Anda di halaman 1dari 18

Laporan Praktikum Pengolahan Hasil Hewani Bandeng Asap 1

I. TUJUAN
Tujuan Instruksional Umum
Memahami proses dan faktor faktor yang berpengaruh pada pengasapan ayam serta
pengendalian faktor tersebut yang berhubungan dengan mutu produk yang dihasilkan.
Tujuan Instruksional Khusus
1. Menjelaskan dan melakukan proses pengasapan bandeng.
2. Menjelaskan faktor yang mempengaruhi kualitas bandeng asap.
3. Mengetahui pengaruh perbedaan konsentrasi garam pada bandeng asap.

II. DASAR TEORI
2.1. Ikan Bandeng
Ikan bandeng yang dalam bahasa latin adalah Chanos chanos, bahasa Inggris Milkfish, dan
dalam bahasa Bugis Makassar Bale Bolu, pertama kali ditemukan oleh seseorang yang bernama
Dane Forsskal pada Tahun 1925 di laut merah. Menurut Saanin (1968), klasifikasi ikan bandeng
(Chanos chanos Forsk) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Sub phylum : Vertebrata
Class : Pisces
Sub class : Teleostei
Ordo : Malacopterygii
Family : Chanidae
Genus : Chanos
Species : Chanos chanos Forsk






Gambar 2.1. Ikan Bandeng (Chanos chanos Forsk)
Menurut USDA National Nutrient Database for Standard Reference (2009), ikan bandeng
mempunyai nutrisi yang lengkap, terdiri dari proksimat, mineral lemak dan asam amino yang
bermanfat bagi pemenuhan nutrisi manusia. Berikut adalah ciri-ciri ikan segar yang bermutu
tinggi maupun yang bermutu rendah (Tabel 2.1).
Laporan Praktikum Pengolahan Hasil Hewani Bandeng Asap 2

Tabel 2.1. Ciri-Ciri Ikan Segar yang Bermutu Tinggi Maupun yang Bermutu Rendah














2.2. Pengasapan
Menurut Hadiwiyoto (1983), pengasapan merupakan salah satu usaha pengawetan bahan
makanan tertentu, terutama pada daging dan ikan, untuk memperoleh produk asap yang spesifik,
antara lain: warnanya coklat, bau dan rasanya spesifik. Menurut Soeparno (1985), tujuan
pengasapan daging terutama adalah untuk meningkatkan flavor. Asap biasanya diperoleh dari
pembakaran secara perlahan-lahan serbuk gergaji yang diperoleh dari kayu yang terdiri atas
kurang lebih 40 60% selulosa, 20 30% hemiseluluosa, dan 20 30% lignin. Asap tersebut
dapat menghambat pertumbuhan mikroba, oksidasi lemak, dan memberi flavor tertentu pada
produk.
Menurut Kanoni (1991), asap merupakan tipe aerosol, yaitu campuran kompak antara fase-
fase padat, cair dan gas yang terdispersi dalam medium gas (udara). Fase dispersi gas tersebut
merupakan campuran hasil pembakaran kayu yang terdiri dari oksigen, hidrogen, nitrogen,
karbondioksida dan berbagai hidrokarbon. Di samping itu, beberapa substansi organik juga
terdapat dalam fase uap atau cairan tergantung atas kondisi sekelilingnya. Fase disperse asap
sebagian besar terdiri atas substansi kimia yang sangat kompleks.
Komposisi asap dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu suhu pemanasan (pembakaran)
yang digunakan, tipe alat pembuat asap, metoda pembuatan asap, macam kayu, jenis kayu serta
macam asap. Menurut Sutoyo (1987), kayu jenis keras yang bersifat non resinous dalam
proses pembakarannya mengalami penguraian cellulose yang menjelma menjadi senyawa-
senyawa sederhana berupa alkohollaiphatic, aldehida aneka jenis asam organic termasuk furfural
dan keton-keton. Bagian asap yang berperan sebagai bakterisida adalah formaldehid, walaupun
Laporan Praktikum Pengolahan Hasil Hewani Bandeng Asap 3

