Anda di halaman 1dari 46

1

BAB I
LAPORAN KASUS

I. IDENTIFIKASI

Nama : Ny. P
Umur : 40 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Nama Suami : Tn. A
Pekerjaan Suami : TNI
Alamat : Jln. Koramil Tulung Selapan, OKI
MRS : 24 April 2014

II. ANAMNESIS (autoanamnesis tanggal 24 April 2014)
Keluhan Utama :
Keluar darah dari kemaluan.

Riwayat perjalanan penyakit :
Os mengeluh keluar darah dari kemaluan 6 bulan. Hilang timbul,
banyaknya bisa 3-4 kali ganti pembalut per hari. BAB dan BAK seperti
biasa. BB menurun, nafsu makan menurun, riwayat post coital bleeding (+),
riwayat nyeri menjalar ke punggung (+), riwayat penggunaan kontrasepsi
suntik 3 bulan sejak 3 tahun yang lalu. Suami tidak merokok. Os dibawa ke
RS AK Gani dan diberi obat, perdarahan berkurang. Os dibiopsi dan hasil
PA tanggal 16 April 2014 dengan hasil PA No. 576/P/2014.
Pada pemeriksaan PA ditemukan Squamous cell carcinoma papillary type,
tidak berkeratin berdiferensiasi sedang pada serviks.
Riwayat Perkawinan : 1 kali, menikah usia 19 tahun, lamanya 21 tahun.
2

Riwayat Reproduksi : P
4
A
0

1. Perempuan, 20 tahun
2. Laki-laki, 17 tahun
3. Perempuan, 7 tahun
4. Perempuan, 3 tahun
Siklus menstruasi 28 hari dan teratur.
Riwayat sosial ekonomi : Sedang
Riwayat gizi : Sedang
Riwayat penyakit yang pernah diderita :
R/ DM disangkal
R/ Hipertensi disangkal
R/ Penyakit jantung disangkal

III. PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Present (28 April 2014 pukul 08.30 WIB)
Keadaan umum : Sedang
Kesadaran : Compos mentis
Berat badan : 53 kg
Tinggi badan : 153 cm
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36,5
o
C

B. Status Ginekologi (28 April 2014 pukul 08.30 WIB)
Pemeriksaan Luar:
Abdomen datar, lemas, simetris, tinggi fundus uteri 3 jari di atas simphisis,
massa (-), nyeri tekan (+), tanda cairan bebas (-).
Pemeriksaan Dalam Vagina:
Inspekulo: portio berdungkul-dungkul, rapuh, mudah berdarah, terlihat masa
eksofitik ukuran 8x6x5 cm.
3

VT: portio berdungkul-dungkul, rapuh, mudah berdarah, terlihat massa
eksofitik ukuran 8x6x5 cm, infiltrasi sampai dengan 1/3 tengah vagina,
CUT 16 minggu, AP ka/ki tegang, CD tidak menonjol.
RT: TSA baik, mukosa licin, ampula berisi feses, CUT 16 minggu, AP
ka/ki tegang, CD tidak menonjol, CFS kanan 25% , CFS kiri 0%.


IV. DIAGNOSIS KERJA
Ca Serviks stadium IIIB dengan anemia sedang. Setelah di lakukan staging
oleh dr. H. Rizal Sanif, SpOG (K) pada tanggal 30 April 2014 didapatkan
hasil Ca Cervix stage IV.

V. PROGNOSIS
Dubia

VI. PENATALAKSANAAN
AWAL:
Cek darah rutin dan kimia darah
Ro thorax
BNO IVP
USG abdomen
CT scan abdomen
Clinical stagging
LANJUTAN:
IVFD RL gtt xx/menit
Injeksi cheftriaxone 2x1g (IV)
Injeksi asam tranexsamat 3x1 (IV)
Asam mefenamat 3x1 tab
Rencana transfusi PRC 3 kantong
Rencana kemoradiasi pacl, taxel carboplati
4


BAB II
PERMASALAHAN


1. Apakah diagnosis pada pasien ini sudah tepat?
2. Apakah penatalaksanaan karsinoma serviks pada pasien ini sudah tepat?
3. Apakah faktor predisposisi karsinoma serviks pada pasien ini?
4. Apakah prognosis pada pasien ini?



















5

BAB III
ANALISIS KASUS


Seorang wanita, 40 tahun, datang dengan keluhan keluar darah dari
kemaluan sejak 6 bulan SMRS yang bertambah banyak, banyaknya bisa 2 kali
ganti pembalut per hari. Os mengaku tidak sedang menstruasi. Trauma dan habis
berhubungan disangkal. Riwayat berganti pasangan disangkal. Riwayat pekerjaan
suami TNI. Suami Os tidak merokok. BAB dan BAK belum ada keluhan. Berat
badan os menurun, os tidak nafsu makan. 7 hari SMRS perdarahan dari
kemaluan makin banyak, hilang timbul, banyaknya 3 sampai 4 kali ganti
pembalut. Setelah 3 hari MRS, Os mengeluhkan nyeri saat BAK, terasa kemaluan
seperti akan keluar saat mengedan. Sesak napas tidak ada, nyeri perut kanan (-).
Nyeri yang menjalar dari pinggang hingga tungkai disangkal. Os dibawa ke RS
AK Gani dan diberi obat, perdarahan berkurang. Os kemudian dilakukan biopsi,
dan dirujuk ke RSMH.
Keluhan utama keluar darah dari kemaluan dalam waktu yang lama ini
mengarahkan kepada diagnosis banding karsinoma serviks dan mioma uteri.
Karsinoma serviks dan mioma uteri dapat bermanifestasi klinis keluar darah dari
kemaluan dan keputihan tetapi pada karsinoma serviks, darah yang keluar dan
keputihan yang dialami disertai bau akibat proses keganasan yang menimbulkan
nekrosis jaringan dan terjadi infeksi sekunder pada lesi, sedangkan pada mioma
uteri, darah yang keluar dari kemaluan dan keputihan tidak bau karena darah yang
keluar merupakan akibat vaskularisasi yang meningkat saja. Begitu juga dengan
keluhan post coital bleeding dan keluhan nyeri saat BAK, terjadi pada karsinoma
serviks. Jadi, kemungkinan diagnosis dari keluhan pasien adalah karsinoma
serviks.
Os yang menikah pada usia kurang 20 tahun dianggap terlalu muda untuk
melakukan hubungan seksual dan berisiko terkena kanker leher rahim 10-12 kali
lebih besar daripada mereka yang menikah pada usia > 20 tahun. Umumnya sel-
sel mukosa baru matang setelah wanita berusia 20 tahun ke atas. Pada usia muda,
6

sel-sel mukosa pada serviks belum matang. Artinya, masih rentan terhadap
rangsangan sehingga tidak siap menerima rangsangan dari luar termasuk zat-zat
kimia yang dibawa sperma. Karena masih rentan, sel-sel mukosa bisa berubah
sifat menjadi kanker. Sifat sel kanker selalu berubah setiap saat yaitu mati dan
tumbuh lagi. Dengan adanya rangsangan, sel bisa tumbuh lebih banyak dari sel
yang mati, sehingga perubahannya tidak seimbang lagi. Kelebihan sel ini akhirnya
bisa berubah sifat menjadi sel kanker
1,2
.
Usia os sekarang > 35 tahun mempunyai risiko tinggi terhadap kejadian
kanker leher rahim. Semakin tua usia seseorang, maka semakin meningkat risiko
terjadinya kanker leher rahim. Meningkatnya risiko kanker leher rahim pada usia
lanjut merupakan gabungan dari meningkatnya dan bertambah lamanya waktu
pemaparan terhadap karsinogen serta makin melemahnya sistem kekebalan tubuh
akibat usia
1,2
.
Pada kasus ini riwayat melahirkan sebanyak 4 kali. Semakin sering
melahirkan, semakin tinggi risiko pada wanita dengan banyak anak, apalagi
dengan jarak persalinan yang terlalu pendek. Dengan seringnya seorang ibu
melahirkan, maka akan berdampak pada seringnya terjadi perlukaan di organ
reproduksinya yang akhirnya dampak dari luka tersebut akan memudahkan
timbulnya Human Papilloma Virus (HPV) sebagai penyebab terjadinya penyakit
kanker leher rahim
1,2
.
Setelah melahirkan anak ke empat, os menggunakan kontrasepsi suntik
3 bulan. Penggunaan kontrasepsi yang dipakai dalam jangka lama yaitu lebih
dari 4 tahun dapat meningkatkan risiko kanker leher rahim 1,5-2,5 kali.
Kontrasepsi mungkin dapat meningkatkan risiko kanker leher rahim karena
jaringan leher rahim merupakan salah satu sasaran yang disukai oleh hormon
steroid perempuan
1,2
.
Pada pasien terdapat gangguan BAK, namun BAB tidak ada keluhan,
sesak napas tidak ada, nyeri perut kanan atas tidak ada, nafsu makan menurun,
penurunan berat badan drastis tidak ada. Keluhan ini ditanyakan bertujuan
mengetahui penyebaran karsinoma serviks yang dicurigai sebagai diagnosis pasien
ini dan gejala serta tanda keganasan berupa penurunan nafsu makan dan
7

