Anda di halaman 1dari 13

Perbandingan Efektivitas Drainase Unilateral dengan Drainase Bilateral pada pasien dengan

Keganasan Hilus : Sebuah Laporan Kasus Berbasis Bukti



Pendahuluan
Stasis cairan empedu dapat menyebabkan beberapa gangguan fisiologis. Translokasi bakteri,
kegagalan penghalang usus, dan endotoksin tampaknya memiliki peran penting dalam
perubahan imunologi dan komplikasi septik yang mengikuti empedu gangguan obstruction.
Gangguan hemostasis pada ikterus obstruktif dapat disebabkan oleh malabsorpsi vitamin K,
karena gangguan metabolisme lemak, defisisensi factor koagulasi atau koagulasi konsumtif
dipicu oleh toksisitas langsung sepsis.
1,2
Toksisitas bilirubin ke sel-sel tubular dan pengurangan
volume plasma efektif karena sepsis bilier mengambil bagian dalam disfungsi ginjal dan jantung
pada pasien dengan ikterus obstruktif.
3,4
Drainase bilier mengurangi obstruksi dan
membalikkan patologis kondisi pada pasien dengan ikterus obstruktif. Hal ini dapat melakukan
sebagai kontrol sumber untuk pasien dengan sepsis bilier dan meningkatkan hasil pasien-
relevan umum.
Dekompresi bilier bisa meringankan gejala dan meningkatkan kualitas hidup pasien ikterus
obstruktif akibat keganasan, terutama bagi mereka dengan penyakit dioperasi. Prosedur ini
sangat disarankan sebagai salah satu pendekatan paliatif bagi mereka dengan penyakit
dioperasi. Sementara itu, preopertaive drainase bilier menawarkan sedikit keuntungan dengan
tingkat tinggi pasca prosedural komplikasi pada pasien dengan disease.
5
dioperasi ada
perbedaan yang signifikan dalam mortalitas dan panjang tinggal pada pasien yang dilakukan
drainase billiary perioperatif dan operasi langsung dalam kasus-kasus keganasan periampula ,
meskipun ada resiko yang lebih tinggi morbiditas serius dalam kelompok drainase bilier
perioperatif dibandingkan dengan operasi langsung di .
5
periampula satu studi bagaimanapun,
menunjukkan bahwa drainase bilier, meskipun morbiditas yang lebih tinggi, meningkatkan
risiko infeksi pasca operasi dan penyembuhan luka dengan meningkatkan sistem kekebalan
tubuh dalam penelitian yang melibatkan pasien dengan beroperasi carcinoma.8 ampullary
Endoskopik drainase bilier adalah pengobatan paliatif pilihan untuk obstruksi bilier pada
keganasan hilus. Namun, ada kontroversi mengenai pentingnya drainase kedua lobus hati.
drainase dari kedua sistem terhambat telah sangat menganjurkan karena drainase satu lobus
saja tidak mungkin sepenuhnya menurunkan kadar bilirubin dan tampaknya menjadi penyebab
potensial kolangitis akut, terutama ketika media kontras diberikan ke dalam lobus hati yang
belum di drainase.
7

Pada laporan kasus ini


Kasus Klinis
Pasien Laki-laki, 33 tahun datang dengan keluhan Mata dan seluruh tubuh tanpak kuning sejak
1 bulan SMRS. BAK seperti the, BAB dempul. Demam tidak ada. Penurunan berat badan ada.
Dari pemeriksaan fisik konjungtiva pucat, sklera ikterik. USG abdomen curiga hepatoma dengan
hidrops kandung empedu. Dari pemeriksaan Bilirubin total meingkat HbsAg(+), AFP 102.000, CA
19-9 1200. Dari pemeriksaan CT Abdomen 3 fase didapatkan massa hilus hepar yang
melibatkan segmen 2, 3 ,4 hati susp cholangio Ca. Masalah pada pasien adalah Ikterus
Obstruktif ec Cholangiocarcinoma DD/ Hepatocellular carcinoma. Pada pasien dengan
direncanakan untuk drainase bilier internal paliatif.

