Anda di halaman 1dari 7

SP2KP (Sistem pemberian pelayanan kesehatan professional)

SP2KP adalah sistem pemberian pelayanan keperwatan profesional yang merupakan


pengembangan dari MPKP (model pratek keperawatan profesional) dimana dalam SP2KP ini
terjadi kerjasama profesional antara perawat primer (PP) dan perawat asosiet (PA) serta
tenaga kesehatan lainnya.
Pada aspek proses ditetapkan penggunaan metode modifikasi keperawatan primer (kombinasi
metode tim dan metode keperwatan primer). Penetapan metode ini didasarkan pada beberapa
alasan sebagai berikut:
1. Pada metode keperawatan primer, pemberian asuhan keperawatan dilakukan secara
berkesinambungan sehingga memungkinkan adanya tanggungjawab dan
tanggunggugat yang merupakan esensi dari suatu layanan profesional.
2. Terdapat satu orang perawat profesional yang disebut perawat primer (PP), yang
bertanggungjawab dan bertanggung gugat atas asuhan keperawatan yang diberikan.
Pada MPKP, perawat primer adalah perawat lulusan sarjana keperawatan/ Ners
3. Pada metode keperawata primer, hubungan profesional dapat ditingkatkan terutama
dengan profesi lain.
4. Metode keperawatan primer tidak digunakan secara murni karena membutuhkan
jumlah tenaga Ners yang lebih banyak, karena setiap perawat primer hanya merawat
4-5 klien dan pada metode modifikasi keperawatan primer, setiap perawat primer
merawat 9-10 klien.
5. Saat ini terdapat beberapa jenis tenaga keperawatan dengan kemampuan yang
berbeda-beda. Kombinasi metode tim dan perawat primer menjadi penting sehingga
perawat dengan kemampuan yang lebih tinggi mampu mengarahkan dan
membimbing perawat lain dibawah tanggung jawabnya.
6. Metode tim tidak digunakan secara murni karena pada metode ini tanggungjawab
terhadap asuhan keperawatan terbagi kepada semua anggota tim, sehingga sulit
menetapkan siapa yang bertanggungjawab dan bertanggung gugat atas semua asuhan
yang diberikan

Apabila ditinjau dari 5 sub sistem yang diidentifikasi oleh Hoffart & Woods (1996),
secara sederhana dapat diartikan sebagai berikut :
1. Nilai-nilai profesional sebagai inti model
Pada model ini, PP dan PA membangun kontrak dengan klien/keluarga sejak klien
/keluarga masuk ke suatu ruang rawat yang merupakan awal dari penghargaan
atas harkat dan martabat manusia. Hubungan tersebut akan terus dibina selama
klien dirawat di ruang rawat. Pelaksanaan dan evaluasi renpra, PP mempunyai
otonomi dan akuntabilitas untuk mempertanggungjawabkan asuhan yang
diberikan termasuk tindakan yang dilakukan PA di bawah tanggungjawab untuk
membina performa PA agar melakukan tindakan berdasarkan nilai-niai
profesional.
2. Pendekatan manajemen
Model ini memberlakukan manajemen SDM, artinya ada garis komunikasi yang
jelas antara PP dan PA. Performa PA dalam satu tim menjadi tanggungjawab PP.
PP adalah seorang manajer asuhan keerawatan yang harus dibekali dengan
kemampuan manajemen dan kepemimpinan sehingga PP dapat menjadi manajer
yang efektif dan pemimpin yang efektif.
3. Metode pemberian asuhan keperawatan
Metode pemberian asuhan keperawatan yang digunakan adalah modifikasi
keperawatan primer sehingga keputusan tentang renpra ditetapkan oleh PP. PP
akan mengevaluasi perkembangan klien setiap hari dan membuat modifikasi pada
renpra sesuai kebutuhan klien.
4. Hubungan profesional
Hubungan profesional dilakukan oleh PP dimana PP lebih mengetahui tentang
perkembangan klien sejak awal masuk ke suatu ruang rawat sehingga mampu
memberi informasi tentang kondisi klien kepada profesi lain khususnya dokter.
Pemberian informasi yang akurat tentang perkembangan klien akan membantu
dalam penetapan rencana tindakan medic.
5. Sistem kompensasi dan penghargaan
PP dan timnya berhak atas kompensasi serta penghargaan untuk asuhan
keperawatan yang profesional. Kompensasi dan penghargaan yang diberikan
kepada perawat bukan bagian dari asuhan medis atau kompensasi dan
penghargaan berdasarkan prosedur. Kompensasi berupa jasa dapat diberikan
kepada PP dan PA dalam satu tim yang dapat ditentukan berdasarkan derajat
ketergantungan klien. PP dapat mempelajari secara detail asuhan keperawatan
klien tertentu sesuai dengan gangguan/masalah yang dialami sehingga mengarah
pada pendidikan ners spesialis.
Metode modifikasi Perawat Primer-Tim yaitu seorang PP bertanggung jawab
dan bertanggung gugat terhadap asuhan keperawatan yang diberikan pada
sekelompok pasien mulai dari pasien masuk sampai dengan bantuan beberapa orang
PA. PP dan PA selama kurun waktu tertentu bekerjasama sebagai suatu tim yang
relative tetap baik dari segi kelompok pasien yang dikelola, maupun orang-orang yang
berada dalam satu tim tersebut . Tim dapat berperan efektif jika didalam tim itu
sendiri terjalin kerjasama yang profesional antara PP dan PA. Selain itu tentu saja tim
tersebut juga harus mampu membangun kerjasama profesional dengan tim kesehatan
lainnya.


