PUSTAKA
Dalam suatu negara pastilah terdapat pemerintahan yang berperan mengatur seluruh
kepentingan masyarakat dan dalam menjalankan roda pemerintahan diperlukan biaya yang
jumlahnya sangat besar untuk memperlancar jalannya pemerintahan tersebut. Biaya itu berasal
dari pendapatan-pendapatan pemerintah, yang salah satunya bersumber dari pajak.
Pajak adalah suatu cara Negara untuk membiayai pengeluaran secara umum disamping
kewajiban suatu warga Negara. Secara politik pajak merupakan partisipasi masyarakat dalam
proses pembangunan dan pertahanan menuju masyarakat yang berkeadilan. Oleh karena itu pajak
merupakan alat yang paling efektif dari kebijakan fiskal untuk menggerakkan partisipasi rakyat
kepada Negara.
Pajak juga dapat dipandang dari berbagai aspek, dari sudut pandang ekonomi pajak
merupakan alat untuk menggerakkan ekonomi yang digunakan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Pajak juga digunakan sebagai motor penggerak kehidupan ekonomi
rakyat. Dari sudut pandang hukum pajak adalah masalah keuangan Negara, sehingga diperlukan
peraturan-peraturan pemerintah untuk mengatur permasalahan keuangan Negara. Dari sudut
pandang keuangan pajak dipandang sebagai bagian yang sangat penting.
Dari pengertian-pengertian diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa unsur-unsur
pajak adalah :
1. Iuran masyarakat kepada negara, dimana swasta atau pihak lain tidak boleh memungut.
2. Berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dimana mempunyai kekuatan hukum.
3. Tanpa balas jasa (prestasi) dari negara yang dapat langsung ditunjuk.
4. Untuk membiayai pengeluaran pemerintah.
5. Apabila terdapat surplus dipakai untuk membiayai public investment.
Secara umum tujuan diberlakukannya pajak adalah untuk mencapai kondisi
meningkatnya ekonomi suatu Negara (1) untuk membatasi konsumsi dan dengan demikian
mentransfer sumber dari konsumsi (2) untuk mendorong tabungan dan menanam modal (3)
untuk mentransfer sumber dari tangan masyarakat ke tangan pemerintah sehingga
memungkinkan adanya investasi pemerintah (4) untuk memodifikasi pola investasi (5) untuk
mengurangi ketimpangan ekonomi (6) untuk memobilisasi surplus ekonomi (Nurksel, 1971
dalam Muklis, 2002).
Terdapat 2 (dua) fungsi pajak, yaitu fungsi budgetair (sumber keuangan negara) dan
fungsi regulerrend (mengatur), (Resmi,2004,h.2).
a. Fungsi Budgetary ( sumber keuangan negara )
Pajak mempunyai fungsi budgetary artinya pajak merupakan salah satu sumber penerimaan
pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan. Sebagai sumber
keuangan negara, pemerintah berupaya memasukkan uang sebanyak-banyaknya untuk kas
negara. Upaya tersebut ditempuh dengan cara ekstensifikasi maupun intensifikasi pemungutan
pajak melalui penyempurnaan peraturan berbagai jenis pajak.
b. Fungsi Regulatory ( mengatur )
Pajak mempunyai fungsi mengatur artinya pajak sebagai alat untuk mengatur atau
melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi, dan mencapai tujuan-
tujuan tertentu di luar bidang keuangan. Sebagai fungsi regulatory, yaitu megatur perekonomian
guna menuju pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat, mengadakan distribusi pendapatan serta
stabilitas ekonomi.
Dalam pembayaran pajak agar tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan maka harus
memenuhi beberapa syarat (Tjahjono dan Husein, 2005, h.17), yaitu :
1. Pemungutan pajak harus adil (syarat keadilan).
2. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang- undang (syarat yuridis).
3. Tidak menganggu perekonomian (syarat ekonomis).
4. Pemungutan pajak harus efisien (syarat finansial).
5. Sistem pemungutan pajak harus sederhana.
Menurut Davey (1988), terdapat empat kriteria untuk menilai potensi pajak daerah yaitu :
1. Kecukupan dan elastisitas
Adalah kemampuan untuk menghasilkan tambahan pendapatan agar dapat menutup tuntutan
yang sama atas kenaikan pengeluaran pemerintah dan dasar pengenaan pajaknya berkembang
secara otomatis. Contoh : karena terjadi inflasi maka akan terjadi kenaikan harga-harga juga ada
peningkatan jumlah penduduk dan bertambahnya pendapatan suatu daerah.
Dalam hal ini elastisitas mempunyai dua dimensi yaitu :
a. Pertumbuhan potensi dari dasar pengenaan pajak itu sendiri
b.Sebagai kemudahan untuk memungut pertumbuhan pajak tersebut
Elastisitas dapat diukur dengan membandingkan hasil penerimaan selama beberapa tahun dengan
perubahan-perubahan dalam indeks harga, penduduk maupun pendapatan nasional per kapita
(GNP).
2. Keadilan
Prinsip keadilan yang dimaksud disini adalah bahwa pengeluaran pemerintah haruslah
dipikul oleh semua golongan masyarakat sesuai dengan kekayaan dan kesanggupan masing-
masing golongan.
3. Kemampuan administrasi
Kemampuan administrasi yang dimaksud disini mengandung pengertian bahwa waktu yang
diberikan dan biaya yang dikeluarkan dalam menetapkan dan memungut pajak sebanding dengan
hasil yang mampu dicapai.
4. Kesepakatan politis
Kesepakatan politis diperlukan dalam pengenaan pajak, penetapan struktur tarif,
memutuskan siapa yang harus membayar dan bagaimana pajak tersebut ditetapkan dan
memberikan sanksi bagi yang melanggarnya
Pajak hotel adalah pajak atas pelayanan hotel. Pengertian hotel di sini termasuk juga
rumah penginapan yang memungut pembayaran. Pengenaan pajak hotel tidak mutlak ada pada
seluruh daerah kabupaten/kota yang ada di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan kewenangan
yang diberikan kepada pemerintah kabupaten/kota untuk mengenakan atau tidak mengenakan
suatu jenis pajak kabupaten/kota. Oleh karena itu, untuk dapat dipungut pada suatu daerah
kabupaten/kota, pemerintah daerah harus terlebih dahulu menerbitkan peraturan daerah tentang
pajak hotel. Peraturan itu akan menjadi landasan hukum operasional dalam teknis pelaksanaan
pengenaan dan pemungutan Pajak Hotel di daerah kabupaten atau kota yang bersangkutan
(Siahaan, 2005,h. 245).
Berdasarkan Perda No.3 tahun 2003 tentang pajak hotel dan Perda No. 4 tahun 2003
tentang restoran dijelaskan mengenai nama, objek, dan subjek pajak hotel dan restoran.
1. Dengan nama pajak hotel, restoran dan usaha sejenis dipungut atas pelayanan yang disediakan
dengan pembayaran di hotel, restoran dan usaha sejenis.
2. Subjek pajak adalah setiap pelayanan yang disediakan dengan pembayaran di hotel, restoran
dan usaha sejenis.
3. subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran atas pelayanan
hotel, restoran dan usaha sejenis.
Pemungutan pajak hotel di Indonesia saat ini didasarkan pada dasar hukum yang jelas
dan kuat sehingga harus dipatuhi oleh masyarakat dan pihak terkait. Adapun dasar hukum
tentang pajak hotel antara lain :
1. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 yang merupakan perubahan atas Undang-
Undang Noomor 18 Tahun 1997 tentang pajak daerah dan teribusi daerah.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang pajak daerah.
3. Peraturan daerah kabupaten/kota yang mengatur tentang pajak hotel.
4. Keputusan bupati/walikota yang mengatur tentang pajak hotel sebagai aturan pelaksanaan
peraturan daerah tentang pajak hotel pada kabupaten/kota dimaksud.
Dasar pengenaan pajak hotel adalah jumlah pembayaran yang dilakukan kepada hotel. Jika
pembayaran dipengaruhi oleh hubungan istimewa, harga jual atau penggantian dihitung atas
dasar harga pasar yang wajar pada saat pemakaian jasa hotel. Contoh hubungan istimewa adalah
orang pribadi atau badan yang menggunakan jasa hotel dengan pengusaha hotel, baik langsung
atau tidak langsung, berada di bawah pemilikan atau penguasaan orang pribadi atau badan yang
sama.
1. Pembayaran adalah jumlah uang yang harus dibayar oleh subjek pajak kepada wajib
pajak untuk harga jual jumlah uang yang dibayarkan maupun penggantian yang
seharusnya diminta wajib pajak sebagai penukaran atas pemakaian jasa tempat
penginapan dan fasilitas penunjang termasuk pula semua tambahan dengan nama apapun
