S 0
Gambar 2.1 Analisa Strain (McQuillin, 1984)
6
Stress dalam arah normal terhadap S diberikan oleh tiga komponen stress.
Komponen yang berarah normal terhadap S disebut komponen principle stress atau
tegangan normal, sedangkan komponen yang terletak pada bidang S disebut
komponen shearing stress atau tegangan geser (McQuillin, 1984).
33 32 31
23 22 21
13 12 11
P P P
P P P
P P P
J adi tensor stress adalah simetris dan hanya terdapat 6 komponen stress yang saling bebas
(Wahyu Triyoso, 1991).
B.2.2 Tensor Strain. Apabila sebuah benda elastik mengalami stress maka bentuk
dan ukuran benda tersebut akan berubah (terjadi deformasi). Perubahan dihasilkan oleh
stress ini disebut strain atau regangan.
Untuk mengalami analisa strain, dalam Gambar 2.3 ditunjukkan pengaruh
pergerakan kecil (displacement) dari konfigurasi awal suatu titik dalam medium.
Gambar 2.3 Analisa Strain (McQuillin, 1984).
8
J ika u adalah dosplacement titik P yang berkoordinat asal (x
1
, x
2
, x
3
) dan (u + u) adalah
displacement titik Q yang berkoordinat awal (x
1
+x
1
,x
2
+x
2
,x
3
+x
3
), maka dapat
diambil :
l i m
i
j
i
j
x
u
x
u
; i,j = 1,2,3
a d iskan sebagai :
x
i
0
al ini d pat itul H
ij ij
i
j
i
i
i
i
i
j j
u
u u
1
i
e
x
u
x
u
x x x
=
=
2
1
2
engan e
ij
berhubungan erat dengan deformasi murni yang dikenal sebagai tensor strain, D
sedangkan i
j
berhubungan erat dengan masalah rotasi sederhana dari benda tegar dan
dalam hal in tidak menarik untuk dibahas karena tidak ada strain yang ditimbulkan. Arti
fisis e
ij
ditunjukkan pada Gambar 2.4.
Dari uraian diatas diketahui e
11
=
i
1
1
x
u
33 32 31
23 22 21
13 12 11
e e e
e e e
e e e
N
(regangan geser) diindikasikan apabila indeks i j.
9
Gambar 2.4 Komponen-komponen tensor strain, (a) komponen strain normal e
11
, (b)
komponen strain geser e
12
(McQuillin, 1984)
B.3 Konsep Dasar Dilatasi Kubik
Apabila terdapat strain simultan e
11
, e
22
, e
33
yang terjadi pada elemen kubus dengan
sisi mula-mula adalah x
1
, x
2
, x
3
, maka elemen volum dapat dituliskan sebagai :
V =x
1 .
x
2 .
x
3
Perubahan elemen volume kubus akibat deformasi volume dapat dituliskan :
V +V =(x
1
+u
1
). (x
2
+u
2
). (x
3
+u
3
).
Perubahan volumenya adalah
V = u
1
. x
2
.x
3
+u
2
.x
1
.x
3
+u
3
.x
1
.x
2
10
Perbandingan antara V dan V disebut dilatasi kubik, dan dinotasikan dengan .
3
3
2
2
1
1
x
u
x
u
x
u
V
V
= atau
33 22 11
e e e + + = ....................................... 2.4
Dari Gambar 2.4b ditunjukkan bahwa e
12
berhubungan dengan hasil deformasi R yang
bergerak ke R
dan Q bergerak ke Q
=
x
u
x
u
e .
Persamaan ini merupakan deformasi angular total. J adi e
ij
dengan i j, berhubungan
dengan shear murni atau perubahan bentuk dengan volume konstan.
B.4 Hukum Hookes dan Konstanta-Konstanta Elastisitas
Hukum Hookes merupakan hubungan antara stress (tegangan) yang dikerjakan
dengan strain yang dihasilkan, apabila strain yang dihasilkan cukup kecil. Hukum ini
menyatakan bahwa strain akan berbanding lurus dengan stress yang menghasilkannya.
Untuk medium homogen isotropis, hukum Hookes dapat dinyatakan dalam bentuk yang
sederhana, yaitu :
P
ij
=
ij
u 2 + ............................................................................ 2.5a
P
ij
= e
ij
...................................................................................... 2.5b
Besaran dan
semakin besar, e
ij
semakin kecil. J adi
merupakan ukuran untuk menahan regangan geser (shearing strain) dan sering disebut
sebagai modulus rigiditas atau modulus geser.
Di samping konstanta Lames, beberapa konstanta lain yang banyak digunakan
adalah :
1. Modulus Young (E), pada dasarnya mengukur perbandingan stress dan strain untuk
model tension atau kompressi sederhana (1 dimensi)
2. Modulus Bulk (k), pada dasarnya adalah mengukur perbandingan stress dan strain
apabila elemen media dikenakan tekanan hidrostatik sederhana.
3. Rasio Poissons ( ), pada dasarnya mengukur geometri perubahan bentuk.
11
Hubungan antara konstanta-konstanta tersebut dengan konstanta Lames dinyatakan
sebagai berikut :
( )
( )
+
+
=
2 3
E ................................................................................................ 2.6a
( )
3
2 3 +
= k ................................................................................................ 2.6b
( )
+
=
3
.................................................................................................. 2.6c
(Telford,W.M., et all, 1976).
B.5 Konsep Dasar Displacement Potensial
J ika suatu benda elastik ditekan, maka energi tekanan akan diteruskan sejajar
dengan arah gaya tekan. Transfer energi ke arah gaya tekan (arah maju) disebabkan oleh
dua hal :
1. Transfer energi ke arah gaya tekan yang murni akibat tekanan (normal stress), atau
lebih di kenal sebagai medan skalar.