1. Peran Managerial dan Leadership
Ketua dalam tim betugas untuk membuat rencana asuhan keperawatan,
mengkoordinir kegiatan semua staf (PA) yang berada dalam tim, mendelegasikan
sebagian tindakan-tindakan keperawatan yang telah direncanakan pada renpra dan
bersama-sama dengan PA mengevaluasi asuhan keperawatan yang diberikan.
Seorang PP harus memiliki kemampuan yang baik dalam membuat renpra
untuk klien yang menjadi tanggung jawabnya. Adanya renpra merupakan tanggung
jawab profesional seorang PP sebagai landasan dalam memberikan asuhan
keperawatan yang sesuai dengan standar. Renpra tersebut harus dibuat sesegera
mungkin pada saat klien masuk dan dievaluasi setiap hari.
PP dituntut untuk memiliki kemampuan mendelegasikan sebagian tindakan
keperawatan yang telah direncanakan pada PA. pembagian tanggung jawab terhadap
klien yang menjadi tanggung jawab tim, didasarkan pada tingkat ketergantungan
pasien dan kemampuan PA dalam menerima pendelegasian.
Metode tim PP-PA dituntut untuk memiliki keterampilan kepemimpinan. PP
bertugas mengarahkan dan mengkoordinasikan PA dalam memberikan asuhan
keperawatan pada kelompok klien. PP berkewajiban untuk membimbing PA agar
mampu memberikan asuhan keperawatan seuai dengan standar yang ada. Bimbingan
tersebut dapat dilaksanakan secara langsung, misalnya mendampingi PA saat
melaksanakan tindakan tertentu pada klien atau secara tidak langsung pada saat
melakukan konferens. PP juga harus senantiasa memotivasi PA agar terus
meningkatkan keterampilannya,misalnya memberikan referensi atau bahan bacaan
yang diperlukan.
Selain terkait dengan bimbingan keterampilan pada PA, sebagai bagian dari
peran kepemimpinan seorang PP, PP seharusnya juga memiliki kemampuan untuk
mengatasi konflik yang mungkin terjadi antar PA. PP harus menjadi penengah yang
bijaksana sehingga konflik bisa teratasi dan tidak mengganggu produktifitas PA
dalam membantu memberikan asuhan keperawatan.

2. Komunikasi Tim Melalui Renpra, Konferensi, dan Ronde Keperawatan
Komunikasi yang efektif merupakan kunci keberhasilan dalam melakukan
kerjasama profesional tim antara PP-PA. Komunikasi tersebut dapat melalui; renpra,
konferensi, dan ronde keperawatan yang terstruktur dan terjadwal
2
.

