PENYAKIT PEDIATRIK
aa
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2014
PENDAHULUAN
Pediatric berasal dari bahasa yunani, yaitu Pedos yang berarti anak dan iatrica yang
berarti pengobatan. Arti dari bahasa Indonesia adalah ilmu pengobatan anak dan
pengertian ini lebih tepat dari pada ilmu penyakit anak yang ternyata masih sering
dipakai. Pediatric telah berkembang pesat sekali terutama dalam 20 tahun terakhir ini.
Diluar negeri, seperti pula yang dianjurkan oleh WHO timbul kecenderungan
mengubah nama pediatric menjadi Child health. Di iIndonesia sejak 1963 telah diubah
menjadi ilmu kesehatan anak, yaitu karena pediatric sekarang tidak hanya mengobati
anak sakit, tetapi juga mencakup hal hal yang lebih luas. Umumnya pembagian ilmu
kesehatan anak ialah :
1 Pediatrik klinis
2 Pediatrik social
3 Pediatrik pencegahan
Sebenarnya tidak ada batas yang tajam diantara ketiga bagian tersebut. Pediatric social
yang baik tidak akan berakibat ditemukannya penderita mall nutrisi energi protein
yang difteri baik dibangsal maupun dipoliklinik. Sebaiknya diklinik diadakan
penyelidikan dan penelitian mengenai beberapa hal yang hasilnya dapat digunakan
dimasyarakat luas, misalnya mengenai kadar protein.
Namun untuk memahami pediatric social dan pencegahan, seseorang perlu lebih
dahulu mengetahui pediatric klinis, mengenal dan memagami penyakit-penyakit
sehingga dapat timbul hasrat untuk mencegah dan melenyapkan penyakit-penyakit
tersebut. Pediatrik klinis dapat dipejari dibangsal dan sekarang ini sekarang telah
berkembang luas sehingga perlu dibagi menjadi beberapa sub bagian agar anak dapat
dipelajari dan diobati lebih mendalam.
Pediatric pencegahan sebenarnya tercakup dalam ilmu kesehatan masyarakat.
Pencegahan yang bersifat luas tidak akan berhasil bila dan alam sekitar anak itu tidak
diikut sertakan. Namun dalam buku ini yang diartiak pediatric pencegahan adalah
terbatas, yang secara internasional telah disetujui yang dinamakan demikian
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal lebih dari 38oC) akibat suatu proses ekstra kranial. Kejang merupakan
gangguan syaraf yang sering dijumpai pada anak.Insiden kejang demam 2,2-5% pada
anak di bawah usia 5 tahun. 1-3 Anak laki-laki lebih sering dari pada perempuan
dengan perbandingan 1,21,6:1.Saing B (1999), menemukan 62,2%, kemungkinan
kejang demam berulang pada 90anak yang mengalami kejang demam sebelum usia 12
tahun, dan 45% pada 100 anak yang mengalami kejang setelah usia 12 tahun.Kejang
demam kompleks dan khususnya kejang demam fokal merupakan prediksi untuk
terjadinya epilepsi. Sebagian besar peneliti melaporkan angka kejadian epilepsi
kemudian hari sekitar 2 5 %.
Diagnosis
Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures, kejang demam adalah
bangkitan kejang pada bayi dan anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan
5 tahun berhubungan dengan demam tetapi tidak terbukti adanya infeksi
intrakranial atau penyebab lain. Penggolongan kejang demam menurut kriteria
Nationall Collaborative Perinatal Project adalah kejang demam sederhana dan
kejang demam kompleks. Kejang demam sederhana adalah kejang demam
yang lama kejangnya kurang dari 15 menit, umum dan tidak berulang pada satu
episode demam. Kejang demam kompleks adalah kejang demam yang lebih
lama dari 15 menit baik bersifat fokal atau multipel. Kejang demam berulang
adalah kejang demam yang timbul pada lebih dari satu episode demam.
Penggolongan tidak lagi menurut kejang demam sederhana dan epilepsi
yang diprovokasi demam tetapi dibagi menjadi pasien yang memerlukan dan
tidak memerlukan pengobatan rumat. Umumnya kejang demam pada anak
berlangsung pada permulaan demam akut, berupa serangan kejang klonik
umum atau tonik klonik, singkat dan tidak ada tanda-tanda neurologi post iktal.
Pemeriksaan EEG pada kejang demam dapat memperlihatkan
gelombang lambat di daerah belakang yang bilateral, sering asimetris, kadangkadang unilateral. Pemeriksaan EEG dilakukan pada kejang demam kompleks
atau anak yang mempunyai risiko untuk terjadinya epilepsi. Pemeriksaan
pungsi lumbal diindikasikan pada saat pertama sekali timbul kejang demam
untuk menyingkirkan adanya proses infeksi intra kranial, perdarahan
subaraknoid atau gangguan demielinasi, dan dianjurkan pada anak usia kurang
dari 2 tahun yang menderita kejang demam.