juga dilakukan berkaitan dengan usaha hotel.
2. Tarif pajak hotel ditetapkan paling tinggi sebesar sepuluh persen dan ditetapkan dengan
peraturan daerah kabupaten/kota yang bersangkutan. Hal ini dimaksudkan untuk
memberikan keleluasaan kepada pemerintah kabupaten/kota untuk menetapkan tarif
pajak yang dipandang sesuai dengan kondisi masing-masing daerah kabupaten/kota.
Dengan demikian, setiap daerah kabupaten/kota diberi kewenangan untuk menetapkan
besarnya tarif pajak yang mungkin berbeda dengan kabupaten/kota lainnya, asalkan tidak
lebih dari sepuluh persen.
3. Besarnya pokok pajak hotel yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak
dengan dasar pengenaan pajak. Secara umum perhitungan pajak hotel adalah dengan
rumus sebagai berikut :
Pajak terutang = Tarif pajak X Dasar pengenaan pajak
= Tarif pajak X Jumlah pembayaran yang dilakukan kepada hotel
C. METODE PENELITIAN
Definisi operasional variabel :
1. Hotel adalah suatu usaha yang menggunakan suatu bangunan atau sebagian bangunan
yang disediakan secara khusus, untuk setiap orang dapat menginap, makan,
memperoleh pelayanan dan menggunakan fasilitas lainnya dengan pembayaran.
2. Hotel Bintang adalah suatu usaha yang menggunakan suatu bangunan atau sebagian
bangunan yang disediakan secara khusus, dimana setiap orang dapat menginap,
makan, memperoleh pelayanan dan menggunakan fasilitas lainnya dengan
pembayaran, dan telah memenuhi persyaratan sebagai hotel berbintang seperti yang
ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pariwisata.
Persyaratan tersebut antara lain mencakup :
a. Persyaratan fisik, seperti lokasi hotel, kondisi bangunan.
b. Bentuk pelayanan yang diberikan.
c. Kualifikasi tenaga kerja, seperti pendidikan dan kesejahteraan karyawan.
d. Fasilitas olahraga dan rekreasi lainnya yang tersedia.
e. Jumlah kamar yang tersedia.
3. Akomodasi lainnya adalah suatu usaha yang menggunakan suatu bangunan atau
sebagian bangunan yang disediakan secara khusus, dimana setiap orang dapat
menginap dengan atau tanpa makan dan memperoleh pelayanan serta menggunakan
fasilitas lainnya dengan pembayaran. Akomodasi lainnya meliputi : hotel melati yaitu
hotel yang belum memenuhi persyaratan sebagai hotel berbintang seperti yang
ditentukan Direktorat Jenderal Pariwisata, penginapan remaja, pondok wisata dan jasa
akomodasi lainnya.
a. Hotel Melati/Losmen/Penginapan adalah usaha pelayanan penginapan bagi
umum yang dikelola secara komersial dengan menggunakan sebagian atau
seluruh bagian bangunan.
b. Penginapan Remaja/Youth Hostel adalah usaha penyediaan jasa akomodasi
dalam rangka kegiatan pariwisata dengan tujuan untuk rekreasi, memperluas
pengetahuan / pengalaman dan perjalanan.
c. Pondok Wisata/Home Stay adalah usaha penyediaan jasa pelayanan
penginapan bagi umum dengan pembayaran harian, yang dilakukan
perseorangan dengan menggunakan sebagian dari tempat tinggalnya.
d. Jasa Akomodasi lainnya adalah usaha penyediaan jasa pelayanan penginapan
yang tidak termasuk pada Hotel Melati, Penginapan Remaja dan Pondok
Wisata misalnya Wisma, Gubuk Istirahat.
4. Potensi pajak hotel adalah hasil temuan pendataan di lapangan yang berkaitan dengan
jumlah serta frekuensi objek pajak yang kemudian dikalikan dengan tarif dasar pajak.
5. Penerimaan pajak hotel adalah penerimaan yang diterima oleh Pemerintah Daerah atas
pelayanan operasional yang dilakukan oleh hotel.
6. Tarif Kamar Rata-Rata adalah yang diterima hotel sebagai pendapatan, dihitung dengan
cara membagi pendapatan dari kamar dengan jumlah kamar yang ada.
7. Jumlah Kamar adalah banyaknya kamar yang ada dan tersedia untuk dihuni.
8. Tarif Pajak adalah besarnya tarif hotel yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah dan
besarnya sesuai dengan keputusan Pemerintah masing-masing daerah. Dalam
penelitian ini besarnya Tarif Pajak Hotel yang ditetapkan adalah sebesar 10%.
Populasi penelitian
Populasi adalah sekumpulan kasus yang perlu memenuhi syarat-syarat tertentu yang
berkaitan dengan masalah penelitian. Kasus-kasus tersebut dapat berupa orang, barang, binatang,
hal atau peristiwa ( Rahmanto, 2007, Mardalis, 2003:53). Populasi dalam penelitian ini adalah
semua hotel di Kabupaten Gunungkidul termasuk hotel pondok wisata, penginapan remaja
(youth hostel), melati, bintang 3 dan jasa akomodasi lainnya (yang tidak termasuuk pada hotel
melati, penginapan remaja, pondok wisata dan hotel bintang 3), yang berjumlah 44 unit di tahun
2005, 48 unit di tahun 2006 dan 2007, 54 unit di tahun 2008 dan 45 unit di tahun 2009. Dimana
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1. Fasilitas penginapan atau fasilitas tinggal jangka pendek.
2. Pelayanan penunjang sebagai kelengkapan fasilitas penginapan atau fasilitas tinggal
jangka pendek yang sifatnya memberi kemudahan dan kenyamanan.
3. Fasilitas olah raga dan hiburan yang disediakan khusus untuk tamu hotel dan bukan
untuk umum.
4. Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel.
5. Penjualan makanan dan minuman ditempat disertai dengan fasilitas penyantapan.
Dalam penelitian ini diambil responden dari seluruh populasi yang ada yaitu hotel
sebagai objek penelitian dan para pemilik ataupun para pengelola hotel sebagai sumber data
(responden) penelitian, selama tahun 2005 hingga tahun 2009.
Jenis dan Sumber Data
Dalam penelitian ini terdapat dua jenis data yang dikumpulkan yaitu data primer dan data
sekunder.
1. Data primer adalah data yang didapat dari sumber pertama, baik dari individu atau
perorangan seperti hasil wawancara atau hasil pengisian kuesioner yang biasa dilakukan
peneliti. Dalam penelitian ini data primer yang dikumpulkan adalah data harga sewa
kamar per malam, tingkat pemakaian kamar pada kondisi-kondisi tertentu, klasifikasi
hotel yang ada di Kabupaten Gunungkidul, lama menginap tamu hotel, sistem
pengelolaan hotel dan jumlah kamar yang ada.
2. Data sekunder adalah data yang diambil dari catatan atau sumber lain yang telah ada yang
sudah diolah oleh pihak ketiga, secara berkala (time series) untuk melihat perkembangan
objek penelitian selama periode tertentu. Dalam penelitian ini data sekunder yang
dikumpulkan adalah data realisasi dan target penerimaan pajak hotel, data pajak daerah,
data Pendapatan Asli Daerah (PAD), jumlah hotel dan jumlah kamar.
Data primer yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh langsung dari pihak pengelola
hotel/penginapan di Kabupaten Gunungkidul, sedangkan sumber data-data sekunder diperoleh
dari beberapa sumber, yaitu dari publikasi instansi-instansi pemerintah seperti :
1. Badan Pusat Statistik (BPS) Propinsi DIY
2. Pemerintah Daerah Kabupaten Gunungkidul Bidang Keuangan Anggaran Daerah
3. Pemerintah Daerah Kabupaten Gunungkidul Bidang Pajak Daerah
4. Badan Pariwisata Daerah Propinsi DIY
Metode Analisis
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :
1. Perhitungan Potensi
Analisis perhitungan potensi mutlak diperlukan dalam analisis menetapkan target
rasional. Dengan potensi yang ada, setelah dibandingkan penerimaan untuk masa yang akan
datang, maka akan didapatkan besarnya potensi yang terpendam, sehingga akan dapat
diperkirakan rencana tindakan apa yang akan dilakukan untuk menggali potensi yang terpendam
tersebut untuk menentukan berapa besarnya rencana penerimaan yang akan datang.
Untuk menghitung potensi pajak hotel digunakan rumus yang disampaikan oleh Harun
(2001) sebagai berikut :
PPH = A X B X C x D
Dimana :
A : Jumlah Kamar
B : Tarif kamar rata-rata
C : Jumlah hari
D : Tarif pajak hotel
Dalam perhitungan potensi Pajak Hotel digunakan beberapa asumsi untuk memberi
batasan dan definisi terkait variabel-variabel yang digunakan, antara lain :
a. Jumlah hari dalam 1 tahun : 360 hari (tahun takwim 360 hari)
b. Tarif Pajak Hotel : 10%
c. Tarif Harian Rata-Rata Kamar (Averrage Daily Rate) yang dipakai