2. Transfer energi ke arah gaya tekan yang diakibatkan efek shear dari gerakan partikel
media (shearing stress), atau lebih dikenal sebagai medan vektor.
Dari uraian di atas, maka medan gerakan transfer energi pada medium homogen isotropis
merupakan gabungan dari medan skalar yang berhubungan dengan gerakan dilatasi
(kompressi), dan medan vektor yang berkaitan dengan gerakan rotasi (shear).
Apabila medan gerak dinotasikan dalam vektor displacement U
i
, maka dengan
metode Helmholtz, vektor displacement U
i
dapat dituliskan dalam batasan sembarang
skalar dan sembarang vektor , sebagai berikut :
U
i
= x .
Dalam hal ini, besaran disebut potensial displacement dilatasi, dan di sebut
potensial displcement rotasi. Realisasi dari gerakan dilatasi adalah dilatasi kubik yang
dinyatakan dengan , sedangkan gerakan rotasi direalisasikan oleh deformasi shear yang
dinaotasikan dengan . Hubungan matematis antara
Stress ini bekerja pada permukaan yang luasnya (dx
1
.dx
3
). Oleh karena itu didapatkan
gaya netto per satuan volume dalam sumbu x
2
, sebagai berikut :
13
2
11
x
P
;
2
22
x
P
;
2
23
x
P
Untuk ke-empat permukaan yang lain, persamaannya dapat diperoleh dengan cara yang
sama, sehingga gaya total per satuan volume dalam sumbu x
2
, adalah :
3
32
2
22
1
12
x
P
x
P
x
P
Hukum ke-2 Newton tentang gerak, menyatakan bahwa resultan gaya akan sama
dengan massa dikalikan percepatannya, jadi diperoleh persamaan gerak sepanjang sumbu
x
2
sebagai berikut :
3
32
2
22
1
12
2
2
2
x
P
x
P
x
P
t
u
Dengan adalah densitas elemen kubus dan u
2
adalah displacement dalam arah sumbu
x
2
. Persamaan ini merupakan persamaan yang menghubungkan displacement dan stress.
Dengan mensubstitusikan persamaan (2.5a) dan persamaan (2.5b) ke dalam persamaan
gerak ini, yaitu mengganti stress dengan strain menggunakan hukum Hookes, sehingga
didapatkan :
( )
2
2
2
2
2
2
u
x t
u
+
+ =
Dengan cara yang sama untuk pergerakan ke arah sumbu x
1
dengan displacement u
1
dan
pergerakan ke arah sumbu x
3
dengan displacement u
3
, akan diperoleh bentuk persamaan
yang sebangun, sehingga secara umum dapat dituliskan sebagai
( )
i
i
i
u
x t
u
2
2
2
+
+ =
2
2
2
2 + =
t
........................................................................... (2.9)
14
Bentuk persamaan gerakan rotasi untuk medan vektor, diperoleh berdasarkan persamaan
(2.7b), yaitu dengan mengoperasikan curl pada persamaan sehingga didapatkan bentuk
persamaan sebagai berikut :
2
2
2
=
t
...................................................................................... (2.10)
B.7 Penyelesaian Gelombang Datar dan Kecepatan Gelombang
Secara umum, persamaan gelombang dalam media elastik homogen isotropis
telah diuraikan diatas dapat dituliskan dalam bentuk :
2
2
2
2
1
=
t v
.................................................................................... (2.11)
Dengan v suatu konstanta dan
...................................................................................... (2.12)
Bila dipilih solusi persamaan gelombang tersebut sebagai fungsi ( vt x f = ) , yang
diketahui sebagai solusi DAlemberts. Maka usikan yang dimaksud menjalar sepanjang
sumbu x positif, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.6.
Dari Gambar tersebut ditunjukkan pada waktu t
0,
bagian gelombang di x
0
mencapai titik p
o,
sehingga ( )
o o o
vt x f = . Kemudian pada waktu ( bagian
yang sama dari gelombang ini di
) t t
o
+
( ) x x
o
+ mencapai titik P
1
, sehingga adalah
( ) ( [ t t v x x f
o o
+ + =
1
)] . Karena keduanya merupakan bagian yang sama dari
gelombang tersebut, maka haruslah
1
=
o
, sehingga :
( ) ( ) ( [ t t v x x vt x
o o o o
+ + = )], maka besaran v dapat dinyatakan sebagai :
t
x
v
=
15
J adi besaran v di sini merupakan kecepatan perambatan usikan atau dikatakan sebagai
kecepatan gelombang.
Gambar 2.6 Tinjauan sat dimensi penjalaran gelombang dalam arah sumbu x positif
(Telford, W.M., 1976).
Suatu fungsi ( ) vt x f = juga merupakan penyelesaian dari persamaan (2.12),
yang mengindikasikan perambatan gelombang dalam arah sumbu x negatif. Oleh karena
itu, penyelesaian umum dari persamaan (2.12) dapat dituliskan :
( ) ( vt x g vt x f + + = )
Persamaan ini menggambarkan perambatan gelombang sepanjang sumbu x dalam arah
yang berlawanan dengan kecepatan v. Karena besaran ini tidak bergantung pada
sumbu y ataupun z, maka usikan yang terjadi haruslah sama di semua tempat di dalam
bidang yang tegak lurus terhadap sumbu x. J enis gelombang ini disebut gelombang datar.
