Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN


1.1 Latar belakang
Hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia sejak manusia
masih dalam kandungan sampai akhir kematiannya. Di dalamnya tidak jarang menimbulkan
gesekan-gesekan antar individu dalam upaya pemenuhan HAM pada dirinya sendiri. Hal inilah
yang kemudian bisa memunculkan pelanggaran HAM seorang individu terhadap individu lain,
kelompok terhadap individu ataupun sebaliknya.
Negara Indonesia terdiri dari lembagalembaga. Lembaga-lembaga di Indonesia
tersebut seperti lembaga legistalif, lembaga eksekutif dan lembaga yudikatif. Selain itu juga
terdapat lembaga penegak HAM. Beberepa lembaga tersebut seperti Komisi Nasional Hak Asasi
Manusia, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap
Perempuan, Mahkama Konstitusi. Sesuai dengan nama lembaganya, lembaga lembaga ini
bertujuan menegakkan dan melindungi setiap Hak Asasi Manusia.
Setelah reformasi tahun 1998, Indonesia mengalami kemajuan dalam bidang penegakan
HAM bagi seluruh warganya. Instrumen-instrumen HAM pun didirikan sebagai upaya
menunjang komitmen penegakan HAM yang lebih optimal. Namun seiring dengan kemajuan ini,
pelanggaran HAM kemudian juga sering terjadi di sekitar kita. Untuk itulah kami menyusun
makalah yang berjudul Lembaga Penegakan Ham Republik Indonesia ,untuk memberikan
informasi tentang peranan Negara Republik Indonesia dalam menyelesaikan masalah HAM.

1.2 Tujuan
a. Untuk mengetahui seluk beluk dari Mahkamah Konstitusi, Komisi Nasional Hak Asasi
Manusia, Komisi Perlindungan Anak Indonesi dan Komisi Nasional Perempuan.
b. Untuk mengetahui fungsi dan peran dari Mahkamah Konstitusi, Komisi Nasional Hak
Asasi Manusia, Komisi Perlindungan Anak Indonesi dan Komisi Nasional Perempuan.

1.3 Manfaat
a. Dapat mengetahui seluk beluk atau sejarah dari lembaga Komisi Nasional Hak Asasi
Manusia, Mahkamah Konstitusi, Komisi Perlindungan Anak Indonesi dan Komisi Nasional
Perempuan.
b. Dapat memahami lebih luas mengenai fungsi dan peran dari lembaga Komisi Nasional
Hak Asasi Manusia, Mahkamah Konstitusi, Komisi Perlindungan Anak Indonesi dan
Komisi Nasional Perempuan.



BAB II
PEMBAHASAN


2.1 MAHKAMAH KONSTITUSI
2.1.1 Sejarah Berdirinya Mahkamah Konstitusi (MK)
Berdirinya lembaga Mahkamah Konstitusi (MK) diawali dengan diadopsinya ide MK
(Constitutional Court) dalam amandemen konstitusi yang dilakukan oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada tahun 2001 sebagaimana dirumuskan dalam ketentuan
Pasal 24 ayat (2), Pasal 24C, dan Pasal 7B Undang-Undang Dasar 1945 hasil Perubahan Ketiga
yang disahkan pada 9 Nopember 2001. Ide pembentukan MK merupakan salah satu
perkembangan pemikiran hukum dan kenegaraan modern yang muncul di abad ke-20. Setelah
disahkannya Perubahan Ketiga UUD 1945 maka dalam rangka menunggu pembentukan MK,
MPR menetapkan Mahkamah Agung (MA) menjalankan fungsi MK untuk sementara
sebagaimana diatur dalam Pasal III Aturan Peralihan UUD 1945 hasil Perubahan Keempat.DPR
dan Pemerintah kemudian membuat Rancangan Undang-Undang mengenai Mahkamah
Konstitusi. Setelah melalui pembahasan mendalam, DPR dan Pemerintah menyetujui secara
bersama UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi pada 13 Agustus 2003 dan
disahkan oleh Presiden pada hari itu (Lembaran Negara Nomor 98 dan Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4316).Dua hari kemudian, pada tanggal 15 Agustus 2003, Presiden melalui
Keputusan Presiden Nomor 147/M Tahun 2003 hakim konstitusi untuk pertama kalinya yang
dilanjutkan dengan pengucapan sumpah jabatan para hakim konstitusi di Istana Negara pada
tanggal 16 Agustus 2003.Lembaran perjalanan MK selanjutnya adalah pelimpahan perkara dari
MA ke MK, pada tanggal 15 Oktober 2003 yang menandai mulai beroperasinya kegiatan MK
sebagai salah satu cabang kekuasaan kehakiman menurut ketentuan UUD 1945.
Mahkamah konstitusi di bentuk untuk menjamin agar konstitusi sebagai hukum tertinggi
dapat ditegakkan sebagaimana mestinya. Karena itu Mahkamah konstitusi biasa disebut
sebagai the guardian of the constitution seperti sebutan yang biasa dinisbatkan kepada
Mahkamah Agung di Amerika Serikat (Jimly Asshiddiqie,2006:154).
Mahkamah Konstitusi dapat dikatakan mempunyai kedudukan yang sederajat dan sama
tinggi dengan Mahkamah Agung. Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung sama-sama
merupakan pelaksana cabang kekuasaan kehakiman (judiciary) yang merdeka dan terpisah dari
cabang-cabang kekuasaan lain, yaitu pemerintah (executive) dan lembaga permusyawaratan-
perwakilan (legislature).

