Anda di halaman 1dari 17

..-------_._ ......... , ..... . - . ~ .... -. ~ , . - . - - . .-.---... -... ~ ~ - - . - . - - ' . _ ..

.. -, ..- ._ .. _." -.- -- ... ....... ~ ' ...... , - . ~ ~ . - . - , .... , .. - - ~ - ' . .-- .. ~ . . ~ . ~ . . ~ - - . < .. -,.-.
TINJAUAN PUSTAKA
Sistem Penginderaan Jauh
Konsep Dasar
Penginderaan adalah suatu ilmu untuk memperoleb informasi tentang obyek
(permukaan bumi dan perairan) atau gejala dengan jalan menganalisis data yang
diperoleb pada jarak tertentu tanpa kontak langsung dengan obyek melalui
pengukuran reflektansi ataupun emisi obyek dengan gelombang elektromagnetik
(Lillesand and Kiefer 1990).
Penginderaan jaub merupakan teknik yang relatif barn yang memungkinkan
orang dapat mengumpulkan data tanpa langsung teIjun ke lapangan. Aspek dan
obyek tertentu pada daerah yang luas dapat diteliti tanpa penjelajahan lapangan
selurub areal, dengan demikian akan mengbemat waktu dan biaya (Wiradisastra
1996).
Seeara garis besarnya sistem penginderaan jaub dikelompokkan menjadi
dua, yaitu: 1) sistem data fotografik (pictorial) yang mengbasilkan gambar
berbentuk foto atau yang dikenal dengan foto udara dan memakai wabana pesawat
terbang; dan 2) sistem data numerik adalab sistem yang umumnya menggunakan
wabana satelit, di mana basil yang direkam merupakan data digital yang
berbentuk angka-angka. Angka-angka ini kemudian diteIjemahkan oleb komputer
agar dapat ditampilkan sebagai gambar.
Pengenalan obyek di permukaan bumi didasarkan pada nilai reflektan energi
elektromagnetik yang dipanearkan oleb obyek yang direkam oleb sensor. Di
permukaan bumi terdapat tiga kelompok obyek utama, yaitu vegetasi, tanab dan
air yang masing-masing memanearkan energi elektromagnetik dengan panjang
gelombang tertentu. Sifat-sifat inilah yang dipergunakan oleh penginderaan jauh
untuk mengenali obyek-obyek atau tipe-tipe penutup laban yang ada dipermukaan
bumi (Lillesand and Kiefer 1990).
Pemisahan suatu obyek dapat didekati dengan pengenalan ciri-ciri spektral
(spectral signature). eiri spektral adalah pola keeerahan relatif (pattern
brigthness) pada saluran spektral yang memberlkan karakteristik suatu obyek.
Hunt (1980) mengemukakan bahwa eiri spektral merupakan bagian yang penting
,_ .' ._.' ' .' ,._.' . . _ '.' .... _. '.
.. , . '_" ' JJ ._ . "
.... _ . .. ..... _ . .. J ... .__ . __ ,. '-'.' -." .........
6
lliltuk interpretasi data dari sistem penginderaan jauh, baik foto udara maupllil
citra berbentuk data digital, karena biasanya em-eiri spektral tersebut memberikan
sifat bagi kenampakan beberapa obyek. Ciri-ciri spektral pada citra dapat dipakai
sebagai rujukan spektral (spectral reference).
Perkembangan
Saat ini ada beberapa sistem penginderaan jauh satelit sumberdaya alam
yang telah beroperasi, di antaranya Landsat yang mempunyai beberapa generasi,
yaitu MSS, TM dan SPOT; JERS; ERS; QUICKBIRD; dan IKONOS.
Masing-masing sistem tersebut mempunyai kemampuan yang berbeda-beda
karena kemampuan sensornya yang berbeda.
Program Landsat adalah program paling lama untuk mendapatkan citra bumi
dari Iuar angkasa. Satelit Landsat pertama diluneurkan pada tahun 1972,
kemudian disusul Landsat 2, 3, 4, 5, 6, dan yang paling akhir adalah Landsat 7,
diluncurkan tanggal 15 April 1999.
Landsat 7 merupakan Landsat generasi terbaru membawa sensor
(Enhanced Thematic Mapper) yang berbeda dari generasi sebelumnya (Landsat
5ILandsat TM) yaitu ditambahkannya satu kanal/saluran pankromatik (kanal 8)
dengan resolusi spasial 15 meter. Disamping itu, kanal 6 (kanal thermal) pada
citra Landsat 7 mempunyai setting 'gain' tinggi dan rendah dengan resolusi
spasial 60 meter. Landsat 7 diraneang untuk dapat bertahan 5 tahun, dan memiliki
kapasitas untuk. mengumpulkan dan mentrasmisikan hingga 532 citra setiap
harinya. Satelit ini adalah polar, memiliki orbit yang sinkron terhadap matahari,
dalam arti dapat memindai seluruh permukaan bumi; yakni selama 232 orbit atau
15 harL Massa satelit tersebut 1973 kg, memiliki panjang 4,04 meter dan diameter
2,74 meter. Tak seperti pendahulunya, Landsat memiliki memori 378
(kira-kira 100 citra) (NASA, 2000).
