Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Banyaknya pergeseran tren kehidupan pelajar Indonesia saat ini menjadi sebuah masalah
yang sangat penting bagi pendidikan di Indonesia. Banyaknya kasus kenakalan remaja yang
mulai mengkhawatirkan para orang tua menjadi sebuah tanggung jawab utama untuk seluruh
bagian dari pihak-pihak dalam sebuah lembaga pendidikan sekolah.
Bahkan Kaelan (2011) menambahkan bahwa kini, kita dihadapkan pada semakin
lunturnya nasionalisme bangsa, lemahnya penegakan hukum, korupsi yang semakin merebak
dengan wajah baru, kolusi dan nepotisme dengan wajah demokrasi, primordialisme, etika politik
kalangan elit kita terutama para penyelenggara negara dewasa ini sangat mengecewakan rakyat.
Untuk menyebut beberapa contoh, di tengah-tengah bebagai kesulitan hidup rakyat saat ini justru
para wakil rakyat kita, bersemangat untuk membangun gedung DPR yang nilainya cukup
fantastis, sebelumnya juga telah direalisasikan perbaikan kompleks perumahan DPR yang
menelan ratusan milliar rupiah, mobil baru untuk para menteri negara, wacana gaji Presiden dan
pejabat negara, dan sebagainya. Dalam media televisi, kita menyaksikan seorang anggota wakil
rakyat yang diproses dalam peradilan karena korupsi, masih tersenyum dan melambaikan tangan
kepada pemirsa, sehingga terkesan seakan-akan pelanggaran itu biasa-biasa saja. Mimbar
terhormat wakil-wakil rakyat kita, baik dalam rapat Pansus, paripurna maupun rapat komisi
diwarnai oleh luapan ekspresi kekerasan, debat kusir, berteriak seperti di arena layar tancap,
bahkan saling memaki di forum yang sangat terhormat, seolah-olah merupakan hal yang biasa.
Plesir ke luar negeri dengan dalih study banding yang menelan banyak biaya, bahkan perilaku
seakan-akan tidak memiliki tanggung jawab juga ditampilkan oleh oknum wakil rakyat kita
dengan membuka situs porno tatkala rapat paripurna DPR.
Berdasarkan realitas kehidupan kebangsaan dan kenegaraan dewasa ini, yang dihinggapi
berbagai krisis, maka menjadi sangat penting untuk direalisasikan pembangunan karakter bangsa.
Proses pembangunan kakter bangsa tidak dapat dilepaskan dari proses pendidikan. Dalam hal ini,
Pendidikan Kewarganegaraan diharapkan dapat menjadi wahana pembangunan karakter bangsa
yang bermartabat.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian pendidikan kewarganegaraan?
2. Apa sejarahn dan pengertian pendidikan karakter?
3. Bagaimana peran pendidikan kewarganegaraan dalam membentuk karakter generasi muda?
C. Tujuan
1. Mampu memahami pengertian pendidikan kewarganegaraan.
2. Mampu memahami pengertian pendidikan karakter.
3. Mampu memahami peran pendidikan kewarganegaraan dalam membentuk karakter generasi
muda.