sebenarnya komposisi asap kayu cukup kompleks. Di samping formaldehid, senyawa kimia yang
tertimbun di permukaan daging yang bersifat mengawetkan adalah asetaldehida, asetondiasetil,
metanol, etanol, fenol, asam-asam format danasetat, furfuraldehida, resins, bahan lilin, dan
banyak bahan-bahan lain yang semuanya terdapat pada produk yang diasap (Purnomo, 1996)
Tabel 2.2. Komposisi Utama Asap
No. Komponen
%Berat
Basah Kayu
%Berat Kering
Kayu
1. Formaldehida, HCHO 0,12
2. Aldehida-aldehida tinggi 0,57
3. Golonganketon 0,67
4. Asam format, HCHO 0,38
5.
Asam asetat dan asam-asam tinggi
lainnya
1,71
6. Metilalcohol 0,96
7. Tar (terpisah, tidak larut)
8. Air 4,81
9. Fenol 0,07
10. Resin 4,21
Sumber: Zaitsev et al, 1969 dalam Kanoni, 1991.
Menurut Naruki (1991), komponen asap yang berperan penting dalam pembentukkan cita
rasa dan warna produk yang diasap adalah:
a. Fenol
Fenol berperan khusus dalam pembentukan citarasa khas (smoky flavor). Selain itu fenol juga
berfungsi untuk memberikan efek bakteriostatik, mencegah perubahan oksidatif pada produk
yang diasapi, serta sebagai antioksidan. Fenol juga berperan dalam pembentukan warna
dengan adanya reaksi antara senyawa fenol dengan aldehid tak jenuh membentuk senyawa
coklat koniferialdehid dan sinapaldehid. Senyawa fenol yang dapat ditemukan pada ikan asap
antara lain guaiakol, 4 metil guaiakol, fenol, o-resol, dan lain-lain.
b. Senyawa karbonil
Senyawa karbonil seperti glikolik aldehid dan metil-glioksal berperan dalam pembentukan
warna pada pengasapan. Pembentukan warna ini terjadi karena adanya reaksi antara senyawa
karbonil tersebut dengan gugus amino. Gugus amino diperoleh sebagai bagian dari protein
bahan yang telah mengalami denaturasi akibat perlakuan-perlakuan selama pengasapan,
misalnya karena adanya panas.
Pencoklatan paling hebat terjadi karena adanya reaksi antara tiga molekul glikolik aldehid
dengan satu molekul amino etanol membentuk 1-hidroksietil-3-hidroksimetil-pirolaldehid-2
atau C
8
H
11
NO
3
.
Pengasapan, menurut Kanoni (1991), memiliki beberapa fungsi sebagai berikut:
1. Memberikan efek keempukan pada daging/ikan yang diasap, karena terjadinya kombinasi
penggunaan suhu tinggi dan kelembaban relatif yang tinggi.
Laporan Praktikum Pengolahan Hasil Hewani Bandeng Asap 4

2. Memberikan keempukan yang mengkilat (glossy) karena terdapatnya asap pada permukaan
daging/ikan yang tertutup oleh aldehid, fenol, dan resin. Adapun resin diperoleh dari reaksi
antara aldehid, formaldehid dan fenol.
3. Memberikan flavor yang spesifik, karena terdapatnya fenol, quaiakol, m-kresol, p-kresol,
metalquaiakol dan metiletherpirogallol serta asam-asam karboksilat. Fenol merupakan
komponen pemberi flavor yang utama, oleh karena hal tersebut, fenol dapat digunakan
sebagai indeks kualitas pada pengasapan.
4. Memberikan warna yang menarik, karena terjadinya reaksi antara asam-asam amino dalam
daging/ikan dengan asap.
5. Memberikan rasa yang spesifik asap.
6. Mengurangi residu nitrit pada pengasapan daging/ikan yang di curing dengan menggunakan
suhu tinggi.
7. Memberikan efek pengeringan karena menggunakan suhu yang tinggi.
8. Memberikan sifat antioksidan terhadap proses oksidasi lemah yang disebabkan oleh
komponen phenol. Di samping phenol, komponen lain yang bersifat sebagai antioksidan
adalah alkohol, karbonil, basa-basa organik, dan asam-asam organik yang terdapat dalam
asap.
9. Memberikan efek antiseptic dan germisida yang disebabkan terdapatnya kombinasi proses-
proses pengasapan, pengeringan dan pemanasan. Di samping hal tersebut komponen-
komponen phenol dan aldehid dapat bertindak untuk mencegah pertumbuhan mikrobia.
Menurut Purnomo (1996), flavor yang diperoleh selain dari asap juga tergantung pada
keadaan di mana asap dihasilkan. Asap yang sama akan memberi aroma yang berbeda pada jenis
daging yang berbeda. Sampai tingkat tertentu flavor produk asap tergantung pada reaksi antara
komponen asap dengan gugus fungsional protein daging. Jadi, fenol dan polifenol akan bereaksi
dengan gugus amino.
Menurut Tranggono (1991), metode pengasapan dapat digolongkan menjadi 5 macam yang
didasarkan pada suhu pengasapan:
1. Pengasapan panas
Suhu yang digunakan dapat mencapai 114
o
C.
2. Pengasapan sedang (semi panas)
Suhu yang digunakan tidak lebih dari 100
o
C. Biasanya produk pengasapan sedang ini
membutuhkan kadar garam yang agak tinggi, yaitu 3-8% dan keawetannya dapat mencapai 3-
7 hari.
3. Pengasapan dingin
Laporan Praktikum Pengolahan Hasil Hewani Bandeng Asap 5