penurunan bera badan drastis. Dari jawaban pasien, dapat disimpulkan terdapat
gangguan miksi yang kemungkinan disebabkan oleh ukuran tumor yang besar,
sehingga mengganggu aliran urin di ureter. Adanya penurunan nafsu makan dan
penurunan berat badan menunjukkan tanda-tanda penyakit kronis atau keganasan.
Pada pasien tidak terdapat keluhan nyeri pinggang, sehingga diagnosis metastase
ke ginjal dapat disingkirkan. Keluhan nyeri di perut kanan atas disangkal,
mengarahkan diagnosis tidak terdapat metastase ke hepar, tidak ada sesak napas
berarti tidak ada tanda-tanda metastase paru. Namun, anamnesis dan pemeriksaan
adanya metastase tersebut perlu dibuktikan dengan pemeriksaan penunjang.
Dari pemeriksaan fisik status present, BMI pasien 22,65, tanda-tanda
vital dan fungsi jantung, paru, dan hepar normal, pasien tak tampak anemia.
Kemudian dari pemeriksaan fisik status ginekologi, pemeriksaan luar
menunjukkan Abdomen datar, lembut, simetris, tinggi fundus uteri tidak teraba.
Maka pada pemeriksaan luar tak tampak adanya massa. Pemeriksaan dalam,
Inspekulo tampak portio berdungkul-dungkul, rapuh, mudah berdarah, terlihat
masa eksofitik ukuran 8x6x5 cm. Pada pemeriksaan VT teraba portio berdungkul-
dungkul, rapuh, mudah berdarah, terlihat massa eksofitik ukuran 8x6x5 cm, CUT
~N, AP ka/ki tegang, CD tidak menonjol. Dari RT didapatkan TSA baik, mukosa
licin, ampula recti kosong, MIL (-), CUT~N, AP ka/ki tegang, CD tidak menonjol,
CFS ka/ki 25% yang semakin mengarahkan diagnosis karsinoma serviks tipe
eksofitik stadium IIIA.
Pasien sudah dirawat di bangsal selama 18 hari, yaitu sejak tanggal 24
April 2014. Pada tanggal tersebut, pasien menjalani pemeriksaan lab dengan hasil
Hb 12,3 gr%, leukosit 15.200/mm
3
, trombosit 574.000. Laboratorium pasien
dalam batas normal, leukosit meningkat menandakan terdapat infeksi. Terhadap
hasil laboratorium ini pasien tidak mendapatkan terapi khusus.

Penegakkan diagnosis karsinoma serviks dilakukan melalui hasil PA.
Berdasarkan hasil PA tanggal 16 April 2014, sediaan biopsi pasien menunjukkan
Squamous Cell Carcinoma Papillary type, tidak berkeratin, dan berdiferensiasi
sedang pada seviks. Karsinoma serviks jenis sel skuamous terlihat sebagai jalinan
8

kelompok sel-sel yang berasal dari skuamosa dengan pertandukan atau tidak dan
kadang-kadang tumor itu sendiri berdiferensiasi buruk atau dari sel-sel yang
disebut small cell, berbentuk kumparan atau kecil serta bulat seta mempunyai
batas tumor stroma tidak jelas. Sel ini berasal dari sel basal atau reserved cell.
Hasil pemeriksaan biopsi dan patologi anatomi ini memastikan diagnosis
karsinoma serviks pada pasien ini
Pemeriksaan penunjang dilakukan rontgen paru tanggal 26 April 2014
yang menunjukkan tak tampak kelainan pada thorax. Pada tanggal 29 April 2014,
pasien menjalani pemeriksaan USG abdomen, hasil pemeriksaan pada USG
abdomen, didapat belum ada tanda-tanda metastasis hepar tetapi terdapat
hidronefrosis kanan dan hidroureter kanan. Hasil pemeriksaan USG abdomen
menunjukkan belum ada metastasis jauh ke hepar tetapi namun massa meluas ke
parametrium kanan sehingga menyebabkan hidronefrosis kanan (moderate) dan
hidroureter kanan. Pasien pun direncanakan CT Scan abdomen yang terjadwal
pada bulan Juli 2014.
Pasien karsinoma serviks stadium IV harus menjalani radioterapi eksterna
dilanjutkan radioterapi lokal atau kemoterapi seri VI. Radioterapi eksterna
ditujukan pada kelenjar getah bening dan penjalaran parametrium dinding
panggul. Untuk mengurangi efek samping, digunakan sinar energi megavolt,
misalnya Co 60 dengan dosis fraksinasi 200cGy/hr. Radiasi eksterna diberikan
dengan target primer berupa tumor dan uterus sedangkan target sekunder berupa
KGB pelvis dan KGB iliaka komunis. Target volume pada terapi ini adalah tumor
primer, kelenjar limfe pelvis dan iliaka komunis. Radiasi interna merupakan
radiasi dosis tinggi yang ditujukan pada tumor primer serviks. Hal ini dilakukan
dengan cara memasang sumber radiasi terhadap intrauterin dan vagina
(intrakaviter) dengan tetap mempertahankan radiasi pada rektum dan vesika
urinaria dipertahankan dalam dosis toleransi. Pemasangan radiasi interna
dilaksanakan dengan 2 metode, berupa metode konvensional (metode paris,
sockholm, manchester, dan implantasi interstitiel) serta metode afterloading.
Tujuan kombinasi radiasi eksterna dan lokal adalah:
9

1. Radiasi lokal (intrakaviter) dapat memberikan dosis tinggi pada serviks dan
korpus uteri tetapi dosis cepat menurun pada jaringan di sekitarnya, sehingga dosis
ke rektum, sigmoid, kandung kencing dan ureter dapat dibatasi sampai batas-batas
toleransi,
2. Kemungkinan timbulnya metastase limfogen pada karsinoma serviks uteri
cukup tinggi. Oleh karena itu kelenjar-kelenjar dalam panggul kecil harus
mendapat penyinaran juga. Dosis radiasi lokal cepat menurun di luar uterus,
sehingga dosis yang sampai pada kelenjar limfe sangat rendah. Untuk mencapai
dosis yang dapat mengamankan metastasis kelenjar limfe ini diperlukan
penyinaran luar yang dapat memberikan distribusi dosis yang merata pada daerah
yang lebih luas.
Terhadap terapi, terdapat 3 kelompok yang berbeda yaitu: 1. Penderita yang tidak
berespon terhadap terapi lini pertama, 2. Penderita dengan respon partial dan
kemudian mengalami progresifitas, 3. Penderita dengan remisi lengkap yang
mengalami rekuren. Pasien ini termasuk kelompok 2, yaitu respon partial dan
kemudian mengalami progresifitas karena keluhan pasien adalah semakin
banyaknya darah yang keluar dari kemaluan setelah 2 minggu menjalani
kemoterapi seri V.
Pada pasien, perlu dicari faktor risiko karsinoma serviks yang ada
sehingga dapat acuan sebagai salah satu faktor risiko yang ditemukan untuk
dilakukan pencegahan pada lingkup masyarakat yang lebih luas. Pasien ini
memiliki faktor risiko berupa usia tua dan frekuensi paritas tinggi. Pasien berumur
40 tahun dimana semakin tua usia seseorang, maka semakin meningkat risiko
terjadinya kanker leher rahim. Meningkatnya risiko kanker leher rahim pada usia
lanjut merupakan gabungan dari meningkatnya dan bertambah lamanya waktu
pemaparan terhadap karsinogen serta makin melemahnya sistem kekebalan tubuh
akibat usia. Frekuensi paritas pasien pun tinggi, yaitu 4 kali dimana semakin tinggi
risiko pada wanita dengan banyak anak, apalagi dengan jarak persalinan yang
terlalu pendek. Dengan seringnya seorang ibu melahirkan, maka akan berdampak
pada seringnya terjadi perlukaan di organ reproduksinya yang akhirnya dampak
10

dari luka tersebut akan memudahkan timbulnya Human Papilloma Virus (HPV)
sebagai penyebab terjadinya penyakit kanker leher rahim.
Faktor-faktor yang menentukan prognosis pasien adalah: umur, keadaan
umum, tingkat klinik keganasan, ciri histologi sel tumor, kemampuan tim
penolong, dan sarana pengobatan. Usia pasien tidak tergolong muda yang akan
dipengaruhi gabungan dari meningkatnya dan bertambah lamanya waktu
pemaparan terhadap karsinogen serta makin melemahnya sistem kekebalan tubuh
akibat usia. Keadaan umum pasien yang baik akan mendukung prognosis. Ciri
histologi sel tumor berupa Differentiated Squamous Cell Carsinoma Cervix yang
sudah mencapai stadium IV memberikan prognosis angka ketahanan hidup 5
tahun sebesar 30-40%. Kemampuan tim penolong dan sarana pengobatan
tergolong mendukung prognosis pasien ini.
