2.1.2 Kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK)
Berdasarkan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 yang ditegaskan kembali dalam Pasal 10 ayat
(1) huruf a sampai dengan d UU 24/2003, kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah menguji
undang-undang terhadap UUD 1945; memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang
kewenangannya diberikan oleh UUD 1945; memutus pembubaran partai politik; dan memutus
perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Selain itu, berdasarkan Pasal 7 ayat (1) sampai
dengan (5) dan Pasal 24C ayat (2) UUD 1945 yang ditegaskan lagi oleh Pasal 10 ayat (2) UU
24/2003, kewajiban Mahkamah Konstitusi adalah memberikan keputusan atas pendapat DPR
bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum, atau perbuatan
tercela, atau tidak memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana
dimaksud dalam UUD 1945. Dibawah ini adalah struktur organisasi Mahkamah Konstitusi.

Gambar 2.1 Bagan Struktur Organisasi MKRI

2.1.3 Hubungan Mahkamah Konstitusi dengan Lembaga Negara Lainnya
2.1.3.1 Hubungan Mahkamah Konstitusi dengan Presiden
Dalam UUD 1945 hanya ada dua aspek yang secara eksplisit menunjukkan hubungan
antara Mahkamah Konstitusi denga Presiden yaitu pada proses pemberhentian presiden dan
pada penunjukkan dan penetapan hakim konstitusi.
Dalam proses pemberhentian presiden posisi mahkamah konstitusi bersifat pasif, yaitu
hanya menunggu pengajuan permintaan pendapat (pendapat hukum) dari DPR, tentang
tindakan presiden yang dianggap telah melakukan pelanggaran hukum yang berupa
pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau
perbuatan tercela, maupun dianggap telah tidak memenuhi syarat sebagai presiden, sebagai
syarat untuk dapat mengusulkan pemberhentian presiden kepada MPR. Jika mahkamah
konstisui memutuskan bahwa ternyata dari sisi hukum pendapat DPR memiki dasar hukum dan
konstitusi sehingga mahkamah konstitusi mengabulkan pendapat DPR, maka DPR dapat
mengajukan pengusulan pemberhentian presiden kepada MPR. Sebaliknya jika mahkamah
konstitusi tidak membenarkan atau menolak pendapat DPR, maka proses pengusulan
pemberhentian itu dihentikan. Disamping itu, 3 dari 9 orang hakim konstitusi diajukan atau
ditunjuk oleh Presiden yang menunjukkan adanya representasi lembaga presiden dalam
kompisisi anggota mahkamah konstitusi. Tetapi dalam melaksanbakan tugasnya hakim
konstitusi yang berasal dari lembaga manapun berkerja secara independen, dan tidak
terpengaruh pada pendapat atau pandangan dari lembaga negara yang mengajukannya.
Presiden sebagai kepala negara menetapkan pengangkatan para hakim konstitusi yang telah
diajukan oleh masing-masing lembaga negara dan mengucapkan sumpah di hadapan presiden.
Secara implisit banyak hubungan lainnya yang terbangun antara presiden dengan
mahkamah konstitusi terutama terkait dengan posisi presiden sebagai kepala pemerintahan
dan penyelenggara administrasi negara. Mahkamah konstitusi akan selalu membutuhkan
bantuan pelayanan administrasi dari presiden selaku penyelenggara administrasi negara serta
dukungan anggaran dan keuangan serta fasilitas bagi penyelenggaraan tugas dan fungsi
mahkamah konstitusi yang ditetapkan oleh presiden bersama dengan DPR.

2.1.3.2 Hubungan Mahkamah Konstitusi dengan DPR
Selain dalam hubungannya dengan penunjukkan 3 orang hakim konstitusi yang diajukan
atau ditunjuk oleh DPR, secara eksplisit hubungan antara mahkamah konstitusi dengan DPR
hanya terkait dengan proses pemberhentian presiden sebagaimana telah diuraikan pada bagian
sebelumnya.

2.1.3.3 Hubungan Mahkamah Konstitusi dengan Mahkamah Agung
Mahkamah konstitusi dan mahkamah agung sama-sama berada dalam lingkungan
kekuasaan kehakiman yang merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan
peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya,
kedua lembaga tersebut harus menghormati prinsip-prinsip yang dianut dalam proses peradilan
dan prinsip negara hukum. Walaupun mahkamah agung tidak berwenang untuk menguji
undang-undang terhadap undang-undang dasar bukan berarti dalam memutuskan suatu
perkara yang diajukan kepadanya, mahkamah agung tidak berwenang untuk menilai suatu
undang-undang bertentangan dengan konstitusi. Dalam menghadapi kasus-kasus konkrit,
mahkamah agung dalam rangka menegakkan keadilan dan yang adil (just law) dapat
mengesampingkan ketentuan undang-undang yang bertentangan dengan undang-undang
dasar. Akan tetapi mahkamah agung tidak dapat menyatakan bahwa ketentuan undang-undang
tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat karena hal itu adalah kewenangan
ekslusif dari mahkamah konstitusi. Artinya ketentuan undang-undang tetap berlaku dan tetap
dapat diterapkan oleh lembaga manapun dalam kasus-kasus lain, sepanjang tidak dinyatakan
tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat oleh mahkamah konstitusi.
Mahkamah konstitusi dengan kewenangannya dapat melakukan pengujian dan
menyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat atas ketentuan undang-undang yang
dijadikan dasar oleh mahkamah agung dalam memutus suatu perkara kasuistis. Akan tetapi
mahkamah konstitusi tidak dapat membatalkan putusan mahkamah agung, karena bukan
kewenangannya sebagaimana ditentukan undang-undang dasar.


