Anda di halaman 1dari 7

JURNAL READING

Ileus dan Obstruksi Usus Halus di Unit Observasi Unit Gawat Darurat :
Apakah Ada Prediktor Hasil ?

Direview dari :
Ileus and Small Bowel Obstruction in an Emergency Department
Observation Unit : Are There Outcome Predictors?
Steven T. Dorsey, MD, Eric T. Harrington, DO, W. F. Peacock IV, MD,
Charles L. Emerman, MD
http://escholarship.org/uc/uciem_westjem. DOI: 10.5811/westjem.2011.3.2175



Oleh :
Made Dwi Puja Setiawan
NIM. 0902005014


Pembimbing :
dr. Ketut Sudartana, Sp.B.KBD








DALAM RANGKA MEMENUHI TUGAS
DI KEPANITRAAN KLINIK MADIA BAGIAN / SMF ILMU BEDAH
FK UNUD / RSUP SANGLAH DENPASAR
2014
Pendahuluan

Ileus adalah gangguan atau hambatan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya
obstruksi usus akut yang segera membutuhkan pertolongan atau tindakan. Ileus ada 2
macam yaitu ileus obstruktif dan ileus paralitik. Ileus obstruktif atau obstruksi usus
(mekanik) adalah keadaan dimana isi lumen saluran cerna tidak bias disalurkan ke distal
atau anus karena ada sumbatan atau hambatan yang disebabkan kelainan dalam lumen
usus, dinding usus atau luar usus yang menekan atau kelainan vaskularisasi pada suatu
segmen usus yang menyebabkan nekrosis segmen usus tersebut. Sedangkan ileus paralitik
atau adynamic ileus adalah keadaan dimana usus gagal atau tidak mampu melakukan
kontraksi peristaltik untuk menyalurkan isinya akibat kegagalan neurogenik atau
hilangnya peristaltik usus tanpa adanya obstruksi mekanik
Obstruksi usus halus dapat disebabkan oleh adhesi (60%), neoplasma (20%), hernia
(10%), penyakit infeksi usus (5%), intususepsi (<5%), volvulus (<5%), dan lainnya
(<5%). Sedangkan obstruksi usus besar penyebabnya adalah karsinoma, volvulus,
divertikulum Meckel, penyakit Hirschsprung, inflamasi, tumor jinak, impaksi fekal.
Gejala penyumbatan usus meliputi nyeri kram pada perut, disertai kembung. Bising
usus yang meningkat dan metallic sound dapat didengar sesuai dengan timbulnya nyeri
pada obstruksi di daerah distal. Gejala umum berupa syok, oliguri dan gangguan elektrolit.
Kolik dapat terlihat pada inspeksi perut sebagai gerakan usus atau kejang usus dan pada
auskultasi sewaktu serangan kolik, hiperperistaltis kedengaran jelas sebagai bunyi nada
tinggi. Usus di bagian distal kolaps, sementara bagian proksimal berdilatasi. Usus yang
berdilatasi menyebabkan penumpukan cairan dan gas, distensi yang menyeluruh
menyebabkan pembuluh darah tertekan sehingga suplai darah berkurang (iskemik), dapat
terjadi perforasi.
Gambaran radiologi dari ileus berupa distensi usus dengan multiple air fluid level,
distensi usus bagian proksimal, absen dari udara kolon pada obstruksi usus halus.
Tujuan utama penatalaksanaan adalah dekompresi bagian yang mengalami obstruksi
untuk mencegah perforasi. Tindakan konservatif maupun pembedahan memiliki indikasi
yang berbeda dan memiliki tingkat pembuktian yang berbeda tergantung keparahan
penyakitnya.