11

BAB IV
KESIMPULAN


1. Karsinoma serviks dan mioma uteri dapat bermanifestasi klinis keluar darah
dari kemaluan dan keputihan tetapi pada karsinoma serviks, darah yang keluar
dan keputihan yang dialami bau akibat proses keganasan yang menimbulkan
nekrosis jaringan dan terjadi infeksi sekunder pada lesi, sedangkan pada
mioma uteri, darah yang keluar dari kemaluan dan keputihan tidak bau karena
darah yang keluar merupakan akibat vaskularisasi yang meningkat saja. Begitu
juga dengan keluhan post coital bleeding dan nyeri yang menjalar dari
pinggang hingga tungkai, hanya terjadi pada karsinoma serviks.
2. Hasil pemeriksaan rontgen toraks dan USG abdomen menunjukkan belum ada
metastasis jauh ke paru dan hepar tetapi ada invasi ke ginjal. Sedangkan hasil
pemeriksaan biopsi dan patologi anatomi, yaitu Squamous cell carcinoma
papillary type, tidak berkeratin berdiferensiasi sedang pada serviks, memastikan
diagnosis karsinoma serviks pada pasien ini.
3. Dari pemeriksaan fisik status present, pasien tak tampak anemia. Kemudian
dari pemeriksaan fisik status ginekologi, pemeriksaan luar menunjukkan
abdomen datar, lemas, simetris, dan tanda cairan bebas (-). Pemeriksaan
inspekulo menunjukkan portio berdungkul-dungkul, rapuh, mudah berdarah,
eksofitik ukuran 8x6x5 cm, infiltrasi 1/3 distal vagina dan pemeriksaan VT
menunjukkan portio berdungkul-dungkul, rapuh, mudah berdarah, eksofitik
ukuran 8x6x5 cm, AP kanan tegang, AP kiri tegang, dan infiltrasi 1/3 distal
vagina yang semakin mengarahkan diagnosis karsinoma serviks tipe eksofitik
stadium IIIA serta pemeriksaan RT menunjukkan AP kanan tegang, AP kiri
tegang, dan CFS kanan 25%, CFS kiri 0% yang mengarahkan diagnosis
karsinoma serviks tipe eksofitik stadium III.
4. Anemia pada pasien perlu ditatalaksana dengan pemberian oksigen 2-3 l/m
untuk membantu mencukupi kebutuhan oksigen tubuh pada kondisi Hb yang
menurun, pemasangan IVFD RL gtt XX x/m untuk memudahkan pemberian
12

obat intravena, dan transfusi PRC 3x150 ml selama 4 hari untuk menaikkan
Hb menjadi 10 gr%. Sedangkan leukosit yang meningkat diterapi dengan
injeksi ceftriaxon 2x1 gr iv selama 7 hari. Untuk membantu menghantikan
perdarahan, dapat diberikan asam traneksamat 3x50 mg iv selama diperlukan.
5. Jika anemia sedang sudah teratasi, karena pasien didiagnosis karsinoma
serviks stadium IV, pasien harus menjalani radioterapi eksterna dilanjutkan
lokal atau kemoterapi. Terhadap terapi, terdapat 3 kelompok yang berbeda
yaitu: 1. Penderita yang tidak berespon terhadap terapi lini pertama, 2.
Penderita dengan respon partial dan kemudian mengalami progresifitas, 3.
Penderita dengan remisi lengkap yang mengalami rekuren. Pasien ini termasuk
kelompok 2, yaitu respon partial dan kemudian mengalami progresifitas
karena keluhan pasien adalah semakin banyaknya darah yang keluar dari
kemaluan setelah 2 minggu menjalani kemoterapi seri V.
6. Pada pasien, perlu dicari faktor risiko karsinoma serviks yang ada sehingga
dapat acuan sebagai salah satu faktor risiko yang ditemukan untuk dilakukan
pencegahan pada lingkup masyarakat yang lebih luas. Pasien ini memiliki
faktor risiko berupa usia tua dan frekuensi paritas tinggi.
7. Usia pasien tidak tergolong muda yang akan dipengaruhi gabungan dari
meningkatnya dan bertambah lamanya waktu pemaparan terhadap karsinogen
serta makin melemahnya sistem kekebalan tubuh akibat usia. Keadaan umum
pasien yang baik akan mendukung prognosis. Ciri histologi sel tumor berupa
Squamous Cell Carcinoma Papillary type, tidak berkeratin, dan
berdiferensiasi sedang pada seviks yang sudah mencapai stadium IV
memberikan prognosis angka ketahanan hidup 5 tahun sebesar 30-40%.
Kemampuan tim penolong dan sarana pengobatan tergolong mendukung
prognosis pasien ini.




13

BAB V
TINJAUAN PUSTAKA

5.1. Definisi
Kanker serviks merupakan kanker yang terjadi pada serviks atau leher
rahim, suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk
ke arah rahim, letaknya antara rahim (uterus) dan liang senggama atau vagina.
Kanker serviks adalah tumor ganas primer yang berasal dari metaplasia epitel di
daerah skuamokolumner junction yaitu daerah peralihan mukosa vagina dan
mukosa kanalis servikalis
1
.


Gambar 1. Kanker Serviks

5.2. Epidemiologi
Kanker serviks uteri merupakan kanker pada wanita nomor dua tersering di
seluruh dunia, yaitu 15% dari semua kanker pada wanita. Di negara berkembang
merupakan kanker yang terbanyak yaitu 20-39% dari semua kanker pada wanita.
Di negara maju frekuensinya hanya berkisar antara 4-6%. Di Indonesia, di antara
tumor ganas ginekologik, kanker serviks masih menduduki tingkat pertama.
Prevalensi umur penderita berkisar antara 30-60 tahun, terbanyak umur 45-50
tahun. Periode laten pada fase pre invasif menjadi invasif sekitar 10 tahun, hanya
9% dari penderita berumur 35 tahun yang menunjukan keganasan serviks uteri
pada saat terdiagnosis, sedangkan 53% dari karsinoma insitu terdapat pada wanita
di bawah umur 35 tahun
1
.


14

5.3. Etiologi
Penyebab utama kanker leher rahim adalah infeksi Human Papilloma Virus
(HPV). Saat ini terdapat 138 jenis HPV yang sudah dapat teridentifikasi yang 40
di antaranya dapat ditularkan lewat hubungan seksual. Beberapa tipe HPV virus
risiko rendah jarang menimbulkan kanker, sedangkan tipe yang lain bersifat virus
risiko tinggi. Baik tipe risiko tinggi maupun tipe risiko rendah dapat menyebabkan
pertumbuhan abnormal pada sel tetapi pada umumnya hanya HPV tipe risiko
tinggi yang dapat memicu kanker. Virus HPV risiko tinggi yang dapat ditularkan
melalui hubungan seksual adalah tipe 7,16, 18, 31, 33, 35, 39, 45, 51, 52, 56, 58,
59, 68, 69, dan mungkin masih terdapat beberapa tipe yang lain. Beberapa
penelitian mengemukakan bahwa lebih dari 90% kanker leher rahim disebabkan
oleh tipe 16 dan 18
1
.
Yang membedakan antara HPV risiko tinggi dengan HPV risiko rendah
adalah satu asam amino saja. Asam amino tersebut adalah aspartat pada HPV
risiko tinggi dan glisin pada HPV risiko rendah dan sedang. Dari kedua tipe ini
HPV 16 sendiri menyebabkan lebih dari 50% kanker leher rahim. Seseorang yang
sudah terkena infeksi HPV 16 memiliki risiko kemungkinan terkena kanker leher
rahim sebesar 5%. Dinyatakan pula bahwa tidak terdapat perbedaan probabilitas
terjadinya kanker serviks pada infeksi HPV-16 dan infeksi HPV-18 baik secara
sendiri-sendiri maupun bersamaan. Akan tetapi sifat onkogenik HPV-18 lebih
tinggi daripada HPV-16 yang dibuktikan pada sel kultur dimana transformasi
HPV-18 adalah 5 kali lebih besar dibandingkan dengan HPV-16. Selain itu,
didapatkan pula bahwa respon imun pada HPV-18 dapat meningkatkan virulensi
virus dimana mekanismenya belum jelas
1
.
HPV-16 berhubungan dengan squamous cell carcinoma cervix sedangkan
HPV-18 berhubungan dengan adenocarcinoma cervix. Prognosis dari
adenocarcinoma kanker serviks lebih buruk dibandingkan squamous cell
carcinoma. Peran infeksi HPV sebagai faktor risiko mayor kanker serviks telah
mendekati kesepakatan, tanpa mengecilkan arti faktor risiko minor seperti umur,
paritas, aktivitas seksual dini/perilaku seksual, dan merokok, pil kontrasepsi,
15

genetik, infeksi virus lain dan beberapa infeksi kronis lain pada serviks seperti
klamidia trakomatis dan HSV-2
1
.


Gambar 2. Human Papilloma Virus

5.4. Faktor Risiko
1. Usia > 35 tahun
Usia > 35 tahun mempunyai risiko tinggi terhadap kejadian kanker leher
rahim. Semakin tua usia seseorang, maka semakin tinggi tingkat
paparan. Meningkatnya risiko kanker leher rahim pada usia lanjut
merupakan gabungan dari meningkatnya dan bertambah lamanya waktu
pemaparan terhadap karsinogen serta makin melemahnya sistem
kekebalan tubuh akibat usia
1,2
.
2. Usia pertama kali menikah
Menikah pada usia kurang 20 tahun dianggap terlalu muda untuk
melakukan hubungan seksual dan berisiko terkena kanker leher rahim
10-12 kali lebih besar daripada mereka yang menikah pada usia > 20
tahun. Umumnya sel-sel mukosa baru matang setelah wanita berusia 20
tahun ke atas. Pada usia muda, sel-sel mukosa pada serviks belum
matang. Artinya, masih rentan terhadap rangsangan sehingga tidak siap
menerima rangsangan dari luar termasuk zat-zat kimia yang dibawa
sperma. Karena masih rentan, sel-sel mukosa bisa berubah sifat menjadi
kanker. Sifat sel kanker selalu berubah setiap saat yaitu mati dan tumbuh
lagi. Dengan adanya rangsangan, sel bisa tumbuh lebih banyak dari sel
16

