Anda di halaman 1dari 16

TEKNIK PEMELIHARAAN LARVA KERAPU CANTANG (Epinephelus

sp.) DI CV. DWI JAYA, KABUPATEN BULELENG, PROVINSI BALI




ARTIKEL ILMIAH
PRAKTEK KERJA LAPANG
PROGRAM STUDI S-1 BUDIDAYA PERAIRAN





Oleh:
EKO WAHYU WARDONO
BUTON SULAWESI TENGGARA



FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2013

TEKNIK PEMELIHARAAN LARVA KERAPU CANTANG (Epinephelus
sp.) DI CV. DWI JAYA, KABUPATEN BULELENG, PROVINSI BALI

Praktek Kerja Lapang sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Budidaya Perairan
Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga


Oleh :
EKO WAHYU WARDONO
NIM. 141011141

Mengetahui, Menyetujui,
Dekan
Fakultas Perikanan Dan Kelautan Dosen Pembimbing
Universitas Airlangga,




Prof. Dr. Hj. Sri Subekti, DEA., Drh Sapto Andriyono, S.Pi, M.T
NIP. 19520517 197803 2 001 NIP. 19790925 200812 1 002







TEKNIK PEMELIHARAAN LARVA KERAPU CANTANG (Epinephelus
sp.) DI CV. DWI JAYA, KABUPATEN BULELENG, PROVINSI BALI



Eko Wahyu Wardono dan Sapto Andriyono. 2013. 14 hal.
Abstrak
Ikan kerapu (Epinephelus sp.) merupakan salah satu jenis ikan laut yang
mempunyai nilai gizi tinggi dan protein hewani yang baik untuk dikonsumsi,
selain itu ikan kerapu memiliki peluang pasar yang cerah baik di dalam negeri
maupun di luar negeri. Timbulnya berbagai masalah pada proses budidaya ikan
kerapu maka para pembudidaya melakukan hibridisasi (persilanagan). Hibridisasi
yang dilakukan pada ikan kerapu macan betina dan kerapu kertang jantan
menghasilkan satu varietas baru yaitu ikan kerapu cantang.
Praktek Kerja Lapang dilakukan dengan tujuan untuk Mengetahui teknik
pemeliharaan larva kerapu cantang (Epinephelus sp.) dan Mengetahui faktor yang
berpengaruh pada proses pemeliharaan Kerapu Cantang di CV.Dwi Jaya, Desa
Sanggalangit, Kecamatan Grogak, Kabupaten Buleleng Provinsi Bali. Praktek
Kerja Lapang dilaksanakan pada tanggal 17 Januari-18 Februari 2013. Metode
kerja yang digunakan dalam Praktek Kerja Lapang ini adalah metode deskriptif
dengan pengumpulan data, meliputi data primer dan data sekunder. Pengambilan
data dilakukan secara observasi, partisipasi aktif, wawancara dan studi literatur.
Kegiatan pemeliharan larva ikan kerapu cantang di CV. Dwi Jaya meliputi
persiapan bak, penebaran dan penetasan telur, pemeliharan larva, perkembangan
larva, pemberian pakan serta pemanenan dan pasca panen. Persiapan bak yang
dilakukan di CV. Dwi Jaya dilakukan dengan pemberian chlorine dengan dosis
13 ppm. Padat tebar larva pada bak pemeliharan ialah 4-5 butir/L. Pakan yang
diberikan pada larva ikan kerapu cantang berupa pakan alami dan pakan buatan.
Pakan alami adalah Chlorella sp., Rotifer, Artemia sedangkan pakan buatan yaitu
otohime.
.