Sistem Landsat MSS, TM, ETM\ sarna-sarna merupakan sistem
multispektral, tetapi rnasing-masing mempunyai perbedaan utarna dalam hal
resolusi spasial, yaitu: 79 meter untuk MSS, 30 meter untuk TM, sedangkan
ETM mempunyai kelebihan, yaitu kanal pankromatik yang resolusinya 15 meter,
sedangkan kanaI lainnya sarna dengan TM. Sistem Landsat-TM merupakan
penyempurnaan dari seri Landsat MSS, yaitu dalarn hal jumlah kanal dan resolusi
__ ._, . _._._ ... . ____ . _ _ . ____ . _ .. ____ . ____ . h __ . _ . _' __ __ .' ___ ....... , --- -'- " - - - --"
7
spasialnya. Jumlah kanal Landsat-TM telah menjadi tujuh kanal dengan
spasifikasi tel1entu. Sedangkan resolusi spasial Landsat-TM adalah 30 meter
(Campbell 1987).
Sebagai program lanjutan dari sistem Landsat sebelumnya,
mempunyai beberapa kelebihan, di antaranya adalah dalam hal jumlah kanalnya
lebih banyak, karena mempunyai kanal inframerah (kanal 6) dan satu kanal
pankromatik. Selain itu juga terdapat peningkatan resolusi spasial, yaitu pada
inframerah menjadi 60 meter, sedangkan pada kanal pankromatik 15 meter.
Dengan peningkatan resolusi spasial tersebut diharapkan dapat memberikan
informasi permukaan yang lebih detil (NASA 2000). Perkembangan seri satelit
Landsat dengan perkembangan sensor yang dibawa selengkapnya disajikan pada
Tabell.
Tabel 1 Perkembangan seri satelit Landsat dengan perkembangan sensomya
Masa
Band dan
Resolusi
Kecepatan
Sistem
Operasi
Sensor Panjang Gel
(m)
Transmisi
ombang(Hm) (Mbps)
1 2 3 4 5 6
Landsat 1 23 Jul1972 RBV 1: 0,48-0,57 80 15
sid 2: 0,58-0,68 80
6 Jan 1978
3: 0,70-0,83 80
MSS 4: 0,5-0,6 79
5: 0,6-0,7 79
6: 0,7-0,8 79
7: 0,8-1,1 70
Landsat 2 22 Jan 1975
sid Sda Sda Sda Sda
25 Feb 1982
Landsat 3 5 Mar 1978 RBV 1: 0,505-0,75 40 15
sid MSS 4: 0,5-0,6 79
31 Mar 1983
5: 0,6-0,7 79
6: 0,7-0,8 79
7: 0,8-1,1 79
8: 10,4-12,6 240
Landsat 4 16 Jul1982 MSS 4: 0,5-0,6 82 85
sid 5: 0,6-0,7 82
Jul1987
6: 0,7-0,8 . 82
(Satelit
7: 0,8-1,1 82
dipakai
TM 1: 0,45-0,52 30
untuk
2: 0,52-0,60 30
percobaan)
3: 0,63-0,69 30
4: 0,76-0,90 30
... , _ __ _ . _ _ _ _ _ __ .--",_' , , J __ _J J. _ _ , ._"J. .-.
1 2 3 4
5: 1,55-1,75
6: 10,4-12,5
7: 2,08-2,35
Landsat 5 1 Mar 1984
Sda Sda
sid 1999
Landsat 6 5 Okt 1993
(hUang saat - -
peluncuran)
Landsat 7 15 Apr 1999 1: 0,45-0,52
(masih 2: 0,52-0,60
beroperasi)
3: 0,63-0,69
4: 0,76-0,90
5: 1,55-1,75
6: 10,4-12,5
7: 2,08-2,35
N __ .. -'" '-'. ,. '
. . ---_ .. .. -' .. _-_. _.
8
5 6
30
120
30
Sda Sda
- -
30 150
30
30
30
30
120
30
Pan: 0,52-0,9 15
Sumber: U.S Departement of the interior, U.S. Geological Survey (1999 daZam
Surlan, 2002).
Fungsi-fungsi aplikasi dari ke-8 kanallband Landsat dapat dUihat
pada Tabe12.
Tabe12 Karakteristik dan kemampuan aplikasi setiap saluran (band) Landsat 7

Panjang Nama
No Kanal Gelombang Gelombang Fungsi Aplikasi
(Jlm) Elektromagnetik
1 2 3 4 5
1. Kanall 0,45-0,52 Biru Tanggap terhadap
peningkatan penetrasi air dan
mendukung analisis sifat
khas penggunaan lallan,
tanah dan vegetasi
2. Kanq}2 0,52-0,60 Hijau Dirancang untuk mengindera
puncak pantulan vegetasi dan
menekankan perbedaan
vegetasi dan nilai kesuburan
3. Kanal3 0,63-0,69 Merah Dirancang untuk peka
terhadap absorbsi klorofil
-
dan memperkuat kontras
antara vegetasilbukan
vegetasi
... . ~ - .. _ .. - - ~ ... -... -- . , . . ~ ... , ..... ~ .. - - - - - , - . ~ . - - . , - . - .. -.... .-. __... _._ .. . -- . ~ - ~ .. _ .... , ... _ .. --_ .. _.- ... - ., .. _.--,_ ... . _. -..
..... ....... ... _ .._ ... -.... - .. - ....... . - .. .. .