Kadar garam bahan yang akan diasapi dingin ini tidak melebihi 12%. Suhu yang digunakan
untuk pengasapan dingin adalah antara 40-50
o
C dan daya simpannya dapat mencapai dua
minggu.
4. Pengasapan secara elektrostatik
Pengasapan berlangsung sebagai akibat dari sifat elektrokinetikasap pada tegangan tinggi
40000 volt atau lebih. Beda suhu yang tinggi akan memacu kecepatan air dan partikel asap
yang terlarut berdifusi ke dalam bahan.
5. Pengasapan dengan menggunakan asap cair
Pengasapan dengan menggunakan cairan asap yang diperoleh dari destilasi kering kayu. Pada
umumnya pengasapan ini memnghasilkan rasa produk yang kurang baik.
Proses pengasapan dapat dilakukan secara konvensional yaitu mengantungkan produk
yang akan diasap dalam rumah pengasapan selama 4-8 jam pada suhu 35 - 40C atau
meletakkan produk yang akan diasap selama beberapa jam dalam suatu roda penggiling dan
suatu tongkat kayu. Pengasapan daging secara tradisional yaitu pengasapan daging di dalam
ruang asap yang disebut smoke house. Daging digantung pada rak atau kayu di dalam ruang asap,
dan daging tidak boleh saling bersentuhan. Asap dibuat diluar ruang asap dan memasuki ruang
asap dengan menggunakan sistem pengisapan.
Perubahan yang dapat terjadi dengan adanya pengasapan, selain perubahan fisik juga
terjadi perubahan-perubahan komposisi dan sifat kimia dalam bahan yang diasap. Pengasapan
dapat menyebabkan turunnya kadar air dalam suatu bahan pangan. Bahan-bahan yang
terkandung dalam asap memiliki sifat bakteriolitik (membunuh bakteri), sementara asam yang
mudah menguap yang terdapat di dalam asap dapat menurunkan pH bahan sehingga dapat
memperlambat pertumbuhan mikroorganisme pada produk.
Menurut Lawrie (1979), walaupun komponen daging asap yang bersifat karsinogenik
adalah sangat kecil, tetapi penelitian dilanjutkan dan menemukan asap bebas komponen
karsinogenik misalnya dengan cara kondensasi diikuti dengan destilasi fraksi, dimana fraksi
yang terseleksi akan larut air dalam air, sedangkan senyawa benzpyrene yang bersifat
karsinogenik tidak larut dalam air. Akhir-akhir ini penggunaan asap cair semacam (liquid smoke)
banyak digunakan dan untuk memperbaiki flavor dapat ditambahkan senyawa fenolik tertentu
yang mempunyai flavor dan odor buah-buahan. Komposisi dari asap cair juga telah dipelajari
secara peisahan dengan khromatografi gas (Purnomo, 1990).
Flavor yang diperoleh selain dari asap juga tergantung pada keadaan dimana asap
dihasilkan. Asap yang sama akan memberi aroma yang berbeda pada jenis daging yang berbeda.
Sampai pada tingkat tertentu flavor dari produk asap tergantung pada reaksi antara komponen
asap dengan gugs fungsional dari protein daging. Jadi fenol dan polifenol akan bereaksi dengan
Laporan Praktikum Pengolahan Hasil Hewani Bandeng Asap 6

gugus SH dan karbonil dengan gugus amino. Penilaian organoleptik menunjuakkan bahwa
senyawa guaiacol adalah yang paling efektif (Purnomo, 1990) .
Formaldehid dari asap mempunyai pengaruh preservatif yang besar. Fenol mempunyai
aktivitas sebagai antioksidan yang menghambat ransiditas oksidatif. Selama pengasapan,
komponen asap diserap oleh permukaan produk dan air intersidal di dalam produk daging asap.
Aldehid, keton, fenol, dan asam-asam organik dari asap memiliki daya bakteriostatik dan atau
bakterisidal pada daging asap (Urbain, 1971 dalam Soeparno, 2005).
Jadi daging asap mempunyai stabilitas yang lebih besar dan masa simpan yang lebih lama
daripada daging segar. Pengaruh bakteriostatik akan hilang bila permukaan daging asap menjadi
rusak (misalnya karena irisan atau selongsongnya dilepas). Disamping kombinasi panas dan
asap, dehidrasi permukaan, koagulasi protein dan deposisi resin dari hasil kondensasi
formaldehid dan fenol merupakan penghalang kimiawi dan fisis yang efektif terhadap
pertumbuhan dan penetrasi mikroorganisme ke dalam aging asap (Urbain, 1971 dalam Soeparno,
2005).
Pengawetan daging asap selain disebabkan oleh komponen asap juga diakibatkan oleh
pengeringan permukaan yang menguapkan kira-kira 3% dari seluruh berat daging yang diasap.
Pengaruh bahan antioksidan juga dihasilkan oleh pemasukan senyawa-senyawa fenol ke dalam
produk dan permukaan bahan yang diasap sehingga daging asap dapat disimpan lebih lama dan
proses ketengikan dapat dihambat. Pengasapan juga memberi rasa yang khas pada produk daging
asap (Purnomo, 1990).

III. ALAT DAN BAHAN
Alat yang digunakan:
1. Baskom plastik
2. Benang bol
3. Drum pengasapan
4. Timbangan
5. Telenan
6. Pengait
7. Pisau
8. Piring
9. Aw meter
10. Penetrometer
11. Salinometer
12. Termometer
Bahan yang digunakan:
1. Ikan bandeng
2. Garam
3. Serbuk gergaji dan sabut kelapa



Laporan Praktikum Pengolahan Hasil Hewani Bandeng Asap 7

IV. CARA KERJA



















































Ikan Bandeng
Pembuangan sisik, insang dan isi perut
Pencucian I
Pembaluran dengan garam
Garam 10% Garam 20% Garam 30%
Pendiaman selama 30 menit
Pencucian II
Pengikatan ekor ikan dengan benang bol dan
dikaitkan dengan pengait
Pengantungan dalam drum pengasapan
Penirisan selama 15 menit
Pengasapan 100C selama 2 jam
Bandeng Asap
Pengujian obyektif: tekstur, kadar air, Aw, dan kadar garam
Pengujian organoleptik: tekstur, rasa, warna dan aroma
Laporan Praktikum Pengolahan Hasil Hewani Bandeng Asap 8