yang mati, sehingga perubahannya tidak seimbang lagi. Kelebihan sel
ini akhirnya bisa berubah sifat menjadi sel kanker
1,2
.
3. Wanita dengan aktivitas seksual yang tinggi dan sering berganti-
ganti pasangan
Berganti-ganti pasangan akan memungkinkan tertularnya penyakit
kelamin, salah satunya Human Papilloma Virus (HPV). Virus ini akan
mengubah sel-sel di permukaan mukosa hingga membelah menjadi lebih
banyak sehingga tidak terkendali sehingga menjadi kanker
1,2
.
4. Wanita yang merokok
Wanita perokok memiliki risiko 2 kali lebih besar terkena kanker serviks
dibandingkan dengan wanita yang tidak merokok. Penelitian
menunjukkan, lendir serviks pada wanita perokok mengandung nikotin
dan zat-zat lainnya yang ada di dalam rokok. Zat-zat tersebut akan
menurunkan daya tahan serviks di samping merupakan ko-karsinogen
infeksi virus. Nikotin, mempermudah semua selaput lendir sel-sel tubuh
bereaksi atau menjadi terangsang, baik pada mukosa tenggorokan, paru-
paru, maupun serviks. Namun tidak diketahui dengan pasti berapa
banyak jumlah nikotin yang dikonsumsi yang bisa menyebabkan kanker
leher rahim
1,2
.
5. Riwayat penyakit kelamin seperti kutil genitalia
Wanita yang terkena penyakit akibat hubungan seksual berisiko terkena
virus HPV, karena virus HPV diduga sebagai penyebab utama terjadinya
kanker leher rahim sehingga wanita yang mempunyai riwayat penyakit
kelamin berisiko terkena kanker leher rahim
1,2
.
6. Paritas
Semakin tinggi risiko pada wanita dengan banyak anak, apalagi dengan
jarak persalinan yang terlalu pendek. Dengan seringnya seorang ibu
melahirkan, maka akan berdampak pada seringnya terjadi perlukaan di
organ reproduksinya yang akhirnya dampak dari luka tersebut akan
memudahkan timbulnya Human Papilloma Virus (HPV) sebagai
penyebab terjadinya penyakit kanker leher rahim
1,2
.
17

7. Penggunaan kontrasepsi oral dalam jangka waktu lama
Penggunaan kontrasepsi oral yang dipakai dalam jangka lama yaitu lebih
dari 4 tahun dapat meningkatkan risiko kanker leher rahim 1,5-2,5 kali.
Kontrasepsi oral mungkin dapat meningkatkan risiko kanker leher rahim
karena jaringan leher rahim merupakan salah satu sasaran yang disukai
oleh hormon steroid perempuan. Hingga tahun 2004, telah dilakukan
studi epidemiologis tentang hubungan antara kanker leher rahim dan
penggunaan kontrasepsi oral. Meskipun demikian, efek penggunaan
kontrasepsi oral terhadap risiko kanker leher rahim masih
kontroversional. Sebagai contoh, penelitian yang dilakukan oleh
Khasbiyah tahun 2004 dengan menggunakan studi kasus kontrol. Hasil
studi tidak menemukan adanya peningkatan risiko pada perempuan
pengguna atau mantan pengguna kontrasepsi oral karena hasil penelitian
tidak memperlihatkan hubungan dengan nilai p>0,05
1,2
.


Gambar 3. Kanker Serviks Dipengaruhi Berbagai Faktor

5.5. Patogenesis
Karsinoma serviks adalah penyakit yang progresif, mulai dengan intraepitel,
berubah menjadi neoplastik, dan akhirnya menjadi kanker serviks setelah 10 tahun
atau lebih. Secara histopatologi lesi pre invasif biasanya berkembang melalui
beberapa stadium displasia (ringan, sedang, dan berat) menjadi karsinoma insitu
18

dan akhirnya invasif. Berdasarkan karsinogenesis umum, proses perubahan
menjadi kanker diakibatkan oleh adanya mutasi gen pengendali siklus sel. Gen
pengendali tersebut adalah onkogen, tumor supressor gene, dan repair genes.
Onkogen dan tumor supresor gen mempunyai efek yang berlawanan dalam
karsinogenesis, dimana onkogen memperantarai timbulnya transformasi maligna,
sedangkan tumor supresor gen akan menghambat perkembangan tumor yang
diatur oleh gen yang terlibat dalam pertumbuhan sel. Meskipun kanker invasif
berkembang melalui perubahan intraepitel, tidak semua perubahan ini progres
menjadi invasif. Lesi pre invasif akan mengalami regresi secara spontan sebanyak
3 -35%
1,2
.
Bentuk ringan (displasia ringan dan sedang) mempunyai angka regresi yang
tinggi. Waktu yang diperlukan dari displasia menjadi karsinoma insitu (KIS)
berkisar antara 17 tahun, sedangkan waktu yang diperlukan dari karsinoma insitu
menjadi invasif adalah 320 tahun. Proses perkembangan kanker serviks
berlangsung lambat, diawali adanya perubahan displasia yang perlahan-lahan
menjadi progresif. Displasia ini dapat muncul bila ada aktivitas regenerasi epitel
yang meningkat misalnya akibat trauma mekanik atau kimiawi, infeksi virus atau
bakteri, dan gangguan keseimbangan hormon. Dalam jangka waktu 710 tahun
perkembangan tersebut menjadi bentuk pre invasif berkembang menjadi invasif
pada stroma serviks dengan adanya proses keganasan. Perluasan lesi di serviks
dapat menimbulkan luka, pertumbuhan yang eksofitik atau dapat berinfiltrasi ke
kanalis serviks. Lesi dapat meluas ke forniks, jaringan pada serviks, parametria,
dan akhirnya dapat menginvasi ke rektum dan atau vesika urinaria. Bila pembuluh
limfe terkena invasi, kanker dapat menyebar ke pembuluh getah bening pada
servikal dan parametria, kelenjar getah bening obtupator, iliaka eksterna dan
kelenjar getah bening hipogastrika. Dari sini tumor menyebar ke kelenjar getah
bening iliaka komunis dan pada aorta. Secara hematogen, tempat penyebaran
terutama adalah paru-paru, kelenjar getah bening mediastinum dan supravesikuler,
tulang, hepar, empedu, pankreas, dan otak
1,2
.
Virus DNA ini menyerang epitel permukaan serviks pada sel basal zona
transformasi, dibantu oleh faktor risiko lain mengakibatkan perubahan gen pada
19

molekul vital yang tidak dapat diperbaiki, menetap, dan kehilangan sifat serta
kontrol pertumbuhan sel normal sehingga terjadi keganasan. Berbagai jenis
protein diekspresikan oleh HPV yang pada dasarnya merupakan pendukung siklus
hidup alami virus tersebut. Protein tersebut adalah E1, E2, E4, E5, E6, dan E7
yang merupakan segmen Open Reading Frame (ORF). Di tingkat seluler, infeksi
HPV pada fase laten bersifat epigenetic. Pada infeksi fase laten, terjadi terjadi
ekspresi E1 dan E2 yang menstimulus ekspresi terutama terutama L1 selain L2
yang berfungsi pada replikasi dan perakitan virus baru. Virus baru tersebut
menginfeksi kembali sel epitel serviks. Di samping itu, pada infeksi fase laten ini
muncul reaksi imun tipe lambat dengan terbentuknya antibodi E1 dan E2 yang
mengakibatkan penurunan ekspresi E1 dan E2. Penurunan ekspresi E1 dan E2 dan
jumlah HPV lebih dari 50.000 virion per sel dapat mendorong terjadinya
integrasi antara DNA virus dengan DNA sel penjamu untuk kemudian infeksi
HPV memasuki fase aktif. Ekspresi E1 dan E2 rendah hilang pada pos integrasi ini
menstimulus ekspresi onkoprotein E6 dan E7
1,2
.
Dalam karsinogenesis kanker serviks terinfeksi HPV, protein 53 (p53)
sebagai supresor tumor diduga paling banyak berperan. Fungsi p53 wild type
sebagai negative control cell cycle dan guardian of genom mengalami degradasi
karena membentuk kompleks p53-E6 atau mutasi p53. Kompleks p53-E6 dan p53
mutan adalah stabil, sedangkan p53 wild type adalah labil dan hanya bertahan 20-
30 menit. Apabila terjadi degradasi fungsi p53 maka proses karsinogenesis
berjalan tanpa kontrol oleh p53. Oleh karena itu, p53 juga dapat dipakai sebagai
indikator prognosis molekuler untuk menilai baik perkembangan lesi pre-kanker
maupun keberhasilan terapi kanker serviks. Dengan demikian dapatlah
diasumsikan bahwa pada kanker serviks terinfeksi HPV terjadi peningkatan
kompleks p53-E6. Dengan pernyataan lain, terjadi penurunan p53 pada kanker
serviks terinfeksi HPV. Dan, seharusnya p53 dapat dipakai indikator molekuler
untuk menentukan prognosis kanker serviks
1,2
.