Pembahasan
Tujuan dari studi ini adalah untuk mendeskripsikan evaluasi dan hasil pada pasien
dengan ileus dan obstruksi usus yang dirawat di unit observasi Unit Gawat Darurat (UGD)
dan untuk mengidentifikasi prediktor dari keberhasilan penatalaksanaan untuk pasien
tersebut.
Penelitian ini berupa review grafik retrospektif dari 129 pasien yang dirawat di unit
observasi UGD pada sebuah universitas yang berafiliasi, daerah perkotaan dan rumah sakit
tersier dari Januari 1999 sampai November 2004. Kriteria inklusi adalah semua pasien
dewasa yang dirawat di unit observasi UGD dengan diagnosis ileus, obstruksi usus halus
parsial, atau obstruksi usus halus total, dan catatan medis elektronik yang tersedia untuk
dikaji. Adapun variabel yang diperiksa adalah usia, jenis kelamin, jumlah operasi
sebelumnya, operasi baru dalam waktu 4 minggu sebelum pengambilan data, catatan
masuk serupa sebelumnya dalam catatan medis, tingkat serum potassium pada saat pasien
di UGD, penggunaan dekompresi nasogastrik (NGT) dan analgesik opiat, adanya stoma
enterokutaneus, adanya dilatasi loop usus halus (DLSB) atau radiografi yang
menunjukkan tingkat air-fluid level (AF), layanan bedah yang diikuti pasien pada saat
konsultasi, disposisi, dan waktu di unit observasi.
Dari 137 pasien yang dijadikan sampel, hanya 129 pasien yang memenuhi kriteria
inklusi. 70%nya adalah perempuan. Rata-rata usia adalah 56,5 tahun, dengan standar
deviasi 17,3 tahun. Diagnosis admisi pada unit observasi merata antara ileus, PSBO, dan
SBO Diantara faktor riwayat admisi, admisi yang serupa di rekam medis tidak berdampak
pada kebutuhan untuk admisi (P = 0,9212). Sebagian besar pasien (103 dari 129 atau 79
%) memiliki riwayat operasi abdomen, dengan 74 dari 129 (57%) menggunakan 2
prosedur atau lebih. Dua puluh satu pasien(16%) terlihat dalam waktu 4 minggu dari
operasi abdomen. Baik operasi kecil maupun pembedahan yang lebih besar dalam 4
minggu terakhir berkaitan dengan peningkatan admisi rawat inap (masing-masing P =
0,80 dan 0,84).
Baik hipokalemia maupun adanya stoma enterokutaneus tidak bisa memprediksi
disposisi (masing-masing P = 0,74 dan 0,96). Sama halnya radiografi juga tidak prediktif
menentukan disposisi pasien. (Untuk AF, P = 0,68; untuk DLSB, P = 0,74 ; untuk AF dan
DLSB, P = 0,94). Diagnosis admisi dari UGD juga tidak memiliki korelasi dengan
disposisi akhir (P = 0,73).
Berkenaan dengan variabel manajemen, administrasi dari setiap analgesik opioid
tidak memprediksi akhir disposisi (P = 0,72). Pasien yang menggunakan tabung
nasogastrik (NGT) memiliki tingkat yang lebih tinggi untuk rawat inap (P = 0.0004, rasio
odds [OR] 5,294, interval kepercayaan [CI] 1,982-14,14). Bagi sebagian besar pasien
(80%) yang memiliki konsultasi layanan bedah, tercatat berhubungan dengan admisi
rumah sakit (P= 0,07, OR 2,251, CI 0,9186-5,514).
Secara keseluruhan, 65 (50%) dari 129 pasien menjalani perawatan. Rata-rata lama
tinggal di unit observasi adalah 13,77 7,3 jam. Tidak ada terjadi kematian pada
kelompok studi. Dua pasien ditemukan memiliki patologi akut yang memerlukan
intervensi operasi, 1 dengan ulkus duodenum perforasi, dan 1 dengan apendisitis perforasi.
Penelitian ini menemukan bahwa 50% dari pasien yang dirawat di unit observasi
UGD dengan diagnosa dugaan ileus atau berbagai tingkat SBO, berhasil ditangani, dalam
artian pasien dapat dipulangkan dalam waktu 24 jam dari unit observasi. Pasien yang
ditangani dengan dekompresi nasogastrik lebih mungkin untuk memerlukan rawat inap.
Tidak ada parameter lain yang handal dalam memprediksi hasil penanganan, meskipun
tren menunjukkan kegagalan observasi untuk pasien ditindaklanjuti dalam konsultasi oleh
layanan bedah.
Beberapa studi telah menunjukkan bahwa jangka waktu observasi rawat inap dan
pemeriksaan serial adalah pendekatan manajemen awal yang aman untuk berbagai tingkat
SBO. Pada literature yang dikaji peneliti disebutkan dari total 1.098 pasien, 73%
diselesaikan secara non-operatif. Dalam Seror dan seri Brolin, pasien non-operatif
cenderung merasa membaik dalam waktu kurang dari 24 jam. Komplikasi dihubungkan
dengan waktu observasi yang lebih lama. Meskipun tingkat keberhasilan unit observasi
lebih rendah sebesar 50% , tidak ada terjadi kematian, dan hanya 2 pasien yang
memerlukan intervensi operasi segera.
Sebagian besar dari kasus-kasus yang menggunakan observasi sebagai manajemen
awal, layak dikutip bahwa terdapat penggunaan dekompresi nasogastrik bagi mayoritas
pasien dalam kohort non-operatifnya. Dekompresi menggunakan NGT hanya digunakan
22% dari kasus. Hal ini mungkin mencerminkan konsultasi layanan bedah cenderung
untuk menganggap pasien langsung dari UGD adalah pasien yang lebih parah derajat
sakitnya. Kemungkinan lain adalah bahwa kasus PSBO, secara intuitif lebih mungkin
untuk ditangani tanpa menggunakan dekompresi nasogastrik dibandingkan dengan
obstruksi usus yang lebih berat, yang sebenarnya lebih dominan dalam kelompok
penelitian daripada distribusi yang dilaporkan (beberapa kasus PSBO diberi label sebagai
SBO). NGT digunakan sebagai satu-satunya faktor yang diperiksa yang memiliki
hubungan dengan disposisi untuk pasien, dan paradoks dikaitkan dengan kegagalan unit
observasi dan selanjutnya rawat inap.
Meskipun hanya setengah dari pasien kami dipulangkan ke rumah dalam waktu 24
jam, manfaat tambahan dapat diperoleh dari menggunakan unit observasi UGD untuk
penatalaksanaan berbagai jenis ileus atau SBO. Secara operasional, pengamatan
memberikan kesempatan untuk offload UGD dan meningkatkannya dengan
mengidentifikasi pasien dengan fokus terhadap obstruksi awal yang dialaminya. Mereka
mendapatkan manfaat dari admisi di unit observasi, sehingga memakan waktu untuk studi
pencitraan tambahan (misalnya, CT-scan) dan konsultasi. Setiap perhatian terhadap
inefisiensi tentang tingkat admisi 50% untuk pasien, harus ditimbang terhadap
peningkatan efisiensi UGD dari kelebihan jumlah pasien, dimana dengan mengurangi
waktu tunggu, akan dapat mempengaruhi kepuasan dan keamanan pasien.
Analisis selanjutnya harus mencakup perbandingan hasil antara pasien yang diamati
dalam unit observasi UGD dibandingkan dengan pasien rawat inap langsung dari UGD,
sebagai layanan admisi awal yang dapat mempengaruhi beberapa metrik. Malangoni et al
meneliti dampak layanan admisi pada hasil dari 336 pasien SBO rawat inap. Dari jumlah
tersebut, 222 dirawat inapkan untuk layanan bedah, sedangkan 114 pasien mengakui
dirawat inapkan, dengan dikuti konsultasi ahli bedah dari awal dalam 75% kasus. Faktor
yang terkait dengan admisi untuk pelayanan medis termasuk adanya diare dan kurangnya
operasi abdomen sebelumnya. Pasien yang memerlukan intervensi operatif yang dirawat
inapkan di layanan bedah, lamanya rawat inap lebih pendek. Lamanya rawat inap hampir
sama untuk pasien yang dirawat di layanan non-bedah tanpa intervensi operatif. Sebuah
tren muncul ke arah angka komplikasi yang lebih tinggi pada pasien yang dirawat di
layanan non-operatif, dan pasien dengan komplikasi memiliki waktu rawat inap lebih
lama. Pasien yang dioperasi dalam waktu 24 jam memiliki waktu inap yang lebih rendah,
tingkat kematian yang lebih rendah, dan yang sepertinya telah dirawat di layanan bedah.