V. HASIL PENGAMATAN
Tabel 5.1. Hasil Pengamatan Obyektif Bandeng Asap
Jenis
Bandeng
Tekstur
Aw
Kadar Air
(%)
Kadar Garam
(%) I II III Rata-rata
Garam 10% 0,09 0,02 0,09 0,07 0,902 55,60 5
Garam 20% 0,10 0,04 0,11 0,09 0,938 50,55 13
Garam 30% 0,05 0,12 0,17 0,11 0,955 43,88 18

Tabel 5.2. Hasil Uji Organoleptik Bandeng Asap
Panelis
Tekstur Rasa Warna Aroma
563 915 824 345 698 426 761 409 138 901 334 259
p1 4 5 5 3 5 5 4 3 5 5 5 4
p2 5 5 4 3 4 3 5 5 5 3 5 4
p3 3 4 2 3 3 2 2 4 2 3 3 3
p4 5 5 5 4 5 5 5 5 5 5 4 5
p5 2 5 3 4 3 2 5 3 4 5 3 1
p6 3 3 4 4 3 4 4 3 3 3 4 4
p7 3 3 3 3 4 4 3 3 4 4 4 4
p8 4 5 4 2 5 4 2 4 2 4 4 2
p9 3 3 4 2 3 5 5 4 3 4 5 2
p10 2 2 2 2 4 3 3 3 3 2 3 2
p11 2 4 4 4 2 4 4 4 4 4 4 4
p12 3 5 2 3 5 2 4 5 2 4 5 3
p13 4 3 3 3 4 4 4 4 4 3 3 4
p14 4 5 4 3 3 4 2 5 3 4 4 4
p15 2 3 5 5 4 3 3 3 4 3 3 3
Rata-
rata
3.267 4 3.6 3.2 3.8 3.6 3.67 3.87 3.53 3.733 3.93 3.267

Keterangan
563
Garam 10%
345
761
901
915
Garam 20%
698
409
334
824
Garam 30%
426
138
259


Laporan Praktikum Pengolahan Hasil Hewani Bandeng Asap 9

Tabel 5.3. Hasil Uji Anava Tekstur Bandeng Asap
Anova: Two-Factor Without Replication


SUMMARY Count Sum Average Variance

Row 1 3 14 4.666667 0.333333

Row 2 3 14 4.666667 0.333333

Row 3 3 9 3 1

Row 4 3 15 5 0

Row 5 3 10 3.333333 2.333333

Row 6 3 10 3.333333 0.333333

Row 7 3 9 3 0

Row 8 3 13 4.333333 0.333333

Row 9 3 10 3.333333 0.333333

Row 10 3 6 2 0

Row 11 3 10 3.333333 1.333333

Row 12 3 10 3.333333 2.333333

Row 13 3 10 3.333333 0.333333

Row 14 3 13 4.333333 0.333333

Row 15 3 10 3.333333 2.333333


Column 1 15 49 3.266667 1.066667

Column 2 15 60 4 1.142857

Column 3 15 54 3.6 1.114286



ANOVA

Source of
Variation SS df MS F P-value F crit
Rows 27.24444 14 1.946032 2.824885 0.009372 2.063541
Columns 4.044444 2 2.022222 2.935484 0.069603 3.340386
Error 19.28889 28 0.688889


Total 50.57778 44
Kesimpulan: F
hitung
< F
tabel
, tidak ada perbedaan yang nyata terhadap tekstur dari bandeng asap
yang dibuat dengan berbagai konsentrasi garam.
Tabel 5.4. Hasil Uji Anava Rasa Bandeng Asap
Anova: Two-Factor Without Replication


SUMMARY Count Sum Average Variance

Row 1 3 13 4.333333 1.333333

Row 2 3 10 3.333333 0.333333

Row 3 3 8 2.666667 0.333333

Row 4 3 14 4.666667 0.333333

Row 5 3 9 3 1

Row 6 3 11 3.666667 0.333333

Row 7 3 11 3.666667 0.333333

Laporan Praktikum Pengolahan Hasil Hewani Bandeng Asap 10

Row 8 3 11 3.666667 2.333333

Row 9 3 10 3.333333 2.333333

Row 10 3 9 3 1

Row 11 3 10 3.333333 1.333333

Row 12 3 10 3.333333 2.333333

Row 13 3 11 3.666667 0.333333

Row 14 3 10 3.333333 0.333333

Row 15 3 12 4 1


Column 1 15 48 3.2 0.742857

Column 2 15 57 3.8 0.885714

Column 3 15 54 3.6 1.114286



ANOVA
Source of
Variation SS df MS F P-value F crit
Rows 11.2 14 0.8 0.823529 0.639726 2.063541
Columns 2.8 2 1.4 1.441176 0.253669 3.340386
Error 27.2 28 0.971429


Total 41.2 44
Kesimpulan: F
hitung
< F
tabel
, tidak ada perbedaan yang nyata terhadap rasa dari bandeng asap yang
dibuat dengan berbagai konsentrasi garam.
Tabel 5.5. Hasil Uji Anava Warna Bandeng Asap
Anova: Two-Factor Without Replication