C. BERBAGAI TIPE GELOMBANG SEISMIK
Berdasarkan teori elstisitas dan deformasi elemen medium serta konsep displcement
potensial, maka pada media homogen isotropis, transfer energi dapat ditransmisikan
dalam dua tipe dengan kecepatan penjalaran yang berbeda pula, tergantung pada
konstanta-konstanta elastik media yang dilewatinya. Di samping itu, transfer energi dapat
terjadi baik melalui media perlapisan di dalam bumi maupun melalui media perlapisan di
permukaan bumi. Transfer ini yang terjadi melalui media perlapisan di dalam bumi
disebut gelombang badan (body wave), sedangkan yang terjadi di permukaan bumi di
sebut gelombang permukaan (surface wave).
16
C.1 Gelombang Badan
Gelombang badan adalah gelombang yang menjalar dalam media elastik dan arah
perambatannya ke seluruh bagian di dalam bumi. Berdasarkan gerak partikel pada media
dan arah penjalarannya, gelombang dapat dibedakan atas gelombang P dan gelombang S.
1. Gelombang P (gelombang Primer). Gelombang P disebut juga
gelombang kompressi, gelombang longitudinal, gelombang dilatasi, atau gelombang
irotasional. Gelombang ini menginduksi gerakan partikel media dalam arah paralel
terhadap arah penjalaran gelombang (Gambar 2.7a). Bentuk persamaan gelombang P
didasarkan pada bentuk persamaan dilatasi (persamaan 2.9), yaitu :
( )
2
2
2
2 + =
t
Dengan menganalogikan persamaan ini dengan bentuk persamaan umum gelombang
(persamaan 2.11), maka didapatkan persamaan kecepatan gelombang P sebagai berikut :
5 . 0
2
+
= =
p
V ..................................................................... (2.13)
2. Gelombang S (gelombang Sekunder). Gelombang S disebut juga
gelombang shear, gelombang transversal atau gelombang rotasi. Gelombang ini
menyebabkan gerakan partikel media dalam arah tangensial terhadap arah perjalaran
gelombang (gambar 2.7b). Bentuk persamaan gelombang S didasarkan pada bentuk
persamaan gerak rotasi (persamaan 2.10), yaitu :
2
2
2
=
t
Dengan menganalogikan persamaan ini dengan persamaan (2.12), maka diperoleh
persamaan kecepatan gelombang S sebagai berikut :
5 . 0
= =
Vs ......................................................................................... (2.14)
Menurut Birkhauser, gelombang S dipisahkan menjadi 2, yaitu gelombang S horisontal
atau gelombang SH dan gelombang S vertikal atau gelombang SV, seperti
ditunjukkan pada Gambar 2.8.
17
Gambar 2.7 Dua tipe gelombang badan, (a) gelombang P, (b) gelombang S
Gambar 2.8 Dua tipe gelombang S, (a) gelombang-SH, (b) gelombang-SV
18
C.2 Gelombang Permukaan
Gelombang permukaan merupakan gelombang yang kompleks dengan frekuensi
yang rendah dan ampltudo besar, yang menjalar akibat adanya efek free surface dimana
terdapat perbedaan sifat elastik. Gelombang ini dapat menjelaskan struktur mantel atas
dan permukaan kerak bumi (crust).
Sifat dan gerak partikel media pada permukaan ada yang mirip gelombang P atau
gelombang S. Didasarkan pada sifat gerakan partikel media elastik, terdapat dua tipe
gelombang permukaan, yaitu gelombang Rayleigh dan gelombang love.
1. Gelombang Rayleigh. Gelombang Rayleigh merupakan gelombang
permukaan yang gerakan partikel medianya merupakan kombinasi gerakan partikel yang
disebabkan oleh gelombang P dan gelombang S. Orbit gerakan partikelnya merupakan
gerakan elliptik dengan sumbu mayor ellips tegak lurus dengan permukaan dan arah
penjalarannya (gambar 2.9a). Kecepatan gelombang Rayleigh dirumuskan sebagai :
V
R
=0.92 (V
S
)
0.5
......................................................................................... (2.15)
(Telford,W.M., 1976).
2. Gelombang Love. Gelombang love biasanya dinotasikan dengan
gelombang-L atau gelombang-Q. Gelombang ini merupakan gelombang permukaan yang
menjalar dalam bentuk gelombang transversal, yakni merupakan gelombang-SH yang
penjalarannya paralel dengan permukaan (gambar 2.9b). Kecepatan penjalaran gelombNg
Love bergantung panjang gelombangnya dan bervariasi sepanjang permukaan. Secara
umum, kecepatan gelombang love dinyatakan sebagai V
R
<V
Q
<V
S
( Gunawan, 1985).
Pada umumnya, energi lebih banyak ditransfer dalam bentuk gelombang P,
sehingga pada rekaman gempa atau survey seismik, yang pertama kali dijumpai adalah
gelombang P. Di samping itu berdasarkan persamaan (2.13), (2.14) dan (2.15), dalam
medium yang sama, gelombang P akan dijalarkan dengan kecepatan yang paling besar
daripada tipe gelombang lainnya. Sedangkan dari persamaan (2.14) ditunjukkan bahwa
gelombang S tidak dapat menjalar pada media fluida, karena harga modulus rigiditas
pada fluida mendekati nol ( =0).
19
D. MEKANISME PENJALARAN GELOMBANG
D.1 Prinsip fermat dan Konsep Berkas Seismik
Salah satu perinsip dasar yang menjelaskan mekanisme penjalaran gelombang
adalah prinsip Fermat. Prinsip ini menyatakan bahwa waktu jalar gelombang elastik
antara dua titik, misalkan titik A dan B, sama dengan waktu tempuh yang terukur
sepanjang lintasan minimum yang menghubungkan titik A dan B. Oleh karena itu, prinsip
Fermat di sebut juga prinsip waktu minimum.
