Anda di halaman 1dari 6

Agustus 2009

Pasang Surut Laut

Jika kita mengamati air laut di pantai maka kita akan mendapatkan fenomena bahwa air
laut tidak pernah diam pada suatu ketinggian yang tetap, akan tetapi air laut akan selalu
bergerak naik turun secara dinamis dan berkala berdasarkan siklus tertentu. Jika kita teliti
mengamati, akan kita dapatkan bahwa permukaan air laut perlahan-lahan naik sampai
pada ketinggian maksimum kemudian akan turun perlahan-lahan sapai pada ketinggian
minimum. Fenomena ini
dinamakan pasang surut air laut.

Definisi
Pasang surut laut merupakan suatu fenomena pergerakan naik turunya permukaan air laut
secara berkala yang diakibatkan oleh kombinasi gaya grafitasi dan gaya tarik-menarik
antara benda-benda astronomi terutama oleh matahari, bumi dan bulan. Pengaruh benda
angkasa lainnya dapat diabaikan karena jaraknya lebih jauh atau ukurannya lebih kecil
(Dronkers, 1964).
Pasang surut laut adalah gelombang Gelombang yang dibangkitkan oleh adanya interaksi
antara laut, matahari dan bulan . Menurut Pariwono (1989), fenomena pasang surut
diartikan sebagai naik turunnya muka laut secara berkala akibat adanya gaya tarik benda-
benda angkasa terutama matahari dan bulan terhadap massa air di bumi.
Pasang surut laut merupakan hasil dari gaya tarik gravitasi dan efek sentrifugal. Efek
sentrifugal adalah dorongan ke arah luar pusat rotasi. Gravitasi bervariasi secara langsung
dengan massa tetapi berbanding terbalik terhadap jarak. Meskipun ukuran bulan lebih
kecil dari matahari, gaya tarik gravitasi bulan dua kali lebih besar daripada gaya tarik
matahari dalam membangkitkan pasang surut laut karena jarak bulan lebih dekat daripada
jarak matahari ke bumi. Gaya tarik gravitasi menarik air laut ke arah bulan dan matahari
dan menghasilkan dua tonjolan (bulge) pasang surut gravitasional di laut. Lintang dari
tonjolan pasang surut ditentukan oleh deklinasi, sudut antara sumbu rotasi bumi dan
bidang orbital bulan dan matahari
Pasang laut menyebabkan perubahan kedalaman perairan dan mengakibatkan arus
pusaran yang dikenal sebagai arus pasang, sehingga perkiraan kejadian pasang sangat
diperlukan dalam navigasi pantai. Wilayah pantai yang terbenam sewaktu pasang naik
dan terpapar sewaktu pasang surut, disebut mintakat pasang, dikenal sebagai wilayah
ekologi laut yang khas.

Teori
1. Teori Kesetimbangan (Equilibrium Theory)
Teori kesetimbangan pertama kali diperkenalkan oleh Sir Isaac Newton (1642-1727).
Teori ini menerangkan sifat-sifat pasut secara kualitatif. Teori terjadi pada bumi ideal
yang seluruh permukaannya ditutupi oleh air dan pengaruh kelembaman (Inertia)
diabaikan. Teori ini menyatakan bahwa naik-turunnya permukaan laut sebanding dengan
gaya pembangkit pasang surut (King, 1966). Untuk memahami gaya pembangkit passng
surut dilakukan dengan memisahkan pergerakan sistem bumi-bulan-matahari menjadi 2
yaitu, sistem bumi-bulan dan sistem bumi matahari.
Pada teori kesetimbangan bumi diasumsikan tertutup air dengan kedalaman dan densitas
yang sama dan naik turun muka laut sebanding dengan gaya pembangkit pasang surut
atau GPP (Tide Generating Force) yaitu Resultante gaya tarik bulan dan gaya sentrifugal,
teori ini berkaitan dengan hubungan antara laut, massa air yang naik, bulan, dan matahari.
Gaya pembangkit pasut ini akan menimbulkan air tinggi pada dua lokasi dan air rendah
pada dua lokasi (Gross, 1987).