9
1 2 3 4 5
4. Kana14 0,76-0,90 Infra merah Berguna untuk membedakan
dekat tipe vegetasi, pertumbuhan
dan jumlah biomass, juga
memudahkan identifikasi dan
kontras tanaman, tanah, dan
aIr
5. Kana15 1,55-1,75 Infra merah Penting untuk penentuan
tengah jenis tanaman, kandungan air
pada tanaman dan kondisi
kelembaban tanah
6. Kana16 10,4-12,5 Infra merah Berguna untuk mendeteksi
termal suhu obyek, analisis
gangguan vegetasi, dan
perbedaan kelembaban tanah
7. Kanal7 2,08-2,35 Infra merah Berguna untuk membedakan
tengah tipe mineral dan formasi
batuan dan analisis bentuk
lahan
8. Kanal8 0,52-0,90 Pankromatik Berguna untuk pemetaan
planimetri, identifikasi
pemukiman, dan identifikasi
kenampakan geologi
Sumber: Landsat Handbook, 1986 dan Program Landsat, 1998 (dalam Purwadi dan
Sanjoto, 2009)
Pengolahan Citra Digital
Koreksi Citra
Citra mempunyai beberapa keterbatasan yang disebabkan oleh gangguan
pada saat perekaman yang mempengaruhi kualitas sebuah citra, yaitu gangguan
geometri dan gangguan radiometri.
Untuk meningkatkan kualitas citra, maka perlu dilakukan koreksi terhadap
kedua gangguan tersebut. Koreksi citra merupakan proses pengkondisian citra
agar dapat memberikan informasi yang akurat secara geometri dan radiometri.
(1) Koreksi Geometri
Kesalahanldistorsi geometri adalah ketidaksempurnaan geometri citra yang
terekam pada saat pencitraannya, hal ini menyebabkan ukuran, posisi dan bentuk
citra menjadi tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. Ditinjau dari sumber
. ' ~ ._ .. . '.0 ... _ .. . ...... _ . .. --- ...... - . --.-.,--.. - ~ .. - - ' .
--.... , .. ~ - ... -. - ~ ... -........ ,--_ ... , .. .. __ ., ...... -.... . - ~ ~ . - . ~ . -.. ~ ~ .
.. . ' ~ . - ~ - ~ - ' _., ~ . .. ' .. - ' - ' ~ ' ''-'
10
kesalahannya, distorsi geometri disebabkan oleh kesalahan internal dan kesalahan
eksternal (JARS, 1993).
Distorsi internal yaitu gangguan yang berasal dari sensor (internal
distorsion) seperti lensa, attitude platform, dan variasi ketinggian platfonn.
Gangguanldistorsi akibat faktor luar (external distorsion) adalah gangguan yang
disebabkan antara lain oleh efek rotasi bumi, kelengkungan bumi, relief
displacement, sistem proyeksi, dan sistem orbit satelit (JARS, 1993).
Kesalahan internal disebabkan oleh geometri sensor dan bersifat sistematik
sedangkan kesalahan eksternal disebabkan oleh bentuk dan karakter obyek data
tersebut. Distorsi yang bersifat sistematik dapat dirnodelkan sedangkan yang
bersifat tidak sistematik tidak dapat dirnodelkan (Harintaka dan Sumarto, 2002).
Distorsi geometri yang bersifat sistematik disebabkan oleh banyak faktor dan
harus dikoreksi sebelum citra digunakan. Distorsi geometri yang bersifat
sistematik biasanya telah dikoreksi oleh pengelola satelit, karena hanya pemilik
satelit yang mengetahui parameter-parameter koreksinya.
Distorsi geometri yang bersifat tidak sistematik dapat dikoreksi
menggunakan Ground Control Point (GCP) yang cukup dan terdistribusi merata
di seluruh citra (Jensen, 1996). Ground Control Point (GCP) dibutuhkan untuk
mentransfonnasikan sistem koordinat citra yang masih sembarang ke peta,
kegiatan ini disebut rektifikasi. Rektifikasi citra dapat menggunakan persamaan
affine 2D (Jensen, 1996) atau polinomial orde satu (Toutin, 1994 dalam Pohl,
1996) adalah:
x'=a
o
+a
1
x+a
2
Y ........................................................................................ (1)
y'= brS +b
1
x+b
2
y ........................................................................................ (2)
Untuk persamaan polynomial orde dua :
x'= a
o
+a}x+a
2
y+ a
3
x2 + a
4
XJl + a
s
y2 ...................................................... (3)
y'=b
o
+b}x+b
2
y+b
3
x2 +b
4
XJl+b
s
y2 ...................................................... (4)
Untuk persamaan polynomial orde tiga :
, 2 2 3 2 2 . 3 (5)
x=a
o
+a}x+a
2
y+a
3
x +a
4
XJl+a
s
y +a
6
x +a
7
x y+asXJl +a
9
y ....
. . _._' _ ....
. - ...... .. . '.
