Jelaskan regulasi /peraturan-peraturan yang berkaitan dengan pengembangan produk
nutraseutika, farmaseutika, pangan fungsional, suplemen hasil perairan. a. Regulasi pengembangan farmaseutika Kebijakan obat nasional menyatakan bahwa pembangunan di bidang obat bertujuan untuk menjamin ketersediaan dan keterjangkauan obat yang aman, berkhasiat dan bermutu bagi masyarakat dengan jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan. Ada tiga stake holder utama yang memiliki peran sentral dalam pengembangan dan penyedian bahan baku obat. Pertama industri farmasi yang memiliki tanggung jawab dalam hal pengembangan bahan baku obat dalam negeri. Kedua peneliti dan akademisi yang memiliki kapasitas untuk pengembangan bahan baku obat. Ketiga adalah pemerintah yang harus memiliki political will untuk melaksanakan peningkatan kemandirian bahan baku obat ini. Kebijakan Mengembangkan industri bahan baku obat di Indonesia dengan prioritas: 1. Bahan baku obat yang banyak dipergunakan di Indonesia dan memiliki peluang ekspor; 2. Bahan baku obat yang sumber bahan bakunya tersedia di Indonesia; 3. Bahan baku obat yang mudah dalam produksinya (teknologi telah terbukti dan dikuasai) baik bahan aktif maupun bahan pembantu; 4. Bahan baku obat berupa produk biologik; 5. Bahan baku obat berbasis bahan alam Indonesia yang diproduksi melalui teknologi sederhana maupun teknologi tinggi; 6. Pengembangan bahan baku obat melalui bioteknologi dan biomolekuler; 7. Teknologi sel punca, untuk antisipasi ke depan secara jangka panjang. Penelitian pengembangan bahan baku obat di Indonesia
Strategi Pengembangan Bahan Baku Obat 1. Mengembangkan kebijakan yang berpihak pada pengembangan bahan baku obat; 2. Meningkatkan sinergitas ABG; 3. Menguatkan riset di bidang bahan baku obat yang berorientasi pada kebutuhan; 4. Meningkatkan kemampuan Iptek; 5. Meningkatkan produksi bahan kimia sederhana, pemanfaatan SDA, dan bioteknologi. b. Regulasi pangan fungsional Berdasarkan Peraturan Kepala Badan POM No. HK.00.5.52.0685 tahun 2005 tentang Ketentuan Pokok Pengawasan Pangan Fungsional, yang dimaksud dengan pangan fungsional adalah pangan olahan yang mengandung satu atau lebih komponen fungsional yang berdasarkan kajian ilmiah mempunyai fungsi fisiologis tertentu, terbukti tidak membahayakan dan bermanfaat bagi kesehatan. Yangtermasuk kelompok komponen pangan fungsional adalah vitamin, mineral, gula alkohol, asam lemak tidak jenuh, asam amino, serat pangan, prebiotik, probiotik,kolin, lesitin dan inositol, karnitin dan skualen, isoflavon, fitosterol dan fitostanol,dan polifenol (teh). Contoh pangan fungsional adalah probiotik, di Jepang regulasi pangan fungsional dikenal dengan naman FOSHU. Persyaratan penting untuk aplikasi persetujuan FOSHU adalah efektifitas yang didasarkan pada bukti ilmiah termasuk studi klinik, keamanan produk dengan tambahan studi keamanan pada subyek manusia serta penentuan analisis dari komponen dengan metode analisa kualitatif dan kuantitatif. Aplikasi yang diterima diperiksa di Kantor Kebijakan Kesehatan Makanan Baru di Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan. Setelah dievaluasi, aplikasi dikirimkan kepada Council of Pharmaceutical Affairs and Food Hygiene untuk evaluasi akhir. Sebagian besar klaim produk FOSHU adalah untuk meningkatkan kondisi saluran pencernaan dengan komponen efektif karbohidrat yang terdiri dari oligosaccharides, serat pangan dan chitosan yang berasal dari biota perairan. Di Indonesia pada tanggal 27 Januari 2005 dikeluarkan Peraturan Kepala Badan POM RI No. HK.00.05.52.0685 tentang Ketentuan Pokok Pengawasan Pangan Fungsional. Klaim-klaim prebiotik yang diizinkan adalah klaim kandungan gizi. Sumber : [BPOMRI] Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2005. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia tentang Ketentuan Pokok Pengawasan Pangan Fungsional. Jakarta:BPOMRI.