Kata kunci: larva kerapu cantang, teknik pemeliharan, pakan alami, pakan buatan








REARING TECHNIQUE OF CANTANG (Epinephelus sp.) GROUPER
LARVAE IN CV. DWI JAYA, BULELENG , BALI PROVINCE
Eko Wahyu Wardono and Sapto Andriyono. 2013. 14 p.
Abstract
Grouper (Epinephelus sp.) is one of marine fish which has high nutritien
value and good protein to be consumed, besides grouper has good market prospect
eitner inside this country or outside this country. The problems of grouper fish
cultirated process make that the farmers do hybridization. Hybridization is
undertaken in famele tiger grouper fish and male kertang grouper fish which
produce a new varity namely cantang grouper fish.
This field work practice was undertaken to understand the rearing
technique of cantang grouper (Epinephelus sp.) and understand the factor which
affected the rearing process of cantang grouper in CV. Dwi Jaya, Sanggalangit
village, Grogak district, Buleleng, Bali Province. The method which was used in
this field work practice was description method by data collection, through
primary data and secundary data. Data taking colletion was undertaken by
observation, active praticipation, interview and literature rearing.
The activity of cantang grouper fish larvae rearing in CV. Dwi Jaya
include bath preparation, eggs speading and hatching, larvae development,
feeding and harvesting and post harvesting. Bath preparation in CV. Dwi Jaya
undertaken given chlorine with doses 13 ppm. The stock density in rearing bath
was 4-5 individu/L. Feed that given to the larvae of cantang grouper fish were live
feed and artificial feed. Live feed were Chlorella sp., Rotifer, Artemia wheres to
artificaly feed were otohime

.

Keywords: grouper larvae cantang, Rearing Technique, live feed and artificial
feed










PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar kedua di dunia, yang
terdiri dari 17.667 pulau. Luas laut dengan panjang garis pantai lebih dari 81.000
km memiliki potensi sumber daya laut dan perikanan yang sangat besar, yang
menjadikan Indonesia kaya akan sumberdaya alam baik hayati maupun non
hayati. Berdasarkan fakta yang ada, Indonesia layak menjadi produsen perikanan
dengan memaksimalkan pengelolaan sumberdaya alam secara terpadu dan
berkelanjutan sehingga mampu menjadi tumpuan perekonomian nasional.
Pemanfaatan sumber daya perikanan secara optimal akan memberikan
beberapa keuntungan antara lain meninggkatkan pendapat bagi nelayan,
meninggkatkan konsumsi protein hewani, membuka lapangan pekerjaan baru,
serta dapat menambah devisa negara. Berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya
perikanan, ikan kerapu merupakan salah satu jenis ikan yang banyak di minati
oleh para konsumen untuk di konsumsi.
Ikan kerapu (Epinephelus sp.) merupakan salah satu jenis ikan laut yang
mempunyai nilai gizi tinggi dan protein hewani yang baik untuk dikonsumsi,
selain itu ikan kerapu memiliki peluang pasar yang cerah baik di dalam negeri
maupun di luar negeri. Saat ini ikan kerapu merupakan ikan budidaya yang
sedang dikembangkan dan digalakkan sebagai komoditas budidaya laut unggulan
untuk diekspor di berbagai belahan dunia.
Permasalahan umum dalam budidaya ikan adalah bagaimana mendapatkan
benih ikan yang tumbuh cepat, Feed Confersion Ratio (FCR) rendah, tahan
terhadap berbagai kondisi lingkungan dan penyakit serta morfologi yang disukai
konsumen. Timbulnya berbagai masalah pada proses budidaya ikan maka para
pembudidaya melakukan hibridisasi (persilangan) berbeda spesies, dengan
harapan untuk mendapatkan jumlah benih yang belimpah dengan biaya yang
rendah. Hibridisasi yang dilakukan pada ikan kerapu macan betina dan kerapu
kertang jantan menghasilkan satu varietas baru yaitu ikan kerapu cantang, secara
morfologis kerapu cantang mirip dengan kedua spesies induknya, sedangkan
partumbuhanya lebih baik dari pada ikan kerapu macan dan kerapu kertang itu