1) Komunikasi Tim melalui Renpra
Rencana asuhan keperawatan (renpra) selain berfungsi sebagai penunjuk
perencanaan asuhan yang diberikan juga berfungsi sebagai media komunikasi PP
pada PA. Berdasarkan renpra ini, PP mendelegasikan PA untuk melakukan
sebagian tindakan keperawatan yang telah direncanakan oleh PP. Oleh sebab itu,
sangat sulit untuk tim PP-PA dapat bekerjasama secara efektif jika PP tidak
membuat perencanaan asuhan keperawatan (renpra). Hal ini menunjukan bahwa
renpra sesungguhnya dibuat bukan sekedar memenuhi ketentuan (biasanya
ketentuan dalam menentukan akreditasi rumah sakit). Renpra seharusnya dibuat
sesegera mungkin, paling lambat 1 kali 24 jam setelah pasien masuk karena
fungsinya sebagai pedoman dan media komunikasi. Berdasarkan ketentuan tugas
dan tanggung jawab PP tidak sedang bertugas (misalnya pada malam hari atau hari
libur), PA yang sebelumnya telah didelegasikan dapat melakukan pengkajian dasar
dan menentukan satu diagnosa keperawatan yang terkait dengan kebutuhan dasar
pasien. Selanjutnya segera setelah PP bertugas kembali maka pengkajian dan
renpra yang telah ada harus divalidasi dan dilengkapi.
Penting juga diperhatikan bahwa renpra yang dibuat PP harus dimengerti
oleh semua PA. Semua anggota tim harus memiliki pemahaman yang sama tentang
istilah-istilah keperawatan yang digunakan dalam renpra tersebut. Misalnya dalam
renpra, PP menuliskan rencana tindakan keperawatan; " monitor I/O (
Intake/Output = pemasukan / pengeluaran ) tiap 24 jam".
Maka harus dipahami oleh semua anggota tim yang dimaksud dengan
monitor I/O, contoh lain dalam perencanaan PP menuliskan "berikan dukungan
pada pasien dan keluarganya", maka baik PP dan PA dalam timnya harus memiliki
persepsi yang sama tentang tindakan yang akan dilakukan tersebut. Oleh sebab itu
PP harus menjelaskan kembali pada PA tentang apa yang disusunnya tersebut.
Pendelegasian tindakan keperawatan yang berdasarkan pada renpra, PP
terlebih dahulu harus memiliki kemampuan masing-masing PA. Hal yang tidak
dapat didelegasikan pada PA adalah tanggung jawab dan tanggung gugat seorang
PP. Tindakan yang telah didelegasikan pada PA, PP tetap berkewajiban untuk tetap
memonitor dan mengevaluasi tindakan yang dilakukan oleh PA.
2) Komunikasi Tim oleh Konferensi
Konferensi adalah pertemuan yang direncanakan antara PP dan PA untuk
membahas kondisi pasien dan rencana asuhan yang dilakukan setiap hari.
Konferensi biasanya merupakan kelanjutan dari serah terima shift. Hal-hal yang
ingin dibicarakan lebih rinci dan sensitif dibicarakan didekat pasien dapat dibahas
lebih jauh didalam konferensi. Konferensi akan efektif jika PP telah membuat
renpra, dan membuat rencana apa yang akan dibicarakan dalam konferensi.
Konferensi ini lebih bersifat 2 arah dalam diskusi antara PPPA tentang rencana
asuhan keperawatan dari dan klarifikasi pada PA dan hal lain yang terkait.
3) Komunikasi tim melalui Ronde Keperawatan
Ronde keperawatan yang dilakukan dalam tim ini harus dibedakan dengan
ronde keperawatan yang dilakuan dengan clinical manager (ccm). Tujuan ronde
keperawatan dalam tim adalah agar PP dan PA bersama-sama melihat proses
yang diberikan.