BAB II
PEMBAHASAN
A. Pendidikan Kewarganegaraan
1. Sejarah
Pendidikan Kewarganegaraan pada awalnya diperkenalkan di Amerika Serikat pada tahun
1790 dengan tujuan untuk meng-Amerika-kan bangsa Amerika dengan nama Civics. Henry
Randall Waite yang pada saat itu merumuskan pengertian Civics dengan The science of
citizenship, the relation of man, the individual, to man in organized collection, the individual in
his relation to the state. Pengertian tersebut menyatakan bahwa ilmu Kewarganegaraan
membicarakan hubungan antara manusia dengan manusia dalam perkumpulan perkumpulan
yang terorganisasi (organisasi social ekonomi, politik) dengan individu-individu dan dengan
negara.
Sedangkan di Indonesia, istilah civics dan civics education telah muncul pada tahun 1957,
dengan istilah Kewarganegaraan, Civics pada tahun 1961 dan pendidikan Kewargaan negara
pada tahun 1968. (Bunyamin dan Sapriya dalam Civicus, 2005:320). Mata pelajaran pendidikan
kewarganegaraan masuk dalam kurikulum sekolah pada tahun 1968, namun pada tahun 1975
nama pendidikan kewarganegaraan berubah menjadi Pendidikan Moral Pancasila (PMP). Pada
tahun 1994, PMP berubah kembali menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
(PPKn). (httpblog.uad.ac.id) .
2. Pengertian
Berikut ini merupakan definisi pendidikan kewarganegaraan menurut para ahli :
a) Menurut Soedijarto:
Pendidikan kewarganegaraan sebagai pendidikan politik yang bertujuan untuk membantu
peserta didik untuk menjadi warganegara yang secara politik dewasa dan ikut serta membangun
sistem politik yang demokratis.
b) Pendidikan Kewarganegaraan Menurut Tim ICCE UIN Jakarta:
Pendidikan kewarganegaraan adalah suatu proses yang dilakukan oleh lembaga pendidikan di
mana seseorang mempelajari orientasi, sikap dan perilaku politik sehingga yang bersangkutan
memiliki political knowledge, awareness, attitude, political efficacy dan political participation
serta kemampuan mengambil keputusan politik secara
rasional. http://pengertianpendidikan.com/pengertian-pendidikan-kewarganegaraan