Pertanyaan Klinis
Kami mempertanyakan perbandingan efektivitas Drainase Unilateral bila dibandingan Drainase
Bilateral pada pasien dengan Obstruksi Bilier. Untuk menjawab hal ini kami memformulasikan
pertanyaan klinis berikut, Pada pasien dengan obstruksi bilier , bagaimanakah efektivitas
[drainase unilateral] bila dibandingkan [drainase bilateral+ dalam meningkatkan *kesintasan+?

Metodologi
Pencarian jurnal dilakukan dengan menggunakan mesin pencari PubMed pada tanggal 25
Agustus 2014 dengan menggunakan kata kunci *unilateral drainage") OR "unilobar drainage")
AND "bilateral drainage") OR "bilobar drainage") AND "biliary obstruction" OR "malignant
obstructive jaundice" AND survival (tabel 1). Hasil pencarian ditampilkan dalam gambar 1.




Tabel 1. Strategi Pencarian pada 25 Agustus 2014 dengan Bantuan PubMed

Penapisan awal jurnal dikerjakan dengan memasukan kriteria inklusi dan eksklusi. Kami
hanya mengikutsertakan studi pada pasien dewasa yang ditulis dalam bahasa Inggris. Penapisan
berikutnya dikejakan dengan membaca abstrak masing-masing artikel untuk melihat apakah
artikel tersebut difokuskan menjawab pertanyaan klinis. Pada akhirnya kami memasukan 2
studi ke dalam artikel ini.
Kedua studi ditelaah dengan menggunakan kriteria validitas dan relevansi dari Center of
Evidence Based Medicine (CEBM). Hasil akhir penilaian ini dapat dilihat pada tabel 2.






Situs Pencari Kata Kunci Hasil
PubMed Unilateral drainage OR unilobar drainage AND
bilateral drainage OR bilobar drainage AND biliary
obstruction OR malignant obstructive jaundice
159



Gambar 1. Alur Pencarian dan Seleksi Artikel
[unilateral drainage") OR "unilobar drainage") AND
"bilateral drainage") OR "bilobar drainage") AND
"biliary obstruction" OR "malignant obstructive
jaundice" AND survival
Kriteria eksklusi:
Laporan kasus
Studi pada hewan
Studi pada populasi
anak-anak
Kriteria inklusi:
Bahasa Inggris
Studi pada
populasi
dewasa
Studi dalam 5
tahunterakhir

Tabel 2. Telaah Kritis Studi yang Diikutsertakan
Kriteria Iwano dkk
8
Naitoh dkk
9

V
a
l
i
d
i
t
a
s

Sampel representatif yang
jelas dan berada pada
tahap yang sama dalam
perjalanan penyakit
mereka
+ +
Pemantauan yang cukup
lengkap dan panjang
+ +
Kriteria luaran yang
objektif
+ +
Penyesuaian untuk faktor-
faktor prognostic
- -
Total nilai validitas 3 3
Aplikabilitas

Domain + +
Kriteria seleksi:
Unilateral drainage
dibandingkan dengan
bilateral drainage

Penapisan naskah lengkap
285
Pembatasan pencarian
45
2
Penapisan judul dan abstrak
2
Tanggal pencarian:
25 Agustus 2014
Dampak klinis + +
Total nilai aplikabilitas 2 2

Hasil
Kami berhasil menemukan 2 studi yang membandingkan efektivitas Drainase Unilateral dengan
Drainase Dilateral pada pasien dengan Keganasan Hilus . Kedua studi ini merupakan studi
kohort dan dipublikasikan dalam 5 tahun terakhir. Rangkuman ketiga studi ini dapat dilihat di
tabel 3.

