Anda di halaman 1dari 7

Ferianto Raharjo Analisa Numerik Pendahuluan 1

1. PENDAHULUAN

ANALISA NUMERIK
Analisa numerik adalah teknik di mana masalah matematika diformulasikan
sedemikian rupa sehingga dapat diselesaikan oleh pengoperasian aritmatika,
dengan mengurangi matematika yang lebih tinggi menjadi operasi
aritmatika dasar.
Penyelesaian analisa numerik menggunakan dua perangkat penting dalam
repertoar teknik, yaitu matematika dan komputer, sehingga analisa numerik
sering disebut juga sebagai matematika komputer.
Banyak persoalan yang dijumpai dalam bidang teknik yang belum memiliki
metoda penyelesaian yang eksak, sehingga digunakan beberapa cara
pendekatan:
1. Pendekatan/penyederhanaan perumusan persoalan sehingga dapat
diselesaikan secara eksak.
2. Mengusahakan diperolehnya jawaban pendekatan dari persoalan yang
perumusannya eksak.
3. Gabungan kedua cara tersebut di atas.
Analisa numerik tidak mengutamakan diperolehnya jawaban yang
eksak/tepat, tetapi mengusahakan perumusan metoda yang menghasilkan
jawaban pendekatan yang berbeda dari jawaban eksak sebesar suatu nilai
yang dapat diterima berdasarkan pertimbangan praktis, tetapi cukup
memberi gambaran terhadap permasalahan yang dihadapi.

KESALAHAN
Penyebab Kesalahan
1. Kesalahan Bawaan
Kesalahan bawaan adalah kesalahan dari nilai data. Kesalahan tersebut
bisa terjadi karena kekeliruan dalam menyalin data, salah membaca skala
atau kesalahan karena kurangnya pengertian mengenai hukum-hukum
fisik dari data yang diukur.
2. Kesalahan Pembulatan
Kesalahan pembulatan terjadi karena tidak diperhitungkannya beberapa
angka terakhir dari suatu bilangan, misalnya:
3,141592653589793238462643.. dibulatkan menjadi 3,14
3. Kesalahan Pemotongan
Kesalahan pemotongan terjadi karena tidak dilakukannya hitungan sesuai
dengan prosedur matematika yang benar. Sebagai contoh suatu proses
tak terhingga diganti dengan proses terhingga. Misalnya, fungsi eksponen
dapat dipresentasikan dalam bentuk deret tak terhingga:
.....
! 4
x
! 3
x
! 2
x
x 1 e
4 3 2
x
+ + + + + =
Nilai eksak e
x
diperoleh apabila semua suku dari deret tersebut
diperhitungkan. Apabila hanya diperhitungkan beberapa suku pertama
saja, maka hasilnya tidak sama dengan nilai eksak.


Ferianto Raharjo Analisa Numerik Pendahuluan 2
KESALAHAN ABSOLUT DAN KESALAHAN RELATIF
Hubungan antara nilai eksak, nilai perkiraan dan kesalahan diberikan dalam
bentuk berikut:
p = p* + E
e
(1.1)
di mana: p = nilai eksak
p* = nilai perkiraan
E
e
= kesalahan terhadap nilai eksak
Sehingga diperoleh bahwa kesalahan adalah perbedaan antara nilai eksak
dengan nilai perkiraan:
E
e
= p p* (1.2)
Bentuk kesalahan pada pers. (1.2) disebut dengan kesalahan absolut.
Kesalahan absolut tidak menunjukkan besarnya tingkat kesalahan, seperti
pada contoh 1.1.

Contoh 1.1:
Hasil pengukuran panjang jembatan dan paku memberikan hasil 9.999 cm
dan 9 cm. Apabila panjang yang benar adalah 10.000 cm dan 10 cm, hitung
kesalahan absolutnya.
Penyelesaian:
Kesalahan absolut pengukuran panjang jembatan adalah:
E
e
= 10.000 9.999 = 1 cm
Kesalahan absolut pengukuran panjang paku adalah:
E
e
= 10 9 = 1 cm

Kesalahan 1 cm pada pengukuran panjang paku akan sangat terasa bila
dibandingkan dengan kesalahan yang sama pada pengukuran panjang
jembatan.
Besarnya tingkat kesalahan dapat dinyatakan dalam bentuk kesalahan
relatif, dengan membandingkan kesalahan yang terjadi dengan nilai eksak:
% 100 x
p
* p p
% 100 x
p
E
e
e

= = (1.3)

Contoh 1.2:
Melanjutan contoh 1.1, hitung kesalahan relatifnya.
Penyelesaian:
Kesalahan relatif pengukuran panjang jembatan adalah:
% 01 , 0 % 100 x
000 . 10
999 . 9 000 . 10
e
=

=
Kesalahan relatif pengukuran panjang paku adalah:
% 10 % 100 x
10
9 10
e
=

=

Jadi, walaupun kedua pengukuran mempunyai kesalahan absolut 1 cm,
kesalahan relatif pada pengukuran panjang paku lebih besar.