2. Analisis Efektifitas
Menurut Devas (1989), efektifitas yaitu hubungan antara output dan tujuan atau dapat
juga dikatakan merupakan ukuran seberapa jauh tingkat output tertentu, kebijakan dan prosedur
dari organisasi. Efektifitas juga berhubungan dengan derajat keberhasilan suatu operasi pada
sektor publik sehingga suatu kegiatan dikatakan efektif jika kegiatan tersebut mempunyai
pengaruh besar terhadap kemampuan menyediakan pelayanan masyarakat yang merupakan
sasaran yang telah ditentukan (Simanjuntak, 2001). Efektifitas digunakan untuk mengukur
hubungan antara hasil pungutan suatu pajak dengan tujuan atau potensi riil yang telah dimiliki
suatu daerah (Mardiasmo dalam Hapsari, 2011, hal 65).
Untuk menghitung efektifitas pengelolaan pajak hotel digunakan rumus sebagai berikut :


100% .. (3.2)
Dari pengertian efektifitas tersebut dapat disimpulkan bahwa efektifitas bertujuan untuk
mengukur rasio keberhasilan, semakin basar rasio maka semakin efektif, standar minimal rasio
keberhasilan adalah 100% atau 1 (satu) dimana realisasi sama dengan target yang telah
ditentukan. Rasio dibawah standar minimal keberhasilan dapat dikatakan tidak efektif. Selama
ini belum ada ukuran baku mengenai kategori efektifitas, ukuran efektifitas biasanya dinyatakan
secara kualitatif dalam bentuk pernyataan saja. Tingkat efektifitas dapat digolongkan ke dalam
beberapa kategori yaitu :
1.Hasil perbandingan tingkat pencapaian diatas 100% berarti sangat efektif.
2.Hasil perbandingan tingkat pencapaian 100% berarti efektif.
3.Hasil perbandingan tingkat pencapaian dibawah 100% berarti tidak efektif.