20


Gambar 4. Patogenesis HPV Menyebabkan Kanker Serviks


Gambar 5. Patogenesis Kimia, Radiasi, HPV, dan Konrasepsi
Oral Menyebabkan Kanker Serviks

Penyebaran karsinoma serviks terjadi melalui tiga jalan yaitu
perkontinuitatum ke dalam vagina, septum rektovaginal, dan dasar kandung
kemih. Penyebaran secara limfogen terjadi terutama paraservikal dalam
parametrium, dan stasiun-stasiun kelenjar di pelvis minor, baru kemudian
21

mengenai kelenjar para aortae terkena dan baru terjadi penyebaran hematogen
(paru, hepar, tulang)
1-4
.
Secara limfogen melalui pembuluh getah bening menuju tiga arah, yaitu
1-4
:
1. Fornices dan dinding vagina
2. Korpus uteri
3. Parametrium dan dalam tingkatan lebih lanjut menginfiltrasi septum
rektovagina dan kandung kemih
Penyebaran limfogen ke parametrium akan menuju kelenjar kelenjar limfe
regional melalui ligamentum latum, kelenjar iliaka, obturator, hipogastrika,
parasakral, paraaorta, dan seterusnya ke trunkus limfatik di kanan dan vena
subklvia di kiri mencapai paru, hati, tulang serta otak
4
.

5.6. Patologi
Karsinoma serviks timbul dibatasi antara epitel yang melapisi ektoserviks
(portio) dan endoserviks kanalis serviks yang disebut skuamokolumnar junction
(SCJ). Pada wanita muda SCJ terletak di luar OUE, sedang pada wanita di atas 35
tahun, di dalam kanalis serviks
3,4
.


Gambar 6. Squamoqolumnar J unction pada Berbagai Usia

22


Gambar 7. Transformasi Sel Regio Servikal pada Karsinoma Serviks

Tumor dapat tumbuh dalam berbagai bentuk, antara lain
1-4
:
1. Eksofitik
Mulai dari SCJ ke arah lumen vagina sebagai massa proliferatif yang
mengalami infeksi sekunder dan nekrosis.


Gambar 8. Lesi Eksofitik Serviks

2. Endofitik
Mulai dari SCJ tumbuh kedalam stroma serviks dan cenderung infitratif
membentuk ulkus.
3. Ulseratif
Mulai dari SCJ dan cenderung merusak struktur jaringan pelvis dengan
melibatkan fornices vagina untuk menjadi ulkus yang luas. Serviks normal
secara alami mengalami metaplasi, erosi akibat saling desak kedua jenis
epitel yang melapisinya. Dengan masuknya mutagen, portio yang erosif
23

(metaplasia skuamous) yang semula faali berubah menjadi patologik
(diplatik-diskariotik) melalui tingkatan NIS-I, II, III, dan KIS untuk
akhirnya menjadi karsinoma invasif. Sekali menjadi mikroinvasif, proses
keganasan akan berjalan terus.

Jenis skuamosa merupakan jenis yang paling sering ditemukan, yaitu
90% merupakan karsinoma sel skuamosa (KSS), adenokarsinoma 5%, dan jenis
lain sebanyak 5%. Karsinoma skuamosa terlihat sebagai jalinan kelompok sel-sel
yang berasal dari skuamosa dengan pertandukan atau tidak, dan kadang-kadang
tumor itu sendiri berdiferensiasi buruk atau dari sel-sel yang disebut small cell,
berbentuk kumparan atau kecil serta bulat seta mempunyai batas tumor stroma
tidak jelas. Sel ini berasal dari sel basal atau reserved cell. Sedang
adenokarsinoma terlihat sebagai sel-sel yang berasal dari epitel torak endoserviks,
atau dari kelenjar endoserviks yang mengeluarkan mukus. Klasifikasi histologik
kanker serviks ada beberapa, di antaranya
1-4
:
1. Squamous carcinoma
a. Keratinizing
b. Large cell non keratinizing
c. Small cell non keratinizing
d. Verrucous


Gambar 9. Squamous Cell Carcinoma Cervical
24


2. Adenocarcinoma
a. Endocervical
b. Endometroid (adenocanthoma)
c. Clear cell - paramesonephric
d. Clear cell - mesonephric
e. Serous
f. Intestinal
3. Mixed carcinoma
a. Adenosquamous
b. Mucoepidermoid
c. Glossy cell
d. Adenoid cystic
e. Undifferentiated carcinoma
f. Carcinoma tumor
g. Malignant melanoma
h. Maliganant non-epithelial tumors
- Sarcoma : mixed mullerian, leiomysarcoma, rhabdomyosarcoma
- Lymphoma

5.7. Penegakan Diagnosis
Diagnosis kanker serviks tidaklah sulit apalagi tingkatannya sudah lanjut.
Yang menjadi masalah adalah bagaimana melakukan skrining untuk mencegah
kanker serviks, dilakukan dengan deteksi, eradikasi, dan pengamatan terhadap lesi
prakanker serviks. Kemampuan untuk mendeteksi dini kanker serviks disertai
dengan kemampuan dalam penatalaksanaan yang tepat akan dapat menurunkan
angka kematian akibat kanker serviks
3-5
.
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, dapat ditemukan
3-5
:
1. Keputihan. Keputihan merupakan gejala yang paling sering ditemukan,
berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan. Dalam hal
demikian, pertumbuhan tumor menjadi ulseratif
3-5
.
25

2. Pendarahan kontak merupakan 75-80% gejala karsinoma serviks.
Perdarahan timbul akibat terbukanya pembuluh darah, yang makin lama
makin sering terjadi di luar senggama. Biasanya timbul gejala berupa
ketidak teraturannya siklus haid, amenorhea, hipermenorhea, dan
penyaluran sekret vagina yang sering atau perdarahan intermenstrual,
post koitus serta latihan berat. Perdarahan yang khas terjadi pada
penyakit ini yaitu darah yang keluar berbentuk mukoid
3-5
.
3. Rasa nyeri, terjadi akibat infiltrasi sel tumor ke serabut saraf. Nyeri
dirasakan dapat menjalar ke ekstermitas bagian bawah dari daerah
lumbal
3-5
.
4. Pada tahap lanjut, gejala yang mungkin dan biasa timbul lebih
bervariasi, sekret dari vagina berwarna kuning, berbau, dan terjadinya
iritasi vagina serta mukosa vulva. Perdarahan pervagina akan makin
sering terjadi dan nyeri makin progresif. Menurut Baird tahun 1991
tidak ada tanda-tanda khusus yang terjadi pada klien kanker serviks.
Perdarahan setelah koitus atau pemeriksaan dalam merupakan gejala
yang sering terjadi. Karakteristik darah yang keluar berwarna merah
terang dapat bervariasi dari yang cair sampai menggumpal. Gejala lebih
lanjut meliputi nyeri yang menjalar sampai kaki, hematuria, dan gagal
ginjal dapat terjadi karena obstruksi ureter. Perdarahan rektum dapat
terjadi karena penyebaran sel kanker yang juga merupakan gejala
penyakit lanjut
3-5
.

Stadium klinik seharusnya tidak berubah setelah beberapa kali pemeriksaan.
Apabila ada keraguan pada stadiumnya maka stadium yang lebih dini dianjurkan.
Pemeriksaan berikut dianjurkan untuk membantu penegakkan diagnosis seperti
palpasi, inspeksi, kolposkopi, kuretase endoserviks, histeroskopi, sistoskopi,
proktoskopi, intravenous urography, dan pemeriksaan X-ray untuk paru-paru dan
tulang. Kecurigaan infiltrasi pada kandung kemih dan saluran pencernaan
sebaiknya dipastikan dengan biopsi. Konisasi dan amputasi serviks dapat
dilakukan untuk pemeriksaan klinis. Interpretasi dari limfangografi, arteriografi,
26

venografi, laparoskopi, ultrasonografi, CT scan dan MRI sampai saat ini belum
dapat digunakan secara baik untuk staging karsinoma atau deteksi penyebaran
karsinoma karena hasilnya yang sangat subjektif. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan sebagai berikut
3-5
:
1. Pemeriksaan Pap smear
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi sel kanker lebih awal pada
pasien yang tidak memberikan keluhan. Sel kanker dapat diketahui pada
sekret yang diambil dari porsi serviks yang mengandung komponen
ektoserviks dan endoserviks. Pemeriksaan ini harus mulai dilakukan pada
wanita usia 18 tahun atau ketika telah melakukan aktivitas seksual sebelum
itu. Setelah tiga kali hasil pemeriksaan pap smear setiap tiga tahun sekali
sampai usia 65 tahun. Pap smear dapat mendeteksi sampai 90% kasus kanker
leher rahim secara akurat dan dengan biaya yang tidak mahal, akibatnya
angka kematian akibat kanker leher rahim pun menurun sampai lebih dari
50%. Setiap wanita yang telah aktif secara seksual sebaiknya menjalani pap
smear secara teratur yaitu 1 kali setiap tahun. Apabila selama 3 kali berturut-
turut menunjukkan hasil pemeriksaan yang normal, maka pemeriksaan pap
smear bisa dilakukan setiap 2 atau 3 tahun sekali.