, ." ... .. , _ .. ,,_ .......... ,._-_ ... -. -... ...-. _ .. ,
11
dalam hal ini :
x', y'
x,y
80, " ""' ag; bo, """, bg
: posisi obyek dalam sistem koordinat citra
: posisi obyek dalam sistem koordinat peta
: parameter transformasi
Tingkat ketelitian hasil rektifikasi diukur dengan besar kesalahan menengah
rata-rata atau Root Mean Square Error (RMSE) yaitu gambaran kesalahan
koordinat atau pergeseran posisi sekelompok data pengamatan atau pengukuran
terhadap nilai yang sebenarnya atau sekelompok data lain yang divalidasikan
sebagai data yang benar. Semakin keeil nilai RMSE maIm semakin teliti hasil
rektiflkasi. Persamaan untuk menghitung nilai RMSE menurut
Jensen, (1996):
+(y'_y)2 ... ................ .. ............................................... (7)
dalam hal ini :
x' ,y' : koordinat titik yang dianggap benar
x, y : koordinat titik hasil hitungan
(2) Koreksi Radiometri
Distorsi radiometri disebabkan oleh gangguan sinyal pantulan obyek yang
harus melewati atmosfer pada saat perekaman data citra (Pohl, 1996). Purwadhi
dan Sanjoto (2009) menyebutkan bahwa penyebab kesalahan radiometri dapat
dibedakan dalam tiga kelompok, yaitu:
1). Kesalahan pada sistem optik disebabkan oleh kesalahan bagian optik
buram menyebabkan data yang dibentuk oleh sistem optik tidak linier,
dan kesalahan karena perubahan kekuatan sinyal pada subsistem optik
mengakibatkan teIjadi bising koheren (coherence noise) berupa bising
periodik (periodic noise), bising sisir (spike noise), dan bising garis
(stripes noise);
2). Kesalahan disebabkan karena gangguan energi radiasi elektromagnetik
pada atmosfer, disebabkan oleh pengaruh hamburan; tanggapan
amplitudo yang tidak linier, dan teljadinya bising (noise) pada waktu
transmisi data dari sensor ke stasiun penerima di bumi; dan
12
3). Kesalahan karena pengaruh sudut elevasi matahari, sehingga
menyebabkan perubahan pencahayaan pada permukaan bumi, dan
perubahan radiasi pennukaan obyek disebabkan oleh perubahan sudut
pengamatan sensor.
Untuk mengatasi masalah ini, maka koreksi yang dilakukan sesuai dengan
jenis kesalahannya, yaitu:
1). Untuk kesalahan bagian optik buram dapat dikoreksi dengan dua cara,
yaitu koreksi berdasarkan data PSF (point spread function) dari sistem
optik pembentuk citra, yaitu menggunakan fungsi linier terhadap suatu
sumber yang dapat dilakukan menggunakan filter Wiener; dan koreksi
tidak berdasarkan data PSF untuk sistem pembentuk citra yang komplek,
maka koreksinya menggunakan filter Homomorphic. Kesalahan
radiometri berupa bising periodik dilakukan menggunakan band pass
filter atau notch filter, bising garis dilakukan dengan membuang elemen
citra yang terkena bising dan menggantinya dengan data lain pada lokasi
yang sama. Cara menghilangkan bising garis pada citra multidetektor
menggunakan data dependent method yang berupa penggunaan filter
dalam domain frekuensi fourier dan penggunaan berbagai parameter
statistik harga keabuan piksel pada citra, yaitu menyamakan histogram
kumulatif citra setiap detektor dengan multidetektor, atau menyamakan
fungsi probabilitas distribusi nilai keabuan citra pada setiap detektor.
Sedangkan bising sisir dapat dihilangkan dengan cara membuang piksel
yang merepresentasikan bising, dan menggantinya dengan harga rata-
rata tetangganya menggunakan filter Tukey Median.
2). Koreksi radiometri oleh gangguan pada atmosfer dapat dilakukan
menggunakan model linier dan model kalibrasi bayangan awan. Model
linier dilakukan dengan anggapan bahwa pantulan = 0 dapat ditentukan
dari salah satu komponen spektral suatu multi citra. Berbagai citra dari
daerah yang sarna dapat diperkirakan nilai path radiance dari ploting
histogranmya.
3). Kesalahan radiometri karena pengaruh sudut elevasi matahari, dapat
meyebabkan adanya perubahan pencahayaan pada permukaan burrri
13
sehingga menyebabkan perubahan nilai piksel pada rekaman gambar
pemmkaan bumi. Oleh karen a itu koreksi ini bertujuan untuk
mengembalikan nilai keabuan piksel pada nilai yang sebenamya.
Pola Pertumbuhan Tanaman Padi
Keseluruhan 'organ padi terdiridari 'dua kelompok. yakniorgan
vegetatif dan organ generatif (reproduktif). Bagian-bagian vegetatif meliputi akar,
batang -dan daun, sedangkan bagian generatif terdiri dari maIai, gabah dan bunga.
Dari sejak berkecambah sampai panen, tanaman padi memerlukan 3-6 bulan, yang
keseluruhannya terdiri 'dari 'dua stadia pertumbuhan, yakni vegetatifdan generatif.
Fase reproduktif selanjutnya terdiri dari dua, yakni pra-berbunga dan pasca
berbunga. Periode pasca berbunga disebut juga sebagai periode pematangan (De
Datta, 1981). Oleh karena itu Yoshida (1981 dalam Manurung dan Ismunadji,
198-8) membagi pertumbuhan padi menjadi tiga bagian yaitu fase yegetatif,
reproduktif, dan pematangan/pemasakan.
Fase vegetatif meliputi pertumbuhan tanaman dari mulai berkecambah
sampai dengan inisiasi primordia maIai, fase reproduktif dimulai dari inisiasi
primordia malai sampai berbunga (heading), dan fase pematangan dimulai dari
berbunga sampai masak panen. Untuk suatu varietas berumur 120 hari yang
ditanam di daerah tropis, fase pematangan 30 hari (Gambar 1).
o 20
Anakan yang
Tldak efektlf
Jumlah anakan
60
H.art setE;!Ia.l:1. berkecamba..n

iij _ c:: Om
-
g E lij fi _

r; ::t'45<.E
90
.,
to>
c:
"
J:l
a;
!Xl
.. -----__ 4 --ReprodukUl - __ - ,.
:::l
'"
16
.><
OJ
II>
(11
::E
Tinggi tanaman
.