2.1.3.4 Hubungan Mahkamah Konstitusi dengan lembaga Negara yang Lainnya
Mehkamah konstitusi merupakan tempat bagi lembaga-lembaga negara lainnya untuk
mengadu dan meminta keputusan mengenai lembaga negara yang mana yang memiliki
landasan konstitusionalitas wewenang yang benar jika terjadi sengketa kewenangan antar
lembaga negara. Sengketa kewenangan bisa terjadi antara DPR dengan Dewan Perwakilan
Daerah (DPD), antara presiden dengan DPR atau antara Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
dengan presiden dan lain-lain. Hal yang masih menjadi soal yang sering dipertanyakan adalah
bagimana memutuskannya jika terjadi sengketa kewenangan antara mahkamah konstitusi
dengan lembaga negara yang lainnya. Siapa yang harus memutuskan. Secara teori tidak
mungkin mahkamah konstitusi yang akan memutuskan sengketa demikian karena akan terjadi
conflict of interest, sama halnya dengan seorang hakim yang dilarang untuk memeriksa dan
mengadili perkaranya sendiri. Walaupun pada saat perumusan perubahan UUD 1945 di PAH I
BP MPR dan pembahasan RUU tentang Mahkamah Konstitusi di DPR masalah ini dibicarakan
tetapi tidak ada suatu solusi yang diberikan, kecuali menyerahkan pada praktek
ketatanegaraan. Mahkamah konstitusi diharapkan bijak untuk tidak bersengketa kewenangan
dengan lembaga negara lainnya atau mengambil kewenangan lembaga negara yang lain.
Disnilah kewibawaan mahkamah konstitusi ditunjukkan agar dihormati dalam praktek
kenegaraan.

2.1.4 Contoh Peranan Mahkamah Konstitusi (MK)
Salah satu contoh peranan MK adalah dalam penanganan masalah Pemilihan Umum
(Pemilu). Berdasarkan Pasal 24C ayat (1) dan (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 menggariskan wewenang Mahkamah Konstitusi adalah sebagai berikut:
a. Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang
putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar,
memutus sengketa kewenangan lembaga Negara yang kewenangannya diberikan oleh
Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan
tentang hasil pemilu.
b. Mahkamah Konstitusi wajib memberi putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat
mengenai dugaan pelanggaran Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang
Dasar.

Permohonan sengketa pemilu yang dapat diajukan kehadapan Mahkamah Konsitusi,
adalah hanya dapat diajukan penetapan hasil pemilihan umum yang ditetapkan secara nasional
oleh Komisi Pemilihan Umum, yang dapat mempengaruhi :
a. Terpilihnya calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
b. Penentuan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang masuk pada putaran kedua
pemilihan Presiden dan Wakil Presiden serta terpilihnya pasangan calon Presiden dan
Wakil Presiden untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden
c. Perolehan kursi yang dimenangkan oleh partai politik peserta pemilihan umum disuatu
Daerah Pemilihan.

2.2 KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA (Komnas HAM)
2.2.1 Sejarah Lembaga Komnas HAM
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dibentuk pada tanggal 7 Juni 1993
berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 50 tahun 1993 tentang Komisi Nasional Hak Asasi
Manusia.
Dalam perkembangannya, sejarah bangsa Indonesia terus mencatat berbagai bentuk
penderitaan, kesengsaraan dan kesenjangan sosial yang disebabkan antara lain oleh warisan
konsepsi tradisional tentang hubungan feodalistik dan patriarkal antara pemerintah dengan
rakyat, belum konsistennya penjabaran sistem dan aparatur penegak hukum dengan norma-
norma yang diletakkan para pendiri negara dalam UUD 1945, belum tersosialisasikannya secara
luas dan komprehensif instrumen hak asasi manusia, dan belum kukuhnya masyarakat warga.
Singkatnya, masih didapati adanya kondisi yang belum cukup kondusif untuk perlindungan dan
pemajuan hak asasi manusia. Sebagai akibatnya, maka telah menimbulkan berbagai perilaku
yang tidak adil dan diskriminatif.
Menyikapi berbagai pelanggaran hak asasi manusia tersebut, maka guna menghindari
korban pelanggaran HAM yang lebih banyak dan untuk menciptakan kondisi yang kondusif,
maka Majelis Permusyawaratan Rakyat telah mengeluarkan Ketetapan MPR Nomor
XVII/MPR/1998. Dalam Ketetapan tersebut disebutkan, antara lain menugasi lembaga-lembaga
tinggi negara dan seluruh aparatur pemerintah untuk menghormati, menegakkan dan
menyebarluaskan pemahaman mengenai hak asasi manusia kepada seluruh masyarakat. Selain
itu, dalam Ketetapan tersebut juga disebutkan bahwa pelaksanaan penyuluhan, pengkajian,
pemantauan, penelitian dan mediasi tentang hak asasi manusia dilakukan oleh suatu Komisi
Nasional Hak Asasi Manusia yang ditetapkan dengan Undang-undang.
Menindaklanjuti amanat Ketetapan MPR tersebut, maka pada tanggal 23 September
1999 telah disahkan Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Dalam
Undang-undang tersebut selain mengatur mengenai hak asasi manusia, juga mengenai
kelembagaan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.