D. HASIL DAN PEMBAHASAN
Identitas Responden
Sebelum mengadakan pembahasan dan pengujian, terlebih dahulu akan disajikan gambaran
mengenai diri responden dari hasil penelitian yang dapat dilihat sebagai berikut :
a. Pengelola Hotel
Dalam penelitian ini Pengelola Hotel merupakan unit analisis dimana subjek penelitian
adalah para pemilik atau pengelola hotel dan objek penelitian adalah beberapa variabel terkait
penelitian yaitu tarif kamar, jumlah kamar, besarnya tingkat hunian kamar dan sistem
pembayaran pajak hotel. Sedangkan sumber data adalah para pemilik ataupun para pengelola
hotel, yang kemudian disebut sebagai responden.
b. Klasifikasi Hotel
Hotel/penginapan di Kabupaten Gunungkidul letaknya sebagian besar terpusat di pusat kota
maupun di pusat wisata-wisata seperti pantai dengan jarak 25km dari pusat kota dan pusat
pemerintahan. Sebagian besar hotel/penginapan tersebut telah beroperasi selama 5-15 tahun.
Berikut ini dipaparkan mengenai jenis dan jumlah hotel yang ada di Kabupaten Gunungkidul
selama tahun 2005 2009.

Tabel 1.4
Klasifikasi dan Jumlah Hotel
Kabupaten Gunungkidul tahun 2005 2009
No Klasifikasi Hotel
Jumlah
2005 % 2006 % 2007 % 2008 % 2009 %
1 Penginapan 2 5 1 2 1 2 1 2 18 40
2 Penginapan Remaja 16 36 20 42 20 42 19 35 6 13
3 Gubuk Istirahat 7 16 5 10 5 10 4 7 0 0
4 Pondok Wisata 10 23 11 23 11 23 5 9 3 7
5 Hotel Melati 8 18 10 21 10 21 16 30 17 38
6 Hotel Bintang 3 1 2 1 2 1 2 0 0 0 0
7 Lainnya 0 0 0 0 0 0 9 17 1 2
Total 44 100 48 100 48 100 54 100 45 100
Sumber : Data sekunder diolah, 2011
Dari tabel 4.3 dapat diketahui klasifikasi dan jumlah hotel dalam penelitian ini sebagian
besar adalah Hotel Melati dan Penginapan Remaja, sedangkan jumlah yang paling sedikit adalah
Hotel Bintang 3 yang hanya ada satu. Di tahun 2009 jumlah hotel yang terbanyak adalah jenis
Penginapan dan hotel Melati dengan proporsi masing-masing sebesar 40% untuk jenis
Penginapan dan 38% untuk jenis hotel Melati. Dalam tahun-tahun terakhir ternyata ada beberapa
jenis hotel yang sudah non aktif, baik non aktif sementara maupun non aktif selamanya. Di tahun
2009 jenis Gubuk Istirahat dan Hotel Bintang 3 sudah tidak beroperasi lagi. Tidak beroperasinya
lagi kedua jenis hotel tersebut karena ada beberapa faktor antara lain bencana gempa bumi
membuat satu-satunya Hotel Bintang 3 di Kabupaten Gunungkidul tersebut mengalami
kerusakan yang sangat parah karena hotel tersebut terletak hampir berdekatan dengan pusat
gempa yaitu di perbatasan antara Kabupaten Gunungkidul dengan Kabupaten Bantul. Kerusakan
serta letaknya yang demikian membuat tingkat hunian hotel Bintang 3 ini turun drastis dan
perolehan penerimaannya tidak menutup biaya operasional perbaikan sehingga menyatakan non
aktif sementara.
Sedangkan untuk gubuk istirahat, menurut sumber di lapangan keberadaannya mulai
terpinggirkan bahkan menurut pengelola operasionalnya tidak memberikan keuntungan dan para
pengunjung lebih cenderung menggunakan jenis hotel Penginapan yang memiliki fasilitas lebih
baik namun dengan harga yang relatif hampir sama sehingga di tahun 2009 sudah tidak ada lagi
keberadaan Gubuk Istirahat.
Banyak terjadi perubahan jenis-jenis hotel atau peralihan kelas hotel, misalnya dari yang
tahun-tahun sebelumnya jenis wisma atau pondok wisata beralih menjadi jenis penginapan atau
hotel melati. Prospek jenis penginapan dan hotel melati di anggap lebih menjanjikan atau masih
tinggi minat tingkat huninya sehingga banyak para pengelola perhotelan yang mengubah jenis
ataupun kelas kamar hotelnya sehingga di tahun 2009 jenis hotel/penginapan terbanyak adalah
jenis Penginapan dan Hotel Melati sedangkan jenis Penginapan Remaja dan jenis Akomodasi
lainnya jumlahnya berkurang sangat signifikan.
Besarnya potensi Pajak Hotel di Kabupaten Gunungkidul dapat dihitung dari tahun ke
tahun dengan berdasar pada data-data yang ada terkait analisis serta beberapa asumsi yang
digunakan terkait perhotelan. Dalam perhitungan potensi Pajak Hotel diperlukan data-data
mengenai tarif rata-rata dari tiap kamar dan tiap jenis hotel serta jumlah kamar yang dihuni.
Perhitungan tarif rata-rata dari tiap kamar dan tiap jenis hotel serta banyaknya jumlah kamar
yang dihuni dapat dilihat pada Lampiran A.
Berdasarkan rumus perhitungan potensi Pajak Hotel yang telah disajikan di Bab III dan
tarif rata-rata yang ada serta berdasarkan beberapa asumsi yang digunakan maka dapat dihitung
besarnya potensi Pajak Hotel Kabupaten Gunungkidul setiap tahun selama tahun 20052009 dan
untuk perhitungan potensi Pajak Hotel tahun 2005 yaitu sebagai berikut :
Tabel 1.5
Perhitungan Potensi Pajak Hotel
Kabupaten Gunungkidul tahun 2005