SUMMARY Count Sum Average Variance

Row 1 3 12 4 1

Row 2 3 15 5 0

Row 3 3 8 2.666667 1.333333

Row 4 3 15 5 0

Row 5 3 12 4 1

Row 6 3 10 3.333333 0.333333

Row 7 3 10 3.333333 0.333333

Row 8 3 8 2.666667 1.333333

Row 9 3 12 4 1

Row 10 3 9 3 0

Row 11 3 12 4 0

Row 12 3 11 3.666667 2.333333

Row 13 3 12 4 0

Row 14 3 10 3.333333 2.333333

Row 15 3 10 3.333333 0.333333


Column 1 15 55 3.666667 1.238095

Column 2 15 58 3.866667 0.695238

Column 3 15 53 3.533333 1.12381

Laporan Praktikum Pengolahan Hasil Hewani Bandeng Asap 11



ANOVA

Source of
Variation SS df MS F P-value F crit
Rows 20.97778 14 1.498413 1.922607 0.068594 2.063541
Columns 0.844444 2 0.422222 0.541752 0.587704 3.340386
Error 21.82222 28 0.779365


Total 43.64444 44
Kesimpulan: F
hitung
< F
tabel
, tidak ada perbedaan yang nyata terhadap warna dari bandeng asap
yang dibuat dengan berbagai konsentrasi garam.
Tabel 5.6. Hasil Uji Anava Aroma Bandeng Asap
Anova: Two-Factor Without Replication


SUMMARY Count Sum Average Variance

Row 1 3 14 4.666667 0.333333

Row 2 3 12 4 1

Row 3 3 9 3 0

Row 4 3 14 4.666667 0.333333

Row 5 3 9 3 4

Row 6 3 11 3.666667 0.333333

Row 7 3 12 4 0

Row 8 3 10 3.333333 1.333333

Row 9 3 11 3.666667 2.333333

Row 10 3 7 2.333333 0.333333

Row 11 3 12 4 0

Row 12 3 12 4 1

Row 13 3 10 3.333333 0.333333

Row 14 3 12 4 0

Row 15 3 9 3 0


Column 1 15 56 3.733333 0.780952

Column 2 15 59 3.933333 0.638095

Column 3 15 49 3.266667 1.209524



ANOVA
Source of
Variation SS df MS F P-value F crit
Rows 17.64444 14 1.260317 1.842227 0.082139 2.063541
Columns 3.511111 2 1.755556 2.566125 0.094776 3.340386
Error 19.15556 28 0.684127


Total 40.31111 44
Laporan Praktikum Pengolahan Hasil Hewani Bandeng Asap 12

Kesimpulan: F
hitung
< F
tabel
, tidak ada perbedaan yang nyata terhadap aroma dari bandeng asap
yang dibuat dengan berbagai konsentrasi garam.












Gambar 5.1. Pelumuran bandeng dengan garam di berbagai konsentrasi













Gambar 5.3. Bandeng asap

VI. PEMBAHASAN
Pengasapan adalah salah satu usaha pengawetan bahan makanan tertentu, terutama pada
daging dan ikan. Pengasapan menyebabkan terbentuknya warna dan flavor yang khas pada
produk, yang dihasilkan dari senyawa-senyawa hasil pembakaran kayu, kertas, serta sabut
kelapa. Pengasapan juga mematangkan daging karena adanya transfer panas ke dalam daging
yang menyebabkan protein daging terdenaturasi. Bahan baku yang digunakan untuk pengasapan
pada praktikum ini ialah daging ikan bandeng dengan perlakuan perbedaan konsentrasi garam
yang digunakan. Tahapan proses yang dilakukan dalam praktikum ini memiliki fungsi masing-
masing yaitu antara lain:
Pembersihan dan pencucian ikan: untuk menghilangkan kotoran yang masih melekat pada
sisik serta mengurangi mikroba kontaminan awal. Pada tahap ini dilakukan penghilangan sisik
ikan selain karena tidak bisa dimakan juga untuk memudahkan menempelnya partikel asap
pada kulit ikan. Kemudian pengeluaran isi perut dan insang serta pencucian kembali untuk
membersihkan darah, sisik, lendir dan kotoran lain yang masih melekat.
10%
20%
30%
Laporan Praktikum Pengolahan Hasil Hewani Bandeng Asap 13

