Anda di halaman 1dari 10

SATURDAY, JANUARY 8, 2011

PENGOLAHAN LIMBAH DETERJEN SEBAGAI ALTERNATIF PENGGANTI


PESTISIDA SINTETIK YANG MUDAH MURAH DAN RAMAH LINGKUNGAN
BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan salah satu negara agraris, yang tak lepas dari bidang pertanian
sebagai salah satu sektor penting sebagai sumber pemasukan negara. Lahan yang
memadai didukung dengan kesuburan tanah menjadi asset penting. Akan tetapi pertanian
di Indonesia belum dapat berkembang pesat layaknya negara agraris lain. Hal ini
dikarenakan teknologi pertanian yang belum berkembang dengan baik. Salah satunya
dengan masih mahalnya pestisida sebagai pencegah hama pada tanaman.
Hampir setiap petani di Indonesia umumnya menggunakan pestisida sintetik. Penggunaan
pestisida sintetik ini lama kelamaan dapat menimbulkan efek negatif yaitu tercemarnya
tanah. Sebab residu pestisida sintetik sangat sulit terurai secara alami. Bahkan untuk
beberapa jenis pestisida, residunya dapat bertahan hingga puluhan tahun. Dari beberapa
hasil monitoring residu yang dilaksanakan, diketahui bahwa saat ini residu pestisida hampir
ditemukan di setiap tempat lingkungan sekitar kita (Warlinson Girsang). Bila tak segera
diatasi nantinya dapat berpengaruh buruk terhadap kelestarian lingkungan. Padahal jumlah
petani mencapai 44 persen dari total angkatan kerja di Indonesia, atau sekitar 46,7 juta
jiwa. Lebih dari separuhnya merupakan petani gurem dan buruh tani dengan kepemilikan
lahan dibawah 0,5 hektar atau mencapai 38 juta keluarga tani (data BPS). Dengan jumlah
petani yang banyak menggunakan pestisida sintetik akan mempercepat tercemarnya
lingkungan.
Dari permasalahan-permasalahan di atas, penulis ingin menyumbangkan ide kreatif
sebagai sebuah solusi dengan menciptakan pestisida dari limbah deterjen yang tidak
dimanfaatkan oleh masyarakat dan dibuang begitu saja. Padahal menurut kajian literatur
deterjen memiliki bahan-bahan aktif berupa surfaktan, Linier Alkyl Benzene Sulfonate (LAS)
yang bersifat karsinogenik sehingga dapat digunakan sebagai pestisida. Namun zat ini
relatif mudah didegradasi secara biologi. LAS bisa terdegradasi sampai 90 persen (
www.matoa.org ). Detergen yang mengandung LAS juga tidak berbahaya bagi tumbuhan (
www.4humanity.wordpress.com ). Limbah deterjen juga mudah didapat karena umumnya
dibuang begitu saja setelah pemakaian. Penulisan ini dilakukan agar pemanfaatan limbah
deterjen sebagai alternatif pestisida sintetik bisa segera terealisasikan dan berkembang
pesat di Indonesia, yang dikemas dalam karya tulis berjudul PENGOLAHAN LIMBAH
DETERJEN SEBAGAI ALTERNATIF PENGGANTI PESTISIDA SINTETIK YANG MUDAH
MURAH DAN RAMAH LINGKUNGAN .

B. Batasan Masalah

Penulisan ini dibatasi pada telaah pustaka tentang pengertian deterjen, pestisida dan
bahan pestisida alami.
.
C. Rumusan Masalah

1. Bagaimana potensi limbah deterjen sebagai pestisida yang ramah lingkungan?
2. Bagaimana sistematika pemanfaatan limbah deterjen sebagai pestisida?
3. Apakah keunggulan pemakaian limbah deterjen sebagai pestisida dibanding pestisida
sintetik?

D. Tujuan Penulisan

Penulisan ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut :
1. Mengungkap potensi limbah deterjen sebagai pestisida yang murah, mudah, dan ramah
lingkungan.
2. Membantu masyarakat dan pemerintah untuk mengatasi pencemaran lingkungan akibat
pestisida sintetik.
3. Memberi informasi kepada petani tentang pestisida yang mudah, murah dan ramah
lingkungan.