Gambar 2.9 Dua tipe gelombang permukaan, (a) gelombang love, (b) gelombang
Rayleigh
20
Suatu bentuk pemodelan yang digunakan untuk menjelaskan peristiwa penjalaran
gelombang elastik yang memenuhi perinsip Fermat adalah model lintasan sinar atau
model raipat (raypath). Untuk penjalaran gelombang seismik, konsep raipat dikenal
dengan istilah konsep berkas seismik (seismic ray). Suatu berkas seismik digambarkan
sebagai sebuah garis yang menunjukkan arah perambatan energi gelombang seismik.
Garis ini tegak lurus terhadap muka gelombang (wave front), seperti ditunjukkan pada
gambar (2.10).
Model berkas seismik pada dasarnya merupakan pendekatan pertama untuk
memudahkan dalam meninjau penjalaran gelombang seismik. Dikarenakan pendekatan
berkas seismik lebih banyak didasarkan pada optika geometri, maka dalam meninjau
mekanisme penjalaran gelombang, seakan-akan kita diajak meninjau satu titik anggota
muka gelombang.
D.2 Hukum Snellius.
Hukum Snellius pada dasarnya menjelaskan perubahan arah berkas seismik
apabila gelombang seismik menjalar melalui lapisan-lapisan bumi dengan kuantitas
kecepatan yang berbeda-beda (terdapat bidang batas antar lapisa). Perubahan arah ini
akan direalisasikan dalam bentuk gelombang yang terpantul (gelombang refleksi) dan
gelombang yang terbias (gelombang refraksi).
Untuk lebih memperjelas pemahaman tentang hukum Snellius, dalam gambar
(2.10) ditunjukkan kasus pemantulan dan pembiasan gelombang-SV ketika melintasi
bidang batas antara media 1 dan media 2. Dari Gambar tersebut ditunjukkan bahwa,
ketika melintasi bidang batas, gelombang-SV akan terpantulkan sebagai gelombang
refleksi SV dan akan terbiaskan sebagai gelombang refraksi SV. Di samping itu juga
dibangkitkan gelombang refleksi P dan gelombang refraksi P. Hal ini merupakan
karakteristik dari gelombang SV apabila melewati bidang batas dengan kontras
elastisitas.
21
Gambar 2.10 Peristiwa pemantulan, pembiasan dan mode conversion yang terjadi pada
saat gelombang SV melewati bidang batas antara dua media (Stacey,
1977).
Berdasarkan gambar (2.10), hukum Snellius dapat dinyatakan dalam persamaan sebagai
berikut :
2 2 1 2 1
inf
inf
Vp
S
Vs
S
Vp
Sinr
Vs
Sinr
Vs
Sini
p
s
p
s
= = = = ............................................ (2.16)
Dengan Vs
1
, Vs
2
masing-masing adalah kecepatan gelombang S pada media-1 dan
media-2, sedangkan Vp
1
, Vp
2
masing-masing adalah kecepatan gelombang P pada media-
1 dan media-2.
Hal yang sama juga dapat diperoleh untuk jenis gelombang datang yang lain,
seperti gelombang P atau gelombang-SH. Untuk gelombang-SH yang terjadi hanya
gelombang refraksi SH dan gelombang refleksi SH (Stacey, 1977).
D.3 Perinsip Huygens dan Konsep Muka Gelombang
Prinsip ini sangat penting dalam memahami penjalaran gelombang, dan sering
digunkan untuk menggambarkan posisi muka gelombang. Dalam geometri seismik, muka
gelombang didefinisikan sebagai permukaan yang mempunyai travel time sama, atau
didefinisikan juga sebagai permukaan dimana gelombang mempunyai fase yang sama.
22
Perinsip Huygens menyatakan bahwa setiap titik pada muka gelombang dapat
dipandang sebagai sumber gelombang yang baru. Melalui titik-titik sumber gelombang
yang baru, posisi muka gelombang berikutnya dapat digambarkan atau ditentukan.
Untuk gelombang-gelombang yang dipantulkan atau dibiaskan pada bidang batas,
harus dibedakan antara muka gelombang refleksi dan muka gelombang refraksi. Gambar
(2.11) menunjukkan konstruksi Huygens utnuk gelombang seismik yang direfraksikan
pada bidang batas. Setiap titik pada bidang batas dapat dipandang sebagai sumber
gelombang baru yang mempunyai muka gelombang refraksi, dalam gambar ditunjukkan
muka gelombang refraksi pada saat t
o
(garis putus-putus) dan pada saat (garis
solid). Pada gambar tersebut ditunjukkan juga bahwa arah berkas seismik selalu tegak
lurus terhadap muka gelombang.
t t
o
+
D.4 Mode Conversion
Mode Conversion atau konversi tipe gelombang seismik merupakan prose dimana
sebagian energi gelombang P dikonversikan menjadi energi gelombang S, atau
sebaliknya. Salah satu contoh mode conversion, ditunjukkan pada gambar (2.10) di atas.
Peristiwa mode conversion secara jelas dapat dilihat pada penjalaran gelombang P ketika
melewati bidang batas.
Berdasarkan teori mekanika gelombang dan konsep deformasi, gelombang S
dapat dibedakan sifat polarisasi dan orbit gerakan partikel medianya menjadi gelombang-
SV dan gelombang-SH. Mode Conversion hanya terjadi untuk pasangan gelombang P
dan gelombang-SV. Sedangkan pada gelombang-SH tidak terjadi mode conversion
(Wahyu Triyoso, 1991).