Klasifikasi Hotel
Jumlah
Kamar (unit)
Tarif Rata-Rata
(Rp)
Potensi Pajak
(Rp)
Proporsi
(%)
Penginapan 11 29.833 11.813.868 0,94
Penginapan Remaja 121 51.519 224.416.764 17,94
Gubuk Istirahat 18 19.643 12.728.664 1,02
Pondok Wisata 101 37.779 137.364.444 10,98
Melati 91 35.426 116.055.576 9,28
Bintang 3 38 547.026 748.331.568 59,83
Total 380 1.250.710.884 100
Sumber : data primer dan sekunder diolah, 2011
Asumsi : jumlah hari (360 hari) dan tarif pajak 10%
Untuk perhitungan potensi Pajak Hotel Kabupaten Gunungkidul pada tahun 2006 adalah
sebagai berikut :
Tabel 1.6
Perhitungan Potensi Pajak Hotel
Kabupaten Gunungkidul tahun 2006
Klasifikasi Hotel
Jumlah
Kamar
(unit)
Tarif Rata-Rata
(Rp)
Potensi Pajak
(Rp)
Proporsi
(%)
Penginapan 3 10.000 1.080.000 0,17
Penginapan Remaja 144 22.679 117.567.936 18
Gubuk Istirahat 14 14.000 7.056.000 1,08
Pondok Wisata 105 21.274 80.415.720 12,31
Melati 114 31.734 130.236.336 19,94
Bintang 3 38 231.579 316.800.072 48,50
Total 418 653.156.064 100
Sumber : data primer dan sekunder diolah, 2011
Asumsi : jumlah hari (360 hari) dan tarif pajak 10%
Untuk perhitungan potensi Pajak Hotel Kabupaten Gunungkidul pada tahun 2007 sebagai
berikut :
Tabel 1.7
Perhitungan Potensi Pajak Hotel
Kabupaten Gunungkidul tahun 2007

Klasifikasi Hotel
Jumlah
Kamar
(unit)
Tarif Rata-Rata
(Rp)
Potensi
Pajak (Rp)
Proporsi
(%)
Penginapan 3 23.333 2.519.964 0,23
Penginapan Remaja 144 42.655 221.123.520 20,33
Gubuk Istirahat 14 23.750 11.970.000 1,10
Pondok Wisata 105 36.540 138.121.200 12,70
Melati 114 39.653 162.735.912 14,96
Bintang 3 38 402.947 551.231.496 50,68
Total 418 1.087.702.092 100
Sumber : data primer dan sekunder diolah, 2011
Asumsi : jumlah hari (360 hari) dan tarif pajak 10%
Untuk perhitungan potensi Pajak Hotel Kabupaten Gunungkidul di tahun 2008 adalah
sebagai berikut :
Tabel 1.8
Perhitungan Potensi Pajak Hotel
Kabupaten Gunungkidul tahun 2008
Klasifikasi Hotel
Jumlah
Kamar
(unit)
Tarif Rata-Rata
(Rp)
Potensi Pajak
(Rp)
Proporsi
(%)
Penginapan 3 50.000 5.400.000 0,73
Penginapan Remaja 138 59.197 294.090.696 39,57
Gubuk Istirahat 12 23.438 10.125.216 1,36
Pondok Wisata 61 42.684 93.734.064 12,61
Melati 158 48.541 276.101.208 37,15
Lainnya 48 36.852 63.680.256 8,57
Total 420 743.131.440 100
Sumber : data primer dan data sekunder diolah, 2011
Asumsi : jumlah hari (360) dan tarif pajak 10%
Untuk perhitungan potensi Pajak Hotel Kabupaten Gunungkidul di tahun 2009 adalah sebagai
berikut :
Tabel 1.9
Perhitungan Potensi Pajak Hotel
Kabupaten Gunungkidul tahun 2009
Klasifikasi Hotel
Jumlah
Kamar
(unit)
Tarif Rata-Rata
(Rp)
Potensi Pajak
(Rp)
Proporsi
(%)
Penginapan 127 65.772 300.709.584 36,91
Penginapan Remaja 56 47.434 95.626.944 11,74
Pondok Wisata 34 59.848 73.253.952 8,99
Melati 208 44.875 336.024.000 41,25
Lainnya 6 41.667 9.000.072 1,10
Total 431 814.614.552 100
Sumber : data primer dan sekunder diolah, 2011
Asumsi : jumlah hari (360 hari) dan tarif pajak 10%
Berikut adalah hasil kesimpulan dari uraian perhitungan potensi Pajak Hotel di Kabupaten
Gunungkidul selama tahun 2005 2009 :
Tabel 1.10
Potensi Pajak Hotel dan Pertumbuhan
Kabupaten Gunungkidul tahun 2005 2009
Tahun
Potensi Pajak
(Rp)
Pertumbuhan
(%)
2005 1.250.710.884 -
2006 653.156.064 -47,78
2007 1.087.702.092 66,53
2008 743.131.440 -31,68
2009 814.614.552 9,62
Sumber : data primer diolah, 2011
Dengan hasil perhitungan potensi Pajak Hotel yang diperoleh dan berdasarkan data-data
mengenai Realisasi Penerimaan Pajak Hotel serta Target Pajak Hotel yang ditetapkan oleh
Pemerintah Daerah Kabupaten Gunungkidul maka dapat dibuat suatu perbandingan antara
potensi Pajak Hotel dan realisasi penerimaan Pajak Hotel yang terjadi terhadap target
penerimaan Pajak Hotel yang ditetapkan.