2.2.2 Dasar Hukum Komnas HAM
2.2.2.1 Instumen Acuan
Dalam melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenang guna mencapai tujuannya Komnas
HAM menggunakan sebagai acuan intrumen-instrumen yang berkaitan dengan HAM, baik
nasional maupun internasional.
2.2.2.2 Instrumen nasional:
a. Undang Undang Dasar 1945;
b. Tap MPR No. XVII/MPR/1998;
c. UU No 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia;
d. UU No 26 tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM;
e. Peraturan perundang-undangan nasional lain yang terkait;
f. Keppres No. 50 tahun 1993 Tentang Komnas HAM;
g. Keppres No. 181 tahun 1998 Tentang Komnas Anti kekerasan terhadap Perempuan;
h. UU No 40 Tahun 2008 Tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis;

2.2.2.3 Instrumen Internasional:
a. Piagam PBB, 1945;
b. Deklarasi Universal HAM 1948;
c. Instrumen internasional lain mengenai HAM yang telah disahkan dan diterima oleh
Indonesia.

2.2.3 Tugas dan Wewenang Komnas HAM
Sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia, Komnas HAM mempunyai fungsi pengkajian dan penelitian, penyuluhan,
pemantauan, serta mediasi.
Untuk melaksanakan fungsi Komnas HAM dalam pengkajian dan penelitian, Komnas HAM
bertugas dan berwenang melakukan :
a. Pengkajian dan penelitian berbagai instrumen internasional hak asasi manusia dengan
tujuan memberikan saran-saran mengenai kemungkinan aksesi dan atau ratifikasi.
b. Pengkajian dan penelitian berbagai peraturan perundang-undangan untuk memberikan
rekomendasi mengenai pembentukan, perubahan, dan pencabutan peraturan perundang-
undangan yang berkaitan dengan hak asasi manusia.
c. Penerbitan hasil pengkajian dan penelitian.
d. Studi kepustakaan, studi lapangan dan studi banding di negara lain mengenai hak asasi
manusia.
e. Pembahasan berbagai masalah yang berkaitan dengan perlindungan, penegakan, dan
pemajuan hak asasi manusia.
f. Kerjasama pengkajian dan penelitian dengan organisasi, lembaga atau pihak lainnya, baik
tingkat nasional, regional, maupun internasional dalam bidang hak asasi manusia.
Untuk melaksanakan fungsi Komnas HAM dalam penyuluhan, Komnas HAM bertugas dan
berwenang melakukan :
a. Penyebarluasan wawasan mengenai hak asasi manusia kepada masyarakat Indonesia.
b. Upaya peningkatan kesadaran masyarakat tentang hak asasi manusia melalui lembaga
pendidikan formal dan nonformal serta berbagai kalangan lainnya.
c. Kerjasama dengan organisasi, lembaga atau pihak lainnya, baik di tingkat nasional, regional,
maupun internasional dalam bidang hak asasi manusia.
Untuk melaksanakan fungsi Komnas HAM dalam pemantauan, Komnas HAM bertugas dan
berwenang melakukan :
a. Pengamatan pelaksanaan hak asasi manusia dan penyusunan laporan hasil pengamatan
tersebut.
b. Penyelidikan dan pemeriksaan terhadap peristiwa yang timbul dalam masyarakat
berdasarkan sifat atau lingkupnya patut diduga terdapat pelanggaran hak asasi manusia.
c. Pemanggilan kepada pihak pengadu atau korban maupun pihak yang diadukan untuk
dimintai dan didengar keterangannya.
d. Pemanggilan saksi untuk diminta dan didengar kesaksiannya, dan kepada saksi pengadu
diminta menyerahkan bukti yang diperlukan.
e. Peninjauan di tempat kejadian dan tempat lainnya yang dianggap perlu.
f. Pemeriksaan setempat terhadap rumah, pekarangan, bangunan, dan tempat-tempat
lainnya yang diduduki atau dimiliki pihak tertentu dengan persetujuan Ketua Pengadilan.
Selanjutnya dalam melaksanakan fungsi Komnas HAM dalam mediasi, Komnas HAM
bertugas dan berwenang :
a. Mengadakan perdamaian antar pihak-pihak yang bertikai.
b. Menyelesaikan perkara melalui konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan penilaian ahli.
c. Memberi saran kepada para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui pengadilan.
d. Menyampaikan rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada
pemerintah untuk ditindaklanjuti penyelesaiannya.
e. Menyampaikan rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada
Dewan Perwakilan Rakyat untuk ditindaklanjuti.

