Anda di halaman 1dari 4

5.

Jelaskan regulasi /peraturan-peraturan yang berkaitan dengan pengembangan produk


nutraseutika, farmaseutika, pangan fungsional, suplemen hasil perairan.
a. Regulasi pengembangan farmaseutika
Kebijakan obat nasional menyatakan bahwa pembangunan di bidang obat bertujuan untuk
menjamin ketersediaan dan keterjangkauan obat yang aman, berkhasiat dan bermutu bagi
masyarakat dengan jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan. Ada tiga stake holder
utama yang memiliki peran sentral dalam pengembangan dan penyedian bahan baku obat.
Pertama industri farmasi yang memiliki tanggung jawab dalam hal pengembangan bahan baku
obat dalam negeri. Kedua peneliti dan akademisi yang memiliki kapasitas untuk pengembangan
bahan baku obat. Ketiga adalah pemerintah yang harus memiliki political will untuk
melaksanakan peningkatan kemandirian bahan baku obat ini.
Kebijakan
Mengembangkan industri bahan baku obat di Indonesia dengan prioritas:
1. Bahan baku obat yang banyak dipergunakan di Indonesia dan memiliki peluang ekspor;
2. Bahan baku obat yang sumber bahan bakunya tersedia di Indonesia;
3. Bahan baku obat yang mudah dalam produksinya (teknologi telah terbukti dan dikuasai) baik
bahan aktif maupun bahan pembantu;
4. Bahan baku obat berupa produk biologik;
5. Bahan baku obat berbasis bahan alam Indonesia yang diproduksi melalui teknologi sederhana
maupun teknologi tinggi;
6. Pengembangan bahan baku obat melalui bioteknologi dan biomolekuler;
7. Teknologi sel punca, untuk antisipasi ke depan secara jangka panjang. Penelitian
pengembangan bahan baku obat di Indonesia


Strategi Pengembangan Bahan Baku Obat
1. Mengembangkan kebijakan yang berpihak pada pengembangan bahan baku obat;
2. Meningkatkan sinergitas ABG;
3. Menguatkan riset di bidang bahan baku obat yang berorientasi pada kebutuhan;
4. Meningkatkan kemampuan Iptek;
5. Meningkatkan produksi bahan kimia sederhana, pemanfaatan SDA, dan bioteknologi.
b. Regulasi pangan fungsional
Berdasarkan Peraturan Kepala Badan POM No. HK.00.5.52.0685 tahun 2005 tentang
Ketentuan Pokok Pengawasan Pangan Fungsional, yang dimaksud dengan pangan fungsional
adalah pangan olahan yang mengandung satu atau lebih komponen fungsional yang berdasarkan
kajian ilmiah mempunyai fungsi fisiologis tertentu, terbukti tidak membahayakan dan
bermanfaat bagi kesehatan. Yangtermasuk kelompok komponen pangan fungsional adalah
vitamin, mineral, gula alkohol, asam lemak tidak jenuh, asam amino, serat pangan, prebiotik,
probiotik,kolin, lesitin dan inositol, karnitin dan skualen, isoflavon, fitosterol dan fitostanol,dan
polifenol (teh). Contoh pangan fungsional adalah probiotik, di Jepang regulasi pangan fungsional
dikenal dengan naman FOSHU.
Persyaratan penting untuk aplikasi persetujuan FOSHU adalah efektifitas yang
didasarkan pada bukti ilmiah termasuk studi klinik, keamanan produk dengan tambahan studi
keamanan pada subyek manusia serta penentuan analisis dari komponen dengan metode analisa
kualitatif dan kuantitatif. Aplikasi yang diterima diperiksa di Kantor Kebijakan Kesehatan
Makanan Baru di Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan. Setelah dievaluasi, aplikasi
dikirimkan kepada Council of Pharmaceutical Affairs and Food Hygiene untuk evaluasi akhir.
Sebagian besar klaim produk FOSHU adalah untuk meningkatkan kondisi saluran pencernaan
dengan komponen efektif karbohidrat yang terdiri dari oligosaccharides, serat pangan dan
chitosan yang berasal dari biota perairan.
Di Indonesia pada tanggal 27 Januari 2005 dikeluarkan Peraturan Kepala Badan POM RI
No. HK.00.05.52.0685 tentang Ketentuan Pokok Pengawasan Pangan Fungsional. Klaim-klaim
prebiotik yang diizinkan adalah klaim kandungan gizi.
Sumber :
[BPOMRI] Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2005. Peraturan Kepala
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia tentang Ketentuan Pokok
Pengawasan Pangan Fungsional. Jakarta:BPOMRI.