Ferianto Raharjo Analisa Numerik Pendahuluan 3
Dalam pers. (1.2) dan (1.3) kesalahan dibandingkan terhadap nilai eksak.
Dalam analisa numerik, biasanya nilai eksak tersebut tidak diketahui.
Penyelesaian sering menggunakan pendekatan secara iteratif, di mana nilai
perkiraan sekarang dibuat berdasarkan nilai perkiraan sebelumnya. Dalam
hal ini kesalahan adalah perbedaan antara nilai perkiraan sekarang dan nilai
perkiraan sebelumnya, dan kesalahan relatifnya diberikan oleh bentuk:
% 100 x
* p
* p * p
1 n
1 n
a
+
+

= (1.4)
di mana: p*
n
= nilai perkiraan pada iterasi ke-n (sebelumnya)
p*
n+1
= nilai perkiraan pada iterasi ke-n+1 (sekarang)

Contoh 1.3:
Fungsi eksponen dipresentasikan dalam bentuk deret tak terhingga:
.....
! 4
x
! 3
x
! 2
x
x 1 e
4 3 2
x
+ + + + + =
Hitung kesalahan yang terjadi dari nilai e
x
dengan x = 0,5 apabila hanya
diperhitungkan beberapa suku pertama saja.
Nilai eksak dari e
0,5
= 1,648721271.
Penyelesaian:
Suku Hasil
e
(%)
a
(%)
1 1,0000000000 39,346934 -----
2 1,5000000000 9,020401 33,333333
3 1,6250000000 1,438768 7,692308
4 1,6458333333 0,175162 1,265823
5 1,6484375000 0,017212 0,157978
6 1,6486979167 0,001417 0,015795

Contoh 1.4:
Fungsi sin dipresentasikan dalam bentuk deret tak terhingga:
.....
! 9
x
! 7
x
! 5
x
! 3
x
- x x sin
9 7 5 3
+ + =
Hitung kesalahan yang terjadi dari nilai sin

/
2
apabila hanya diperhitungkan
beberapa suku pertama saja. Nilai eksak dari sin

/
2
= 1.
Penyelesaian:
Suku Hasil
e
(%)
a
(%)
1 1,571429 -57,142857 -----
2 0,924684 7,531584 -69,942197
3 1,004537 -0,453730 7,949246
4 0,999842 0,015766 -0,469570
5 1,000003 -0,000336 0,016102






Ferianto Raharjo Analisa Numerik Pendahuluan 4
Contoh 1.5:
Fungsi cos dipresentasikan dalam bentuk deret tak terhingga:
.....
! 8
x
! 6
x
! 4
x
! 2
x
- 1 x os c
8 6 4 2
+ + =
Hitung kesalahan yang terjadi dari nilai cos

/
3
apabila hanya diperhitungkan
beberapa suku pertama saja. Nilai eksak dari sin

/
3
= 0,5.
Penyelesaian:
Suku Hasil
e
(%)
a
(%)
1 1,000000 -100,000000 -----
2 0,451247 9,750567 -121,608040
3 0,501435 -0,287089 10,008921
4 0,499599 0,080124 -0,367507
5 0,499635 0,072927 0,007202

DERET TAYLOR
Deret Taylor merupakan dasar untuk menyelesaikan masalah dalam analisa
numerik, terutama penyelesaian persamaan diferensial.
Jika suatu fungsi f(x) diketahui di titik x
i
dan semua turunan dari f terhadap
x diketahui pada titik tersebut, maka dengan deret Taylor dapat dinyatakan
nilai pada titik x
i+1
yang terletak pada jarak X dari titik x
i
.
f(x
i+1
)=f(x
i
)+f(x
i
).x+f(x
i
).
! 2
x
2

+..+ f
n
(x
i
).
! n
x
n

+Rn (1.5)
di mana: f(x
i
) = fungsi di titik x
i

f(x
i+1
) = fungsi di titik x
i+1

f,f,..,f
n
= turunan pertama, kedua, .., ke-n dari fungsi
x = jarak antara x
i
dan x
i+1

Rn = kesalahan pemotongan

Contoh 1.6:
Gunakan uraian deret Taylor orde-0 sampai orde-4 untuk memperkirakan
fungsi:
f(x) = 0,1.x
4
0,15.x
3
0,5.x
2
0,25.x + 1,2
mulai dari x
i
= 0 dengan x = 1. Ramalkan nilai fungsinya di x
i+1
.
Nilai eksaknya adalah 0,2.
Penyelesaian:
Orde-n Hasil E
e

0 1,20 -1,00
1 0,95 -0,75
2 0,45 -0,45
3 0,30 -0,10
4 0,20 0,00





Ferianto Raharjo Analisa Numerik Pendahuluan 5



Gambar 1.1

Contoh 1.7:
Gunakan uraian deret Taylor orde-0 sampai orde-6 untuk memperkirakan
f(x) = cos x, di x
i+1
=