3. Peran PP dalam Kerjasama dengan Tim Lain
Tim kesehatan lain adalah dokter, ahli gizi, ahli farmasi, fisioterapi, staf
laboratorium dll. Peran PP dalam melakukan kerjasama dengan tim lain tersebut
adalah :
1) Mengkolaborasikan.
2) Mengkomunikasikan.
3) Mengkoordinasikan semua aspek perawatan pasien yang menjadi tanggung
jawabnya.
4) PP dituntut untuk memiliki pengetahuan yang memadai baik segi tingkat
pendidikan dalam pengalamannya.
PP bertanggung jawab untuk memberikan informasi kondisi pasien yang
terkait dengan perawatannya. PP dapat memberikan informasi yang akurat bagi
tenaga kesehatan lain, sehingga keputusan medis atau gizi misalnya akan membantu
perkembangan pasien selama dalam perawatan. Agar PP dapat melakukan komunikasi
yang efektif dengan tim kesehatan lain, maka haruslah disepakati waktu yang tepat
untuk mengkomunikasikan pada tim kesehatan yang lain, misalnya melalui ronde
antar profesional.
Kondisi dimana dokter tidak berada di ruang perawatan dapat menyebabkan
komunikasi langsung sangat sulit dilakukan oleh karena itu komunikasi antar tim
kesehatan dapat juga terbina melalui dokumentasi keperawatan. Dokumentasi tersebut
dibuat oleh PP tetapi sebelumnya harus telah disepakati oleh semua tim kesehatan
bahwa dokumentasi yang ada juga dimanfaatkan secara efektif sebagai alat
komunikasi.
Terciptanya komunikasi yang efektif dengan tim kesehatan dari profesi lain,
seorang PP harus memenuhi kepribadian yang baik serta keterampilan berkomunikasi,
misalnya memiliki sikap mampu menghargai orang lain, tidak terkesan memerintah
atau menggurui atau bahkan menyalahkan orang lain dalam hal ini tim kesehatan dari
profesi lain, merupakan kemampuan yang harus dimiliki PP. Melakukan komunikasi
antar profesi ini PP dituntut untuk selalu berpegang pada etika keperawatan.
Seorang PP harus melakukan tugas mengkordinasikan semua kegiatan yang
terkait dengan pengobatan dan perawatan pasien, misalnya dokter menjadwalkan
pasien untuk di rontgen dada dan di USG abdomen sekaligus pemeriksaan mata pada
hari yang sama, maka seorang PP harus mampu mengkoordinasikan semua kegiatan
tersebut agar tidak melelahkan dan membingungkan bagi pasien dan keluarganya.
Misalnya dalam hal ini perawat dapat menjadwal ulang semua kegiatan tadi.

4. Tantangan yang Dihadapi dalam Dinamika Tim PP-PA dan Tenaga Kesehatan
Lainnya
Tim PP-PA dapat dipandang sebagai suatu kelompok. Masalah atau tantangan
yang dapat dialami dalam membina kerjasama profesional dalam kelompok dan antar
profesi tersebut diantaranya adalah :
1) PP tidak mampu (tidak kompeten) melakukan perannya, misalnya tidak mampu
membuat renpra, atau memberikan pendelegasian kepada PA yang tidak sesuai
dengan kemampuan PA tersebut.
2) PA tidak mampu menjalankan perannya, misalnya PA tidak mampu melakukan
tindakan yang sesuai dengan tugas yang telah didelegasikan oleh PP.
3) Sikap tenaga kesehatan lain yang kurang menghargai keberadaan profesi
keperawatan.
4) Adanya friksi diantara sesama PA.
Tantangan seperti disebutkan diatas dapat di pandang sebagai dinamika yang
terjadi dalam kelompok. Menghadapi tantangan tersebut seluruh pihak yang terkait
dalam komunikasi perawat pasien baik secara tidak langsung seperti CCM (Clinical
Care Manajer), kepala ruangan, dan secara langsung PP dan PA sendiri harus
melakukan evaluasi dan mencari alternatif penyelesaiannya.

Anda mungkin juga menyukai