Tabel 3. Rangkuman Studi yang Dianalisis
Variabel Iwano et al
8
Naitoh et al
9
Jumlah Peserta
Intervensi
Kontrol

17 pasien
65 pasien

29 pasien
17 pasien
Domain Pasien dengan
Obstruksi Bilier di Hilus
Pasien dengan
Obstruksi Bilier di Hilus
Randomisasi Tidak dikerjakan Tidak dikerjakan
Intervensi Bilateral drainage Bilateral drainage
Kontrol Unilateral drainage Unilateral drainage


Studi Iwano dkk merupakan studi retrospektif yang menilai perbandingan drainase unilateral
dibandingkan dengan drainase bilateral pada pasien dengan obstruksi bilier akibat keganasan
hilus yang tidak dapat direseksi. Pada studi ini total 82 pasien dengan penyempitan bilier
bismuth II dibagi menjadi dua kelompok, 65 pasien kelompok yang menjalani drainase
unilatelateral (uni grup) dan 17 pasien kelompok yang menjalani drainase bilateral (bi grup).
Angka kesintasan pada Uni grup didapatkan 170 hari dan pada Bi grup didapatkan 184 hari (p =
0.322) dimana menunujukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Komplikasi ditemukan
pada 24 pasien (36.9%) pada Uni grup dan 7 pasien (41.2%) pada Bi grup. Komplikasi yang
paling sering adalah obstruksi stent pada kedua kelompok, 17 pasien (26.2%) pada Uni grup dan
5 pasien (29.4 %) pada Bi grup. Penyebab komplikasi kedua tersering adalah kolangitis, 8 pasien
(12.3%) pada Uni grup dan 2 pasien (11.8%) pada Bi grup. Abses hati ditemukan pada 1 pasien
(1.5%) pada Uni grup dan 3 pasien (17.6%) pada Bi grup menunjukkan tingginya kejadiannya
pada Bi grup (p=0.0266).
8
Pada studi Naitoh dkk total 46 pasien dengan obstruksi bilier hilus dibagi menjadi 2 kelompok
Grup A sebnayak 17 pasien menjalani unilateral stenting dan Grup B yang menjalani bilateral
stenting sebanyak 29 pasien. Penyebab dari obstruksi bilier hilus adalah kolangiokarsinima 15
kasus, karsinoma kandung empedu 22 kasus, kolangioseluler karsinoma 2 kasus dan karsinoma
hepatoseluler 1 kasus. Seluruh pasien dinyatakan tidak dapat direseksi berhubungan dengan
ukuran dan perluasan tumor atau kondisi medis umum pasien. Pemasangan stent berhasil
pada 17 pasien (100%) grup A dan 26 pasien (90 %) pada grup B. Keberhasilan drainase dicapai
pada 16 pasien ( 94%) grup A dan 25 pasien (96%) pada grup B. Komplikasi dini terjadi 0 pasien (
0%) pada grup A dan 3 pasien ( 10%) pada grup B. 1 pasien mengalami abses hati 8 hari setelah
tindakan dan diterapi dengan antibiotic intravena. 1 pasien lain mengalami cholangitis 10 hari
setelah tindakan dan dilakukan PTBD. Pada 1 pasien lainnya terjadi kolesistitis akut 20 hari
setelah tindakan dan dilakukan drainase melalui PTGBD. 3 pasien yang mengalami komplikasi
tersebut sembuh setelah terapi. Tidak terdapat kematian yang terkait dengan tindakan.
Komplikasi lanjut terjadi pada 11 pasien ( 65%) pada grup A dan 14 pasien (54%) grup B. pada
analisa Kaplan Meier mennujukkan cumulative stent patency lebih baik pada grup B
dibandingkan grup A (P=0.009) dan median stent patency 210 hari pada grup A dan 488 hari
pada grup B.
9

Diskusi
Pasien dengan obstruksi bilier memiliki banyak risiko komplikasi. Stasis bilier dapat
menyebabkan beberapa masalah fisiologis yang dapat mempengaruhi kondisi umum pasien,
meskipun penyebab utama dari obstruksi itu sendiri. Tidak adanya cairan empedu di usus
menyebabkan flora usus bakteri yang tidak seimbang dengan pertumbuhan berlebih dari
bakteri gram negatif. Kenaikan permeabilitas mukosa oleh sel Kupffer mendorong translokasi
bakteri yang akhirnya menyebabkan endotoxaemia spontan. Gangguan produksi faktor
pembekuan oleh hepatosit rusak, ditambah penyerapan yang buruk dari vitamin K karena tidak
adanya empedu di usus menyebabkan gangguan hemostasis pada ikterus obstruktif. Kehadiran
endotoxaemia bakteri lebih lanjut akan memeprparah gangguan hemostasis dengan aktivasi
kaskade koagulasi.
2