Gambar 10. Pemeriksaan Paps Smear

27

Hasil pemeriksaan pap smear adalah sebagai berikut:
1. Normal
2. Displasia ringan (perubahan dini yang belum bersifat ganas)
3. Displasia berat (perubahan lanjut yang belum bersifat ganas)
4. Karsinoma in situ (kanker terbatas pada lapisan serviks paling luar)
5. Kanker invasif (kanker telah menyebar ke lapisan serviks yang lebih
dalam atau ke organ tubuh lainnya)


Gambar 11. Perubahan Serviks dari Normal sampai Kanker Insit

Tabel 1. Kategorisasi Diagnosis Deskriptif Pap smear berdasarkan
Sistem Bethesda

28


Tabel 2. Waktu Progresifitas Displasia
Tingkat displasia Waktu dalam bulan
Sangat ringan 85 ( + 7 tahun)
Ringan 58 ( + 5 tahun)
Sedang 38 ( + 3 tahun)
Berat 12 ( + 1 tahun)
KIS menjadi invasif 3-20 tahun

2. Pemeriksaan DNA HPV
Pemeriksaan ini dimasukkan pada skrining bersama-sama dengan
Paps smear untuk wanita dengan usia di atas 30 tahun. Penelitian dalam
skala besar mendapatkan bahwa Paps smear negatif disertai DNA HPV yang
negatif mengindikasikan tidak akan ada CIN 3 sebanyak hampir 100%.
Kombinasi pemeriksaan ini dianjurkan untuk wanita dengan umur diatas 30
tahun karena prevalensi infeksi HPV menurun sejalan dengan waktu. Infeksi
HPV pada usia 29 tahun atau lebih dengan ASCUS hanya 31,2% sementara
infeksi ini meningkat sampai 65% pada usia 28 tahun atau lebih muda.
Walaupun infeksi ini sangat sering pada wanita muda yang aktif secara
seksual tetapi nantinya akan mereda seiring dengan waktu. Sehingga, deteksi
DNA HPV yang positif yang ditentukan kemudian lebih dianggap sebagai
HPV yang persisten. Apabila hal ini dialami pada wanita dengan usia yang
lebih tua maka akan terjadi peningkatan risiko kanker serviks.
3. Kolposkopi
Kolposkopi adalah pemeriksaan dengan menggunakan kolposkop,
yaitu suatu alat seperti mikroskop bertenaga rendah dengan sumber cahaya di
dalamnya. Pemeriksaan kolposkopi merupakan pemeriksaan standar bila
ditemukan pap smear yang abnormal. Pemeriksaan dengan kolposkopi,
merupakan pemeriksaan dengan pembesaran, melihat kelainan epitel serviks,
29

pembuluh darah setelah pemberian asam asetat. Pemeriksaan kolposkopi
tidak hanya terbatas pada serviks, tetapi pemeriksaan meliputi vulva dan
vagina. Tujuan pemeriksaan kolposkopi bukan untuk membuat diagnosa
histologik, tetapi untuk menentukan kapan dan dimana biopsi harus
dilakukan.


Gambar 12. Kolposkopi

4. Biopsi
Biopsi dilakukan jika pada pemeriksaan panggul tampak suatu
pertumbuhan atau luka pada serviks, atau jika hasil pemeriksaan pap smear
menunjukkan suatu abnormalitas atau kanker. Biopsi ini dilakukan untuk
melengkapi hasil pap smear. Teknik yang biasa dilakukan adalah punch
biopsi yang tidak memerlukan anestesi dan teknik cone biopsy yang
menggunakan anestesi. Biopsi dilakukan untuk mengetahui kelainan yang ada
pada serviks. Jaringan yang diambil dari daerah bawah kanal servikal. Hasil
biopsi akan memperjelas apakah yang terjadi itu kanker invasif atau hanya
tumor saja.

30


Gambar 13. Biopsi Serviks

5. Konisasi
Untuk tujuan diagnostik maka tindakan konisasi harus selalu
dilanjutkan dengan kuretase. Batas jaringan yang dikeluarkan berdasarkan
atas pemeriksaan kolposkopi dan/atau hasil pewarnaan LugolYodium 5%.
Konisasi dilakukan bila:
1. Proses di curigai ada di endoserviks.
2. Lesi tidak tampak seluruhnya dengan kolposkopi.
3. Diagnosis mikro-invasif ditegakkan hanya dari biopsi.
4. Ada kesenjangan antara hasil sitologik dan histologik.
5. Pasien sukar di follow-up secara terus-menerus


Gambar 14. Konisasi
6. Tes Schiller
Pada pemeriksaan ini serviks diolesi dengan larutan yodium. Pada
serviks normal akan membentuk bayangan yang terjadi pada sel epitel serviks
karena adanya glikogen. Sedangkan pada sel epitel serviks yang mengandung
31

kanker akan menunjukkan warna yang tidak berubah karena tidak ada
glikogen.


Gambar 15. Tes Schiller (Kiri Negatif, Kanan Positif)

7. Radiologi
a. Pelvik limfangiografi, yang dapat menunjukkan adanya gangguan pada
saluran pelvik atau peroartik limfe.
b. Pemeriksaan intravena urografi, yang dilakukan pada kanker serviks
tahap lanjut, yang dapat menunjukkan adanya obstruksi pada ureter
terminal.
Pemeriksaan radiologi direkomendasikan untuk mengevaluasi kandung
kemih dan rektum yang meliputi sitoskopi, pielogram intravena (IVP), enema
barium, dan sigmoidoskopi. Magnetic Resonance Imaging (MRI) atau scan
CT abdomen atau pelvis digunakan untuk menilai penyebaran lokal dari
tumor dan/atau terkenanya nodus limpa regional.
Penentuan tahapan klinis penting dalam memperkirakan penyebaran
penyakit, membantu prognosis rencana tindakan, dan memberikan arti
perbandingan dari metode terapi. Tahapan stadium klinis yang dipakai
sekarang ialah pembagian yang ditentukan oleh The International Federation
Of Gynecology And Obstetric (FIGO) tahun 2009. Pembagian ini didasarkan
atas pemeriksaan klinik, radiologi, suktase endoserviks, dan biopsi. Tahapan-
tahapan tersebut yaitu:
1. Karsinoma pre invasif
2. Karsinoma in-situ, karsinoma intraepitel
32

3. Kasinoma invasif

Tabel 3. Stadium kanker serviks menurut FIGO 2009
Kriteria
0
I
IA



IA1

IA2


IB


IB1
IB2


II


IIA
IIA1

IIA2

IIB

Karsinoma in situ
Karsinoma terbatas pada kandungan
Karsinoma serviks berdasar
pemeriksaan mikroskopis, dengan
terdalam invasi < 5mm dan ekstensi
terbesar >7mm
Invasi stroma dengan kedalaman 3,00
mm dan invasi horizontal 7,00mm
Invasi stroma >3,00 mm dan 5,00
dengan suatu invasi horizontal 7,00 atau
lebih sedikit
Tampak lesi secara klinis, terbatas pada
serviks, atau lesi mikrokopis yang lebih
besar dari IA1/IA2
Lesi < 4,00 mm
Lesi > 4,00 mm, Tumor invasif di luar
kandungan, tapi tidak sampai dinding
panggul atau sepertiga bawah vagina
Karsinoma serviks menyerang di luar
rahim, tetapi tidak ke dinding pelvis
atau sepertiga bagian bawah vagina
Tanpa invasi ke parametrium
Secara klinis terlihat < 4 cm dalam
dimensi terbesar
Secara klinis terlihat > 4 cm dalam
dimensi terbesar
Dengan invasi ke parametrium, Tumor
meluas ke dinding panggul dan atau
33




III




IIIA


IIIB





IV
IVA


IVB





melibatkan sepertiga bawah vagina dan
atau menyebabkan hidronefrosis atau
tidak berfungsinya ginjal
Tumor meluas ke dinding panggul
dengan atau melibatkan lebih rendah
sepertiga dari vagina dengan atau
menyebabkan hidronefrosis atau ginjal
tidak berfungsi
Tumor melibatkan sepertiga bawah
vagina tanpa perluasan ke dinding
panggul
Tumor meluas ke dinding panggul dan
atau menyebabkan hidronefrosis atau
tidak berfungsinya ginjal Tumor meluas
ke luar pelvis atau secara klinis
melibatkan mukosa kandung kemih dan
atau rektum
Karsinoma telah melampaui panggul
Tumor invasi ke mukosa kandung
kemih atau rektum dan atau meluas di
luar tulang panggul
Metastasis jauh



34




Gambar 16. Stadium Kanker Serviks

5.8. Tatalaksana
Penatalaksanaan karsinoma serviks dibagi berdasarkan stadium, yaitu
3,6
:
1. Karsinoma serviks mikroinvasif
Histerektomi totalis
2. Stadium IA1
35

Total Abdominal Histerektomi (TAH)/Total Vaginal Histerektomi
(TVH). Bila disertai Vaginal Intra Epitelial Neoplasma (VAIN)
dilakukan pengangkatan vaginal cuff.
3. Stadium IA2
Histerektomi radikal tipe 2 dan limfadenektomi pelvis
4. Ca invasif
Biopsi untuk konfirmasi diagnosis
5. Stadium IB1 IIA < 4 cm
Jika mempunyai prognosis baik dapat dikontrol dengan operasi dan
radioterapi
6. Stadium IB2 IIA > 4 cm
1. Kemoradiasi primer
2. Histerektomi radikal primer ditambah limfadenektomi ditambah
radiasi neoadjuvan
3. Kemoterapi neo adjuvan
7. Ca serviks stadium lanjut meliputi stadium IIB, III, IVA
Pengobatan terpilih adalah radioterapi lengkap yaitu radiasi eksterna
dilanjutkan radioterapi intrakaviter. Terapi variasi yang sering diberikan
kemoradiasi, kemoterapi yang sering diberikan antara lain cisplatinum,
pachitaxel, docetaxel, fluorourasil, gemcitabine.
8. Stadium IV B
Pengobatan yang diberikan bersifat paliatif, radioterapi paliatif yang
diberikan.
9. Wanita hamil
Dalam menghadapi wanita hamil dengan kanker leher-rahim perlu
dibedakan 3 hal, yakni tuanya kehamilan, umur penderita, dan jumlah
anak. Penanganan sirurgik didasarkan atas tingkat klinik penyakit dan
umur kehamilan. Pada tingkat 0 kehamilan diteruskan sampai partus
berlangsung spontan, dan bila 3 bulan pasca persalinan masih tetap ada,
maka ditangani seperti kondisi tidak hamil dengan memperhatikan
tingkatan klinik yang ada saat itu.
36

1. Trimester I dan awal trimester II: histerektomi radikal dengan
limfadenektomi panggul dengan janin in utero
2. Trimester II lanjut: ditunggu sampai janin viable (dapat hidup di luar
rahim (kehamilan > 34 minggu). Dikerjakan seksio sesarea
klasik/korporal, diteruskan dengan histerektomi radikal dan
limfadenektomi panggul.
3. Pasca persalinan: histerektomi radikal dengan limfadenektomi
panggul.