Tabel 1.11
Perbandingan Potensi Pajak Hotel, Realisasi Penerimaan Pajak Hotel
terhadap Target Penerimaan Pajak Hotel, Potensi terhadap Realisasi
Kabupaten Gunungkidul tahun 2005 2009
Tahun Potensi (Rp)
Realisasi
(Rp)
Target
(Rp)
Proporsi
Potensi
terhadap
Target
(%)
Proporsi
Realisasi
terhadap
Target
(%)
Proporsi
Potensi
terhadap
Realisasi
(%)
2005 1,250,710,884 40,169,363 28,950,000 4320.25 138.75
3113.59
2006 653,156,064 9,645,000 24,750,000 2639.01 38.97 6771.97
2007 1,087,702,092 36,092,165 8,750,000 12430.88 412.48 3013.68
2008 743,131,440 11,190,000 8,750,000 8492.93 127.89 6641.03
2009 814,614,552 11,140,000 10,000,000 8146.15 111.40
7312.52
Sumber : data primer diolah, 2011
Besarnya Efektifitas Pajak Hotel di Kabupaten Gunungkidul pada tahun 2005 2009
adalah sebagai berikut
Tabel 1.12
Efektifitas Pajak Hotel
Kabupaten Gunungkidul tahun 2005 2009
Tahun
Realisasi
Penerimaan
(Rp)
Potensi Pajak
(Rp)
Efektifitas
(%)
Interpretasi
2005 40.169.363 1.250.710.884 3,21 Tidak Efektif
2006 9.645.000 653.156.064 1,48 Tidak Efektif
2007 36.092.165 1.087.702.092 3,32 Tidak Efektif
2008 11.190.000 743.131.440 1,51 Tidak Efektif
2009 11.140.000 814.614.552 1,37 Tidak Efektif
Sumber : data primer diolah, 2011
Berdasarkan hasil analisis perhitungan potensi Pajak Hotel di Kabupaten Gunungkidul
selama tahun 20052009 diketahui bahwa potensi Pajak Hotel yang ada sebenarnya sangat besar
nilainya bila dibandingkan dengan realisasi penerimaan Pajak Hotel yang terjadi. Ini
menunjukkan bahwa Pemerintah Daerah masih belum optimal/maksimal dalam menggali potensi
Pajak Hotel yang ada sehingga realitanya justru Pajak Hotel di Kabupaten Gunungkidul
termasuk pajak yang memberikan kontribusi kecil terhadap penerimaan daerah padahal
seharusnya mengingat Kabupaten Gunungkidul kaya akan potensi daerah dan menjadi Daerah
Tujuan Wisata (DTW) maka Pajak Hotel tentunya memberikan kontribusi besar terhadap
penerimaan daerah. Lebih mengkhawatirkan lagi ternyata nilai potensi Pajak Hotel di Kabupaten
Gunungkidul juga relatif mengalami penurunan dari tahun 2005 sampai 2009. Di tahun 2006,
baik nilai potensi maupun nilai realisasi penerimaan yang terjadi menurun cukup tajam. Hal ini
dikarenakan di tahun 2006 ini terjadi bencana alam gempa bumi sebesar 6,7 SR di Propinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta dengan pusat gempa berada di perbatasan antara Kabupaten
Gunungkidul dengan Kabupaten Bantul. Terjadinya gempa bumi yang dahsyat ini menimbulkan
banyak kerugian baik kerugian materiil maupun non materiil. Banyaknya infrastruktur yang
rusak dan menurunnya kunjungan wisatawan serta tingkat hunian hotel/penginapan secara
langsung mempengaruhi usaha akomodasi yang ada di Kabupaten Gunungkidul sehingga nilai
perolehan yang terjadi sangat kecil. Bahkan di tahun 2009 terdapat beberapa hotel/penginapan
non aktif sehingga ini mengurangi potensi dan realisasi Pajak Hotel yang terjadi.
Selisih yang cukup besar antara potensi Pajak Hotel yang ada dengan realisasi penerimaan
Pajak Hotel yang terjadi sangat meprihatinkan dan menjadi permasalahan yang cukup konkrit
sebenarnya bagi Kabupaten Gunungkidul karena penerimaan ini pada nantinya juga akan
menyangkut pembiayaan yang dilakukan. Selain itu berdasarkan tabel 4.10 dapat dilihat bahwa
proporsi potensi Pajak Hotel terhadap target Pajak Hotel yang ditetapkan oleh Pemerintah
Daerah jauh lebih besar daripada proporsi realisasi penerimaan Pajak Hotel terhadap target yang
ditetapkan bahkan proporsi potensi terhadap target tersebut mencapai digit ribuan. Ini adalah
suatu fakta bahwa terdapat potensi Pajak Hotel yang sangat besar sekali nilainya dan selama ini
Pemerintah Daerah sepertinya kurang memahami adanya potensi ini. Terbukti berdasarkan tren
yang digambarkan dalam gambar 1.1 terlihat bahwa sepertinya Pemerintah Daerah hanya
mengikuti tren tahun-tahun sebelumnya dalam penetapan target Pajak Hotel tahun anggaran
berikutnya sehingga pastilah realisasi penerimaan Pajak Hotel yang terjadi selalu mencapai
target yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah. Ini menjadi keadaan yang sungguh sangat
memprihatinkan sebenarnya bagi daerah tersebut karena Pemerintah Daerah hanya terpaku pada
pencapaian hasil tanpa memperhatikan situasi dan kondisi yang terjadi sebenarnya dan ini juga
menjadi suatu kerugian yang sangat besar bagi Kabupaten Gunungkidul karena penerimaan yang
selayaknya bernilai besar dan dapat menjadi sumber pembiayaan pembangunan daerah nyatanya
hanya terealisasi dengan nilai yang kecil sehingga proses pembangunan di Kabupaten
Gunungkidul terlihat agak tertinggal bila dibandingkan dengan kabupaten-kabupaten lainnya di
Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Efektifitas pajak hotel yang terjadi di Kabupaten Gunungkidul juga menunjukkan angka yang
sangat meprihatinkan. Nilai efektifitas pajak hotel terus mengalami penurunan dari tahun ke
tahun sepanjang tahun 2005-2009 bahkan angka efektifitas yang ada tidak lebih dari 5% setiap
tahunnya. Ini menunjukkan bahwa aktivitas pemungutan pajak hotel di Kabupaten Gunungkidul
masih jauh dari efektif. Jadi rasio antara realisasi penerimaan pajak hotel yang terjadi dengan
potensi pajak hotel yang ada bisa dikatakan belum berhasil. Efektif atau tidaknya aktivitas
pemungutan pajak hotel ini juga sangat bergantung kepada fiskus (pemungut pajak) serta peran
Pemerintah Daerah terkait.
Berbagai sumber permasalahan terjadinya selisih perolehan antara target,realisasi dan
potensi yang ada juga dapat ditinjau dari aspek administratif maupun dari sisi kredibilitas kinerja
aparatur Pemerintah Daerah bersangkutan. Berdasarkan hasil studi di lapangan diketahui bahwa
memang terdapat selisih dalam hal penentuan pajak yang harus dibayarkan oleh para wajib pajak
hotel. Data di lapangan menyebutkan bahwa para wajib pajak rata-rata hanya membayar Pajak
Hotel sebesar Rp 200.000 Rp 300.000 per tahun anggaran kepada Kantor Pajak, sedangkan
berdasarkan perhitungan yang dilakukan dengan berdasarkan data-data yang terdapat di lapangan
menghasilkan nilai potensi Pajak Hotel yang ada sampai sebesar puluhan juta untuk tiap jenis
hotel. Selain itu terdapat bentuk pembayaran yang harus dibayarkan para wajib pajak hotel selain
pajak hotel yaitu pajak wisata dengan nominal sebesar Rp 100.000 Rp 200.000 tiap masa
pajak. Bentuk pembayaran-pembayaran tersebut dibayarkan secara langsung kepada petugas
pajak di Kantor Pajak setempat. Terdapat perbedaan dalam penentuan pajak terbayar ini
mengindikasikan masih belum adanya akurasi dalam pelaksanaan pemungutan pajak daerah dan
pengelolaan suatu anggaran. Tujuan utama penyelenggaraan suatu kebijakan anggaran saat ini
hanya terpaku pada pencapaian target kerja saja sehingga adanya potensi-potensi dari pajak
daerah belum dimaksimalkan penggaliannya. Selain itu, penentuan Pajak Hotel oleh para
aparatur Pemerintah Daerah yang hanya berdasarkan pada tahun-tahun sebelumnya dalam
menentukan target penerimaan Pajak Hotel ini menyebabkan pencapaian ini bukan menjadi
ukuran efektifitas Pajak Hotel itu sendiri karena nilainya tidak mencerminkan keadaan yang
sesungguhnya terjadi.
Adanya aturan-aturan mengenai bagaimana perhitungan pajak hotel yang harus dibayarkan
dan berbagai bentuk pelaksanaan pemungutan dan pembayaran pajak hotel yang ada ternyata
tidak banyak diketahui oleh para pengelola hotel (wajib pajak). Para wajib pajak hanya
mengetahui bahwa setiap masa pajak harus membayarkan pajak hotel sebesar Rp 200.000 Rp
300.000 ke Kantor Pajak. Menurut beberapa sumber di lapangan menyebutkan bahwa
Pemerintah Daerah tidak pernah melakukan sosialisasi secara rinci terkait pajak hotel baik itu
perhitungan maupun pelaksanaan pemungutannya, bahkan aturan undang-undang terkait pajak
daerah khususnya pajak hotel tidak pernah didapatkan oleh para wajib pajak hotel.
Sejauh ini Pemerintah Daerah Kabupaten Gunungkidul telah melakukan berbagai tindakan
dan program dalam rangka peningkatan penerimaan daerah melalui pemungutan pajak-pajak
daerah yang ada. Sebagai bukti Kabupaten Gunungkidul telah dinobatkan sebagai Daerah Tujuan
Wisata (DTW) di Propinsi DIY, merupakan bentuk usaha Pemerintah Daerah dalam
mempromosikan dan mengembangkan daerahnya agar memberikan pemasukan berupa pajak-
pajak terkait seperti misalnya pajak hotel. Selain itu, pasca terjadinya gempa bumi di Kabupaten
Gunungkidul yang merusakkan hampir sebagian besar infrastruktur perhotelan yang ada,
Pemerintah Daerah memberikan bantuan pembangunan infrastruktur dalam bentuk material
maupun bantuan keuangan untuk proses rehabilitasi hotel/penginapan yang rusak.
Dari para pengelola sendiri selalu melakukan penyesuaian keadaan-keadaan yang terjadi
agar pendapatan hotelnya tetap stabil bahkan meningkat. Berbagai bentuk promosi dan hiburan
ditawarkan untuk selalu menarik para pengunjung hotel/penginapan. Ketika keadaan normal,
sepi, para pengelola hotel memberlakukan tarif kamar standar, akan tetapi ketika masa-masa
liburan atau hari-hari besar maka para pengelola hotel akan menaikkan tarif kamar mereka
hingga dua kali lipat karena berapapun tarif yang mereka pasang, para pengunjung tetap akan
memakai jasa hotel tersebut. Selain itu berbagai hiburan disajikan ketika masa-masa liburan
untuk lebih banyak menarik para pengunjung seperti misal kesenian daerah setempat yang
tentunya menarik bagi para pengunjung luar daerah. Fasilitas dan sarana kamar hotel yang
disajikan juga sangat berpengaruh terhadap pendapatan yang mereka peroleh. Ketika para
pengelola hotel mampu mnyediakan fasilitas yang lebih baik maka akan ditetapkan pula tarif
yang lebih tinggi. Para pengunjung tentunya juga akan lebih tertarik pada hotel/penginapan yang
memiliki fasilitas yang lebih lengkap.

E. KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian hasil analisis data dan pembahasan pada bab-bab sebelumnya, maka
diperoleh kesimpulan penelitian sebagai berikut :
1. Berdasarkan perhitungan diperoleh fakta bahwa terdapat selisih yang sangat besar antara
potensi Pajak Hotel yang ada dengan realisasi penerimaan Pajak Hotel yang terjadi.
2. Dengan melihat proporsi potensi Pajak Hotel dan realisasinya terhadap target Pajak Hotel
yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah menunjukkan bahwa Pemerintah Daerah tidak
memperhitungkan potensi yang ada dalam penetapan target Pajak Hotelnya serta belum
optimalnya penggalian potensi pajak yang ada.
3. Penetapan target penerimaan pajak hotel yang hanya didasarkan pada anggaran tahun-tahun
sebelumnya serta penetapan standar perhitungan pajak hotel yang harus dibayar yang tidak
jelas menyebabkan timbulnya ketidakakuratan dalam proses perhitungan pajak yang
seharusnya dibayarkan wajib pajak dan yang diterima fiskus.
4. Pelaksanaan pemungutan pajak hotel di Kabupaten Gunungkidul tergolong tidak efektif
karena nilai efektifitas yang ada tidak lebih dari 5%, jauh dibawah kriteria efektif yaitu
sebesar 100%.
5. Proporsi potensi terhadap target dan proporsi potensi terhadap realisasi yang mencapai angka
digit ribuan menunjukkan bahwa nilai potensi pajak hotel yang ada sangat besar. Begitu pula
proporsi realisasi terhadap target yang besar juga menunjukkan bahwa realisasi penerimaan
pajak hotel yang terjadi jauh lebih besar daripada target yang ditetapkan Pemerintah Daerah.
SARAN
Dari berbagai kesimpulan yang telah dirangkumkan di atas, sebagai masukan bagi Pemerintah
Daerah Kabupaten Gunungkidul dalam upaya peningkatan penerimaan Pajak Hotel, maka dapat
disarankan sebagai berikut :
1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa potensi pajak hotel yang ada berpengaruh sangat kuat
terhadap realisasi penerimaan pajak hotel yang terjadi sehingga akan lebih baik bila
Pemerintah Daerah Kabupaten Gunungkidul dalam penetapan pajaknya memperhatikan
aspek-aspek yang berpengaruh terhadap penerimaan pajak hotel, seperti besarnya tingkat
hunian kamar hotel, tarif rata-rata hotel dan jumlah kamar yang dimiliki hotel.
2. Dalam penentuan target penerimaan pajak hotel hendaknya tidak hanya berdasar pada
anggaran tahun-tahun sebelumnya saja tetapi juga memperhatikan potensi pajak hotel yang
ada serta keadaan yang terjadi di lapangan.
3. Dengan potensi yang dimiliki oleh Kabupaten Gunungkidul sebagai salah satu Daerah
Tujuan Wisata (DTW) di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, diharapkan Pemerintah
Daerah sigap dan tanggap dalam menyikapi keadaan yang ada agar menjadi peluang dalam
meningkatkan penerimaan daerah khususnya dari aspek pajak hotel sehingga dapat
meningkatkan pembangunan daerahnya.
4. Bagi peneliti selanjutnya disarankan untuk memakai variabel tingkat hunian dalam
perhitungan potensi agar memudahkan dalam perhitungan dan tidak menimbulkan
kemungkinan bias perhitungan.




