Pembagian energi gelombang pada bidang batas merupakan fungsi dari sudut
datang gelombang pada bidang batas, bentuk persamaannya diberikan oleh Bullen, 1963
(Stacey, 1977).
23
Gambar 2.11 Konstruksi Huygens untuk gelombang seismik yang dibiaskan pada saat
melewati bidang batas antara dua media dengan kecepatan yang berbeda
(Stacey, 1977).
24
BAB III
PENJALARAN GELOMBANG BADAN DALAM BUMI
A. TINJAUAN UMUM
Pada bab terdahulu telah dibahas bahwa energi mekanik yang dibangkitkan oleh
gempa bumi, atau suatu ledakan yang besar, akan ditransmisikan ke seluruh bagian bumi
melalui penjalaran gelombang seismik, baik gelombang-gelombang badan maupun
gelombang-gelombang permukaan. Gelombang badan akan menjalar menembus bagian
dalam bumi, sedangkan gelombang permukaan akan menjalar dipermukaan bumi. Karena
karakteristik gelombang badan yang dapat menjalar menembus bagian dalam bumi, maka
tipe gelombang ini memegang peranan yang dominan pada proses pendugaan dan
penentuan struktur bagian dalam bumi. Kita menamakan gelombang-gelombang badan
sebagai gelombang P dan gelombang S untuk membedakannya dengan gelombang
permukaan.
Pada saat terjadi gempa bumi, gelombang-gelombang badan yang terbangkitkan
akan menjalar dari sumber gempa menembus bagian dalam bumi dan kemudian diterima
oleh stasiun perekam di permukaan bumi. Ilustrasi penjalaran gelombang badan di dalam
bumi ditunjukkan pada gambar 3.1. Gambar ini merupakan penampang lintang bumi
yang diasumsikan berbentuk lingkaran. Gelombang yang dibangkitkan oleh sumber
gempa di titik O akan diterima secara berurutan oleh seismograf pada stasiun perekam di
permukaan bumi yang berkedudukan di titik A,B,C.D, dan E. Dari waktu tiba energi
gelombang P pada titik-titik tersebut, dapat digambarkan muka gelombang yang
ditunjukkan oleh garis terputus dalam gambar 3.1a. Muka gelombang yang dihasilkan
berbentuk lingkaran-lingkaran konsentris, sehingga lintasan berkas seismiknya
merupakan garis lurus. Hal ini menunjukkan media penjalarannya bersifat homogen
isotropis, yang berarti kecepatan seismiknya adalah serba sama (uniform).
Dalam kenyataannya tidaklah demikian, dan biasanya akan dijumpai keadaan
seperti ditunjukkan pada Gambar 3.1b. Berdasarkan indikasi lintasan berkas sinar yang
berbentuk kurva naik pada titik A,B, dan C, dapat ditafsirkan bahwa kecepatan seismik
akan semakin besar dengan bertambahnya kedalaman. Pada titik D dan E Terjadi
pembelokan arah berkas seismik dan penurunan kecepatan seismik. Berdasarkan fakta ini
25
dapat diintepretasikan bahwa material bumi sebagai media penjalaran gelombang-
gelombang badan tidak homogen isotropis secara keseluruhan, akan tetapi merupakan
struktur perlapisan yang tersusun atas material dengan kecepatan seismik yang tidak
sama.
Gambar 3.1 Suatu diagram yang menunjukkan bagaimana struktur kecepatan bagian
dalam bumi dinyatakan oleh berkas seismik ( Sumner, 1970).
B. PENGGUNAAN NOTASE FASE PADA SEISMOGRAM
Berbagai tipe gelombang seismik yang dibangkitkan oleh gempa bumi akan
direkam oleh seismograf. Hasil rekamannnya berupa seismogram yang berupa pola garis-
garis bergelombang sebagai visualisasi gerakan gerakan tanah yang tercatat oleh jarum
seismograf. Dalam tampilan seismogram, setiap energi gelombang yang terekam oleh
seismograf, didindikasikan terjadinya lonjakan pada pola garis tersebut, hal ini disebut
fase.
Pada pembacaan seismogram, fase-fase yang terekam diberi notasi tertentu untuk
mempermudah dalam melakukan identifikasi. Notasi fase ini bersesuaian dengan tipe
gelombang seismik yang terekam dan karakteristik perlakuan yang dialami gelombang
tersebut selama penjalarannya di dalam bagian-bagian bumi.
Beberapaketentuan pemberian notasi fase yang digunakan, dapat diklasifikasikan
menjadi dua kategori, yaitu :
1. Gelombang-gelombang yang menjalar di luar bagian inti. Beberapa notasi yang
digunakan adalah :
26
a. Notasi P dan S, mengindikasikan bagian dari gelombang P dan S yang menjalar
dari fokus menuju ke bawah dan kemudian dipantulkan ke atas.
b. Notasi p dan s, mengindikasikan bagian dari gelombang P dan S yang menjalar
dari fokus dan langsung ke permukaan.
c. Notasi group yang dinyatakan dengan huruf yang sama, seperti PP, pP, SS, sS,
mengindikasikan bagian dari gelombang P atau S yang telah mengalami
pemantulan pada bidang batas permukaan. Sedangkan notasi group yang
dinyatakan dengan huruf yang berbeda, seperti PS, SP, pS, sP, mengindikasikan
bagian gelombang P atau S yang telah mengalami mode conversion ketika
melewati bidang batas. Beberapa contoh penggunaan notasi fase pada kategori ini,
ditunjukkan pada gambar 3.2.