c. Regulasi Supplement
Suplemen adalah produk yang dimaksudkan untuk melengkapi kebutuhan zat gizi
makanan, mengandung satu atau lebih bahan berupa vitamin, mineral, asam amino atau bahan
lain (berasal dari tumbuhan atau bukan tumbuhan) yang mempunyai nilai gizi dan atau efek
fisiologis dalam jumlah terkonsentrasi. Suplemen makanan harus diproduksi dengan
menggunakan bahna yang memenuhi standar mutu sesuai dengan Farmakope Indonesia, Meteria
Medika Indonesia atau standar lain yang diakui
Komponen suplemen makanan menyebutkan susunan kualitatif dan kuantitatif bahan utama,
sedangkan dalam Peraturan Perundang-undangan Dibidang Suplemen Makanan dari BPOM RI
(2005) tercantum daftar batas maksimum per hari untuk penggunaan vitamin, mineral, asam
amino dan bahan lain serta bahan (tumbuhan, hewan, mineral) yang dilarang dalam suplemen
makanan.Peraturan Perundang-undangan Dibidang Supelemen Makanan menurut BPOM RI
(2005) menyebutkan bahwa suplemen makanan harus memiliki kriteria sebagai berikut :
a). Menggunakan bahan yang memenuhi standar mutu dan persyaratan keamanan serta standar dan
persyaratan yang ditetapkan
b). Manfaat yang dinilai dari komposisi dan atau didukung oleh data pembuktian
c). Diproduksi dengan menetapkan cara pembuatan yang baik
d). Penandaan yang harus mencantumkan informasi yang lengkap, obyektif, benar dan tidak
menyesatkan
e). Dalam bentuk sediaan pil, tablet, kapsul, serbuk, granul, setengah padat dan cairan yang tidak
dimaksudkan untuk pangan.

Sumber :

[BPOM RI] Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2005. Peraturan
Perundang-Undangan Dibidang Suplemen Makanan. Cetakan Pertama. Jakarta : 3-6,16


Aspek regulasi nutraseutikal
Pengujian dan pengaturan nutraceutical tidak dengan obat farmasi. Tujuan dari peraturan
nutraceutical sebagian besar untuk memastikan produk aman dan diberi label dengan benar.
Nutraceuticals tidak menghadapi tingkat yang sama pengawasan sebagai obat-obatan dalam hal
klaim produk dan tujuan penggunaannya. Ada persepsi bahwa kurangnya pengawasan
menyebabkan produk-produk berkualitas variabel dan dengan klaim merit dipertanyakan.
Regulasi nutrasetikal diatur oleh FDA sehingga para produsen suplemen makanan atau
bahan makanan bertanggung jawab untuk memastikan bahwa produk tersebut aman sebelum
dipasarkan. FDA bertanggung jawab untuk mengambil tindakan terhadap setiap produk
suplemen makanan yang tidak aman setelah mencapai pasar. Lembaga regulator nasional pada
umumnya berfokus pada praktek dan produk yang ditemukan di pasar sedangkan badan regulasi
global juga memiliki pengaruh dalam industri. Badan tersebut termasuk Codex Alimentarius,
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO). Dari sisi
industri, Aliansi Internasional Dietary / Food Supplement Asosiasi (IADSA) bekerja sama
dengan badan-badan internasional dan lokal untuk memastikan bahwa pandangan dari industri
suplemen makanan yang dipertimbangkan dalam pengembangan kebijakan.
Sumber:
Bournepartners. 2013. An Overview of Global Regulatory Trends in the Nutraceutical Industry.
Wordpress.

Anda mungkin juga menyukai