Anda di halaman 1dari 2

BAB I

PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang
Arah kebijaksanaan dalam bidang kesehatan yang diamanatkan dalam ketetapan MPR
R.I No. IV/MPR/1999 tentang GBHN 1999/2004 salah satunya adalah meningkatkan mutu
sumber daya manusia dan lingkungan yang saling mendukung dengan pendekatan paradigma
sehat, yang memberikan prioritas pada upaya peningkatan kesehatan, pencegahan,
penyembuhan, pemulihan dan rehabilitasi sejak pembuahan dalam kandungan sampai usia
lanjut.
Amanat tersebut dituangkan dalam Undang-Undang nomor 25 tahun 2000 tentang
program Pembangunan Nasional (PROPENAS) tahun 2000 2004 yang merupakan
penjabarannya. Salah satu tujuan khusus dari program upaya kesehatan yang tercantum dalam
PROPERNAS adalah mencegah terjadinya dan tersebarnya penyakit menular sehingga tidak
menjadi masalah kesehatan masyarakat, menurunkan angka kesakitan, kematian dan
kecacatan. Program Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada
balita merupakan salah satu pemberantasan penyakit yang termasuk dalam PROPENAS.
1

Infeksi Saluran Pernafasan Akut atau ISPA masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat di Indonesia Di negara berkembang setiap tahun kira-kira 12 juta anak meninggal
sebelum ulang tahunnya yang kelima dan sebagian besar terjadi sebelum tahun pertama
kehidupannya. Tujuh dari sepuluh kematian itu disebabkan ISPA, terutama pneumonia.
1,2
Kejadian pneumonia pada balita di Indonesia pada tahun 2000 diperkirakan antara
10% - 20%. Angka kematian balita akibat pnemonia pada akhir periode 1994 1999
diperkirakan 6/1000 balita yang berarti bahwa setiap tahun setiap 1000 balita di Indonesia
terdapat 6 orang meninggal akibat pneumonia.

Pneumonia merupakan infeksi saluran napas akut yang paling sering menyebabkan
kematian pada anak di negara berkembang. Umumnya penyebab pneumonia ialah bakteri
tipik terutama Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae dan Staphylococcus
aureus. Pneumonia bakteri ditandai oleh gejala respiratorik akut dan gambaran foto rontgen
infiltrat bercak-bercak atau infiltrat difus yang dikenal sebagai gambaran bronkopneumonia
atau pneumonia lobaris. Pneumonia bakteri umumnya responsif terhadap pengobatan dengan
antibiotik golongan beta-laktam. Di samping itu ditemukan pneumonia yang tidak responsif
terhadap antibiotik beta-laktam, pneumonia ini digolongkan sebagai pneumonia atipik
(atypical pneumonia). Beberapa bakteri atipik respiratorik yang telah dikenal ialah
Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia pneumoniae, Legionella pneumophila dan Ureaplasma
urealyticum. Mycoplasma pneumoniae dan Chlamydia spp.
Sudarti tahun 1999 melaporkan bahwa rendahnya pengetahuan masyarakat
berpengaruh pada tindakan masyarakat dalam pencarian pengobatan yang tepat. Pada sisi
lain, rendahnya pengetahuan petugas kesehatan tentang ISPA berakibat rendahnya mutu
pelayanan kesehatan yang diberikan. Hanya 4% dari yang membawa anaknya berobat kepada
petugas kesehatan yang mendapat penjelasan yang memadai tentang ISPA.

Di Puskesmas Basirih Baru tahun 2012 penyakit ISPA merupakan salah satu 10 penyakit
terbanyak. Di Puskemas Basirih Baru penderita ISPA ditemukan hanya oleh petugas
puskesmas dan tidak ada yang ditemukan oleh kader posyandu. Peran aktif dari kader
posyandu masih kurang. Sehingga salah satu upaya yang diharapkan dapat menurunkan
angka kesakitan pneumonia adalah dengan meningkatkan peran aktif kader posyandu.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Menggambarkan dan menjelaskan tentang upaya pokok program penanggulangan
ISPA Puskesmas Basirih Baru
1.2.2 Tujuan Khusus
Adapun rincian tujuan khusus yang ingin dicapai adalah sebagai berikut:
a. Mendeskripsikan upaya pokok penanggulangan ISPA di Indonesia pada umumnya.
b. Mendeskripsikan upaya pokok penanggulangan ISPA di Puskesmas Basirih Baru
khususnya.
c. Menganalisis kekuatan dan kelemahan upaya pokok penanggulangan ISPA yang
dilaksanakan oleh Puskesmas Basirih Baru. , Memberikan solusi atas kelemahan
Puskesmas Basirih Baru

Anda mungkin juga menyukai