B. Pendidikan Karakter
1. Pengertian
Dalam buku Pendidikan Karakter oleh Prof. Darmiyati Zuchdi, EEd.D., dkk
mengemukakan bahwa Wynne (1991) istilah karakter diambil dari bahasa yunani yang berarti to
mark (menandai). Istilah ini lebih difokuskan pada bagaimana upaya pengaplikasian nilai
kebaikan dalam bnetuk tindakan atau tingkah laku. Wynne mengatakan bahwa ada dua
pengertian tentang karakter. Kesatu, ia menunjukkan bagaimana seseorang bertingkah laku
apabila seseorang berperilaku tidak jujur, kejam atau rakus, tentulah orang tersebut
memanifestasikan perilaku buruk. Sebaliknya apabila seseorang berperilaku jujur, suka
menolong, tentulah orang tersebut memanifestasikan karakter mulia. Kedua, istilah karate erat
kaitannya dengan personality. Seseorang baru bias disebut orang berkarakter apabila
tingkahlakunya sesuai kaidah moral.dengan demikian pendidikan karakter yang baik, menurut
Lickona, harus melibatkan bukan saja aspek knowing the good, tetapi juga desiring the
good atau loving the good dan acting the good.
Karakter menurut Kalidjernih (2010) lazim dipahami sebagai kualitas-kualitas moral
yang awet yang terdapat atau tidak terdapat pada setiap individu yang terekspresikan melalui
pola-pola perilaku atau tindakan yang dapat dievaluasi dalam berbagai situasi. Karakter
adalah The combination of qualities and personality that makes one person or thing different
from others(Hidayatullah, 2011). Dalam Kamus Poerwadarminta, karakter diartikan sebagai
tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang
daripada yang lain. Dalam pandangan Purwasasmita (2010) disebut watak jika telah berlangsung
dan melekat pada diri seseorang.
Karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk
hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.
Secara psikologis dan socio-cultural,pembentukan karakter dalam diri individu merupakan
fungsi dari seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, konatif, dan psikomotorik)
dalam konteks interaksi social kultural (dalam keluarga, satuan pendidikan, dan
masyarakat) dan berlangsung sepanjang hayat. Konfigurasi karakter dalam konteks
totalitas proses psikologis dan socio-cultural tersebut dapat dikelompokkan dalam olah hati
(spiritual and emotional development), olah pikir (intellectual development), olah raga dan
kinestetik (physical and kinestetic development), dan olah rasa dan karsa (affective and
creativity development) (Kementerian Pendidikan Nasional, 2010). Olah hati berkenaan
dengan perasaan sikap dan keyakinan/keimanan menghasilkan karakter jujur dan
bertanggung jawab. Olah pikir berkenaan dengan proses nalar guna mencari dan
menggunakan pengetahuan secara kritis, kreatif, dan inovatif menghasilkan pribadi
cerdas. Olah raga berkenaan dengan proses persepsi, kesiapan, peniruan, manipulasi, dan
penciptaan aktivitas baru disertai sportivitas menghasilkan sikap bersih, sehat, dan
menarik. Olah rasa dan karsa berkenaan dengan kemauan dan kreativitas yang tercermin
dalam kepedulian, citra, dan penciptaan kebaruan menghasilkan kepedulian dan kreatifitas.
Dalam konteks suatu bangsa, karakter dimaknai sebagai nilai-nilai keutamaan yang
melekat pada setiap individu warga negara dan kemudian mengejawantah sebagai
personalitas dan identitas kolektif bangsa (PP Muhammadiyah, 2009). Karakter berfungsi
sebagai kekuatan mental dan etik yang mendorong suatu bangsa merealisasikan cita-cita
kebangsaannya dan menampilkan keunggulan-keunggulan komparatif, kompetitif, dan
dinamis di antara bangsa-bangsa lain. Karena itu, dalam pemaknaan demikian, manusia
Indonesia yang berkarakter kuat adalah manusia yang memiliki sifat-sifat: religius, moderat,
cerdas, dan mandiri. Sifat religius dicirikan oleh sikap hidup dan kepribadian taat beribadah,
jujur, terpercaya, dermawan, saling tolong menolong, dan toleran. Sifat moderat dicirikan
oleh sikap hidup yang tidak radikal dan tercermin dalam kepribadian yang tengahan antara
individu dan sosial, berorientasi materi dan ruhani, serta mampu hidup dan kerjasama
dalam kemajemukan. Sifat cerdas dicirikan oleh sikap hidup dan kepribadian yang rasional,
cinta ilmu, terbuka, dan berpikiran maju. Dan sikap mandiri dicirikan oleh sikap hidup dan
kepribadian merdeka, disiplin tinggi, hemat, menghargai waktu, ulet, wirausaha, kerja keras,
dan memiliki cinta kebangsaan yang tinggi tanpa kehilangan orientasi nilai-nilai
kemanusiaan universal dan hubungan antarperadaban bangsa-bangsa.
Untuk membangun karakter bangsa Indonesia yang kuat menurut Kaelan (2011)
seyogyanya didasarkan pada dasar filosofis bangsa. Bangsa Indonesia telah menentukan
jalan kehidupan berbangsa dan bernegara pada
suatukhitoh kenegaraan, filosofischegrondslag atau dasar filsafat negara, yaitu Pancasila.
Karena itu, etika politik kenegaraan sebagai prasyarat membentuk karakter bangsa pelu
disandarkan pada nilai-nilai dasar Pancasila. Sebab sebagai dasar
negara, filosofischegrondslag, Pancasila bukan merupakan suatu preferensi, melainkan
sudah merupakan suatu realitas objektif bangsa dan negara Indonesia, yang memiliki dasar
legitimasi yuridis, filosofis, politis, historis dan kultural.