Adapun alasan untuk memilih salah satu terapi di atas adalah
berdasarkan keuntungan dan kerugian masing-masing terapi.
1. Kemoterapi
Merupakan bentuk pengobatan kanker dengan menggunakan obat
sitostatika yaitu suatu zat-zat yang dapat menghambat proliferasi sel-
sel kanker
7
. Prinsip kerja obat kemoterapi (sitostatika) terhadap kanker
adalah sebagian besar obat kemoterapi (sitostatika) yang digunakan saat
ini bekerja terutama terhadap sel-sel kanker yang sedang berproliferasi,
semakin aktif sel-sel kanker tersebut berproliferasi maka semakin peka
terhadap sitostatika hal ini disebut Kemoresponsif, sebaliknya semakin
lambat proliferasinya maka kepekaannya semakin rendah. Hal ini
disebut Kemoresisten.
Tujuan pemberian kemoterapi, yaitu
7
:
1. Pengobatan
2. Mengurangi massa tumor selain pembedahan atau radiasi
3. Meningkatkan kelangsungan hidup dan memperbaiki kualitas hidup
4. Mengurangi komplikasi akibat metastase

Obat kemoterapi ada beberapa macam, di antaranya adalah:
1. Obat golongan Alkylating agent, platinum Compouns, dan Antibiotik
Antrasiklin obst golongan ini bekerja dengan antara lain mengikat
37

DNA di inti sel, sehingga sel-sel tersebut tidak bisa melakukan
replikasi.
2. Obat golongan Antimetabolit, bekerja langsung pada molekul basa
inti sel, yang berakibat menghambat sintesis DNA.
3. Obat golongan Topoisomerase-inhibitor, Vinca Alkaloid, dan
Taxanes bekerja pada gangguan pembentukan tubulin, sehingga
terjadi hambatan mitosis sel.
4. Obat golongan Enzim seperti, L-Asparaginase bekerja dengan
menghambat sintesis protein, sehingga timbul hambatan dalam
sintesis DNA dan RNA dari sel-sel kanker tersebut.

Pola pemberian kemoterapi, antara lain
6,7
:
1. Kemoterapi Induksi
Ditujukan untuk secepat mungkin mengecilkan massa tumor atau
jumlah sel kanker, contoh pada tomur ganas yang berukuran besar
(Bulky Mass Tumor) atau pada keganasan darah seperti leukemia
atau limfoma, disebut juga dengan pengobatan penyelamatan.
2. Kemoterapi Adjuvan
Biasanya diberikan sesudah pengobatan yang lain seperti
pembedahan atau radiasi, tujuannya adalah untuk memusnahkan sel-
sel kanker yang masih tersisa atau metastase kecil yang ada (mikro
metastasis).
3. Kemoterapi Primer
Dimaksudkan sebagai pengobatan utama pada tumor ganas,
diberikan pada kanker yang bersifat kemosensitif, biasanya diberikan
dahulu sebelum pengobatan yang lain misalnya bedah atau radiasi.
4. Kemoterapi Neo-Adjuvan
Diberikan mendahului/sebelum pengobatan/tindakan yang lain
seperti pembedahan atau penyinaran kemudian dilanjutkan dengan
kemoterapi lagi. Tujuannya adalah untuk mengecilkan massa tumor
yang besar sehingga operasi atau radiasi akan lebih berhasil guna.
38


Cara pemberian obat kemoterapi, antara lain
7
:
1. Intravena (IV)
Kebanyakan sitostatika diberikan dengan cara ini, dapat berupa bolus
IV pelan-pelan sekitar 2 menit, dapat pula per drip IV sekitar 30
120 menit, atau dengan continous drip sekitar 24 jam dengan
infussion pump upaya lebih akurat tetesannya.
2. Intratekal (IT)
Diberikan ke dalam kanalis medula spinalis untuk memusnahkan
tumor dalam cairan otak (liquor cerebrospinalis) antara lain
Metrotexat, Ara.C.
3. Radiosensitizer, yaitu jenis kemoterapi yang diberikan sebelum
radiasi, tujuannya untuk memperkuat efek radiasi, jenis obat untuk
kemoterapi ini antara lain Fluoruoracil, Cisplastin, Taxol, Taxotere,
Hydrea.
4. Oral
Pemberian per oral biasanya adalah obat Leukeran, Alkeran,
Myleran, Natulan, Puri-netol, Hydrea, Tegafur, Xeloda,
Gleevec.
5. Subkutan dan intramuskular
Pemberian subkutan sudah sangat jarang dilakukan, biasanya adalah
L-Asparaginase, hal ini sering dihindari karena risiko syok
anafilaksis. Pemberian per IM juga sudah jarang dilakukan, biasanya
pemberian Bleomycin.
6. Topikal
7. Intraarterial
8. Intracavity
9. Intraperitoneal/Intrapleural
Intraperitoneal diberikan bila produksi cairan asites hemoragis yang
banyak pada kanker ganas intra-abdomen, antara lain Cisplastin.
Pemberian intrapleural yaitu diberikan ke dalam kavum pleuralis
39

untuk memusnahkan sel-sel kanker dalam cairan pleura atau untuk
mengehntikan produksi efusi pleura hemoragis yang amat banyak,
contohnya Bleocin.

Efek samping kemoterapi terdiri atas:
1. Efek samping segera terjadi (Immediate Side Effects) yang timbul
dalam 24 jam pertama pemberian, misalnya mual dan muntah.
2. Efek samping yang awal terjadi (Early Side Effects) yang timbul
dalam beberapa hari sampai beberapa minggu kemudian, misalnya
netripenia dan stomatitis.
3. Efek samping yang terjadi belakangan (Delayed Side Effects) yang
timbul dalam beberapa hari sampai beberapa bulan, misalnya
neuropati perifer, neuropati.
4. Efek samping yang terjadi kemudian (Late Side Effects) yang timbul
dalam beberapa bulan sampai tahun, misalnya keganasan sekunder.
Intensitas efek samping tergantung dari karakteristik obat, dosis
pada setiap pemberian, maupun dosis kumulatif, selain itu efek samping
yang timbul pada setiap penderita berbeda walaupun dengan dosis dan
obat yang sama, faktor nutrisi, dan psikologis juga mempunyai pengaruh
bermakna
7
.
Efek samping yang selalu hampir dijumpai adalah gejala
gastrointestinal, supresi sumsum tulang, kerontokan rambut. Gejala
gastrointestinal yang paling utama adalah mual, muntah, diare,
konstipasi, faringitis, esofagitis dan mukositis, mual dan muntah
biasanya timbul selang beberapa lama setelah pemberian sitostatika dan
berlangsung tidak melebihi 24 jam
7
.
Gejala supresi sumsum tulang terutama terjadinya penurunan
jumlah sel darah putih (leukopenia), sel trombosit (trombositopenia),
dan sel darah merah (anemia), supresi sumsum tulang belakang akibat
pemberian sitistatika dapat terjadi segera atau kemudian, pada supresi
sumsum tulang yang terjadi segera, penurunan kadar leukosit mencapai
40

nilai terendah pada hari ke-8 sampai hari ke-14, setelah itu diperlukan
waktu sekitar 2 hari untuk menaikan kadar leukositnya kembali. Pada
supresi sumsum tulang yang terjadi kemudian penurunan kadar leukosit
terjadi dua kali yaitu pertama-tama pada minggu kedua dan pada sekitar
minggu ke empat dan kelima. Kadar leukosit kemudian naik lagi dan
akan mencapai nilai mendekati normal pada minggu keenam.
Leukopenia dapat menurunkan daya tubuh, trombositopenia dapat
mengakibatkan perdarahan yang terus-menerus/berlebihan bila terjadi
erosi pada traktus gastrointestinal.
Kerontokan rambut dapat bervariasi dari kerontokan ringan
sampai pada kebotakan. efek samping yang jarang terjadi tetapi tidak
kalah penting adalah kerusakan otot jantung, sterilitas, fibrosis paru,
kerusakan ginjal, kerusakan hati, sklerosis kulit, reaksi anafilaksis,
gangguan saraf, gangguan hormonal, dan perubahan genetik yang dapat
mengakibatkan terjadinya kanker baru.
Kardiomiopati akibat doksorubin dan donorubisin umumnya sulit
diatasi, sebagian besar penderita meninggal karena pump failure,
fibrosis paru umumnya irreversibel, kelainan hati terjadi biasanya
menyulitkan pemberian sitostatika selanjutnya karena banyak
diantaranya yang dimetabolisir dalam hati, efek samping pada kulit,
saraf, uterus, dan saluran kencing relatif kecil dan lebih mudah diatasi
7
.
2. Radioterapi
Dalam menentukan teknik dan dosis radiasi pada pengobatan
karsinoma serviks uteri perlu dipertimbangkan faktor daya toleransi dari
jaringan-jaringan di dalam rongga pelvis
7
.
Kombinasi antara radiasi lokal dan radiasi eksternal merupakan
pilihan yang umumnya diberikan dengan maksud
7
:
1. Radiasi lokal (intrakaviter) dapat memberikan dosis tinggi pada
serviks dan korpus uteri tetapi dosis cepat menurun pada jaringan di
sekitarnya, sehingga dosis ke rektum, sigmoid, kandung kencing dan
ureter dapat dibatasi sampai batas-batas toleransi.
41