Penutup
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa setengah dari pasien yang dirawat di
unit observasi UGD dengan ileus atau berbagai tingkat obstruksi usus halus memerlukan
rawat inap di rumah sakit. Penggunaan NGT pada pasien tersebut dikaitkan dengan tingkat
kegagalan observasi yang lebih besar. Penelitian selanjutnya harus dapat membandingkan
hasil pasien yang dirawat di unit observasi dengan pasien yang dirawat langsung di
pelayanan rawat inap.

























DAFTAR PUSTAKA

1. Manif Niko, Kartadinata. 2008. Obstruksi Ileus . Cermin Dunia Kedokteran
2. Middlemiss, J.H. 1949. Radiological Diagnosis of Intestinal Obstruction by Means of
DirectRadiography. Volume XXII No. 253.
3. Jackson PG, Manish R. Evaluation and Management of Intestinal Obstruction.
Georgetown University Hospital, Washington, District of Columbia. American
Academy of Family Physicians;2011;8(2):159-165
4. Maung AA, Dirk CJ, Greta LP, Ronald RB,Susan ER, Faran B, et all. Evaluation And
Management Of Small-Bowel Obstruction: An Eastern Association For The Surgery
Of Practice Management Guideline. J Trauma Acute Care Surg;2012;73(5):362-369

Anda mungkin juga menyukai