2.2.4 Contoh Peranan Komnas HAM
Sejauh ini Komnas Ham sudah sangat berperan aktif dalam menjalankan tugas dan
fungsinya. Sejumlah kasus pelanggaran HAM yang sudah terjadi mampu di selesaikan dengan
baik contohnya :
2.2.4.1 Kasus Penganiayaan Purnawirawan TNI Sudah Ditangani Komnas HAM
Kasus penganiayaan purnawirawan AD, Suwarno (60) oleh personel TNI AU kini sudah
ditangani Komnas HAM. Menurut kuasa hukum keluarga, Safriadi SH, tindak kekerasan yang
dilakukan personel TNI AU terhadap keluarga Suwarno tidak bisa dibiarkan, dan perlu diketahui
dan ditindaklanjuti oleh Komnas HAM.
2.2.4.2 Komnas HAM dan Polda NTT Periksa 30 Kasus
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) bersama Kepolisian Nusa Tenggara
Timur telah memeriksa hampir 30 kasus dugaan pelanggaran HAM yang terjadi di daerah
tersebut. Anggota Komnas HAM Natalius Pigai mengatakan, sebagian besar kasus sudah
diselesaikan kepolisian dan sisanya sedang dalam ditangani.
2.2.4.3 Rekomendasi Lengkap Komnas HAM untuk Kasus Cebongan
Komnas HAM memberi rekomendasi perihal investigasi kasus eksekusi 4 tahanan di LP
Cirebon. Komnas menyebut sejumlah pihak harus ikut bertanggung jawab atas insiden
pelanggaran HAM tersebut

2.3 KOMISI NASIONAL PEREMPUAN
2.3.1 Sejarah Komnas Perempuan
Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan atau Komisi Nasional (Komnas)
Perempuan adalah lembaga independen di Indonesia yang dibentuk sebagai mekanisme
nasional untuk menghapuskan kekerasan terhadap perempuan. Komisi nasional ini didirikan
tanggal 15 Oktober 1998 berdasarkan Keputusan Presiden No. 181/1998.
Komnas Perempuan lahir dari tuntutan masyarakat sipil, terutama kaum perempuan,
kepada pemerintah untuk mewujudkan tanggung jawab negara dalam menangapi dan
menangani persoalan kekerasan terhadap perempuan. Tuntutan tersebut berakar dari tragedi
kekerasan seksual yang dialami terutama perempuan etnis Tionghoa dalam kerusuhan Mei
1998 di berbagai kota besar di Indonesia.
Untuk pengeluaran rutin, Komnas Perempuan memperoleh dukunganan dari Sekretariat
Negara. Selain itu Komnas Perempuan juga menerima dukungan dari individu-individu dan
berbagai organisasi nasional dan internasional. Komnas Perempuan melakukan
pertanggungjawaban publik tentang program kerja maupun pendanaanya. Hal ini dilakukan
melalui laporan tertulis yang bisa diakses oleh publik maupun melalui acara
Pertanggungjawaban Publik di mana masyarakat umum dan konstituen Komnas Perempuan
dari lingkungan pemerintah dan masyarakat dapat bertatap muka dan berdialog langsung.
Susunan organisasi Komnas Perempuan terdiri dari komisi Paripurna dan Badan Pekerja.
Anggota komisi Paripurna berasal dari berbagai latar belakang pendidikan, profesi, agama dan
suku yang memiliki integritas, kemampuan, pengetahuan, wawasan kemanusiaan dan
kebangsaan serta tanggungjawab yang tinggi untuk mengupayakan tercapainya tujuan Komnas
Perempuan.

2.3.2 Landasan Kerangka Kerja Komnas Perempuan
a. Konstitusi, yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
b. Undang-Undang No. 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Penghapusan Segala
Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW)
c. Undang-Undang No. 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi Menentang Penyiksaan
dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam atau tidak Manusiawi (CAT)

2.3.3 Tujuan Komnas Perempuan
a. Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi penghapusan segala bentuk kekerasan
terhadap perempuan dan penegakan hak-hak asasi manusia perempuan di Indonesia.
b. Meningkatkan upaya pencegahan dan penanggulangan segal bentuk kekerasan terhadap
perempuan dan perlindungan hak-hak asasi perempuan.

2.3.4 Mandat dan Kewenangan Komnas Perempuan
a. Menyebarluaskan pemahaman atas segala bentuk kekerasan terhadap perempuan
Indonesia dan upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan, serta penghapusan segala
bentuk kekerasan terhadap perempuan;
b. Melaksanakan pengkajian dan penelitian terhadap berbagai peraturan perundang-
undangan yang berlaku, serta berbagai instrumen internasional yang relevan bagi
perlindungan hak-hak asasi perempuan;
c. Melaksanakan pemantauan, termasuk pencarian fakta dan pendokumentasian kekerasan
terhadap perempuan dan pelanggaran HAM perempuan, serta penyebarluasan hasil
pemantauan kepada publik dan pengambilan langkah-langkah yang mendorong
pertanggungjawaban dan penanganan;
d. Memberi saran dan pertimbangan kepada pemerintah, lembaga legislative, dan yudikatif,
serta organisasi-organisasi masyarakat guna mendorong penyusuanan dan pengesahan
kerangka hukum dan kebijakan yang mendukung upaya-upaya pencegahan dan
penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan, serta perlindungan,
penegakan dan pemajuan hak-hak asasi perempuan.;
e. Mengembangkan kerja sama regional dan internasional guna meningkatkan upaya-upaya
pencegahan dan penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan Indonesia,
serta perlindungan, penegakan dan pemajuan hak-hak asasi perempuan.