Keganasan pada saluran bilier merupakan salah satu penyebab ikterus obstruktif. Kanker
saluran empedu termasuk cholangiocarcinoma, carcinoma ampullary dan karsinoma yang
berasal dari epitel kandung empedu dan saluran empedu (intrahepatik, perihilar dan distal
saluran empedu).
10,11
Prognosis keganasan saluran empedu tetap suram, hanya sekitar 32
persen selama lima tahun, kesintasan untuk kanker yang lanjut pada kandung empedu dan
hanya 10 persen kesintasan satu tahun untuk penyakit yang lebih lanjut dengan 14 bulan
median survival.
11
Cholangiocarcinoma adalah tumor yang paling umum kedua hepato-
pancreato bilier dan insiden tertinggi berada di wilayah Asia-Pasifik Cholangiocarcinoma adalah
tumor yang paling umum kedua hepato-pancreato bilier dan insiden tertinggi berada di wilayah
Asia-Pasifik, sekitar 100 kali lebih besar daripada di barat. Usia puncak untuk
cholangiocarcinoma adalah dekade ketujuh dan kejadian sedikit lebih tinggi pada laki-laki.
12

Lokasi anatomi cholangiocarcinoma lanjut mengklasifikasikan kanker ini menjadi tiga kategori:
intrahepatik, ekstrahepatik distal dan hilar. Lesi Nonhilar dapat digambarkan sebagai massa
pembentuk, periductal atau intraductal, atau sebagai massa pembentuk campuran dan
periductal. Untuk lesi ekstrahepatik, istilah periductal, massal seperti dan intraductal sesuai
dengan sebutan alternatif sclerosing, nodular dan papiler. Lesi hilus dapat digambarkan dengan
menggunakan klasifikasi Bismuth-Corlette. Tipe I ditemukan di bawah pertemuan duktus
hepatika. Tipe II tumor mencapai pertemuan duktus hepatika. Tipe IIIa dan IIIb tumor
menyumbat saluran hepatik umum dan eitther hak kiri saluran hati, masing-masing. Tumor Tipe
IV adalah multisenter atau mereka melibatkan pertemuan dan kedua duktus hepatikus kanan
dan kiri.
13
Cholangiocarcinoma hilus pertama kali diperkenalkan oleh Klatskin dalam tiga belas kasus
dilaporkan adenokarsinoma duktus hepatik pada bifurkasi nya. Itu diakui sebagai entitas klinis
terpisah karena fitur khas: (1) jenis tumor sering diabaikan selama laparotomi karena kegagalan
untuk mengeksplorasi hati saluran percabangan, (2) hepatoseluler dan atau infeksi
hepatobiliary sekunder akibat obstruksi bilier adalah penyebab umum kematian pada penyakit
ini, daripada invasi tumor atau metastasis jauh dan (3) operasi paliatif bertujuan menghilangkan
obstruksi bilier oleh drainase internal saluran empedu dapat mengembalikan kondisi kesehatan
mejadi baik.
Paliatif drainase bilier diindikasikan untuk pasien dengan dioperasi cholangiocarcinoma hilar.
Menurut British Association of the Study of Liver, tujuan paliatif pada pasien dengan penyakit
tidak dapat dioperasi adalah untuk meningkatkan kualitas hidup dengan menghilangkan icterus
obstruktif, pruritus, kolangitis atau nyeri dan untuk memperpanjang kelangsungan hidup. Di sisi
lain, menggabungkan pra operasi drainase bilier dengan operasi pada pasien dengan penyakit
yang dapat dioperasi menunjukkan peningkatan efek samping yang parah dan berkepanjangan
lama rawat di rumah sakit.
5
Mortalitas pada pasien yang diobati dengan drainase bilier
sebelum operasi tidak secara signifikan berbeda dengan operasi langsung menjalani. Juga,
komplikasi pasca-prosedur lebih tinggi dan tinggal di rumah sakit lebih lama pada pasien
dengan drainase bilier sebelum operasi.
5
demikian, drainase bilier perioperatif untuk pasien
dioperasi tidak dianjurkan untuk dilakukan secara rutin, kecuali ada bukti kolangitis.
14
Kriteria
tidak resektabel meliputi: (1) metastasis jauh (2) keterlibatan bilateral atau kontralateral dari
vena portal, arteri hepatik dan segmen empedu sekunder, dan (3) Kurang dari 30% sisa hati di
masa depan atau kurang dari dua segmen dengan vena portal yang memadai dan arteri hepatik
inflow, dan dengan vena yang memadai dan drainase bilier.
Drainase melalui pemasangan stent drainase merupakan pilihan terapi paliatif pada pasien
dengan cholangiocarcinoma. Penggunaan drainase bilateral atau kedua lobus hati pada
obstruksi bilier hilus masih kontroversial karena drainase unikateral atau satu lobus saja belum
dapat sepenuhnya mengatasi hiperbiliruninemia dana dapat mencetuskan kolangitis.
9