2. Sarana penanaman pendidikan karakter
Banyak faktor yang mempengaruhi pembentukan karakter di kalangan generasi muda,
yaitu:
a) Pendidikan agama sebagai salah satu media/sarana pendidikan karakter di kalangan generasi
muda. Pendidikan agama yang diberikan kepada generasi muda saat ini, haruslah dipahami
dimaknai secara mendalam, dan menyemaikan kebaikan tersebut di hati dan mewujudkannya
dalam tindakan. Dengan makna yang demikian akan dapat dijadikan landasan pembangunan
kecerdasan emosi dan spiritual dimana suara hati adalah menjadi landasannya.
b) Pendidikan keluarga sebagai salah satu media/sarana pendidikan karakter di kalangan generasi
muda.
Untuk pembentukan karakter salah satunya adalah faktor keluarga dan pendidikan. Keluarga
(pendidikan) adalah sebuah unit yang membangun bangsa dan untuk itulah negara dibangun.
Keluarga adalah tempat dimana karakter anak dibentuk dimana pendidikan dimulai dan dipupuk,
dimana norma pengambilan keputusan oleh si anak diciptakan. Seperti refleksi dalam majalah
Nirmala mengungkapkan bahwa: jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi.
Jika anak dibesarkan dengan penghinaan, ia belajar menyesali diri. Jika anak dibesarkan dengan
dorongan, ia belajar percaya diri. Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai. Jika
anak dibesarkan dengan sebaik-baiknya perlakuan, ia belajar keadilan. Jika anak dibesarkan
dengan dukungan, ia belajar menyenangi dirinya, dan jika anak dibesarkan dengan kasih sayang
dan persahabatan ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan.
C. Peran Pendidikan Kewarganegaraan Dalam Membentuk Karakter Generasi Muda
Pendidikan kewarganegaraan sangat penting. Di negara Indonesia, pendidikan
kewarganegaraan itu berisi antara lain mengenai pruralisme yakni sikap menghargai keragaman,
pembelajaran kolaboratif, dan kreatifitas. Pendidikan mengajarkan nilai-nilai kewarganegaraan
dalam kerangka identitas nasional.Tanpa pendidikan kewarganegaraan yang tepat akan lahir
masyarakat egois. Tanpa penanaman nilai-nilai
kewarganegaraan, keragaman yang ada akan menjadi penjara dan neraka dalam artian menjadi
sumber konflik. Pendidikan, lewat kurikulumnya, berperan penting dan itu terkait dengan strategi
kebudayaan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendidikan kewarganegaraan merupakan suatu proses yang dilakukan lembaga sebagai
pendidikan politik yang bertujuan untuk membantu peserta didik untuk menjadi warga Negara
yang secara politik dan ikut membangun system politik yang demokratis.
Dalam buku Pendidikan Karakter oleh Prof. Darmiyati Zuchdi, EEd.D., dkk
mengemukakan bahwa Wynne (1991) istilah karakter diambil dari bahasa yunani yang berarti to
mark (menandai). Istilah ini lebih difokuskan pada bagaimana upaya pengaplikasian nilai
kebaikan dalam bnetuk tindakan atau tingkah laku. Wynne mengatakan bahwa ada dua
pengertian tentang karakter. Kesatu, ia menunjukkan bagaimana seseorang bertingkah laku
apabila seseorang berperilaku tidak jujur, kejam atau rakus, tentulah orang tersebut
memanifestasikan perilaku buruk. Sebaliknya apabila seseorang berperilaku jujur, suka
menolong, tentulah orang tersebut memanifestasikan karakter mulia. Kedua, istilah karate erat
kaitannya dengan personality. Seseorang baru bias disebut orang berkarakter apabila
tingkahlakunya sesuai kaidah moral.
Oelh karena itu peran pendidikan kewarganegaraan dalam membenruk karakter muda
dapat dimulai dari pembentukan karakter salah satunya adalah faktor keluarga dan pendidikan.
Keluarga (pendidikan) adalah sebuah unit yang membangun bangsa dan untuk itulah negara
dibangun. Keluarga adalah tempat dimana karakter anak dibentuk dimana pendidikan dimulai
dan dipupuk, dimana norma pengambilan keputusan oleh si anak diciptakan.

DAFTAR PUSTAKA
Zuchdi, Darmiyati. 2009. Pendidikan Karakter. Yogyakarta:UNY Press

httpblog.uad.ac.idbaehaqiarif20110519pendidikan-kewarganegaraan-untuk-pembangunan-karakter-
bangsa-prospek-dan-tantangan-di-tengah-masyarakat-yang-multikultural1 diakses pada tanggal
22 April 2013 pukul 09.00

http://pengertianpendidikan.com/pengertian-pendidikan-kewarganegaraandiakses pada tanggal 22 April
2013 pukul 09.00

httpwww.bppk.depkeu.go.id bdkpontianakindex.phpserambi10-umum59-menanamkan-pendidikan-
karakter-di-kalangan-generasi-muda diakses pada tanggal 22 April 2013 pukul 09.00

Anda mungkin juga menyukai