2. Teori Pasut Dinamik (Dynamical Theory)


Pond dan Pickard (1978) menyatakan bahwa dalam teori ini lautan yang homogen masih
diasumsikan menutupi seluruh bumi pada kedalaman yang konstan, tetapi gaya-gaya tarik
periodik dapat membangkitkan gelombang dengan periode sesuai dengan konstitue-
konstituennya. Gelombang pasut yang terbentuk dipengaruhi oleh GPP, kedalaman dan
luas perairan, pengaruh rotasi bumi, dan pengaruh gesekan dasar. Teori ini pertama kali
dikembangkan oleh Laplace (1796-1825). Teori ini melengkapi teori kesetimbangan
sehingga sifat-sifat pasut dapat diketahui secara kuantitatif. Menurut teori dinamis, gaya
pembangkit pasut menghasilkan gelombang pasut (tide wive) yang periodenya sebanding
dengan gaya pembangkit pasut. Karena terbentuknya gelombang, maka terdapat faktor
lain yang perlu diperhitungkan selain GPP. Menurut Defant (1958), faktor-faktor tersebut
adalah :
• Kedalaman perairan dan luas perairan
• Pengaruh rotasi bumi (gaya Coriolis)
• Gesekan dasar
Rotasi bumi menyebabkan semua benda yang bergerak di permukaan bumi akan berubah
arah (Coriolis Effect). Di belahan bumi utara benda membelok ke kanan, sedangkan di
belahan bumi selatan benda membelok ke kiri. Pengaruh ini tidak terjadi di equator,
tetapi semakin meningkat sejalan dengan garis lintang dan mencapai maksimum pada
kedua kutub. Besarnya juga bervariasi tergantung pada kecepatan pergerakan benda
tersebut.
Menurut Mac Millan (1966) berkaitan dengan dengan fenomeana pasut, gaya Coriolis
mempengaruhi arus pasut. Faktor gesekan dasar dapat mengurangi tunggang pasut dan
menyebabkan keterlambatan fase (Phase lag) serta mengakibatkan persamaan gelombang
pasut menjadi non linier semakin dangkal perairan maka semaikin besar pengaruh
gesekannya.

Pembangkit
Pasang surut terutama dihasilkan oleh adanya gaya tarik-menarik antara dua tenaga yang
terjadi di lautan. Gaya-gaya tersebut adalah gaya sentrifugal bumi dan gaya gravitasi
yang berasal dari bulan dan matahari. Gaya sentrifugal adalah dorongan ke arah luar
pusat rotasi bumi yang besarnya kurang lebih sama dengan tenaga yang ditarik ke
permukaan bumi. Gaya sentrifugal lebih kuat pada daerah-daerah yang terletak dekat
dengan bulan. Gaya gravitasi bervariasi secara langsung dengan massa tetapi berbanding
terbalik terhadap jarak. Jadi, Meskipun ukuran bulan lebih kecil dari matahari, gaya tarik
gravitasi bulan dua kali lebih besar daripada gaya tarik matahari dalam membangkitkan
pasang surut laut karena jarak bulan lebih dekat daripada jarak matahari ke bumi.
Gaya tarik gravitasi menarik air laut ke arah bulan dan matahari dan menghasilkan dua
tonjolan (bulge) massa air. Lintang dari bulge pasang surut ditentukan oleh deklinasi,
yaitu sudut antara sumbu rotasi bumi dan bidang orbital bulan dan matahari. Bulge
pertama terbentuk pada bagian bumi yang terletak paling dekat dengan bulan karena gaya
gravitasi bulan yang relatif kuat menarik massa air. Bulge kedua terletak paling jauh
dengan bulan. Hal ini terjadi karena gaya gravitasi bulan sangat lemah dibanding dengan
gaya sentrifugal bumi sehingga massa air terdorong keluar oleh gaya sentrifugal bumi.
Dua tonjolan massa air ini merupakan daerah yang mengalami pasang tertinggi. Akibat
dari rotasi bumi, maka tempat-tempat yang mengalami pasang tertinggi akan bergerak
bergantian secara perlahan.
Gravitasi matahari juga turut mempengaruhi pasang surut, walaupun kontribusinya hanya
sekitar 47% dari tenaga gravitasi bulan. Selain itu, pasang surut juga dipengaruhi oleh
revolusi bulan terhadap bumi dan revolusi bumi terhadap matahari serta faktor-faktor non
astronomi seperti perairan semi tertutup, garis pantai dan topografi dasar perairan.

Berdasarkan faktor pembangkitnya, pasang surut dapat dibagi dalam dua kategori yaitu:
pasang purnama (pasang besar, spring tide) dan pasang perbani (pasang kecil, neap tide).
Pasang laut purnama (spring tide) terjadi ketika bumi, bulan dan matahari berada dalam
suatu garis lurus. Pada saat itu akan dihasilkan pasang tinggi yang sangat tinggi dan
pasang rendah yang sangat rendah. Pasang laut purnama ini terjadi pada saat bulan baru
dan bulan purnama.