.<:
C>
:::l
0
P
Beral
gabah
'"
c:
'c;
"
'"
c:
co
::E
120
c:
co
c:

.><
ID
III
.,
::E
Pemasakan_
Gambar 1 Pola pertumbuhan varietas padi berumur 120 hari di tropik. Digambar
kembali dari: Yoshida (1981 dalam Manurung dan Ismunadji 1988).
, __ , .... _ , ..... J.' _,_ --
....... ... .. --., ... "
"",._ . .... . .. ,,_ .. _.,._ .. . ' . '.'." . , .' n _ .... _, . .... , .. _ ... _ .. .. . .... -.-.... -.- ..... --... -.,...-. - ... . ... -.- ..... '"--'--..... ----.
14
Ketiga fase tumbuh tersebut selanjutnya dapat dibedakan atas 1 tahapan
pertumbuhan yang berbeda. Tahapan tersebut berdasarkan urutan adalah
sebagaimana disajikan pada tabel berikut.
Tabel 3 Tahapan pertumbuhan pada setiap fase tumbuh tanaman padi
FaseTumbuh Tabapan Pertumbuhan
Tahap 0, sejak berkecambah sampai muncul ke
permukaan
Fase Vegetatif Tahap 1, disebut pertunasan
Tabap 2, pembentukan anakan
Tahap 3, pemanjangan batang
Tahap 4, pembentukan malai sampai bunting
Fase Reproduktif Tabap 5, keluarnya bung a atau malai
Tahap 6, pembungaan
Fase Pematangan (fase akhir Tahap 7, tahap gabah matang susu
dari perkembangan Tahap 8, gabah matang adonan (dough rain)
pertumbuhan tanaman padi) Tabap 9, adalah gabah matang penuh
Balitpa (2008, telah disederhanakan)
Fase pertumbuhan vegetatif merupakan fase yang menyebabkan terjadinya
perbedaan umur panen, sebab lama fase-fase reproduktif dan pematangan tidak
dipengaruhi oleh varietas maupun lingkungan (De Datta, 1981 dan Yoshida, 1981
dalam Manurung dan Ismunadji, 1988). Sebagai contoh, IR64 yang matang dalam
110 hari mempunyai fase vegetatif 45 hari, sedangkan IR8 yang matang dalam
130 hari fase vegetatifuya 65 hari (Balitpa, 2008).
Gambar 2 Periode/fase pertumbuhan tanaman padi varietas IR64 dan IR8.
' . __ . ~ ~ . _ ~ ~ . _ . ~ _ J ~ ~ ~ ' _
'-'-'''-' .. ~ -- ..... _ ......... ' ... .. . - .' . ' .... - - ' ~ - ' ~ ~ ' ' ' ' ' ' ' ~ ~ ' ' ' ' ' ' - ' ... ~ - ~ . .... -.. . , --_. _._"" .-
* - ~ ~ - ... ~ . ~ ~ ~ ~ ~ . ~ ~ . - ~ . ~ -
____ h ___ ~ _ _ _
15
Selarna fase pertumbuhan vegetatif, anakan bertambah dengan cepat,
tanaman bertambah tinggi, dan daun tumbuh secara regular. Anakan aktif ditandai
dengan pertambahan anakan yang cepat sampai tercapai anakan maksimal. Stadia
anakan maksimal dapat bersamaan, sebelum atau sesudah inisiasi primordia malai.
Pase tumbuh dari anakan maksimal sarnpai inisiasi malai disebut vegetatif lag
phase yang merupakan sasaran pemuliaan untuk memperpendek umur tanarnan.
Setelah anakan maksimaI tercapai, sebagian dari anakan akan mati dan tidak
menghasilkan malai. Anakan tersebut dinamakan anakan yang tidak efektif
Berdasarkan ini, Yoshida (1981 dalam Manurung dan Ismunadji, 1988)
mengidentifIkasi adanya suatu stadia tumbuh yang merupakan akhir dari anakan
efektif, yakni stadia dimana jumlah anakan sarna dengan jumlah maIai pada stadia
masak. Mungkin keadaan ini dapat dipakai sebagai saIah satu pendekatan
peningkatan produktivitas tanaman padi.
Stadia reproduktif ditandai dengan memanjangnya beberapa ruas teratas
pada batang, yang sebehunnya tertumpuk rapat dekat pennukaan tanah.
Disamping itu, stadia reproduktif juga ditandai dengan berkurangnya jumlah
anakan, munculnya daun bendera, bunting dan pembungaan (heading). Inisiasi
primordia maIai biasanya dimulai 30 hari sebelum heading. Stadia inisiasi ini
hampir bersarnaan dengan memanjangnya ruas-ruas yang terus berlanjut sampai
berbunga. Oleh sebab itu stadia reproduktif disebut juga stadia pemanjangan ruas-
ruas. Inisiasi primordia maIai hanya dapat dilihat secara mikroskopik. Apa yang
disebut sebagai stadia primordia daIarn praktek sehari-hari sebagai stadia
pemupukan nitrogen susulan, pada hakekatnya bukan lagi inisiasi primordia
maIai, sebab pada saat itu panjang maIai sudah mencapai 1 rom. Matsushima
(1970 dalam Manurung dan Ismunadji, 1988) menyebutkan keadaan ini sebagai
fase pennulaan pemisaban sel-sel gabah.