Gambar 3.2 Penggunaan notasi fase untuk gelombang-gelombang yang menjalar di luar
bagian inti bumi (Bullen, 1963).
2. Gelombang-gelombang yang menembus bagian inti bumi. Pada kategori ini ketentuan
pada kategori (1) tetap berlaku. Sedangkan notasi-notasi baru yang digunakan adalah
a. Notasi c, mengindikasikan bagian gelombang yang dipantulkan oleh bidang batas
antara mantel dan inti bumi.
b. Notasi K, mengindikasikan bagian gelombang yang menembus inti luar bumi
(tipe gelombang P).
27
c. Notasi i, mengindikasikan bagian gelombang yang dipantulkan oleh bidang batas
antara inti luar dan inti dalam.
d. Notasi I, mengindikasikan bagian gelombang yang menembus inti dalam (tipe
gelombang P), sedangkan untuk gelombang S yang muncul di inti dalam
diindikasikan dengan notasi J . Beberapa contoh penggunaan Fase untuk kategori
ini ditunjukkan pada gambar 3.3.
Gambar 3.3 Penggunaan notasi fase untuk gelombang-gelombang yang melewati bagian
inti bumi (Bullen, 1963).
Pada umumnya, bagian awal seismogram dari suatu gempa menampilkan event-
event gelombang P dengan indikasi amplitudo lebih kecil dan periode lebih pendek
daripada event-event yang akan muncul kemudian. Fase berikutnya adalah PP dan
kemudian PPP.
Setelah event gelombang P, fase berikutnya yang teramati adalah fase S, yaitu
gelombang S yang mempunyai kurva lintasan waktu terpendek. Karena kecepatan
gelombang ini kira-kira setengahnya kecepatan gelombang P, maka untuk mencapai
stasiun yang sama dibutuhkan waktu sekitar dua kali waktu tempuh gelombang P. Urutan
berikutnya adalah fase PS dan kemudian SS.
Event terakhir yang teramati adalah gelombang permukaan yang dijalarkan
dengan kecepatan relatif lambat sepanjang keliling lingkaran bumi. Gelombang-
gelombang ini mempunyai periode yang panjang dan amplitudo yang besar, sehingga
28
bersifat destruktif, karena dapat merobohkan bangunan-bangunan di permukaan. Bagian
ini berhubungan dengan bagian penting dari suatu seismogram (Dobrin, 1960). Fase
gelombang permukaan dinotasikan sebagai fase LQ untuk gelombang Love dan fase LR
untuk gelombang Rayleigh. Salah satu contoh tampilan seismogram dari suatu gempa
bumi, ditunjukkan pada gambar 3.4.
Gambar 3.4 Seismogram dari gempa bumi berskala 5.9 yang terjadi di pantai barat
Sumatera pada tanggal 21 Agustus 1967. Direkam di Charters Towers,
Queensland (stasiun CTA) pada jarak 6100 km, =54.90 (Stacey, 1977).
C. KURVA WAKTU TEMPUH DAN PENENTUAN EPISENTER
Ketika terjadi gempa bumi, gelombang-gelombang akan direkam oleh
seismogram pada kedudukan (koordinat) dan waktu (arrival time) yang sudah diketahui
sehingga waktu tempuh untuk setiap gelombang dapat ditentukan. Kurva yang
menyatakan hubungan antara waktu tempuh gelombang terhadap jarak (dari sumber ke
posisi seismograf) disebut kurva waktu tempuh. Kurva waktu tempuh di sebut juga kurva
T - , dengan T menyatakan waktu tempuh dan menyatakan jarak. Dalam pengertian
seismologi disebut jarak arkual atau jarak angular. J arak ini merupakan jarak yang
dinyatakan dalam sudut , yaitu sudut yang dibentuk oleh jari-jari bumi di kedua titik
tersebut. Realisasi jarak angular antara dua titik dipermukaan tanah sesuai dengan garis
terpendek yang menghubungkan titik-titik tersebut dengan lekukan bumi yang
mengikutinya.
29
Kurva waktu tempuh yang pertama, dirancang oleh Wiechert dan Zoopritz pada
tahun 1907. Kurva ini dapat digunakan untuk menentukan episenter dengan keakuratan
yang dapat diterima. Perbaikan kurva waktu tempuh dilakukan oleh J effreys (1931)
dengan menggunakan metode least square. Dengan metode ini perbedaan waktu tiba
gelombang P dan gelombang S dari hasil pengamatan dan perhitungan dapat
diminimalkan. Kemudian pada tahun 1939, J effreys dan Gutenberg mencari distribusi
kecepatan dengan memakai inversi Herglotz-Wiechert dari data waktu tempuh
gelombang. Tahun 1940 J effreys dan Bullen mengumpulkan data-data gempa dan
kemudian menghasilkan tabel waktu tempuh untuk skala global, yang kemudian terkenal
dengan nama tabel waktu tempuh J effreys-Bullen. Dari tabel ini kemudian dapat dibuat
kurva waktu tempuh J effreys-Bullen (gambar 3.5).
Perbaikan terhadap model kurva waktu tempuh J effreys-Bullen terus dilakukan.
Dimulai oleh penelitian yang dilakukan oleh Herin (1968), Anderson dan Hart (1976) dan
yang terakhir adalah Dziewonski dan Anderson (1981) dengan nama Prelimenary
Refference Earth Model (PREM). Hal ini bertujuan agar diperoleh mutu data dan
ketelitian baca yang semakin baik.
Informasi tentang bagian-dalam bumi didasarkan pada struktur kecepatan
penjalaran gelombang P dan gelombang S. Untuk menentukan kecepatan-kecepatan ini,
Kedudukan episenter (juga hiposenter) dan origin time serta waktu tempuh gelombang-
gelombang tersebut harus diketahui secara akurat.