Tata Laksana
Tujuan pengobatan kejang demam pada anak adalah untuk,
Mencegah kejang demam berulang
Mencegah status epilepsi
Kejang dengan suhu badan yang tinggi dapat terjadi karena faktor lain,
seperti meningitis atau ensefalitis. Oleh sebab itu pemeriksaan cairan
serebrospinal diindikasikan pada anak pasien kejang demam berusia kurang
dari 2 tahun, karena gejala rangsang selaput otak lebih sulit ditemukan pada
kelompok umur tersebut. Pada saat melakukan pungsi lumbal harus
diperhatikan pula kontra indikasinya.
a. Pemeriksaan laboratorium lain dilakukan atas indikasi untuk mencari
penyebab, seperti pemeriksaan darah rutin, kadar gula darah dan elektrolit.
b. Pemeriksaan CT-Scan dilakukan pada anak dengan kejang yang tidak
diprovokasi oleh demam dan pertama kali terjadi, terutama jika kejang atau
pemeriksaan post iktal menunjukkan abnormalitas fokal.
Pengobatan Profilaksis Terhadap Kejang
i. Demam Berulang
Pencegahan
kejang
demam
berulang
perlu
dilakukan,
karena
dan
fenobarbital
tidak
mencegah
timbulnya
kejang
dibanding
dengan
32%
pasien
yang
tidak
hiperaktif, pemarah dan agresif ditemukan pada 3050 % kasus. Efek samping
fenobarbital dapat dikurangi dengan menurunkan dosis. Obat lain yang dapat
digunakan adalah asam valproat yang memiliki khasiat sama dibandingkan
dengan fenobarbital.
Ngwane meneliti kejadian kejang berulang sebesar 5,5 % pada
kelompok yang diobati dengan asam valproat dan 33 % pada kelompok tanpa
pengobatan dengan asam valproat.22 Dosis asam valproat adalah 15 40
mg/kg BB perhari. Efek samping yang ditemukan adalah hepatotoksik, tremor
dan alopesia. Fenitoin dan karbamazepin tidak memiliki efek profilaksis terus
menerus, Millichap merekomendasikan beberapa hal dalam upaya mencegah
dan menghadapi kejang demam.
Orang tua atau pengasuh anak harus diberi cukup informasi mengenai
penanganan demam dan kejang.
Profilaksis intermittent dilakukan dengan memberikan diazepam dosis 0,5
mg/kg BB perhari, per oral pada saat anak menderita demam. Sebagai alternatif
dapat diberikan profilaksis terus menerus dengan fenobarbital.
Memberikan diazepam per rektal bila terjadi kejang.
Pemberian fenobarbital profilaksis dilakukan atas indikasi, pemberian
sebaiknya dibatasi sampai 6 12 bulan kejang tidak berulang lagi dan kadar
fenoborbital dalam darah dipantau tiap 6 minggu 3 bulan, juga dipantau
keadaan tingkah laku dan psikologis anak.
PEMBAHASAN
a. Amoksan
Antibiotik adalah obat atau zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama
fungi, yang dapat menghambat/membasmi mikroba lain (jasad renik/bakteri),
khususnya mikroba yang merugikan manusia yaitu mikroba penyebab infeksi
pada manusia (Munaf S, 1994).
Efek samping
BB dalam dosis dibagi tiap 8 jam anak dengan BB [20 kg sehari 20-40
mg/kgBB dalam dosis dibagi tiap 8 jam.