E. Manfaat Penulisan

Penulisan ini memberi manfaat antara lain :
1. Bagi Penulis
a. Memberikan wawasan dan pengalaman dalam menyusun karya tulis ilmiah.
b. Dapat menerapkan metode ilmiah seperti yang dilakukan oleh ilmuwan dalam melakukan
penelitian.
c. Membuat peneliti lebih peka terhadap pemanfaatan bahan-bahan yang tidak lazim untuk
digunakan menjadi sesuatu yang lebih bermanfaat

2. Bagi Pemerintah
a. Dapat dijadikan solusi dalam mengatasi pencemaran lingkungan akibat pestisida sintetik.
b. Dapat dijadikan referensi dan sumber pengetahuan terutama dalam hal lingkungan hidup

3. Bagi Petani dan Masyarakat
a. Dapat dijadikan solusi untuk mengatasi masalah akibat pencemaran pestisida bagi
tanah.
b. Mengurangi biaya produksi pertanian akibat mahalnya pestisida.

4. Bisa dijadikan dasar dalam melakukan penelitian lanjutan.








BAB II
TELAAH PUSTAKA


A. Deterjen




Gambar 2.1 Deterjen
Sumber : (dokumentasi penulis)


1. Pengertian deterjen
Deterjen adalah campuran berbagai bahan, yang digunakan untuk membantu pembersihan
dan terbuat dari bahan-bahan turunan minyak bumi. Deterjen memiliki banyak keunggulan,
diantaranya dapat memiliki daya cuci yang lebih baik bila di bandingkan dengan sabun.