2.3.5 Peran Komnas Perempuan
Dalam menjalankan mandatnya, Komnas Perempuan mengambil peran sebagai berikut :
a. Pemantau dan pelapor tentang pelanggaran HAM berbasis gender dan kondisi pemenuhan
hak perempuan korban
b. Pusat pengetahuan (resource center) tentang hak asasi perempuan;
c. Pemicu perubahan serta perumusan kebijakan;
d. Negosiator dan mediator antara pemerintah dengan komunitas korban dan komunitas
pejuang hak asasi perempuan, dengan menitikberatkan pada pemenuhan tanggungjawab
negara pada penegakan hak asasi manusia dan pada pemulihan hak-hak korban;
e. Fasilitator pengembangan dan penguatan jaringan di tingkat lokal, nasional, regional dan
internasional untuk kepentingan pencegahan, peningkatan kapasitas penanganan dan
penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan.

2.3.5.1 Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan
A. Sejarah Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan
Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16 Days of Activism Against
Gender Violence) merupakan kampanye internasional untuk mendorong upaya-upaya
penghapusan kekerasan terhadap perempuan di seluruh dunia. Sebagai institusi nasional hak
asasi manusia di Indonesia, Komnas Perempuan menjadi inisiator kegiatan ini di Indonesia.
Aktivitas ini sendiri pertama kali digagas oleh Womens Global Leadership Institute tahun 1991
yang disponsori oleh Center for Womens Global Leadership. Setiap tahunnya, kegiatan ini
berlangsung dari tanggal 25 November yang merupakan Hari Internasional Penghapusan
Kekerasan terhadap Perempuan hingga tanggal 10 Desember yang merupakan Hari Hak Asasi
Manusia (HAM) Internasional. Dipilihnya rentang waktu tersebut adalah dalam rangka
menghubungkan secara simbolik antara kekerasan terhadap perempuan dan HAM, serta
menekankan bahwa kekerasan terhadap perempuan merupakan salah satu bentuk pelanggaran
HAM. Keterlibatan Komnas Perempuan dalam kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap
Perempuan (HAKTP) telah dimulai sejak tahun 2003. Dalam kampanye 16 HAKTP ini, Komnas
Perempuan selain menjadi inisiator juga sebagai fasilitator pelaksanaan kampanye di wilayah-
wilayah yang menjadi mitra Komnas Perempuan. Hal ini sejalan dengan prinsip kerja dan
mandat Komnas Perempuan yakni untuk bermitra dengan pihak masyarakat serta berperan
memfasilitasi upaya terkait pencegahan dan penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan.

B. Mengapa 16 Hari
Penghapusan kekerasan terhadap perempuan membutuhkan kerja bersama dan sinergi
dari berbagai komponen masyarakat untuk bergerak secara serentak, baik aktivis HAM
perempuan, Pemerintah, maupun masyarakat secara umum. Dalam rentang 16 hari, para
aktivis HAM perempuan mempunyai waktu yang cukup guna membangun strategi
pengorganisiran agenda bersama yakni untuk:
a. menggalang gerakan solidaritas berdasarkan kesadaran bahwa kekerasan terhadap
perempuan merupakan pelanggaran HAM,
b. mendorong kegiatan bersama untuk menjamin perlindungan yang lebih baik bagi para
survivor (korban yang sudah mampu melampaui pengalaman kekerasan),
c. mengajak semua orang untuk turut terlibat aktif sesuai dengan kapasitasnya dalam upaya
penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan.
Strategi yang diterapkan dalam kegiatan kampanye ini sangat beragam dari satu daerah
ke daerah lain. Hal ini sangat dipengaruhi oleh temuan tim kampanye di masing-masing daerah
atas kondisi ekonomi, sosial, dan budaya, serta situasi politik setempat. Apapun strategi
kegiatan, yang pasti strategis ini diarahkan untuk:
a. meningkatkan pemahaman mengenai kekerasan berbasis jender sebagai isu Hak Asasi
Manusia di tingkat lokal, nasional, regional dan internasional
b. memperkuat kerja-kerja di tingkat lokal dalam menangani kasus-kasus kekerasan terhadap
perempuan
c. membangun kerjasama yang lebih solid untuk mengupayakan penghapusan kekerasan
terhadap perempuan di tingkat lokal dan internasional
d. mengembangkan metode-metode yang efektif dalam upaya peningkatan pemahaman publik
sebagai strategi perlawanan dalam gerakan penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap
perempuan
e. menunjukkan solidaritas kelompok perempuan sedunia dalam melakukan upaya
penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan
f. membangun gerakan anti kekerasan terhadap perempuan untuk memperkuat tekanan
terhadap pemerintah agar melaksanakan dan mengupayakan penghapusan segala bentuk
kekerasan terhadap perempuan.
2.4 KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA
2.4.1 Sejarah Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)
Pencanangan Gerakan Nasional Perlindungan Anak 23 Juli 1987 merupakan kebijakan
negara untuk menjadikan upaya perlindungan terhadap anak sebagai sebuah gerakan bersama,
dimana keluarga dan masyarakat menjadi basis utama dan terdepan demi terjaminnya kualitas
perlindungan dan kesejahteraan anak anak-anak Indonesia. Hal ini ditindaklanjuti dengan
kebijakan pemerintah melalui Surat Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor
81/HUK/1997 tentang Pembentukan Lembaga Perlindungan Anak Pusat yang tidak lain menjadi
cikal bakal lahirnya sebuah Komisi khusus yang mengurus upaya perlindungan dan peningkatan
kesejahteraan anak secara independen.
Atas berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa serta prakarsa Departemen Sosial RI, Tokoh
Masyarakat, Perguruan Tinggi, Organisasi Non-Pemerintah dan Pemerintah, Media Massa dan
kalangan Profesi serta dukungan Badan Dunia urusan anak-anak (UNICEF) melalui Forum
Nasional Perlindungan Anak yang Pertama (I) tanggal 26 Oktober 1998, dibentuklah Komisi
Nasional Perlindungan Anak yang selanjutnya disebut Komnas Anak sebagai wahana
masyarakat yang independen guna ikut memperkuat mekanisme nasional dan internasional
dalam mewujudkan situasi dan kondisi yang kondusif bagi pemantauan, pemajuan dan
perlindungan hak anak dan solusi bagi permasalahan anak yang timbul.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) adalah Lembaga Independen yang
kedudukannya setingkat dengan Komisi Negara yang dibentuk berdasarkan amanat Keppres
77/2003 dan pasal 74 UU No. 23 Tahun 2002 dalam rangka untuk meningkatkan efektivitas
penyelenggaraan perlindungan anak di Indonesia . Lembaga ini bersifat independen, tidak
boleh dipengaruhi oleh siapa dan darimana serta kepentingan apapun, kecuali satu yaitu
Demi Kepentingan Terbaik bagi Anak seperti diamanatkan oleh CRC (KHA) 1989.