Pembungaan (heading) adalah stadia keluarnya maIai, sedangkan antesis
segera mulai setelah heading. Oleh sebab itu, heading diartikan sarna dengan
antesis ditinjau dari segi hari kalender. DaIam suatu rumpun atau suatu komunitas
tanaman, fase pembungaan memerlukan wak.tu selarna 10-14 hari, karena terdapat
perbedaan laju perkembangan antar tanaman maupun antar anakan. Apabila 50%
.. " . " , ._ .. , .. _ . __ ... " . . _.- ..... .. . __ . ... .... " . __ .. __ ._ ,',. __ .. ___ .... ....... _ ... _._' .. .. .. _ ... .. - ...... . -- .--- .' . ,_u .U'." -- .. . -.. ...
16
bunga telah keluar, maIm pertanaman tersebut dianggap dalam fase pernbungaan
(Y oshida, 1981 dalam Manurung dan Ismunadji, 1988).
Bardasarkan hal-hal tersebut rnaka dapat diperkirakan bahwa berbagai
komponen pertumbuhan dan hasil telah rnencapai maksimal sebelum bunganya
sendiri keluar dari pelepah daun bendera. Jumlah malai pada tiap satuan luas tidak
bertambah lagi 10 hari setelah anakan maksimal, jumlah gabah pada tiap malai
telah ditentukan selama periode 32 sampai 5 hari sebelum heading. Sementara itu,
ukuran sekam hanya dapat dipengaruhi oleh radiasi selama 2 minggu sebelum
antesis (De Datta, 1981 dan Yoshida, 1981 dalam Manurung dan Ismunadji,
1988).
Setelah antesis, pertumbuhan memasuki stadia pematangan yang terdiri dari
masak susu dough (masak bertepung), menguning, dan masak panen. Periode
pematangan ini memerlukan waktu kira-kira 30 hari dan ditandai dengan penuaan
daun. Suhu sangat mempengaruhi periode pematangan.
Karakteristik Spektral Vegetasi
Hoffer (1978, dalam Sitorus et ai., 2006), mengemukakan bahwa pantulan
vegetasi hijau sangat dipengaruhi oleh panjang gelombang energinya. Daun
tanaman memantulkan, menyerap, meneruskan, dan memancarkan sinar yang
diterima dari sinar matahari. Banyaknya sinar yang dipantulkan ditentukan oleh
kuatnya sinar matahari, banyaknya sinar yang diserap dan dipancarkan kembali.
Pada panjang gelombang tampak (0,40-0,70 Ilm) pigmentasi mendominasi
tanggapan spektral dari tumbuhan, keberadaan klorofil sangat penting pada
panjang gelombang ini. Pantulan (reflektansi) dan pemancaran sinar matahari
pada saluran biru (0,40-0,50 J.lm) dan merah (0,6-0,70 J.lm) relatif rendah, karena
kandungan klorofil pada daun menyerap energi paling tinggi pada panjang
gelombang 0,45 dan 0,65 J.ll1l. Dengan demikian pola reflektansi daun hijau pada
sinar tampak didominasi oleh spektrum hijau pada panjang gelombang dengan
maksimum nisbi sekitar 0,54-0,55 !lID (Rambe, 1989).
-
Pada saat tumbuhan sakit dan produksi klorofil terganggu maIm tumbuhan
akan kehilanggan serapan energi pada saluran ini, sehingga tumbuhan mempunyai
pantulan yang Iebih tinggi. Konsep mengenai karakteristik spektral vegetasi juga
. .. __ ... _ .... __ .. o ..... .. _.n. _ .. _ ._ .. .. _ .... '. __ 0 ....... _ .. , _ .... _._ .... ... _._ 4 ___ . ... __ ,. - _. ' . . _ ... _n . __ .. .. _. __ .. '0 ___ _
....-- ...... -. ' __ ._. __ WO __ ......... ----- ---
17
dikemukakan oleh C. De Carolis dan P. Amadeo (1978 dalam Sitorus et al.,
2006), diungkapkan bahwa pantulan radiasi matahari oleh daun relatif rendah
pada spektrum tampak (004-0.73 1J1ll).
Pada panjang gelombang infrarnerah, pantulan meningkat sangat cepat (pada
0,8 /lm dan tetap tinggi sarnpai 1,3 /lm). Pantulan tinggi ini berkaitan dengan
kenyataan bahwa pada panjang gelombang ini serapan klorofil daun sangat kecil,
sedangkan struktur internal daun lebih berperan dalam pertambahan pantulan.
Pada saluran spektral 1,3 /lm sampai 2,3 J.1Ill (inframerah dekat), struktur internal
daun kurang berperan dibanding kandungan air dalam jaringan daun. Pada saluran
spektra 1,45 !lID; 1,95 J.lITl; 2,6 !lID pantulan menjadi rendah sesuai dengan saluran
serapan air yang utama. Saluran spektral inframerah jauh (2,6-25 J..lID) daun
menunjukkan serapan radiasi lama prosentase yang tinggi lagi, sekitar 15% dari
jumlah energi yang terserap diteruskan, dan sekitar 25% dihamburkan. Pada julat
gelombang infrarnerahjauh ini teIjadi pantulan yang rendah.
Pemanfaatan Citra Landsat untuk Mengidentif"Ikasi Lahan Sawah dan
Memonitor Fase Pertumbuhan Tanaman Padi
Citra sate lit Landsat dapat digunakan untuk mendeteksi dan
mengidentifikasi vegetasiltanaman melalui kanal-kanal atau band yang dimiliki
oleh citra terse but baik yang digunakan secara tunggal maupun gabungan (fusi
multispektral) karena kanal-kanal tersebut dapat membedakan karakteristik tanah,
vegetasi, dan air.