2. Bahan kimia penyusun deterjen
a. Surfaktan
Surfaktan (surface active agent) merupakan zat aktif permukaan yang mempunyai ujung
berbeda yaitu hidrofil (suka air) dan hidrofob (suka lemak). Surfaktan merupakan zat aktif
permukaan yang termasuk bahan kimia organik. Ia memiliki rantai kimia yang sulit
didegradasi (diuraikan) alam. Bahan aktif ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan
air sehingga dapat melepaskan kotoran yang menempel pada permukaan bahan, atau
istilah teknisnya, ia berfungsi sebagai emulsifier, bahan pengemulsi. Zat kimia ini bersifat
toksik (beracun) bila dihirup, diserap melalui kulit atau termakan.
Contoh surfaktan yang umun digunakan adalah Linear alkyl benzene sulfonate (LAS). Zat
kimia ini juga merupakan zat karsinogenik. Namun LAS relatif mudah didegradasi secara
biologi. LAS bisa terdegradasi sampai 90 persen. Menurut penelitian, alam membutuhkan
waktu sembilan hari untuk mengurai LAS mencapai sampai 50 persen.
c. Builder
Builder (pembentuk) berfungsi meningkatkan efisiensi pencuci dari surfaktan dengan cara
menon-aktifkan mineral penyebab kesadahan air. Beberapa contoh builder yang banyak
digunakan antara lain:
1. Zeolit (Na2Ox.Al2O3y.SiO2z.pH2O). Zeolit berfungsi sebagai builder penukar ion. Zeolit
yang banyak digunakan adalah zeolit tipe A. Ion natrium akan dilepaskan oleh kristal zeolit
dan digantikan dengan ion kalsium dari air sadah. Hal ini akan menyebabkan penurunan
kesadahan dari air pencuci.
2. Clay. Clay, seperti kaolin, montmorilonit, dan bentonit juga dapat digunakan sebagai
builder. Natrium bentonit, misalnya dapat melunakkan air akibat kemampuannya menyerap
ion kalsium. Namun, clay dipertimbangkan sebagai bahan yang memiliki efektivitas
pelunakkan air yang lebih rendah dibandingkan zeolit tipe A. Penggunaan clay sebagai
builder juga memiliki nilai tambah lain. Clay montmorilonit, misalnya, dapat berfungsi
sebagai komponen pelembut. Komponen ini akan diserap dan difilter ke dalam pakaian
selama proses pencucian dan pembilasan.
3. Nitrilotriacetic acid. Senyawa N(CH2COOH)3 atau biasa disebut NTA ini, merupakan
salah satu builder yang kuat. Senyawa ini merupakan tipe builder organik. Namun,
penggunaaannya memiliki efek samping pada kesehatan dan lingkungan.
4. Garam netral. Natrium sulfat dan natrium klorida merupakan garam-garam netral yang
dapat digunakan sebagai builder. Selain itu, senyawa-senyawa ini juga dipertimbangkan
sebagai filler yang dapat mengatur berat jenis deterjen. Natrium sulfat juga dapat
menurunkan Critical Micelle Concentration (CMC) dari surfaktan organik sehingga
konsentrasi pencucian efektif dapat tercapai.
c. Filler
Filler (pengisi) adalah bahan tambahan deterjen yang tidak mempunyai kemampuan
meningkatkan daya cuci, tetapi menambah kuantitas. Contoh Sodium sulfat.
d. Aditif
Aditif adalah bahan suplemen / tambahan untuk membuat produk lebih menarik, misalnya
pewangi, pelarut, pemutih, pewarna dst, tidak berhubungan langsung dengan daya cuci
deterjen. Additives ditambahkan lebih untuk maksud komersialisasi produk. Contoh : Enzim,
Boraks, Sodium klorida, Carboxy Methyl Cellulose (CMC). Beberapa aditif organik yang
dapat digunakan dalam deterjen adalah:
1. Na-CMC. Natrium Carboxyl Methyl Cellulose sebagai aditif berfungsi sebagai agen anti-
redeposisi yang paling umum digunakan pada kain katun. Namun, senyawa ini tidak
berfungsi baik pada serat sintetik.
2. Blueing Agent. Blueing agent memiliki fungsi untuk memberi kesan biru pada kain putih
sehingga kain akan terlihat semakin putih. Selain itu, blueing agent juga dapat memberi
kesan warna yang lembut.
3. Fluorescent. Fluorescent merupakan agen pemutih yang pertama kali dikombinasikan
dengan deterjen pada tahun 1940. Agen ini akan menyerap radiasi ultraviolet dan
mengemisi sebagian energi radiasi tersebut sebagai sinar-sinar biru yang tampak.
Konsentrasi aditif harus diperhatikan dalam penggunaannya karena jika konsentrasi aditif
yang digunakan salah, fluoroecent tidak akan memberikan efek absorbsi sinar ultraviolet.
4. Proteolytic enzyme. Proteolytic enzyme banyak digunakan pada formula deterjen. Tujuan
penggunaannya adalah untuk mendegradasi bercak-bercak pada substrat yang dapat
didegradasi oleh enzim. Penggunaan aditif ini membutuhkan waktu lebih lama daripada
aditif lainnya karena merupakan bioteknologi. Enzim-enzim yang dapat digunakan sebagai
aditif antara lain enzim amilase, trigliserida, dan lipase.
5. Bleaching agent. Bleaching agent anorganik yang banyak digunakan dalam formula
deterjen adalah natrium perborat. Pada temperatur pencucian yang tinggi, sekitar 70-80
derajat Celcius, senyawa ini akan memucatkan (efek bleaching) bercak-bercak seperti
bercak wine dan buah-buahan secara efektif. Namun, untuk memenuhi syarat lingkungan,
sebbelum dibuang, air sisa cucian harus didinginkan hingga temperatur di bawah 50 derajat
Celsius. Bleaching agent organik yang juga dapat digunakan adalah TAED (Tetra Acetyl
Ethylene Diamine). Senyawa ini efektif digunakan pada temperatur pencucian 50-60 derajat
Celcius.
6. Foam Regulator. Foam regulator seperti amin oksida, alkanolamida, dan betain terdapat
dalam produk deterjen jika jumlah busa yang banyak diinginkan sehingga aditif ini
umumnya ditemui pada cairan pencuci tangan dan sampo.
7. Organic sequestering. Aditif ini berfungsi untuk memisahkan ion logam dari bath deterjen.
Beberapa aditif yang berfungsi sebagai organic sequestering adalah EDTA dan
nitrilotriacetic acid.
8. Golongan ammonium kuartener (alkyldimetihylbenzyl-ammonium cloride,
diethanolamine/DEA). Perlu diketahui, zat kimia ini sering digunakan pada produk
pembersih perawatan tubuh untuk menjaga pH (derajat keasaman) formula. Dapat
menyebabkan reaksi alergi, iritasi mata, kekeringan, dan toksik jika digunakan dalam waktu
lama. Zat karsinogen ini telah dilarang di Eropa tapi masih ditemukan pada formula
kosmetik.
9. Chlorinated trisodium phospate (chlorinated TSP). Zat kimia ini merupakan zat
karsinogenik.
10. Sodium lauryl sulfate (SLS). Zat kimia ini dapat mengubah sistem imun (kekebalan) dan
menyebabkan kerusakan pada mata, saluran cerna, sistem saraf, paru-paru dan kulit.
Umumnya ditemukan pada produk berbusa untuk perawatan tubuh. Mungkin terdaftar
sebagai komponen produk semi natural yang diklaim berasal dari minyak kelapa.
11. Sodium laureth sulfate (SLES). Bila dikombinasi dengan bahan lain, zat kimia ini
membentuk zat nitrosamin dan mempunyai efek karsinogen pada tubuh. Perlu kehati-hatian
terhadap produk semi natural yang diklaim berasal dari minyak kelapa.
3. Limbah deterjen
Limbah deterjen merupakan sisa hasil perendaman cucian. Limbah deterjen masih
mengandung bahan kimia yang berbahaya bagi lingkungan jika dibuang sembarangan.