sendiri. Dengan hadirnya kerapu cantang dari proses hibridisasi merupakan salah
satu solusi dari proses budidaya, dimana ikan kerapu cantang dapat tumbuh cepat
dan tahan terhadap lingkungan baru serta lebih tahan terhadap parasit atau
penyakit
Tujuan
Tujuan diadakannya Praktek Kerja Lapang (PKL) ini adalah mengetahui
teknik pemeliharaan larva kerapu cantang (Epinephelus sp.) memperoleh
tambahan ilmu pengetahuan dan pengalaman kerja serta Mengetahui faktor yang
berpengaruh pada proses pemeliharaan Kerapu Cantang di CV.Dwi Jaya, Desa
Sanggalangit, Kecamatan Grogak, Kabupaten Buleleng Provinsi Bali.
Manfaat
Manfaat Praktek Kerja Lapang (PKL) ini adalah Praktek Kerja Lapang ini
berguna untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan menambah wawasan
mengenai teknik pemeliharaan larva Kerapu Cantang (Epinephelus sp.) dan untuk
memadukan teori yang diperoleh dengan kenyataan yang ada di lapangan,
sehingga dapat memahami dan mengatasi permasalahan yang timbul di lapangan.
PELAKSANAAN PRAKTEK KERJA LAPANG
Kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) dilaksanakan di CV. Dwi Jaya,
Desa Sanggalangit, Kecamatan Grokgrak, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali.
Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 17 Januari sampai 18 Februari 2013.
Metode kerja yang digunakan dalam Praktek Kerja Lapang adalah metode
pengumpulan data dengan teknik pengambilan data meliputi data primer dan data
sekunder. Pengambilan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara,
partisipasi aktif.






HASIL DAN PEMBAHASAN
Pemeliharaan Larva Kerapu Cantang (Epinephelus sp.)
Persiapan Bak
Bak yang digunakan dalam pemeliharaan larva kerapu cantang adalah bak
beton berbentuk persegi dengan ukuran 3,5 x 3,5 x 1 m. Persiapan bak yang
dilakukan di CV. Dwi Jaya adalah sebelum bak di gunakan dinding dan dasar bak
di sikat dengan bersih, Kemudian bak akan di biarkan selama 1-2 hari, hal ini
bertujuan untuk membersikan sisa organisme yang masih menepel pada dinding
bak. Bak yang telah kering selanjutnya akan di isi air laut sebanyak 60-70% dari
volume bak. Setelah terisi air laut makan bak akan di berikan chlorine dengan
dosisi 13 ppm. Hal ini tidak di ajurkan oleh Setianto (2012) yang menyatakan
bahwa persiapan bak yang dilakukan sebelum proses pemeliharan larva ikan
kerapu, terlebih dahulu bak dibersikan dengan mengunakan chlorine sebanyak 50-
100 ppm, kemudian di biarkan selama 12 jam hal bertujuan untuk melarutkan
chlorine pada media pemeliharan.
Penebaran dan Penetasan Telur
Penebaran telur kerapu cantang dilakukan pada pagi hari yaitu pukul
10.00-11.00 WITA. Telur kerapu cantang didapatkan dari perusahan (devisi induk
kerapu). Telur kerapu cantang di tebar pada bak persegi dengan ukuraan 3,5 x 3,5
x 1 m dengan padat tebar telur kerapu cantang adalah 4-5 butir/L. Hal ini berbeda
dengan Affan dan Muhammadar (2011) yang menyatakan bahwa kepadatan
maksimal telur kerapu adalah 20 butir/L tujuan dari rendahnya padat tebar telur
adalah untuk mencegah gesekan telur pada media pemeliharaan. Waktu yang di
butuhkan telur kerapu cantang untuk menetas ialah sekitar 18-19 jam dengan suhu
27-30 C dan salitas 31-33 ppt.
Pemeliharaan Larva
pemeliharaan larva kerapu cantang di CV. Dwi Jaya dilakukan mulai umur
D
1
. Pada umur D
1
dan D
2
di dapatkan hasil bahwa larva berwarna bening dan
gerakan larva kerapu cantang melayang-layang, selain itu larva kerapu cantang


tidak di berikan pakan karena larva masih mempunyai cadangan makanan pada
kuning telur. Pada umur D
3
D
35
larva sudah diberikan pakan alami berupa
Brachionus plicatilis dengan kepadatan 1-3 individu/ml dan Chlorella sp.
sebanyak 50.000-100.000 sel/ml, Selain itu, larva juga diberikan minyak ikan
sebanyak 3 ppm yang bertujuan untuk mengurangi kematian larva pada
permukaan air serta mempercepat sintasan telur menjadi larva dan pemberian
miyak ikan dilakukan 2 kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari.
Pakan tambahan diberikan ketika larva kerapu cantang berumur D
10

berupa granule (Love Larva 1

) dan pada umur D


18
larva diberikan granule (Love
Larva 2

). Pada umur D
17
terlihat pada bibir larva kerapu cantang kehitam-
hitaman hal ini menandakan bahwa larva siap diberikan Artemia. Artemia
diberikan dengan kepadatan 3 individu/ml pada setiap bak dan pemberiannya
dilakukan pada pagi dan siang hari. Berikut ini grafik pembererian pakan alami
dan pakan tambahan