Gambar 1 . Pasang Purnama (saat purnama)

Pasang laut perbani (neap tide) terjadi ketika bumi, bulan dan matahari membentuk sudut
tegak lurus. Pada saat itu akan dihasilkan pasang naik yang rendah dan pasang surut yang
tinggi. Pasang laut perbani ini terjadi pada saat bulan seperempat dan tigaperempat.
Gambar 2. Pasang perbani

Type
Perairan laut memberikan respon yang berbeda terhadap gaya pembangkit pasang
surut,sehingga terjadi tipe pasut yang berlainan di sepanjang pesisir. Menurut Dronkers
(1964), ada tiga tipe pasut yang dapat diketahui, yaitu :
1. Pasang surut diurnal. Yaitu bila dalam sehari terjadi satu satu kali pasang dan satu kali
surut. Biasanya terjadi di laut sekitar katulistiwa.
2. pasang surut semi diurnal. Yaitu bila dalam sehari terjadi dua kali pasang dan dua kali
surut yang hampir sama tingginya.
3. pasang surut campuran. Yaitu gabungan dari tipe 1 dan tipe 2, bila bulan melintasi
khatulistiwa (deklinasi kecil), pasutnya bertipe semi diurnal, dan jika deklinasi bulan
mendekati maksimum, terbentuk pasut diurnal.

Gambar 3. Pasang surut diurnal


Gambar 4. Pasang surut semi diurnal

Gambar 5. Pasang surut campuran

Menurut Wyrtki (1961), pasang surut di Indonesia dibagi menjadi 4 yaitu :


1.Pasang surut harian tunggal (Diurnal Tide)
Merupakan pasut yang hanya terjadi satu kali pasang dan satu kali surut dalam satu hari,
ini terdapat di Selat Karimata
2.Pasang surut harian ganda (Semi Diurnal Tide)
Merupakan pasut yang terjadi dua kali pasang dan dua kali surut yang tingginya hampir
sama dalam satu hari, ini terdapat di Selat Malaka hingga Laut Andaman.
3.Pasang surut campuran condong harian tunggal (Mixed Tide, Prevailing Diurnal)
Merupakan pasut yang tiap harinya terjadi satu kali pasang dan satu kali surut tetapi
terkadang dengan dua kali pasang dan dua kali surut yang sangat berbeda dalam tinggi
dan waktu, ini terdapat di Pantai Selatan Kalimantan dan Pantai Utara Jawa Barat.
4.Pasang surut campuran condong harian ganda (Mixed Tide, Prevailing Semi Diurnal)
Merupakan pasut yang terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam sehari tetapi
terkadang terjadi satu kali pasang dan satu kali surut dengan memiliki tinggi dan waktu
yang berbeda, ini terdapat di Pantai Selatan Jawa dan Indonesia Bagian Timur

Manfaat
Pengetahuan tentang pasang surut sangat diperlukan dalam transportasi laut, kegiatan di
pelabuhan, pembangunan di daerah pesisir pantai, dan lain-lain. Karena sifat pasang surut
yang periodik, maka ia dapat diramalkan.
Pasang surut juga sangat mempengaruhi kehidupan organisme laut, terutama pada daerah
intertidal dandaerah litoral. Dengan adanya pasang surut, organisme-organisme memiliki
strategi ekologi sendiri – sendiri untuk bisa bertahan hidup. Disamping itu, pasang surut
sangat mempengaruhi ekosistem mangrove yang merupakan pilar pertahanan alam utama
pada daerah pesisir dari ancaman badai, erosi dan lain-lain.

Bacaan
Defant, A. 1958. Ebb And Flow. The Tides of Earth, Air, and Water. The University of
Michigan Press, Michigan.
Dronkers, J. J. 1964. Tidal Computations in rivers and coastal waters. North-Holland
Publishing Company. Amsterdam
Gross, M. G.1990. Oceanography ; A View of Earth Prentice Hall, Inc. Englewood Cliff.
New Jersey
Hutabarat. S, dan Evans. S., 1986. Pengantar Oseanografi. UI-Press, Jakarta.
King, C. A. M. 1966. An Introduction to Oceanography. McGraw Hill Book Company,
Inc. New York. San Francisco.
Mac Millan, C. D. H. 1966. Tides. American Elsevier Publishing Company, Inc., New
York
Pariwono, J.I. 1989. Gaya Penggerak Pasang Surut. Dalam Pasang Surut. Ed.
Ongkosongo, O.S.R. dan Suyarso. P3O-LIPI. Jakarta. Hal. 13-23
Pond dan Pickard, 1978. Introductory to Dynamic Oceanography. Pergamon Press,
Oxford
Wyrtki, K. 1961. Phyical Oceanography of the South East Asian Waters. Naga Report
Vol. 2 Scripps, Institute Oceanography, California.
http://id.wikipedia.org
http://rageagainst.multiply.com/journal/item/32
www.ilmukelautan.com
www.physicalgeography.net/fundamentals/8r.html

Anda mungkin juga menyukai