B. Pestisida





Gambar 2.2 Pestisida
Sumber : (www.google.com)

1.Pengertian pestisida
Pestisida adalah bahan yang digunakan untuk mengendalikan, menolak, memikat, atau
membasmi organisme pengganggu. Nama ini berasal dari pest ("hama") yang diberi
akhiran -cide ("pembasmi"). Sasarannya bermacam-macam, seperti serangga, tikus, gulma,
burung, mamalia, ikan, atau mikrobia yang dianggap mengganggu. Pestisida biasanya, tapi
tak selalu, beracun. dalam bahasa sehari-hari, pestisida seringkali disebut sebagai "racun".
Menurut Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1973, tentang Pengawasan atas
Peredaran dan Penggunaan Pestisida yang dimaksud dengan Pestisida adalah sebagai
berikut ;
Semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang digunakan untuk
memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit-penyakit yang merusak tanaman,
memberantas rerumputan, mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak
diinginkan, mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman
tidak termasuk pupuk, memberantas atau mencegah hama-hama air, memberantas atau
mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia atau
binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah dan air.



2. Macam-macam pestisida
a. insektisida (serangga)
b. fungisida (fungi/jamur)
c. rodentisida (hewan pengerat/Rodentia)
d. herbisida (gulma)
e. akarisida (tungau)
f. bakterisida (bakteri)
3. Bahaya Pestisida
Tabel 2.1 Jenis Pestisida dan potensi bahaya bagi kesehatan manusia
No. Jenis Pestisida Jenis Potensi Bahaya Pada Kesehatan Manusia
1 Asefat Insektisida Kanker, mutasi gen, kelainan alat reproduksi
2 Aldikard Insektisida Sangat beracun pada dosis rendah
3 BHC Insektisida Kanker, beracun pada alat reproduksi
4 Kaptan Insektisida Kanker, mutasi gen
5 Karbiral Insektisida Mutasi gen, kerusakan ginjal
6 Klorobensilat Insektisida Kanker, mutasi gen, keracunan alat reproduksi
7 Klorotalonis Fungisida Kanker, keracunan alat reproduksi
8 Klorprofam Herbisida Kanker, mutasi gen, pengaruh kronis
9 Siheksatin Insektisida Karsinogen
10 DDT Insektisida Cacat lahir, pengaruh kronis
Sumber : Pesticide Action Network (PAN) Indonesia
Selain itu bahan kimia yang terkandung dalam pestisida tersebut sangat sulit terurai oleh
lingkungan (Sutikno).
C. Bahan pestisida alami
Bahan pestisida alami merupakan bahan alami yang berasal dari tumbuhan dan dapat
dimanfaatkan sebagai pestisida. Yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan tersebut
diantaranya adalah tumbuhan beracun dan berbau tajam. Berikut adalah bahan kimia alami
yang digunakan oleh penulis.