Dengan menggunakan data citra satelit multiwaktu dalam satu periode
musim tanam padi sawah akan sangat membantu didalam mengidentifikasi lahan
sawah atau bukan. Lahan sawah yang digunakan untuk pertanaman padi
meropunyai karakteristik yang spesifik selama siklus pertumbuhannya. Wahyunto
et al. (2006) menyebutkan bahwa siklus pemanfaatan laban sawah untuk bercocok
tanam padi mempunyai karakteristik yang khas sehingga dapat dijadikan sebagai
dasar untuk dari jenis tanaman lainnya. Pada masa pengolahan
tanah, lahan memerlukan kondisi basah digenangi (jlooding). Pada awal
pertumbuhan tanaman padi (transplanting), areal sawah selalu digenangi air dan
kenampakan yang dominan adalah kenampakan air (fase air). Sejalan dengan
18
pertumbuhannya kondisi laban sawab akan berubab didominasi oleh daun-daun
padi. Pada saat puncak pertumbuhan vegetatif terjadi tingkat kehijauan yang
tinggi disebabkan oleh tingginya kandungan klorofil. Setelah masa tersebut,
tingkat kehijauan akan menurun, muncul bunga-bunga padi sarnpai menguning.
Fase pertumbuhan akan diakhiri dengan masa panen dan laban dibiarkan kosong
selama jangka waktu tertentu (bera) terganttmg pola tanamnya. Sehubungan
dengan itu, fase pertumbuhan tanaman padi dapat dikelompokkan kedalam 4
kategori, yaitu fase air, fase pertumbuhan vegetatif, fase pertumbuhan generatif,
dan fase bera.
Fase pertumbuhan tanaman dapat dimonitor/dipantau dengan menggunakan
citra sateHt Landsat secara multitemporal. Kustiyo (2003) telah berhasil membuat
model estimasi fase pertumbuhan tanaman padi sawah dengan menggunakan citra
Landsat 7 E ~ Harsanugraha et al. (1999) juga telah berhasil mengidentifikasi
tanaman kelapa sawit berdasarkan kategori umur dengan dengan menggunakan
data Landsat-TM. Identifikasi dan monitoring pertumbuhan kedua komoditas
tersebut dapat dilakukan menggunakan data Landsat-7 ETM+ karena dengan
resolusi temporal data Landsat yang 16 hari sekali, sangat memungkinkan
digunakan untuk memonitor pertumbuhan dari kedua tanaman tersebut.
Indeks Vegetasi untuk Estimasi Fase Pertumbuhan Tanaman Padi Sawah
Indeks vegetasi merupakan perhitungan secara kuantitatif yang digunakan
untuk menghitung biomass a atau kondisi vegetasi. Umumnya dibuat dengan
menggunakan kombinasi dari beberapa band spektral. Indeks vegetasi yang paling
sederhana adalah menghitung rasio antara pantulan near infrared (NIR) dan sinar
merah (red). Terdapat banyak metode untuk menghitung indeks vegetasi,
perhitungan yang umum dan banyak digunakan adalah Normalized Difference
Vegetation Index (NDVI) sebagaimana yang digunakan oleh Ray, 1995 (dalam
Shofiyati dan Kuncoro, 2007). Indeks ini sederhana dan mempunyai nilai range
yang dinamis dan sensitif yang paling bagus terhadap perubahan tutupan vegetasi,
.. (NIR-red)
dengan persamaan sebagru berikut: NDVI ................................... (8)
(NIR+red)
__ . __ . __" . __ . ... _ . , .. ... ...... _.'. __.. ... _''' _M. _ _ __ ' ___ '." ..
,-,'. -- .-' .... - ... , ... .. -.. '-' -"'-' .. . . '-' _ ... --' ----." .. .. ... -.
19
Menurut Murthy et a1., 1995, Theruvengadachari and Skathivadivel, 1997,
dan Lapan, 2000 (dalam Wahyunto et aZ., 2006) terdapat hubungan antara tingkat
kehijauan tanaman (greenness) dengan produktivitas tanaman padi sawah (didapat
dari ubinan/crop cutting experiment). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Wahyunto et aZ. (2006) di daerah Jawa Barat dan Jawa Tengah menunjukkan
bahwa terdapat hubungan yang positif antara nilai NDVI dengan produksi
tanaman padi, yang artinya kenaikan nilai NDVl akan diikuti oleh meningkatnya
nilai produksi tanaman padi.
Fase pertumbuhan tanaman yang diduga mempunyai hubungan erat dengan
produksi tanaman padi adalah tanaman pada fase awal generatif (pinnacle
initiation) yaitu pada saat tanaman padi pada fase awal pembungaan - bunting
(wnur tanaman padi sekitar 10-11 minggu setelah tanamlMST) (Wahyunto et oZ.,
2006). Tingkat kehijauan tanaman diperkirakan melalui analisis data digital citra
satelit menggunakan fonnula NDVI sebagaimana persamaan 8.
Pada citra Landsat TM pantulan sinar NIR adalah band 4 dan sinar merah
adalah band 3. Band 4 adalah besarnya nilai reflektan sinar infra merah yang
bersifat menyerap spektrum gelombang datang dari tanaman (proses fotosintesis),
sedangkan band 3 merupakan besarnya nilai reflektansi sinar merah yang bersifat
memantulkan gelombanglsinar yang datang dari tanaman. lni berarti semakin aktif
proses fotosintesis (tanaman sehat) maka nilai NDVI akan semakin tinggi dan
sebaliknya semakin rendah tingkat kehijauan tanaman atau semakin kurang sehat
tanarnan akan memberikan nilai NDVI yang semakin rendah.