Penggaraman: dilakukan selama 30 menit, di mana penggaraman ini dapat dilakukan secara
basah dan kering. Pada percobaan ini dilakukan penggaraman kering dengan konsentrasi
garam sebesar 10%, 20%, dan 30% untuk masing-masing perlakuan. Tujuan dari proses
penggaraman ini adalah memberikan warna kemerah-merahan pada ikan dan dapat menambah
rasa sedap, mendapatkan daging yang kompak karena pengurangan air dan penggumpalan
protein dalam daging ikan, menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk, dan memberikan
rasa daging ikan yang lebih enak. Selama proses penggaraman terjadi penetrasi garam ke
dalam tubuh ikan dan keluarnya cairan tubuh ikan karena adanya perbedaan konsentrasi.
Cairan ini dengan cepat akan melarutkan kristal garam atau mengencerkan larutan garam.
Setelah tercapai keseimbangan antara konsentrasi garam di dalam tubuh ikan dengan
konsentrasi garam di luar tubuh ikan, pertukaran garam dan cairan akan berhenti. Pada saat
itulah terjadi pengentalan cairan tubuh yang masih tersisa dan penggumpalan protein
(denaturasi) serta pengkerutan sel-sel tubuh ikan sehingga sifat dagingnya berubah.
Penirisan: untuk mengurangi sisa air yang masih melekat pada ikan. Mulut dan perut ikan saat
proses penirisan ini disanggah dengan menggunakan tusuk gigi agar terbuka. Hal ini
dilakukan untuk memudahkan proses pengeringan dan masuknya asap ke bagian dalam ikan.
Penirisan dilakukan dengan menggantung ikan dengan tali. Penirisan bertujuan untuk
mengurangi kadar air pada ikan sehingga memudahkan waktu pengasapan. Dengan penirisan
akan terbentuk pellicle yaitu permukaan ikan yang licin dan elastis terutama pada ikan yang
tidak bersisik. Adanya pellicle akan mempercepat penempelan partikel-partikel asap pada
ikan. Protein yang larut dalam garam akan menempel pada permukaan ikan lalu mengental
ketika ditiriskan dan akhirnya mengering ketika diasap, akibatnya terbentuk lapisan ikan yang
mengkilap yang disukai oleh konsumen dan dijadikan salah satu tanda ikan asap bermutu
tinggi.
Pengasapan: bertujuan untuk mengawetkan ikan dan memberi rasa serta aroma yang khas
yaitu aroma asap dan untuk memberikan kenampakan yang menaraik pada ikan. Bahan bakar
yang digunakan untuk pengasapan ini adalah sabut kelapa. Ikan yang telah ditiriskan
digantung dengan benang wol di dalam drum dengan kepala ikan menghadap ke bawah. Jarak
antara ikan perlu diperhatikan agar semua ikan mendapat panas secara merata sehingga
pengasapan dapat berlangsung secara efektif. Pengasapan ikan dilakukan dengan cara
pengasapan panas. Pemanasan dilakukan secara dua tahap, tahap pertama adalah pengasapan
pada suhu 30
o
C selama 20 menit (tutup drum pengasapan dibuka), karena permukaan ikan
masih cukup lembab dan untuk menghindari terjadinya shock temperature. Hal ini bertujuan
untuk membantu penguapan air di permukaan ikan dan penempelan partikel asap, sehingga
flavor asap lebih terasa. Pada tahap ini terjadi pembentukan warna ikan asap yang coklat-
Laporan Praktikum Pengolahan Hasil Hewani Bandeng Asap 14

kuning keemasan dan mengkilap. Pengasapan kedua dilakukan pada suhu 100
o
C selama 2
jam untuk mematangkan ikan sampai ke bagian dalam ikan.
Pengujian yang dilakukan adalah secara obyektif dan subyektif. Pengujian obyektif
meliputi tekstur, kadar air, Aw dan kadar garam, sedangkan pada pengujian subyektif
(organoleptik) menggunakan 15 panelis tidak terlatih untuk mengetahui tingkat kesukaan
terhadap tekstur, rasa, aroma dan warna bandeng asap.
6.1. Pengujian Obyektif
Aw (Water Activity) dan Tekstur
Efek penting dari garam adalah perpindahan air dari tubuh ikan melaluiproses penguapan
atau proses osmotik. Penambahan garam juga dapat menyebabkan daging menjadi semakin
kokoh akibat terjadi penarikan air dan penggumpalan protein daging ikan. Fungsi utama garam
adalah merangsang cita rasa alamiah, menimbulkan tekanan osmotikyang tinggi dan menurunkan
kadar air sehingga protein lebih terkonsentrasi. A
w
yang tinggi mendekati batas atas (1) dapat
menghambat atau menghentikan aktivitas enzim dan bakteri sehingga tidak terjadi penurunan
mutu ikan, dikarenakan sel-sel mikroba aerob dan non aerob yang terdapat pada permukaan
kulit, rongga insang, dan perut ikan mengalami plasmolisis. Dalam proses pengasapan,
pemberian garam mengakibatkan sel bakteri mengalami dehidrasi sehingga kehidupan sel bakteri
akan terhambat, sehingga bandeng asap menjadi lebih awet. A
w
bandeng asap pada praktikum
ini, 0,90 (konsentrasi garam 10%), 0,93 (konsentrasi garam 20%), dan 0,95 (konsentrasi garam
30%). Pada a
w
yang tinggi mendekati batas atas, keseimbangan cairan pada lingkungan dan
dalam bakteri akan terganggu, akibat terlalu tinggi konsentrasi garam disekitarnya, sehingga sel-
sel bakteri pencemar mati, akibat terjadi plamolisis.
Tekstur bandeng asap pada konsentrasi garam 10% (0,07), 20% (0,09), dan 30% (0,11).
Hal ini dikarenakan dengan adanya penambahan konsentrasi garam yang cukup tinggi
menyebabkan daging ikan menjadi semakin kokoh akibat terjadi penarikan air dan
penggumpalan protein daging ikan, sehingga kadar air turun, dan teruapkan saat pengasapan.
Semakin tinggi konsentrasi garam, maka tekstur bandeng asap semakin keras, seperti hasil
praktikum diatas.
Kadar Air
Garam yang ditambahkan pada produk bandeng asap berpengaruh terhadap kadar air di
dalam bandeng asap karena garam dapat menarik cairan yang ada di dalam daging keluar.
Penambahan garam dalam pembuatan daging asap selain bertujuan sebagai pemberi rasa juga
berfungsi sebagai pengawet dengan mekanisme pengawetan yang berbeda dengan fenol. Garam
yang ditambahkan dapat menyerap air dari dalam jaringan daging yang disebabkan karena
lingkungan diluar daging bersifat hipertonis terhadap jaringan daging, sehingga cairan daging
Laporan Praktikum Pengolahan Hasil Hewani Bandeng Asap 15