DAFTAR PUSTAKA

Acmad Tjahjono dan Muhammad Fachri Husein. 2005. Perpajakan. Jakarta : Akademi
Manajemen Perusahaan YKPN.

Agus Rahmanto. 2007. Efektifitas Pajak Hotel dan Kontribusinya terhadap Pajak Daerah di
Kabupaten Semarang tahun 2000-2004. Ekonomi : Universitas Negeri Semarang.

Anto Dajan. 1986. Pengantar Metode Statistik. Jakarta : LP3ES.

Armida Fentika. 2005. Intensifikasi Pajak Hotel Melalui Pengembangan Pariwisata di Kota
Tanjungpinang. Tesis Tidak Dipublikasikan. Semarang : Universitas Diponegoro.

Bambang Kesit Prakoso. 2005. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Yogyakarta :UII Press.

Davey, Nick. 1989. Pembiayaan Pemerintah Daerah Terjemahan Amanulah. Jakarta : UI Press.

Devas, K.J. Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia. Jakarta. UI Press.

Eno Suhendi. 2008. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Pajak Hotel dan
Restoran di Kota Yogyakarta tahun 1991-2005. Ekonomi : Universitas Islam Indonesia.

Haula Rosdiana dan Rasin Tarigan. 2005. Perpajakan : Teori dan Aplikasi. Jakarta : PT Raja
Grafindo Persada.

Indra Widhi Ardiyansyah. 2005. Analisis Kontribusi Pajak Hotel dan Restoran terhadap
Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Purworejo tahun 1989-2003. Ekonomi : Universitas
Islam Indonesia.

Mardiasmo. 2000. Perpajakan. Yogyakarta : Andi.

Marihot P. Siahaan. 2005. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada.

Nur Aini Yuniyarti. 2006. Modul Pembelajaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada.

Pemerintah Daerah Kabupaten Gunungkidul. 2006. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Kabupaten Gunungkidul Tahun Anggaran 2005. Gunungkidul.

Pemerintah Daerah Kabupaten Gunungkidul. 2007. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Kabupaten Gunungkidul Tahun Anggaran 2006. Gunungkidul.

Pemerintah Daerah Kabupaten Gunungkidul. 2008. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Kabupaten Gunungkidul Tahun Anggaran 2007. Gunungkidul.

Pemerintah Daerah Kabupaten Gunungkidul. 2009. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Kabupaten Gunungkidul Tahun Anggaran 2008. Gunungkidul

Pemerintah Daerah Kabupaten Gunungkidul. 2010. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Kabupaten Gunungkidul Tahun Anggaran 2009. Gunungkidul.

Purbayu Budi Santoso dan Retno Puji Rahayu. 2005. Analisis Pendapatan Asli Daerah dan
Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya Dalam Upaya Pelaksanaan Otonomi Daerah di
Kabupaten Kediri. Dinamika Pembangunan, Vol 2, No 1.

Purbayu Budi Santoso dan Muliawan Hamdani. 2007. Statistika Deskriptif Dalam Bidang
Ekonomi dan Niaga. Jakarta : Erlangga.

Rachmat Soemitro. 1986. Azaz dan Dasar Perpajakan I. Bandung : PT. Rafika Adi Tama.

Raharjo Nuryono. 2005. Potensi Pencapaian Pajak Restoran dan Pajak Hotel Berdasarkan
Peraturan Daerah Kota Bengkulu Nomor 20 Tahun 2002 Tentang Pajak Restoran dan
Nomor 21 Tahun 2002 Tentang Pajak Hotel. Majalah Keadilan, Vol 4, No 2.

Singgih Santoso. 2000. Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik. Jakarta : PT Elex Media
Kompatindo.

Siti Resmi. 2003. Perpajakan : Teori dan Kasus. Jakarta : Salemba Empat.

Syahri Alhusin. 2003. Aplikasi Statistik dengan SPSS 10 for Windows. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Sudarsono. 1988. Ekonomi Sumber Daya Manusia. Jakarta : Universitas Terbuka.

Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34
Tahun 2004 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Wahana Komputer. 2006. Pengolahan Data Statistik dengan SPSS 14. Jakarta : Salemba Infotek.

Wirawan Ilyas dan Waluyo. 2003. Perpajakan Indonesia. Jakarta : Salemba Empat.


Yusuf Wibisono. 2005. Metode Statistik. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.


. Direktori Hotel dan Akomodasi Lainnya DIY berbagai edisi. Yogyakarta :
Badan Pusat Statistik Propinsi DIY.

Anda mungkin juga menyukai