Grafik 1. Pemberian pakan alami dan pakan buatan pemeliharan larva
kerapu cantang di CV. Dwi Jaya.
Perkembangan Larva
Perkembangan larva kerapu cantang di CV. Dwi Jaya tampak pada gambar
2 D
1
(a) bentuk telur masih bening dan telur masih bergerak melayang layang
mengikuti arus sedangkan pada umur D
2
(b) larva sudah mulai menetas, selain itu


larva sudah tidak mempunyai cadangan makanan sehingga larva mulai diberikan
pakan alami berupa Chlorella sp. dan rotifer. Ketika umur D
9
(c) tampak tonjolan
pada bagian perut dan punggung yang akan menjadi bakal sirip punggung dan
perut. Pada umur D
11
(d) tonjolan tersebut sudah memanjang dan lebar sampai
pada umur D
22.

Pada umur D
22
(e) larva mengalami metamorfosis pada duri di punggung
dan perut hal ini merupakan bentuk sirip ventral dan sirip punggung. Pada umur
D
25
-
45
(f) larva sudah tampak sempurna menjadi ikan terdiri atas ukuran yang
bervariasi mulai dari 2-4 cm.
Gambar 2. Perkembangan Larva Ikan Kerapu
(Sumber : Subyakto dan Cahyaningsih, 2003)
Analisa Kualitas Air
Lokasi budidaya yang ideal harus memenuhi persyaratan-persyaratan
kualitas airnya. Faktor kualitas air yang perlu dipertimbangkan untuk pembenihan
kerapu meliputi sifat fisika dan sifat kimia yaitu antara lain : suhu, kecerahan,
pH, DO dan Salinitas. Pemenuhan akan kebutuhan air harus diupayakan agar
produksi benih ikan laut yang berkualitas, dalam jumlah yang cukup (Ghufran
dan Tamsil, 2010). Kualitas air yang diamati pada pemeliharaan larva kerapu
cantang adalah suhu perairaan berkisaraan 29-30 C dan salinitas 31-33 ppt.


Kontrol air yang dilakukan dalam pemeliharaaan larva kerapu cantang
adalah dengan melakukan pergantian air dan penyifonan. Pergantian air dilakukan
larva kerapu cantang berumur D
14
, banyaknya air yang di ganti adalah 20% dari
volume bak. Pergantian air dilakukan setiap hari dengan tujuan untuk menjaga
kualitas air dalam bak pemeliharaan dan Penyiponan pada kegiatan pemeliharan
larva kerapu cantang di mulai pada umur D
15
, selain itu penyifonan dapat
dilakukan sewaktu-waktu atau dengan cara melihat kondisi bak pemeliharan larva.
Pada umur D
20
penyifonan dilakukan setiap hari, hal ini di karenakan frekeunsi
pemberian pakan yang meningkat sehingga banyak sisa pakan yang terendap pada
dasar bak.
Pakan
Pakan yang digunakan dalam pemeliharaan larva kerapu cantang berupa
pakan alami dan pakan buatan. Pakan alami yang digunakan ialah Chlorella sp.,
rotifer, Artemia dan udang rebon sedangkan pakan buatan yang digunakan dalam
pemeliharaan larva kerapu cantang ialah granule (love larva 1

dan love larva 2

),
granule (Otohime B1

dan Otohime B2

), granule (Otohime C1

, Otohime C2

)
dan minyak ikan (Tung-Hai

).
Pemberian Pakan Alami
Chlorella sp.
Chlorella sp. yang merupakan salah satu spesies dari fitoplankton
chlorophyta yang dapat digunakan untuk memperkaya kandungan nutrisi rotifer
atau yang biasa disebut dengan nutrient enrichment, selain itu juga berfungsi
sebagai penyeimbang media untuk mengatur kecerahaan air (green water system).
Pemberian Chlorella sp. pada larva kerapu cantang dilakukan pada umur D
2
.
Chlorella sp. diberikan 2 kali dalam sehari yaitu pada pagi dan sore hari. Sebelum
Chlorella sp. diberikan terlebih dahulu dicek kepadatan larva kerapu cantang 4
individu/L ditambahkan 20% Chlorella sp. Pemberian Chlorella sp. akan
dihentikan ketika larva berumur D
35
atau dengan melihat kondisi larva yang sudah
tumbuh cepat.