1. Kecubung

Klasifikasi ilmiah

Kerajaan: Plantae

(tidak termasuk) Eudicots

(tidak termasuk) Asterids

Ordo: Solanales

Famili: Solanaceae

Genus: Datura

Spesies: D. metel



Gambar 2.3 Kecubung
Sumber : (www.google.com)
Kecubung adalah tumbuhan penghasil bahan obat-obatan yang telah dikenal sejak ribuan
tahun. Sebagai anggota suku Solanaceae, tumbuhan ini masih sekerabat dengan datura,
tumbuhan hias dengan bunga berbentuk terompet yang besar. Kecubung biasanya
berbunga putih dan atau ungu, namun hibridanya berbunga aneka warna.
Rasanya pahit, pedas, sifatnya hangat, beracun (toksik), masuk meridian jantung, paru dan
limpa. Kecubung berkhasiat antiasmatik, antibatuk (antitusif), antirematik, penghilang nyeri
(analgesik), afrodisiak dan pemati rasa (anestetik)

Kecubung mengandung 0.3-0.4 % alkaloid (sekitar 85 % skopolamin dan 15 %
hyoscyamine), hycoscin dan atropin (tergantung pada varietas, lokasi dan musim). Zat
aktifnya dapat menimbulkan halusinasi bagi pemakainya. Jika alkaloid kecubung diisolasi
maka akan terdeteksi adanya senyawa methyl crystalline yang mempunyai efek relaksasi
pada otot gerak.
Kecubung termasuk bahan beracun terutama bijinya, mengandung alkaloid yang berefek
halusinogen. Dengan demikian dapat dijadikan sebagai pestisida.
2. Lempuyang
Klasifikasi ilmiah

Kerajaan: Plantae

(tidak termasuk) Eudicots

(tidak termasuk) Asterids

Ordo: Solanales

Famili: Solanaceae

Genus: Datura

Spesies: D. metel


Gambar 2.4 Lempuyang
Sumber : (www.google.com)
Lempuyang meupakan bahan alami yang sering digunakan sebagai obat demam, asam
urat, dan obat sakit perut oleh masyarakat tradisional. Cirri khas dari lempuyang adalah
mengandung bau yang menyengat sehingga membuat kepala pusing dan mual. Sehingga
sangat cocok digunakan sebagai pestisida untuk membasmi seranga.
Tumbuhan ini memiliki cirri khas yang bau yang sangat tajam dan berasa pahit, sehingga
dapat dimanfaatkan sebagai pestisida.




BAB III
METODOLOGI PENULISAN

A. Metode Penulisan

Dalam melakukan penulisan ini, penulis menggunakan metode deskriptif kualitatif. Metode
deskriptif kualitatif adalah metode penelitian/penulisan non hipotesis yang bertujuan
menggambarkan keadaan menggunakan data berupa kualitatif (Arikunto: 1998; 245).
Metode ini dipilih karena menyangkut upaya penulis untuk mengetahui seberapa besar
potensi limbah deterjen untuk digunakan sebagai pestisida alami. Sebagian besar data
yang diperoleh untuk mengetahui potensi tersebut adalah dari literatur. Dalam penulisan ini,
metode deskriptif kualitatif mempermudah penulis untuk mengetahui potensi limbah
deterjen sebagai pestisida alami.

B. Instrumen Penulisan

Pada penulisan ini, penulis menggunakan beberapa instrumen penulisan, yaitu :
1. Kajian literatur : adalah instrumen yang digunakan untuk memperoleh data sekunder.
Data sekunder dapat diperoleh dari majalah ilmiah, buku-buku, dan internet. Sebagian
besar data yang digunakan dalam karya tulis ini adalah data sekunder.
2. Foto : adalah instrumen yang digunakan untuk menelaah segi-segi subjektif dan hasilnya
dianalisis secara induktif yaitu menganalisis data khusus untuk mendapatkan gambaran
yang bersifat umum. Pada penulisan ini, foto diperoleh dari foto yang dihasilkan orang lain
maupun penulis sendiri.