Nilai NDVI tanaman adalah berkisar antara -1 sampai +1, dimana nilai
negatif (-) menunjukkan obyek air atau lahan bera dan basah sedangkan nilai
positif (+) menunjukkan obyek vegetasi. Kenampakan sawah pada masa awal
pengolahan tanah sampai tanarnan berumur 4 minggu setelah tanam (MST) masih
didominasi oleh kenarnpakan air, sehingga mempunyai nilai NDVI yang rendah
bahkan negatif. Seiring dengan umur tanaman padi, nilai NDVI akan semakin
tinggi (positif) dan mencapai pllllcaknya pada fase awal generatif (umur 10-11
MST) kemudian akan menurun lagi pada fase pengisian bulir, dan seterusnya
sampai fase panen.
... _ .. _ .. _ _ n . _ .. __ .... __ ____ . _ ... . . ... ___ __ _ __ , _________ ,_.- ... - -.- - __ _N _. -'- ..... - -
20
Widagdo et al. (2003) menyebutkan bahwa untuk kondisi lahan sawah dan
rase pertumbuhan tanaman padi mulai dari awal sampai fase bera mempunyai
nUai NDVI yang mengikuti pola parabolik sebagaimana gambar 3.
N
D
V
I
Umur
Gambar 3 Hubungan umur tanaman padi dengan NDVl.
Berdasarkan gambar 1 tersebut, berarti satu nilai NDVI dapat ditafsirkan
mempunyai nilai ganda kemungkinan umur padi, yaitu sebelum atau sesudah nilai
vegetatif optimum dieapai. Dengan demikian untuk mengetahui umur tanaman
padi yang lebih akurat diperlukan ketersediaan seri data citra satelit selama musim
tanam dan data infonnasi waktu/tanggal tanam.
Bahan Induk Tanah
Bahan induk dianggap sebagai faktor pembentuk tanah yang amat penting
oleh para perintis pedologi (Dokuehaev, 1883 dalam Hardjowigeno, 1993). Oleh
karena itu, tidak mengherankan kalau klasifikasi dan survei tanah pada masa itu
banyak didasarkan pada bahan induk, sehingga tanah-tanah diberi nama seperti
tanah granit, tanah andes it, tanah liparit, tanah abu volkan, dan sebagainya.
Bahan induk tanah diketahui paling dominan pengaruhnya terhadap sifat dan
eiri tanah yang terhentuk serta potensinya untuk pertanian (Buol et al., 1980
dalam Subardja dan Sudarsono, 2005). Keragaman bahan induk tanah
menyebabkan keanekaragaman sifat dan jenis tanah yang terbentuk. Pada kondisi
iklim basah dengan eurah hujan tinggi dan suhu udara tinggi, pelapukan bahan
induk beIjalan sangat intensif untuk membentuk tanah-tanah berpelapukan tinggi
(Mohr et ai., 1972, dalam Subardja dan Sudarsono, 2005), dCl!l kondisi tersebut
eenderung menurunkan kualitaS lahan dan tingkat produktivitas pertanian
sebagaimana dilaporkan oleh Sys (1987, dalam Subardja dan Sudarsono, 2005).
21
Penyebaran lahan sawah di Indonesia terutama di pulau Jawa sebagai
penyumbang lebih dari 50% produksi padi nasional berkembang dari berbagai
lingkungan dengan bahan induk yang bervariasi (Prasetyo et ai., 1996). Lebih
lanjut Prasetyo et al. (2007) menyebutkan bahwa penelitian mengenai tanah
sawah di Indonesia telah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti, antara lain di
daerah pantai Utara Jawa Barat, di daerah Tugumulyo, di daerah Lampung, dan di
Gorontalo. Hasil dari penelitian-penelitian tersebut menunjukkan bahwa sifat dan
karakteristik tanah sawah sangat dipengaruhi oleh bahan induk tanalmya.
Pengaruh dan hubungan sifat-sifat bahan induk dengan sifat-sifat tanah
terlihat lebih jelas pada tanah-tanah di daerah kering atau tanah-tanah muda. Di
daerah yang lebih basah atau pada tanah-tanah yang tua hubungan antara sifat
bahan induk dengan sifat-sifat tanah menjadi kurang jelas. Walaupun demikian,
ini tidak berarti bahwa pada tanah-tanah tua pengaruh sifat-sifat bahan induk
menjadi hilang. Sebagai contoh kuarsa yang sukar lapuk akan tetap ditemukan
pada tanah-tanah tua (Hardjowigeno, 1993).
Beberapa pengaruh bahan induk terhadap sifat-sifat tanah dapat disebutkan
antara lain:
- Tekstur bahan induk mempunyai pengaruh langsung terhadap tekstur
tanah muda. Bahan induk pasir menghasilkan tanah muda yang berpasir
Juga.
- Bahan induk dengan tekstur halus membentuk tanah dengan bahan organik
yang lebih tinggi daripada bahan induk yang bertekstur kasar. Pada bahan
induk yang bertekstur halus air tersidia tinggi, tanaman tumbuh baik,
sehingga banyak tambahan bahan organik.
- Cadangan unsur hara di dalam tanah banyak dipengaruhi oleh jenis
mineral yang terdapat dalam bahan induk tanah.

Anda mungkin juga menyukai