Bak kultur Chlorella sp. di CV. Dwi Jaya terdapat delapan dengan ukuran
panjang, lebar dan tinggi 7 x 7 x 1,25 m (61,25 m
3
) sebanyak 2 bak, 6 x 6 x 1,25
m (45 m
3
) sebanyak 4 bak, dan 9 x 4,5 x 1,25 m (50,62 m
3
) sebanyak 2 bak, serta
1 bak penampungan sebanyak 1 bak dengan ukuran 3,5 x 3,5 x 1 m (7 m
3
). Selain
itu, untuk menjaga ketersedian Chlorella sp. dan proses pembibitan maka
dilakukan pemupukan. Pemupukan dilakukan dengan menggunakan pupuk Urea,
ZA, dan TSP. Dosis yang diberikan pada kultur Chlorella sp. yaitu dengan
perbandingan Urea : Za : TSP adalah 4 : 2 : 1 (Urea 1200 grm, Za 600 grm, dan
TSP 300 grm) pada semua ukuran bak kultur Chlorella sp.
Rotifer
Rotifer merupakan jenis zooplankton yang dapat dijadikan pakan alami
untuk larva kerapu cantang, karena ukuran tubuhnya sesuai dengan bukaan mulut.
Pemberian rotifer dilakukan dimulai pada umur D
3
-D
35
. Selain itu, rotifer dapat
diberikan dengan melihat kondisi pertumbuhan larva, jika larva masih sangat
lambat dalam pertumbuhan maka dosis pemberian rotifer ditambahkan. Rotifer
diberikan 2 kali dalam sehari yaitu pagi dan sore hari. Kultur rotifer dilakukan
pada bak beton yang berukuran 5 x 3,5 x 1 m (16,5 m
3
) dengan kapasitas
maksimal volume air 16 ton.pembibitan rotifer dilakukan dengan cara kepadatan
10 individu/ml. Bibit rotifer berasal dari bak rotifer yang lain, setelah diberi bibit
maka bak akan dialirkan Chlorella sp. yang berumur 4-5 hari sebanyak 40% dari
volume bak. Setelah diberi Chlorella sp. maka bak akan diisi dengan air laut
sebanyak dari volume bak.
Artemia
Artemia merupakan salah satu jenis pakan alami larva kerapu cantang.
Artemia termasuk pakan alami yang ideal untuk larva ikan kerapu cantang karena
mempunyai beberapa keunggulan, antara lain nilai nutrisinya tinggi, mudah
ditangani, dapat hidup dalam kepadatan tinggi, sudah diperjual belikan dalam
bentuk kista dan ukurannya sesuai dengan bukaan mulut larva. Pemberian
Artemia dilakukan pada larva kerapu cantang yang berumur D
17
, tanda-tanda larva


siap diberikan Artemia adalah pada mulut larva sudah mulai tampak bintik hitam
yang menunjukan bahwa larva siap mengkonsumsi Artemia. Pemberian Artemia
dimulai dengan kepadatan 3 individu/ml pada umur D
17
dan akan bertambah
sesuai kebutuhan tiap hari atau dengan melihat kondisi larva kerapu cantang.
Udang Rebon
Udang rebon mulai diberikan pada umur D
25
sampai D
45
. Udang berfungsi
sebagai pakan selingan untuk mempercepat pertumbuhan larva. Jumlah pemberian
pakan rebon diberikan berdasarkan kepadatan dan tingkat makan larva. Udang
rabon yang masih hidup sebelum diberikan pada larva disimpan dalam bak
kerucut tandon dengan tetap diberikan aerasi.
Pakan Buatan
Pemberian pakan buatan pada pemeliharaan larva kerapu cantang di CV.
Dwi Jaya diberikan pada larva yang berumur D
10
. Pakan buatan yang diberikan
pada larva kerapu cantang berupa granule ( Love Larva 1