Indikasi
Sediaan:
Tablet 30 mg, 50 mg, 100 mg
Ampul 50 mg/ml
Cara Kerja Obat:
Fenobarbital adalah antikonvulsan turunan barbiturat yang efektif dalam
mengatasi epilepsi pada dosis subhipnotis. Mekanisme kerja menghambat
kejang kemungkinan melibatkan potensiasi penghambatan sinaps melalui suatu
kerja pada reseptor GABA, rekaman intrasel neuron korteks atau spinalis
kordata mencit menunjukkan bahwa fenobarbital meningkatkan respons
terhadap GABA yang diberikan secara iontoforetik. Efek ini telah teramati
pada konsentrasi fenobarbital yang sesuai secara terapeutik. Analisis saluran
tunggal pada out patch bagian luar yang diisolasi dari neuron spinalis kordata
mencit menunjukkan bahwa fenobarbital meningkatkan arus yang diperantarai
reseptor GABA dengan meningkatkan durasi ledakan arus yang diperantarai
reseptor GABA tanpa merubah frekuensi ledakan. Pada kadar yang melebihi
sulfhidril dari glutation menjadi substansi nontoksik. Pada dosis besar akan
berikatan dengan sulfhidril dari protein hati.(Lusiana Darsono 2002)
Farmakodinamik
Efek analgesik Parasetamol dan Fenasetin serupa dengan Salisilat yaitu
menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Keduanya
menurunkan suhu tubuh dengan mekanisme yang diduga juga berdasarkan efek
sentral seperti salisilat. Efek anti-inflamasinya sangat lemah, oleh karena itu
Parasetamol dan Fenasetin tidak digunakan sebagai antireumatik. Parasetamol
merupakan penghambat biosintesis prostaglandin (PG) yang lemah. Efek
iritasi, erosi dan perdarahan lambung tidak terlihat pada kedua obat ini,
demikian juga gangguan pernapasan dan keseimbangan asam basa.(Mahar
Mardjono 1971)
Semua obat analgetik non opioid bekerja melalui penghambatan
siklooksigenase. Parasetamol menghambat siklooksigenase sehingga konversi
asam arakhidonat menjadi prostaglandin terganggu. Setiap obat menghambat
siklooksigenase secara berbeda. Parasetamol menghambat siklooksigenase
pusat lebih kuat dari pada aspirin, inilah yang menyebabkan Parasetamol
menjadi obat antipiretik yang kuat melalui efek pada pusat pengaturan panas.
Parasetamol hanya mempunyai efek ringan pada siklooksigenase perifer.
Inilah yang menyebabkan Parasetamol hanya menghilangkan atau mengurangi
rasa nyeri ringan sampai sedang. Parasetamol tidak mempengaruhi nyeri yang
ditimbulkan efek langsung prostaglandin, ini menunjukkan bahwa parasetamol
menghambat sintesa prostaglandin dan bukan blokade langsung prostaglandin.
Obat ini menekan efek zat pirogen endogen dengan menghambat sintesa
prostaglandin, tetapi demam yang ditimbulkan akibat pemberian prostaglandin
tidak dipengaruhi, demikian pula peningkatan suhu oleh sebab lain, seperti
latihan fisik. (Aris 2009)
Indikasi
Parasetamol merupakan pilihan lini pertama bagi penanganan demam dan nyeri
sebagai antipiretik dan analgetik. Parasetamol digunakan bagi nyeri yang
ringan sampai sedang.(Cranswick 2000)
Kontra Indikasi
Penderita gangguan fungsi hati yang berat dan penderita hipersensitif terhadap
obat ini. (Yulida 2009)
Sediaan
Parasetamol tersedi sebagai obat tunggal, berbentuk tablet 500mg atau sirup
yang mengandung 120mg/5ml. Selain itu Parasetamol terdapat sebagai sediaan
kombinasi tetap, dalam bentuk tablet maupun cairan.
Dosis
Parasetamol untuk dewasa 300mg-1g per kali, dengan maksimum 4g per hari,
untuk anak 6-12 tahun: 150-300 mg/kali, dengan maksimum 1,2g/hari. Untuk
anak 1-6 tahun: 60mg/kali, pada keduanya diberikan maksimum 6 kali sehari. .
(Mahar Mardjono 1971)
Efek Samping
Reaksi alergi terhadap derivate para-aminofenol jarang terjadi.
Manifestasinya berupa eritem atau urtikaria dan gejala yang lebih berat berupa
demam dan lesi pada mukosa.
Fenasetin dapat menyebabkan anemia hemolitik, terutama pada
pemakaian kronik. Anemia hemolitik dapat terjadi berdasarkan mekanisme
autoimmune, defisiensi enzim G6PD dan adanya metabolit yang abnormal.
Methemoglobinemia dan Sulfhemoglobinemia jarng menimbulkan
masalah pada dosis terapi, karena hanya kira-kira 1-3% Hb diubah menjadi
met-Hb. Methemoglobinemia baru merupakan masalah pada takar lajak.
Insidens nefropati analgesik berbanding lurus dengan penggunaan
Fenasetin. Tetapi karena Fenasetin jarang digunakan sebagai obat tunggal,
hubungan sebab akibat sukar disimpulkan. Eksperimen pada hewan coba
menunjukkan bahwa gangguan ginjal lebih mudah terjadi akibat Asetosal
daripada Fenasetin. Penggunaan semua jenis analgesik dosis besar secara
menahun terutama dalam kombinasi dapat menyebabkan nefropati analgetik.
Pembahasan dalam resep ;
KESIMPULAN
demam kejang
Untuk dosis histapan, dexamethason dan luminal dkonfirmasikan kepada
dokter karena tidak masuk dalam rentag dosis lazim
Dexametason dalam resep ini digunakan untuk mengatasi mual dan
muntah.