2. Kemungkinan timbulnya metastase limfogen pada karsinoma serviks
uteri cukup tinggi. Oleh karena itu kelenjar-kelenjar dalam panggul
kecil harus mendapat penyinaran juga. Dosis radiasi lokal cepat
menurun di luar uterus, sehingga dosis yang sampai pada kelenjar
limfe sangat rendah. Untuk mencapai dosis yang dapat
mengamankan metastasis kelenjar limfe ini diperlukan penyinaran
luar yang dapat memberikan distribusi dosis yang merata pada
daerah yang lebih luas.
Komplikasi-komplikasi sesudah terapi radiologik antara lain:

1. Komplikasi umum
Gejala umum yang sering timbul adalah nafsu makan menurun, rasa
mual, lesu, dan tidak ada gairah kerja. Pada keadaan yang lebih berat
terdapat muntah-muntah, tidak bisa makan, lemah, sampai tidak bisa
bangun dari tempat tidur. Berat ringannya gejala-gejala sangan
dipengaruhi oleh status fisik dan psikologi penderita.
2. Komplikasi lokal
Gejala-gejala yang timbul ialah gejala-gejala dari alat-alat tubuh
yang terkena radiasi secara langsung, yaitu:
1. Problema koitus (pengkerutan vagina)
2. Fistel radiologik
3. Gejala sistitis
4. Proktitis hemoragik
5. Fibrosis daerah pelvis demikian luas terutama pada penyinaran
yang luas dengan dosis yang tinggi sehingga timbul frozen pelvis
dengan kemungkinan penyempitan vagina, rektum, kandung
kencing atau ureter.
6. Atropi mukosa rectum yang disertai teleangiektasi yang sewaktu-
waktu bila defekasi keras dapat menimbulkan perdarahan
7. Nekrosis pada dinding vagina dengan kemungkinan timbulnya
fistula rektovaginalis atau fistula vesikovaginalis.

42

3. Histerektomi Radikal
Histerektomi radikal primer menguntungkan karena dapat
dilakukan surgical staging
5
. Operasi radikal yang memerlukan waktu
yang cukup lama, tidak mungkin tanpa terjadi komplikasi. Oleh karena
itu, persiapan operasi perlu dilakukan dengan cermat sehingga dapat
mengurangi komplikasi seperti lazimnya komplikasi operasi, yaitu:
1. Trias pokok komplikasi (perdarahan, infeksi, dan trauma tindakan
operasi).
2. Komplikasi emboli (kardiovaskular dan paru)
Faktor yang dapat menimbulkan terjadinya emboli paru, yaitu:
1. Operasi yang lama saat mengangkat jaringan lemak di pelvis.
2. Invasi sel karsinoma yang dapat menimbulkan emboli melalui
proses hiperkoagulasi
3. Komplikasi lainnya
Komplikasi alat perkemihan
Manipulasi yang cukup lama dan bervariasi sekitar pelvis
menyebabkan kemungkinan terjadi komplikasi alat perkemihan
pada
7
:
1. Disfungsi vesikouterina. Kejadian ini berkaitan dengan upaya
penyisihan dan upaya pemotongan ligamentum kardinale yang
terlalu ke lateral dan pemotongan ligamentum sakrouterinum
terlalu dekat dengan rektum.
2. Fistula akibat manipulasi yang berat di sekitar vesika urinaria
Infeksi pascaoperatif
Infeksi yang berat dapat menimbulkan komplikasi berantai, seperti
7
:
1. Sepsis meningkatkan morbiditas dan mortalitas
2. Memperpanjang hospitalisasi
3. Terjadi wound dehicense
4. Pembentukan abses sekitar pelvis

43


Gambar 17. Total dan Radikal Histerektomi


Follow Up
Tiap 3 bulan selama 2 tahun pertama, kemudian setiap 6 bulan, tergantung
keadaan. Jangan lupa meraba kelenjar inguinal dan supraclavikla, abdomen,
abdominal vaginal, dan abdominal rektal, pemeriksan sitologik puncak vagina,
dan foto rontgen pelvis dan toraks serta USG abdomen setiap 6 bulan
2,3
.
Kolposkopi untuk meneliti puncak vagina, serta bentuk-bentuk praganas.
Rektoskopi, sistoskopi, renogram, Intra Venous Pyelography (IVP), dan CT scan
panggul, hanya dilakukan menurut indikasi
7
.

5.9. Pencegahan
Sebagian besar kanker dapat dicegah dengan kebiasaan hidup sehat dan
menghindari faktor- faktor penyebab kanker meliputi
1
:
1. Menghindari berbagai faktor risiko, yaitu hubungan seks pada usia muda,
pernikahan pada usia muda, dan berganti-ganti pasangan seks. Wanita yang
berhubungan seksual di bawah usia 20 tahun serta sering berganti pasangan
berisiko tinggi terkena infeksi. Namun hal ini tak menutup kemungkinan akan
terjadi pada wanita yang telah setia pada satu pasangan saja.
2. Wanita usia di atas 25 tahun, telah menikah, dan sudah mempunyai anak perlu
melakukan pemeriksaan pap smear setahun sekali atau menurut petunjuk
dokter. Pemeriksaan Pap smear adalah cara untuk mendeteksi dini kanker
44

serviks. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cepat, tidak sakit dengan biaya
yang relatif terjangkau dan hasilnya akurat. Disarankan untuk melakukan tes
Pap setelah usia 25 tahun atau setelah aktif berhubungan seksual dengan
frekuensi dua kali dalam setahun. Bila dua kali tes Pap berturut-turut
menghasilkan negatif, maka tes Pap dapat dilakukan sekali setahun. Jika
menginginkan hasil yang lebih akurat, kini ada teknik pemeriksaan terbaru
untuk deteksi dini kanker leher rahim, yang dinamakan teknologi Hybrid
Capture II System (HCII).
3. Pilih kontrasepsi dengan metode barrier, seperti diafragma dan kondom,
karena dapat memberi perlindungan terhadap kanker leher rahim.
4. Memperbanyak makan sayur dan buah segar. Faktor nutrisi juga dapat
mengatasi masalah kanker mulut rahim. Penelitian mendapatkan hubungan
yang terbalik antara konsumsi sayuran berwarna hijau tua dan kuning (banyak
mengandung beta karoten atau vitamin A, vitamin C dan vitamin E) dengan
kejadian neoplasia intraepithelial juga kanker serviks. Artinya semakin
banyak makan sayuran berwarna hijau tua dan kuning, maka akan semakin
kecil risiko untuk kena penyakit kanker mulut rahim.
5. Pada pertengahan tahun 2006 telah beredar vaksin pencegah infeksi HPV tipe
16 dan 18 yang menjadi penyebab kanker serviks. Vaksin ini bekerja dengan
cara meningkatkan kekebalan tubuh dan menangkap virus sebelum memasuki
sel-sel serviks. Selain membentengi dari penyakit kanker serviks, vaksin ini
juga bekerja ganda melindungi perempuan dari ancaman HPV tipe 6 dan 11
yang menyebabkan kutil kelamin.Yang perlu ditekankan adalah, vaksinasi ini
baru efektif apabila diberikan pada perempuan yang berusia 9 sampai 26
tahun yang belum aktif secara seksual. Vaksin diberikan sebanyak 3 kali
dalam jangka waktu tertentu. Dengan vaksinasi, risiko terkena kanker serviks
bisa menurun hingga 75%.




45

5.10. Prognosis
Faktor-faktor yang menentukan prognosis adalah: umur, keadaan umum,
tingkat klinik keganasan, ciri histologi sel tumor, kemampuan tim penolong, dan
sarana pengobatan
3
.
Tabel 4. Angka Ketahanan Hidup Lima Tahun Menurut Data Internasional

Tingkat AKH-5 Thn
T
IS
Hampir 100%
T
1
70-85%
T
2
40-60%
T
3
30-40%
T
4
<10%



















46


DAFTAR PUSTAKA


1. Akram, SBM. Kanker Serviks. Universitas Sumatera Utara. 2011. Diunduh
dariURL:http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21557/4/Chapter%2
0II.pdf.
2. Wiknjosastro H. Karsinoma serviks uterus. Dalam: Wiknjosastro H. Ilmu
Kandungan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo: Jakarta: 2008;
380-388.
3. Mansjoer A dkk. Kanker serviks. Dalam: Mansjoer A dkk. Kapita Selekta
Kedokteran. Media Aesculapius: Jakarta; 2001; 379-381.
4. Sjamsuddin S. Pencegahan dan deteksi dini kanker serviks. Cermin Dunia
Kedokteran 2001; 133; 9-14.
5. Agustria Zainu Saleh. Penuntun pelaksanaan praktis kanker ginekologi.
Palembang, 2004; 20-26.
6. Kaufman RH. Adam E. Vonka V. Human papilloma virus infection and
cervical carcinoma. Clinical Obstetry Gynecology 2002; 43: 363-80.

Anda mungkin juga menyukai