, Love Larva 2

),
granule (Otohime B1

, Otohime B2

) dan granule (Otohime C1

dan Otohime
C2

).
Kendala
kendala selama kegiatan pemeliharaan larva kerapu cantang didapatkan 2
sumber yaitu, kendala eksternal dan kendala internal. Kendala eksternal yang
muncul pada kegiatan pemeliharaan larva kerapu cantang di CV. Dwi Jaya adalah
jadwal panen dan permintaan akan benih kerapu cantang yang tidak menentu yang
mengakibatkan pemasaran menjadi terhambat, kurangnya pengadaan peralatan
dalam mendukung proses kegiatan serta kurangnya pengadaan obat-obatan untuk
mendukung sarana pengobatan jika terdapat penyakit pada larva dan Kendala
internal yang ditemui pada proses pemeliharan larva kerapu cantang di CV. Dwi
Jaya adalah ketidakseragaman ukuran larva kerapu cantang pada proses
pemanenan, terjadinya kanibalisme serta terdapat penyakit Viral Nervous
Necrosis (VNN).


Pengendalian Hama dan Penyakit
Pengendalian hama dan penyakit di CV. Dwi Jaya antara lain dilakukan
dengan cara pencegahan dan pengobatan. Pencegahan penyakit dapat dilakukan
dengan cara sterilisasi alat yang akan digunakan dan pemberian pakan sesuai
kebutuhan larva. Pencegahan penyakit dilakukan dengan treatment atau
perendaman menggunakan air tawar serta antibiotik. Antibiotik yang biasa
digunakan berupa bubuk (elbaziu

). Cara untuk melarutkan cairan (elbazui

)
yaitu dengan mencampur bubuk antibiotik dalam baskom air tawar, kemudian
diaduk hingga rata. Larva yang terserang penyakit dilakukan perendaman pada
larutan dengan dosis 1 ppm selama 5-10 menit. Perendaman hanya dilakukan
untuk larva kerapu cantang yang berumur 30 hari keatas, sedangkan larva yang
berumur kurang dari 30 hari hanya dilakukan pemberian cairan (elbaziu

) secara
langsung pada bak pemeliharaan dengan dosis yang sama yaitu 1 ppm..
Panen
Panen merupakan kegiatan terakhir dalam pemeliharaan larva kerapu
cantang, setelah itu larva akan masuk pada pengelondongan. Sebelum dilakukan
pemanenan, benih akan di greading terlebih dahulu. Hal ini bertujuan untuk
menyeragamkan ukuran benih yang akan dipasarkan dan untuk memisahkan benih
yang masuk pasaran serta yang cacat (abnormalitas). Benih dipanen pada umur
D
45
atau dilihat dari kondisi ikan siap untuk dipanen (ukuran pembeli).
Ukuran benih yang dijual berkisar antara 2,5-4 cm. proses pemanenan
biasanya dilakukan pagi hari. Hal ini dilakukan untuk mengurangi tingkat stress
pada benih yang akan dipanen dan di greding. Proses pemanenan dilakukan
dengan menggunakan baskom plastik yang dialiri air dari pipa paralon. Air pada
bak pemeliharaan diturunkan secara perlahan sampai tingginya 30 cm. Setelah
ketinggian air mencapai 30 cm benih kerapu cantang dipanen dengan
menggunakan baskom kecil yang terdapat penyaring.