30
Gambar 3.5 Kurva Waktu tempuh J effreys-Bullen (Stacey, 1977)
31
Gambar 3.6 Berkas seismik dengan waktu tempuh yang dipresentasikan pada gambar 3.5
(Stacey, 1977).
Banyak metode yang telah dilakukan oleh ahli seismologi untuk menentukan
episenter maupun hiposenter dan origin time suatu gempa bumi, antara lain adalah :
1. Metode Lingkaran. Metode ini merupakan metode yang paling sederhana dan
metode yang mula-mula dilakukan para ahli untuk menafsirkan episenter gempa.
Dimana kita mencari titik perpotongan lingkaran-lingkaran yang dibuat dengan
pusatnya ditiap-tiap stasiun dengan menggunakan data interval waktu tiba gelombang
P dan gelombang S. Dalam metode ini bumi dianggap sebagai media homogen.
2. Metode Hiperbola. Metode ini menggunakan data waktu tiba gelombang P dan
menganggap bumi sebagai media homogen horisontal. Dengan data interval waktu
tiba gelombang P pada tiap dua stasiun dapat dibuat kurva hiperbola. Sehingga titik
potong dari hiperbola-hiperbola tersebut yang diperkirakan merupakan episenter
gempa.
3. Metode Bola. Metode ini menggunakan data interval waktu tiba gelombang P dan S,
yang dikonversikan ke jarak sebagai jari-jari bola dengan pusatnya di tiap-tiap
stasiun. Titik potong dari bola-bola tersebut yang ditafsirkan sebagai hiposenter.
Metode ini masih menganggap bahwa bumi masih homogen, sehingga menganggap
semua gelombang yang datang adalah gelombang langsung.
32
4. Metode Tripartit. Metode ini menggunakan tiga stasiun pencata, dengan data
interval waktu tiba gelombang P dan S. Metode ini akan mengalami kesulitan jika
ternyata yang datang adalah gelombang refraksi dan disinipun medium bumi
dianggap homogen.
5. Metode Geiger. Metode ini menggunakan data waktu tiba P ataupun gelombang S
yang pertama, dan di sini media bumi tidak lagi harus diandaikan homogen, tetapi
diandaikan terdiri dari perlapisan horisontal, sehingga metode ini memperhitungkan
akan adanya gelombang langsung maupun gelombang refraksi.
D. GEOMETRI BERKAS SEISMIK PADA PERMODELAN BUMI
D.1 Model Bumi Homogen Isotropis
Untuk kasus yang sederhana, yaitu apabila bumi diasumsikan sebagai media
homogen isotropis, sedemikian hingga sifat-sifat mekanisnya serba sama dalam semua
arah yang mengakibatkan lintasan berkas seismiknya berbentuk garis lurus (gambar 3.7).
Apabila diketahui kecepatan seismiknya adalah v dan jari-jari bumi adalah R, maka
waktu tempuh yang diperlukan untuk menjalar dari episenter ke stasiun perekam dengan
jarak angular , adalah :
( ) ( )
2
sin 2
=
R
v
T .................................................................................... 3.1
Gambar 3.7 Lintasan berkas seismik dari episenter ke stasiun perekam, jika diasumsikan
bumi homogen isotropis (Stacey, 1977).
Dari persamaan 3.1 diketahui bahwa waktu tempuh berkas seismik merupakan fungsi
jarak angular (karena v dan R adalah konstan). Dalam kenyataannya pertambahan
waktu tempuh terhadap jarak angular
Gambar 3.9 Konstruksi geometri dua buah rumpun berkas telesismik yang berdekatan.
Konstruksi ini digunakan untuk menurunkan persamaan yang
menghubungkan p, dan T (Stacey, 1977).
36
Misalkan rumpun berkas yang berdekatan mempunyai waktu tempuh T +dT,
jarak angular + d dan parameter berkasnya p +dp, berdasarkan gambar 3.9, dapat
ditentukan :
( )
( )
2
2
sin
0
0
0
= =
d
r
dT
v
PQ
NQ
i
Dengan v
0
adalah kecepatan seismik di permukaan dan r
0
adalah jari-jari pada berkas
sinar di permukaan.
Berdasarkan persamaan 3.2, dapat diperoleh :
=
d
dT
P .................................................................................. 3.3
Dengan kata lain, persamaan ini menyatakan bahwa parameter p merupakan gradien pada
kurva waktu tempuh (kurva T- ), pada jarak angular dari sumber. J adi p merupakan
fungsi jarak angular yang ditempuh oleh berkas seismik tersebut.
D.5 Permasalahan Invers
Suatu permasalahan untuk menentukan kecepatan v sebagai fungsi r yang
didasarkan pada pengamatan p sebagai fungsi , dalam hal ini dikatakan sebagai
permasalahan invers. Untuk menyelesaikan permasalahan ini, harus dicari bentuk lain
dari hubungan p, dan T.
Bentuk hubungan yang digunakan untuk memecahkan masalah ini adalah
persamaan jarak angular dalam bentuk integral. Persamaan ini diperoleh berdasarkan
gambar 3.10 yaitu dituliskan sebagai berikut :
( ) dr p r p
r
r
mid
0
5 . 0
2 2 1
2
....................................................... 3.4
Persamaan 3.4 dirumuskan oleh Herglotz dan Wiechert sehingga dikenal dengan
persamaan Herglotz-Wiechert. Persamaan ini merupakan persamaan integral yang akan
memberikan sebagai fungsi dari r, karena p diketahui merupakan fungsi dari . Dalam
hal ini merupakan konvensi matematis untuk menyederhanakan persoalan, yaitu
didefinisikan sebagai ( )
v
r
= . Oleh karena itu dari persamaan 3.4 dapat ditentukan juga
37
kecepatan v sebagai fungsi dari r, seperti yang diharapkan. Proses ini dikenal sebagai
inversi Herglotz-Wiechert (Garland, 1979).