c. Regulasi Supplement Suplemen adalah produk yang dimaksudkan untuk melengkapi kebutuhan zat gizi makanan, mengandung satu atau lebih bahan berupa vitamin, mineral, asam amino atau bahan lain (berasal dari tumbuhan atau bukan tumbuhan) yang mempunyai nilai gizi dan atau efek fisiologis dalam jumlah terkonsentrasi. Suplemen makanan harus diproduksi dengan menggunakan bahna yang memenuhi standar mutu sesuai dengan Farmakope Indonesia, Meteria Medika Indonesia atau standar lain yang diakui Komponen suplemen makanan menyebutkan susunan kualitatif dan kuantitatif bahan utama, sedangkan dalam Peraturan Perundang-undangan Dibidang Suplemen Makanan dari BPOM RI (2005) tercantum daftar batas maksimum per hari untuk penggunaan vitamin, mineral, asam amino dan bahan lain serta bahan (tumbuhan, hewan, mineral) yang dilarang dalam suplemen makanan.Peraturan Perundang-undangan Dibidang Supelemen Makanan menurut BPOM RI (2005) menyebutkan bahwa suplemen makanan harus memiliki kriteria sebagai berikut : a). Menggunakan bahan yang memenuhi standar mutu dan persyaratan keamanan serta standar dan persyaratan yang ditetapkan b). Manfaat yang dinilai dari komposisi dan atau didukung oleh data pembuktian c). Diproduksi dengan menetapkan cara pembuatan yang baik d). Penandaan yang harus mencantumkan informasi yang lengkap, obyektif, benar dan tidak menyesatkan e). Dalam bentuk sediaan pil, tablet, kapsul, serbuk, granul, setengah padat dan cairan yang tidak dimaksudkan untuk pangan.
Sumber :
[BPOM RI] Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2005. Peraturan Perundang-Undangan Dibidang Suplemen Makanan. Cetakan Pertama. Jakarta : 3-6,16
Aspek regulasi nutraseutikal Pengujian dan pengaturan nutraceutical tidak dengan obat farmasi. Tujuan dari peraturan nutraceutical sebagian besar untuk memastikan produk aman dan diberi label dengan benar. Nutraceuticals tidak menghadapi tingkat yang sama pengawasan sebagai obat-obatan dalam hal klaim produk dan tujuan penggunaannya. Ada persepsi bahwa kurangnya pengawasan menyebabkan produk-produk berkualitas variabel dan dengan klaim merit dipertanyakan. Regulasi nutrasetikal diatur oleh FDA sehingga para produsen suplemen makanan atau bahan makanan bertanggung jawab untuk memastikan bahwa produk tersebut aman sebelum dipasarkan. FDA bertanggung jawab untuk mengambil tindakan terhadap setiap produk suplemen makanan yang tidak aman setelah mencapai pasar. Lembaga regulator nasional pada umumnya berfokus pada praktek dan produk yang ditemukan di pasar sedangkan badan regulasi global juga memiliki pengaruh dalam industri. Badan tersebut termasuk Codex Alimentarius, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO). Dari sisi industri, Aliansi Internasional Dietary / Food Supplement Asosiasi (IADSA) bekerja sama dengan badan-badan internasional dan lokal untuk memastikan bahwa pandangan dari industri suplemen makanan yang dipertimbangkan dalam pengembangan kebijakan. Sumber: Bournepartners. 2013. An Overview of Global Regulatory Trends in the Nutraceutical Industry. Wordpress.