Pemasaran dan Prospek Pengembangan Usaha
Pemasaran
Benih yang dipasarkan adalah benih dengan ukuran 2,5-4 cm. Daerah
pemasaran benih kerapu cantang dilakukan disekitar Gerogak dengan harga Rp
2,500,00/ekor. Saat ini ikan kerapu tidak terlalu sulit untuk dipasarkan dalam
ukuran apapun, hal ini dikarenakan pembesaraan kerapu baik di KJA, tambak,
maupun bak terkontrol telah banyak di kembangkan.
Prospek Pengembangan Usaha
Prospek pengembangann usaha budidaya ikan kerapu cantang memberikan
peluang yang sangat baik karena dalam kegiatan budidaya kerapu cantang
pertumbuhan dan permintan pasar sangat berlimpah, baik dalam negeri maupun
luar negeri. Pengembangan usaha budidaya kerapu cantang di CV.Dwi Jaya
dilakukan dengan memasarkan secara online atau kontak langsung dengan
pembeli. Dalam perkembangan usaha CV. Dwi Jaya melakukan kerja sama
dengan perusahaan yang bergerak dibidang perikanan di daerah Buleleng secara
umum dan Kecamatan Gerogak secara khusus.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Teknik pemeliharaan larva kerapu cantang dimulai dengan persiapan bak
pemeliharaan larva sampai pemanenan benih. Dalam satu siklus
membutuhkan waktu 45 hari. Kegiatan pemeliharaan larva cantang adalah
persiapan bak pemeliharan, penebaran dan penetasan telur, pemeliharan larva
dan pemanenen larva.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pemeliharaan larva kerapu
cantang di CV. Dwi Jaya adalah ketersedian pakan alami dan pakan buatan
serta pengamatan kualitas air secara berkala.



Saran
1. Dari kegiatan PKL ini disarankan pada persiapan bak di anjurkan
menggunakan chlorine sebanyak 50-100 ppm sehingga hama dan penyakit
dapat di kurangi dengan lebih baik.
2. Lambatnya perkembangan larva kerapu cantang maka perlu mendapatkan
perbaikan dengan pemberian pakan sesuai jenis, ukuran dan kandungan gizi
yang di perlukan.
DAFTAR PUSTAKA
Affan, J. M. dan Muhammadar. 2011. Teknik Pembenihan Induk Kerapu Macan
(Ephinephelus fuscogutaftus) Dalam Upaya Pengadaan Kebutuhan Benih
Kerapu Bagi Pembudidaya Di Nanggroe Aceh Darussalam. Aceh
Development International Conference 2011 (ADIC 2011). Kuala Lumpur,
Malaysia.

BBAP Situbondo. 2011. Teknik Hibridisasi Ikan Kerapu Macan (Epinephelus
fuscoguttatus) dengan Ikan Kerapu kertang (Epinephelus lanceolatus).
Website BBAP Situbondo. Balai Budidaya Air Payau Situbondo.
Situbondo.

Jusadi, D. 2003. Modul Budidaya Chlorella sp. Direktorat Pendidikan Menegah
Kejuruan. Direktorat Pendidikan Menegah dan Dasar Departemen
Pendidikan Nasional. Jakarta. Hal 10.
Kawahara, S., Setiadi, E., Ismi, S dan Tridjoko. 2000. Kunci Keberhasilan
Produksi Massal Juvenil Kerapu Bebek (Cromileptes altivelis). Mei 2000.
Loka Penelitian Perikanan Gondol Japan Internasional Cooperation
Agency. Bali. 4 hal
Kordi, K dan M. Ghufran.2010. Budidaya Kerapu Batik. Akademia, Jakarta Barat.
10 -207 hal
Mintardjo, K, Sunaryanto, A., Utamanigsih dan Hermiyaningsih. 1985.
Persyaratan Tanah dan Air. Dalam Pedoman Budidaya Tambak Udang.
Direktorat Jenderal Perikanan. Departemen Pertanian. Jakarta

Setianto, D. 2012. Usaha Budidaya Ikan Kerapu Pembibitan & Pembesaran
ditambak & Keramba Jaring Apung. Pustaka Baru Press. Baguntapan,
Bantul, Yogyakarta.
Subyakto, S. dan S. Cahyaningsih. 2003. Pembenihan Kerapu Skala Rumah
Tangga. Agro Media Pustaka. Depok. hal. 3-30 hal.


Tarwiyah.2001. Pembenihan Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscogutaftus).
Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi, Jakarta

Wahyuningsih, S dan Widodo, A. P. 2011. Pemeliharaan larva kerapu hybrid
cantang (kerapu macan dan kerapu kertang). Pertemuan teknisi teknisi
Litkayasa. Perpustakan BBRPAL Gondol.

Anda mungkin juga menyukai