akan keluar. Infrared Moisture Texture digunakan sebagai alat pengukur kadar air dari bandeng
asap. Hasil praktikum menunjukkan daging bandeng asap yang diberi perlakuan penambahan
garam konsentrasi 10% mengandung air (kadar air = 58,60%) lebih banyak dibandingkan
perlakuan penambahan garam konsentrasi 20% (kadar air = 50,55% ) dan garam konsentrasi
30% (kadar air = 43.88%). Hal ini disebabkan karena pada konsentrasi garam 20 dan 30 %, air
akan terdifusi keluar jaringan daging lebih banyak dari yang konsentrasinya lebih rendah (10%)
sebab perbedaan gradien konsentrasi yang semakin besar memacu perpindahan air keluar dari
dalam ikan ke permukaan ikan bandeng yang akhirnya hilang akibat menguap saat proses
pengolahan (akibat suhu tinggi).
Kandungan air dalam bandeng asap menurun akibat terjadi proses pemanasan seperti
pengasapan. Pemanasan akan mengakibatkan jaringan protein daging terdenaturasi, sehingga air
bebas pada ikan bandeng yang semula berada dalam ikan tersebut akan mudah teruapkan dan
lepas dari jaringan daging/otot ikan bandeng.
Kadar Garam
Pengukuran kadar garam bandeng asap menggunakan alat Salinometer. Kadar garam
umumnya dinyatakan dalam derajat salinometer. Menurut Desrosier (1988), derajat salinometer
didasarkan pada kejenuhan air dengan 25% NaCl pada suhu ruang. Keadaan ini dinyatakan
sebagai 100
0
salometer. Jumlah persen garam dalam larutan dikalikan empat sama dengan derajat
salometer dan sebaliknya. Pengukuran kadar garam dilakukan dengan cara menimbang bahan,
kemudian melumatkannya dalam dalam aquades. Selanjutnya memipet dua sampai tiga tetes
larutan menggunakan pipet tetes dan diletakkan di salinometer, kemudian melihat kadar garam
yang ditunjukkan oleh alat tersebut.
Kadar garam bandeng asap yang dihasilkan berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena
adanya perbedaan konsentrasi garam yang ditambahkan. Semakin tinggi konsentrasi garam yang
digunakan maka semakin tinggi pula kadar garam bandeng asap yang diperoleh. Hal ini sesuai
dengan hasil pengamatan yang dilakukan yaitu pada perlakuan III yang menggunakan
konsentrasi garam 30% menghasilkan kadar garam yang lebih besar daripada perlakuan I dan II
dengan konsentrasi garam 10 dan 20% atau dengan kata lain peningkatan kadar garam dalam
daging bandeng asap, berbanding lurus dengan peningkatan kadar garam yang ditambahkan.
Namun garam tidak seluruhnya masuk ke dalam daging ikan sehingga kadar garam hasil uji
lebih rendah daripada kadar garam yang ditambahkan di awal proses. Hal ini dikarenakan
penyerapan garam belum optimal saat proses perendaman atau terjadinya salting out, sehingga
pada bandeng asap yang diberi perlakuan garam dalam konsentrasi tinggi, mengalami kejenuhan.
Salting out merupakan peristiwa keluarnya garam dari jaringan daging. Protein yang
terdenaturasi akan kehilangan kemampuannya dalam mengikat air yang berupa larutan garam
pada pengolahan bandeng asap saat perendaman, selain itu bila konsentrasi di luar jaringan sel
Laporan Praktikum Pengolahan Hasil Hewani Bandeng Asap 16

bandeng terlalu pekat (terdapat garam konsentrasi tinggi) dapat mengakibatkan sel bandeng
mengalami plasmolisis sehingga garam yang terserap tidak dapat optimal, dan garam yang
berada dalam sel keluar beserta air bilasan tersebut. Hal tersebut dapat menyebabkan kadar
garam pada bandneg asap yang dihasilkan lebih rendah daripada konsentrasi garam yang
ditambahkan.
6.2. Pengujian Subyektif (Organoleptik)
Warna
Warna dari ikan bandeng asap dari hasil uji organoleptik tidak ada perbedaan yang
signifikan. Hal ini disebabkan warna dari daging ikan bandeng asap yaitu putih yang hampir
sama ditambah penetrasi asap dan hanya diberi perlakuan penggaraman, sehingga warna dari
daging ikan bandeng asap menjadi relatif sama. Hal ini tidak berkaitan dengan penambahan
konsentrasi garam sebab kenampakkan lebih dipengaruhi oleh adanya asap, denaturasi protein
daging membantuk senyawa karbonil.
Tekstur
Pada proses penggaraman ini cairan ikan bandeng akan diserap oleh kristal-kristal garam.
Kristal garam akan mencair dan membentuk larutan garam pekat. Dalam kondisi demikian,
larutan garam pekat akan meresap ke dalam daging ikan bandeng melalui proses osmosis
sehingga akan mengubah tekstur (kekompakan) dagingnya. Semakin tinggi konsentrasi garam
yang digunakan maka akan semakin mempercepat proses keluarnya air dari dalam daging
bandeng karena adanya perbedaan konsentrasi yang cukup besar. Hal ini akan mempercepat
terbentuknya larutan garam pekat (kristal garam mencair karena adanya cairan yang keluar dari
daging ikan). Larutan garam pekat yang terbentuk ini akan terpenetrasi kembali ke dalam daging
ikan sehingga menyebab protein-protein dalam daging ikan terutama protein yang tidak tahan
garam akan mengalami koagulasi. Terjadinya koagulasi ini akan membuat tekstur yang kompak
pada daging ikan.
Tekstur pada bandeng asap ini juga dipengaruhi oleh suhu pengasapan. Pengasapan yang
dilakukan ini dapat membantu mengempukkan produk sehingga dapat dihasilkan ikan bandeng
asap yang matang. Suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan juiceness pada daging ikan akan
berkurang, sehingga menyebabkan daging ikan menjadi kering. Hasil uji hedonik ikan bandeng
asap terhadap tekstur bahwa tidak ada beda nyata terhadap tekstur ikan bandeng asap. Hal ini
berarti perlakuan penggaraman tidak memberikan efek pada tekstur dari daging ikan bandeng.
Rasa
Pada praktikum ini digunakan metode penggaraman kering. Metode penggaraman kering
ini mempunyai tingkat penetrasi garam pada tubuh tidak terlalu banyak dibandingkan dengan
menggunakan metode penggaraman lainnya (misalnya penggaraman basah yang menggunakan
brine). Metode penggaraman kering ini membutuhkan waktu yang cukup lama supaya garam
Laporan Praktikum Pengolahan Hasil Hewani Bandeng Asap 17