C. Kegiatan Penulisan

Kegiatan penulisan dilakukan pada bulan Februari 2010. Berikut disajikan kegiatan-
kegiatan yang telah dilakukan dalam penulisan ini.

Tabel 3.1
Kegiatan Penulisan

No. Kegiatan Waktu Tempat
1. Merumuskan judul dan rumusan masalah. 1 Februari 2010 SMA Negeri 1 Ponorogo
2. Mencari literatur dari buku-buku, majalah ilmiah dan internet. 2-5 Februari 2010
Menyesuaikan
3. Pengolahan data dan penyusunan karya tulis. 6-9 Februari 2010 SMA Negeri 1
Ponorogo

BAB V
PENUTUP


A. Kesimpulan

Berdasarkan prosedur yang telah dilakukan, maka penulis dapat menyimpulkan hal-hal
sebagai berikut :

1. Limbah deterjen mempunyai potensi yang baik untuk digunakan sebagai pestisida
karena mengandung bahan karsinogenik berupa Linear Alkyl Benzene Sulfonate (LAS)
relatif mudah didegradasi secara biologi.
2. Pemanfaatan limbah detergen sebagai pestisida dilakukan dengan cara menambahkan
sari rebusan lempuyang dan buah kecubung pada 10 liter limbah deterjen.
3. Pestisida berbahan dasar limbah detergen lebih murah, mudah, dan ramah lingkungan
dibandingkan pestisida sintetik.

B. Saran

Penulis memberikan saran untuk menindaklanjuti hasil penulisan dalam karya tulis ini, yaitu
:
1. Hendaknya gagasan pestisida dari limbah detergen ini segera disosialisasikan kepada
pihak-pihak terkait (misalnya masyarakat, pemerintah, dan peneliti-peneliti di bidang
kesehatan).
2. Hendaknya gagasan pestisida dari limbah detergen ini segera direalisasikan
pelaksanaannya.
3. Hendaknya dilakukan penelitian lanjutan mengenai gagasan pestisida dari limbah
detergen ini.
4. Hendaknya usaha untuk mengatasi permasalahan pencemaran lingkungan akibat
pestisida sintetik di Indonesia lebih digencarkan lagi.




DAFTAR PUSTAKA
Girsang, Warlinson. 2009. Dampak Negatif Penggunaan Pestisida. Pematang Siantar :
Disertasi Universitas Simalungun.
Suharsini, Arikunto. 1998. Prosedur Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta.
Matoa. 2008. Cermati Sabun dan Deterjen yang Anda Gunakan (online),
(http://matoa.org/2008/11/cermati-sabun-dan-deterjen-yang-anda-gunakan/ diakses 4
Februari 2010)
_____. 2009.Deterjen Ramah Lingkungan (online),
(http://4humanity.wordpress.com/2009/deterjen-rama-lingkungan diakses 4 Februari 2010)
Wikipedia. 2009. Detergen (online), (http://id.wikipedia.org/wiki/Detergen diakses 4 Februari
2010)
Wikipedia. 2009. Lempuyang (online), (http://id.wikipedia.org/wiki/Lempuyang diakses 4
Februari 2010)
Wikipedia. 2009. Kecubung (online), (http://id.wikipedia.org/wiki/Kecubung diakses 4
Februari 2010)
Wikipedia. 2009. Pestisida (online), (http://id.wikipedia.org/wiki/Pestisida diakses 4 Februari
2010)
_____. 2009. Pokok Kecubung (online), (http://www.pikiran-
rakyat.com/cetak/0303/23/1002.htm diakses 4 Februari 2010)
_____. 2009. Manfaat Rimpang Lempuyan Untuk Pengobatan dan Kesehatan (online),
(http://www.klipingku.com/2009/09/manfaat-rimpang-lempuyang-untuk-pengobatan-dan-
kesehatan/ diakses 4 Februari 2010)
Dalimartha , Setiawan. 2009. Kecubung Datura Metel L (online),
(http://habib.blog.ugm.ac.id/tulisan/kecubung-datura-metel-l/ diakses 4 Februari 2010)
_____. 2009. Pestisida Kimia Vs Organik (online), (http://id.wordpress.com/tag/pestisida-
kimia-vs-organik/ diakses 4 Februari 2010

Anda mungkin juga menyukai