2.4.2 DASAR HUKUM
Dasar hukum perlindungan anak adalah sebagai berikut:
a. Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
b. Kepres No. 77 tahun 2003
c. Undang-Undang Kesejahteraan Anak Nomor 4 Tahun 1979.
d. Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990
e. UUPA (Undang-Undang Perlindungan Anak)

2.4.3 TUGAS DAN WEWENANG
a. Melakukan pemantauan dan pengembangan perlindungan anak.
b. Melakukan advokasi dan pendampingan pelaksanaan hak-hak anak.
c. Menerima pengaduan pelanggaran hak-hak anak.
d. Melakukan kajian strategis terhadap berbagai kebijakan yang menyangkut kepentingan
terbaik bagi anak.
e. Melakukan koordinasi antar lembaga, baik tingkat regional, nasional maupun international.
f. Memberikan pelayanan bantuan hukum untuk beracara di pengadilan mewakili
kepentingan anak
g. Melakukan rujukan untuk pemulihan dan penyatuan kembali anak.
h. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan, pengenalan dan penyebarluasan informasi
tentang hak anak.
i. Melakukan pengumpulan data, informasi dan investigasi terhadap pelanggaran hak anak.
j. Melakukan kajian hukum dan kebijakan regional dan nasional yang tidak memihak pada
kepentingan terbaik anak.
k. Memberikan penilaian dan pendapat kepada pemerintah dalam rangka mengintegrasikan
hak-hak anak dalam setiap kebjijakan.
l. Memberikan pendapat dan laporan independen tentang hukum dan kebijakan berkaitan
dengan anak.
m. Menyebasluaskan, publikasi dan sosialisasi tentang hak-hak anak dan situasi anak di
Indonesia.
n. Menyampaikan pendapat dan usulan tentang pemantauan pemajuan dan kemajuan, dan
perlindungan hak anak kepada parlemen, pemerintah dan lembaga terkait.
o. Mempunyai mandat untuk membuat laporan alternatif kemajuan perlindungan anak di
tingkat nasional.
p. Melakukan perlindungan khusus.

2.4.4 VISI DAN MISI KPAI
2.4.4.1 VISI
Meningkatnya efektifitas penyelenggaraan perlindungan anak demi terwujudnya anak
Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera.
2.4.4.2 MISI
a. Melakukan sosialisasi seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan
dengan perlindungan anak.
b. Melakukan pengumpulan data dan informasi tentang anak.
c. Menerima pengaduan masyarakat.
d. Melakukan penelaahan, pemantauan, dan evaluasi terhadap penyelenggaraan
perlindungan anak.
e. Pengawasan terhadap penyelenggara perlindungan anak.
f. Memberikan laporan, saran, masukan, dan pertimbangan kepada Presiden dalam rangka
perlindungan anak.

2.4.5 FUNGSI DAN TUGAS KPAI
Pada pasal 75 UU Perlindungan Anak dicantumkan bahwa tugas pokok KPAI ada 2, yaitu:
a. Melakukan sosialisasi seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan
dengan perlindungan anak, mengumpulkan data dan informasi, menerima pengaduan
masyarakat, melakukan penelaahan, pemantauan, evaluasi dan pengawasan terhadap
pelanggaran perlindungan anak
b. Memberikan laporan, saran, masukan dan pertimbangan kepada presiden dalam rangka
perlindungan anak.
Mencermati isi pasal tersebut maka tugas KPAI dapat dirinci lebih lanjut sebagai berikut:
a. Melakukan sosialisasi dan advokasi tentang peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan perlindungan anak.
b. Menerima pengaduan dan memfasilitasi pelayanan masyarakat terhadap kasus-kasus
pelanggaran hak anak kepada pihak-pihak yang berwenang.
c. Melakukan pengkajian peraturan perundang-undangan, kebijakan pemerintah, dan kondisi
pendukung lainnya baik di bidang sosial, ekonomi, budaya dan agama
d. Menyampaikan dan memberikan masukan, saran dan pertimbangan kepada berbagai
pihak tertuama Presiden, DPR, Instansi pemerintah terkait ditingkat pusat dan daerah
e. Mengumpulkan data dan informasi tentang masalah perlindungan anak
f. Melakukan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan tentang perlindungan anak termasuk
laporan untuk Komita Hak Anak PBB (Committee on the Rights of the Child) di Geneva,
Swiss.
g. Melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan anak di Indonesia.