terpenetrasi ke dalam ikan bandeng. Pertama-tama kristal garam yang ditaburkan pada
permukaan tubuh akan menyerap air keluar dari dalam tubuh sehingga kristal garam tersebut
akan mencair dan akhirnya larutan garam pekat akan terbentuk. Setelah larutan garam ini
terbentuk maka akan terpenetrasi ke dalam tubuh sehingga akan memberi rasa asin pada ikan
bandeng. Semakin tinggi konsentrasi garam yang digunakan untuk penggaraman maka tingkat
penetrasinya ke dalam tubuh ikan bandeng akan lebih besar, hal ini sehubungan dengan
kecepatan keluarnya air dari dalam tubuh akibat adanya perbedaan konsentrasi yang ada di
dalam dan di luar tubuh (konsentrasi lingkungan/garam lebih tinggi daripada konsentrasi air
dalam daging ikan bandeng). Hasil uji hedonik menunjukkan bahwa ikan bandeng asap terhadap
rasa diperoleh data tidak ada beda nyata terhadap rasa.
Aroma
Flavor (aroma) babi asap sangat spesifik karena tersusun atas komponen fenol, quaiokol,
m-kresol, p-kresol, metil quaiokol, metil pirogullol, dan asam-asam karboksilat. Fenol
merupakan salah satu komponen pemberi flavor yang utama pada ikan bandeng asap sehingga
ikan bandeng asap mempunyai aroma asap yang lebih tajam. Menurut Naruki (1991), senyawa
karbonil tertentu seperti glikolik aldehid dan metil-glioksal juga berperan dalam pembentukan
warna pada pengasapan. Pembentukan ini terjadi karena adanya reaksi antara senyawa karbonil
tersebut dengan gugus amino dari protein bahan yang telah mengalami denaturasi karena panas.
Dari hasil uji hedonik terhadap aroma ikan bandeng asap diperoleh hasil yang tidak beda
nyata pada tiap perlakuan perbedaan konsentrasi garam pada ikan bandeng asap. Adanya
perbedaan garam tidak mempengaruhi aroma. Aroma daging bandeng asap dipengaruhi oleh
penggunaan suhu tinggi volatil memberikan pengaruh aroma terhadap ikan bandeng asap. Selain
itu adanya senyawa fenol lebih berperan dalam membentuk aroma daging.

VII. KESIMPULAN
1. Proses pengasapan pada ikan dapat menyebabkan terjadinya perubahan warna, rasa dan
aroma ikan.
2. Perbedaan perlakuan penggaraman dan konsentrasi garam dapat berpengaruh terhadap kadar
air, kadar garam, dan tekstur pada ikan yang dihasilkan.
3. Dari hasil pengujian organoleptik dapat disimpulkan bahwa ikan dengan konsentrasi garam
sebesar 20% paling disukai dibandingkan perlakuan lain, terutama dari segi rasa, aroma dan
rasa ikan yang dihasilkan.




Laporan Praktikum Pengolahan Hasil Hewani Bandeng Asap 18

DAFTAR PUSTAKA

Badan Standardisasi Nasional. 2006. Standar Nasional Idonesia No. 01-2729.1-2006 Mutu Ikan
Segar. Jakarta.
Hadiwiyoto, S. 1983. Hasil-Hasil Olahan Susu, Ikan, Daging, dan Telur. Yogyakarta: Liberty.
Kanoni, Sri. 1991. Kimia dan Teknologi Pengolahan Ikan. Yogyakarta : PAU Pangan dan Gizi,
Universitas Gadjah Mada.
Lawrie, R. A. 1979. Ilmu Daging. Jakarta: UI-Press.
Purnomo, Hari. 1996. Dasar-dasar Pengolahan dan Pengawetan Daging. Jakarta: PT Gramedia
Widiasarana Indonesia.
Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan, Jilid I-II. Edisi II. Bogor: Bina Cipta.
Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta: UGM-Press.
Sutoyo, M. D. 1987. Pedoman Mengasap Ikan Cara Sederhana dan Modern. Jakarta : CV
TitikTerang.
Tranggono, dkk. 1991. Bahan Tambahan Pangan (Food Additives). Yogyakarta: PAU Pangan
dan Gizi UGM.
USDA National Nutrient Database for Standard Reference. 2009. Milkfish list nutrition.

Anda mungkin juga menyukai