Solusi persamaan 3.4 diberikan oleh J effreys bekerjasama dengan G. Rasch,
dengan menggunakan penyederhanaan yang dibuat oleh E. Wiechert, L. Geiger. Bentuk
solusi ini dapat dituliskan sebagai berikut :
1
0
1
0
1
ln cosh
1
r
r
d
p
.................................................... 3.5
Gambar 3.10 Konstruksi geometri berkas seismik yang digunakan untuk menurunkan
persamaan Herglotz-Wiechert (Stacey, 1977).
Persamaan 3.5 dapat dievaluasi secara numeris berdasarkan kurva p terhadap yang
diberikan. Dalam persamaan
1
merupakan kemiringan kurva waktu tempuh pada
1
.
Dengan menentukan harga-harga p pada titik-titik tengah dan mengevaluasi
1
1
cosh
p
maka suku sebelah kiri dapat diintegralkan secara numeris untuk setiap
harga yang diketahui. Selanjutnya harga r
1
, yaitu jari-jari pada titik tengah berkas
sinar yang muncul pada jarak , dapat ditentukan sehingga kecepatan pada titik tengah
ini, yang diberikan oleh
1
1
1
1
=
v
r
dapat ditentukan juga. Dengan mengevaluasi
persamaan ini untuk yang semakin banyak, akan diperoleh harga v
1
yang bervariasi
pula, sehingga dapat dibuat distribusi kecepatan sebagai variasi terhadap kedalaman, baik
untuk gelombang P maupun gelombang S.
1
38
D.6 Distribusi Kecepatan (Kasus Khusus)
Berdasarkan pembahasan persamaan 3.5, akan diperoleh variasi kecepatan yang
kontinu dan semakin besar secara monoton terhadap kedalaman. Dalam hal ini p semakin
berkurang terhadap dan p lebih besar dari
1
, sedemikian hingga karakteristik kurva
waktu tempuhnya (T- ) adalah kontiniu dan berharga tunggal.
Namun demikian, dalam permodelan ini dimungkinkan terdapat kasus-kasus
tertentu yang mengakibatkan distribusi kecepatannya tidak sesuai seperti yang diuraikan
di atas. Kasus yang menarik diantaranya adalah efek triplikasi (triflication) dan efek
daerah bayangan (shadow zone).
D.6.1 Efek Triplikasi.
Efek ini terjadi apabila terdapat anomali perlapisan dengan kecepatan tinggi
(gradien kecepatannya besar), seperti ditunjukkan pada gambar 3.11. Berkas sinar yang
penetrasi terdalamnya berada pada lapisan ini akan mempunyai kurva lintasan yang lebih
lengkung sehingga dapat muncul pada jarak yang lebih kecil daripada berkas sinar
yang penetrasi terdalamnya tidak pada lapisan ini (gambar 3.11a). Parameter p berkurang
secara monoton, namun pada selang tertentu parameter ini tidak lagi berharga tunggal,
tetapi ada tiga nilai p untuk harga yang sama. Dengan menafsirkan p sebagai
kemiringan kurva waktu tempuh, diperoleh gambar 3.11b, yang mengindikasikan
terjadinya triplikasi kurva waktu tempuh pada harga selang tertentu.
Gambar 3.11 Efek triplikasi akibat anomali kecepatan yang tinggi (a) lintasan berkas
seismik (b) karakteristik kurva waktu tempuh yang dihasilkan (Stacey,
1977).
39
D.6.2 Efek Daerah Bayangan (Shadow Zone).
Efek ini terjadi apabila terdapat anomali perlapisan dengan kecepatan rendah (low
velocity zone). Kasus ini ditunjukkan pada gambar 3.12. Geometri berkas seismik kasus
ini memungkinkan terjadinya daerah bayangan (shadow zone), yaitu suatu daerah dalam
selang jarak tertentu dimana tidak terdapat berkas seismik yang muncul dipermukaan
(3.12a). Untuk harga yang kecil, karakteristik parameter p masih normal, tetapi pada
harga yang besar karakteristik parameter berkas seismiknya memungkinkan untuk
terjadinya pemisahan lintasan yang tidak normal, sehingga terdapat daerah tertentu yang
tidak dapat mendeteksi berkas seismik ini. Efek shadow zone diindikasikan oleh
karakteristik kurva waktu tempuh yang terputus (gambar 3.12b).
Gambar 3.12 Efek daerah bayangan akibat anomali perlapisan dengan kecepatan rendah
(a) lintasan berkas seismik (b) karakteristik kurva waktu tempuh yang
dihasilkan (Stacey, 1977).
40
BAB IV
STRUKTUR BAGIAN DALAM BUMI BERDASARKAN
BUKTI-BUKTI SEISMOLOGI
A. STRUKTUR KECEPATAN DI DALAM BUMI
Berdasarkan data-data gempa bumi yang terbaca pada seismogram dapat
diperoleh data empiris yang menghubungkan antara harga-harga waktu tempuh T dan
jarak angular . Data-data ini telah dianalisa oleh beberapa ahli seismologi dengan
tujuan untuk menentukan variasi kecepatan gelombang P dan gelombang S terhadap
kedalaman ke arah pusat bumi.