2.4.6 Peranan KPAI
KPAI desak Pemerintah buat larangan merokok bagi anak. Terkait pembahasan Rancangan
Undang-Undang (RUU) tentang Kesejahteraan Sosial, yang merupakan salah satu RUU Program
Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2008, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta
Pemerintah membuat ketentuan larangan merokok bagi anak. Permintaan tersebut
disampaikan Ketua KPAI periode 2007-2010, Masnah Sari beserta jajarannya kepada Ketua DPR-
RI, HR. Agung Laksono di Ruang Kerjanya, Gedung Nusantara III, Rabu (13/2)
Pelanggaran merokok bagi anak mungkin dimaksudkan agar dapat menekan dampak
negatif atas pemakaian tembakau juga terhadap kesehatan anak. Memang benar, saat ini
keuntungan yang diperoleh industri rokok sebagian besar berasal dari keluarga menengah
kebawah yang tidak terlepas dari peran anak.
Karenanya memang perlu pemerintah membuat Undang-Undang larangan merokok bagi
anak, atau paling tidak, dicantumkan larangan tersebut dalam Undang-Undang lainnya seperti
UU kesehatan.
Jika peraturan perundangan yang melarang merokok bagi anak, diwujudkan mungkin atau
secara pasti masa depan anak Indonesia akan lebi baik, kita lihat saja keadaan sekarang
sungguh banyak anak-anak Indonesia yang sudah mengenal rokok.
Jika terus diamati, penyebab anak-anak merokok adalah dampat dari kebebasan merokok
di Indonesia. Dengan sendirinya anak-anak akan terbiasa dengan asap rokok orang dewasa.
Atau sekalipun pemerintah harus membuat Undang-undang larangan merokok, sekurang-
kurangnya larang di tempat umum


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berikut beberapa kesimpulan yang dapat diambil atas peranan Mahkamah Konstitusi,
KOMNAS HAM, KOMNAS Perempuan dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia dalam
menjalankan fungsinya masing-masing.
1. Mahkamah konstitusi di bentuk untuk menjamin agar konstitusi sebagai hukum tertinggi
dapat ditegakkan sebagaimana mestinya.
2. Bangsa Indonesia dalam pelaksanaan pemajuan, perlindungan, penegakan dan pemenuhan
hak asasi manusia masih jauh dari harapan. Hal ini tercermin dari berbagai kejadian antara
lain berupa penangkapan yang tidak sah, penculikan, penganiayaan, perkosaan,
pembunuhan, pembakaran dan lain sebagainya. Guna membantu masyarakat korban
pelanggaran hak asasi manusia untuk memulihkan hak-haknya, maka dibutuhkan adanya
sebuah Komisi Nasional Hak Asasi manusia.
3. Dengan adanya KOMNAS Perempuan dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia maka
perempuan dan anak-anak mempunyai suatu perlindungan khusus terutama dalam
memenuhi hak-hak asasi yang sudah semestinya mereka dapatkan.

3.2 Saran
Berikut saran yang dapat disampaikan adalah :
1. Semua warga masyarakat Indonesia hendaknya saling menghargai dan saling menhormati
hak masing-masing pribadi dalam menjalankan kehidupan setiap hari khususnya yang
bersifat hak asasi.
2. Pemerintah diharapkan dapat mempertahankan ataupun meningkatkan kinerja dari
lembaga maupun komisi yang dibentuk dalam menjalankan perananannya mewujudkan
terpenuhinya hak asasi manusia bagi seluruh warga Negara Indonesia.


























DAFTAR PUSTAKA


http://lailameika13.blogspot.nl/2013/09/makalah-komnas-anak.html
Jimli Asshiddiqy, Model-Model Pengujian Konstitusional di Berbagai Negara, Cet.I, Jakarta:
Konstitusi Press, 2005.
http://id.wikipedia.org/wiki/Komisi_Nasional_Perempuan
http://image.slidesharecdn.com/komnashamkomisinasionalhakasasimanusia-120920024943-
phpapp01/95/slide-3-728.jpg?1348128335





















KATA PENGANTAR


Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta bimbingan-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul
Kompleksitas Batas Wilayah Antar Negara ini dengan baik. Dan juga penulis berterima kasih
pada Bapak Pay selaku Dosen mata kuliah HUkum Laut yang telah memberikan tugas ini
kepada penulis.
Penulis sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita mengenai perjanjian tentang penetapan batas wilayah antar negara.
Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat kekurangan-kekurangan
dan jauh dari apa yang penulis harapkan. Untuk itu, penulis berharap adanya kritik, saran dan
usulan demi perbaikan di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna
tanpa sarana yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi penulis sendiri maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang
kurang berkenan dan penulis memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di
masa depan.

Anda mungkin juga menyukai