JAKARTA - Amil zakat adalah petugas pengelola zakat. Ia bisa disamakan seperti pekerja pada profesi lainnya. Dari profesinya itu amil mendapatkan imbalan berupa gaji yang bernilai ekonomis. Dalam ketentuan PPH 21, setiap orang yang sudah yang memiliki penghasilan di atas PTKP maka dikenakan pajak penghasilan. Statemen tersebut disampaikan Waskito Nugroho, Kasi PPH Orang Pribadi, Dirjen Pajak, Kemenkeu di hadapan pengurus Forum Zakat (FOZ), Kamis, 30 Mei di Kantor Dirjen Pajak, Jakarta Selatan. Waskito menambahkan, ada hubungan kerja antara amil dengan lembaga/badan amil zakat. Dari hubungan kerja itulah amil zakat tidak termasuk pengecualian obyek pajak, sebagaimana yang disebutkan pasal 4 ayat (3) UU No.36 tahun 2008. Lain halnya dengan badan/lembaga amil zakat, ia termasuk yang dikecualikan obyek pajak. Dalam ketentuan ayat (3) tersebut disebutkan bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan pemerintah adalah dikecualikan obyek pajak. Sehingga dana yang dihimpun di BAZ/LAZ (yang resmi) tidak dikenakan pajaknya. Ditambahkan oleh Nurbaiti, dari Dirjen Pajak, bahwa saat ini sudah banyak amil zakat yang kesejahteraanya tinggi dan penghasilannya di atas PTKP, makanya agar sejajar dengan pekerja lainnya dan sama di hadapan hukum maka sudah seharusnya amil zakat dikenakan pajak. Sebagai warga negara yang patuh dan taat terhadap hukum dan peraturan, Nurbaiti berharap agar amil zakat juga membayar pajak penghasilan. Pendapat tersebut dikritisi oleh Ketua Umum FOZ, Sri Adi Bramasetia. Ia mengatakan, sebenarnya amil zakat di BAZ/LAZ taat dan patuh terhadap hukum dan aturan pemerintah, hanya saja ketentuan tentang keharusan amil membayar pajak sifatnya masih diperselisihkan. Karena di dalam pasal 4 ayat (3) disebutkan penerima zakat merupakan pengecualian pajak. Amil termasuk salah satu dari 8 golongan penerima zakat. Oleh karena itu, jika para amil menafsirkan pasal tersebut sebenarnya tidak salah, tandas Bram, panggilan akrab Sri Adi Bramasetia. Forum Zakat yang merupakan representasi dari BAZ/LAZ sebetulnya menunggu ketentuan tertulis dari Dirjen Pajak. Ketentuan ini dimaksudkan untuk menghilangkan beda penafsiran. Kami sudah pernah audiensi dengan Dirjen Pajak tahun 2010, tapi sampai sekarang ketentuan tersebut secara tertulis masih belum ada. Kekosongan ini kami artikan belum adanya kewajiban amil untuk membayar pajak, tandas Bram. Bram juga meminta agar jika sudah ada ketentuan tertulisnya, disosialisasikan sampai kantor pajak tingkat bawah sehingga semuanya tahu. Tapi jika belum ada ketentuan tertulisnya, sebaiknya dari kantor pajak tidak mendatangi kantor BAZ/LAZ meminta mereka untuk membayar pajak, seperti yang terjadi beberapa waktu yang lalu