/
3
berdasarkan nilai f(x) dan turunannya di x
i
=

/
3
.
Nilai eksak dari f(

/
3
) = 0,5.
Penyelesaian:
Orde-n Hasil
e
(%)
a
(%)
0 0,707106781 -41,4213562 -----
1 0,521986659 -4,3973318 -35,46453129
2 0,497754491 0,4491018 -4,86829721
3 0,499869146 0,0261708 0,42304171
4 0,500007551 -0,0012102 0,02768058
5 0,500000304 -0,0000608 -0,00144940

DIFERENSIAL NUMERIK
Deret Taylor (pers. 1.5) dapat ditulis dalam bentuk:
f(x
i+1
) = f(x
i
) + f(x
i
).x (1.6)
atau

x
f

= f(x
i
).x =
x
) x ( f ) x ( f
i 1 i

+
(1.7)
Bentuk diferensial dari pers. (1.7) disebut diferensial maju orde satu.
Disebut diferensial maju karena menggunakan data pada titik x
i
dan x
i+1
.
Jika data yang digunakan pada titik x
i
dan x
i+1
, maka disebut diferensial
mundur, dan deret Taylor menjadi:
f(x
i+1
)=f(x
i
) f(x
i
).x + f(x
i
).
! 2
x
2

f(x
i
).
! 3
x
3

+ .. (1.8)
sehingga dapat ditulis dalam bentuk:
f(x
i-1
) = f(x
i
) f(x
i
).x (1.9)
atau
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1,0
1,2
1
orde-0
orde-1
orde-2
orde-3
orde-4

Ferianto Raharjo Analisa Numerik Pendahuluan 6

x
f

= f(x
i
).x =
x
) x ( f ) x ( f
1 i i


(1.10)
Apabila data yang digunakan untuk memperkirakan diferensial dari fungsi
pada titik x
i-1
dan x
i+1
, maka perkiraannya disebut diferensial terpusat.
Jika pers. (1.6) dikurangi pers. (1.9) didapat:
f(x
i+1
) f(x
i-1
) = 2.f(x
i
).x (1.11)
atau

x
f

= f(x
i
).x =
x . 2
) x ( f ) x ( f
1 i 1 i

+
(1.12)















Gambar 1.2

Contoh 1.8:
Gunakan perkiraan diferensial maju, mundur dan terpusat untuk
memperkirakan turunan pertama dari:
f(x) = 0,1.x
4
0,15.x
3
0,5.x
2
0,25.x + 1,2
pada x = 0,5 dengan menggunakan ukuran langkah x = 0,25.
Nilai eksaknya adalah -0,9125.
Penyelesaian:
X
i-1
= 0,25 f(x
i-1
) = 1,103515625
X
i
= 0,50 f(x
i
) = 0,925
X
i+1
= 0,75 f(x
i+1
) = 0,636328125
Diferensial maju:
f(0,5) =
25 , 0
925 , 0 636328125 , 0
= 1,1546875
e
= 26,54 %
Diferensial mundur:
f(0,5) =
25 , 0
103515625 , 1 925 , 0
= 0,7140625
e
= 21,75 %
Diferensial maju:
f(0,5) =
25 , 0
103515625 , 1 636328125 , 0
= 0,934375
e
= 2,40 %
i-1 i i+1
diferensial maju
diferensial terpusat
diferensial mundur
garis singgung di i

Ferianto Raharjo Analisa Numerik Pendahuluan 7
Selain turunan pertama, uraian deret Taylor dapat digunakan untuk
menurunkan taksiran numerik turunan-turunan yang lebih tinggi. Untuk
melakukan ini, dituliskan uraian deret Taylor maju untuk f(x
i+2
) dalam
bentuk f(x
i
).
f(x
i+2
) = f(x
i
) + f(x
i
).2.x + f(x
i
).
! 2
x . 2
2

+ .. (1.13)
Pers. (1.5) dapat dikalikan 2 dan dikurangkan dari pers. (1.13) untuk
memberikan:
f(x
i+2
) 2.f(x
i+1
) = f(x
i
) + f(x
i
).x
2
(1.14)
yang dapat dipecahkan untuk:
f(x
i
) =
2
i 1 i 2 i
x
) x ( f ) x ( f . 2 ) x ( f

+
+ +
(1.15)
Hubungan ini disebut diferensial maju orde dua.
Manipulasi serupa dapat diterapkan untuk mendapatkan diferensial mundur
orde dua:
f(x
i
) =
2
2 i 1 i i
x
) x ( f ) x ( f . 2 ) x ( f

+

(1.16)
dan diferensial terpusat orde dua:
f(x
i
) =
2
1 i i 1 i
x
) x ( f ) x ( f . 2 ) x ( f

+
+
(1.17)

Anda mungkin juga menyukai