Pada studi oleh Iwano dkk, Pemasangan stent berhasil pada 17 pasien (100%) grup A dan 26
pasien (90 %) pada grup B. Keberhasilan drainase dicapai pada 16 pasien ( 94%) grup A dan 25
pasien (96%) pada grup B. Komplikasi dini terjadi 0 pasien ( 0%) pada grup A dan 3 pasien ( 10%)
pada grup B. 1 pasien mengalami abses hati 8 hari setelah tindakan dan diterapi dengan
antibiotic intravena. Komplikasi dini terjadi 0 pasien ( 0%) pada grup A dan 3 pasien ( 10%) pada
grup B. Tidak terdapat kematian yang terkait dengan tindakan. Komplikasi lanjut terjadi pada 11
pasien ( 65%) pada grup A dan 14 pasien (54%) grup B. Cumulative stent patency lebih baik
pada grup B dibandingkan grup A (P=0.009) dan median stent patency 210 hari pada grup A dan
488 hari pada grup B. Kesintasan kumulatif tidak berbeda bermakna pada kelompok dengan
drainase unilateral dibandingkan dengan drainase bilateral. Rataan kesintasan adalah 166 hari
dan 205 hari berturut turut.
Pada studi oleh Iwano dkk, Angka kesintasan pada Uni grup didapatkan 170 hari dan pada Bi
grup 184 hari (p = 0.322), tidak signifikan bermakna. Komplikasi ditemukan pada 24 pasien
(36.9%) pada Uni grup dan 7 pasien (41.2%) pada Bi grup. Komplikasi yang paling sering adalah
obstruksi stent pada kedua kelompok, 17 pasien (26.2%) pada Uni grup dan 5 pasien (29.4 %)
pada Bi grup. Penyebab komplikasi kedua tersering adalah kolangitis, 8 pasien (12.3%) pada Uni
grup dan 2 pasien (11.8%) pada Bi grup. Abses hati ditemukan pada 1 pasien (1.5%) pada Uni
grup dan 3 pasien (17.6%) pada Bi grup menunjukkan tingginya kejadiannya pada Bi grup
(p=0.0266).
8


Kesimpulan
Drainase unilateral saja kesintasannya yang tidak berbeda bermakna dengan drainase bilateral
pada pasien dengan ubstruk bilier pada hilus. Drainase unilateral memiliki komplikasi abses hati
lebih sedikit dibanidngkan drainase bilateral. Studi ini merupakan studi kohort retrospetif.
Diperlukan studi uji klinis (RCT) untuk mbanding drainase unilateral versus drainase bilateral di
masa dating.





















Daftar Pustaka
1. Nehez L, Andersson R. Compromise of immune function in obstructive jaundice. Eur J
Surg.2002:268:315-28.
2. Papadopolous V, Fillipou D, Manolis E, Mimidis K. Hemostasis impairment in patients
with obstructive jaundice. J Gastroinstestin Liver Dis.2007;16(2):177-86.
3. Betjes M. The pathology of jaundice-related renal insufficiency: cholemic nephrosis
revisited. J Nephrol.2006;19(2):229-33
4. Wadei H, Mai ML, Ahsan N, Gonwa TA. Hepatorenal syndrome: Pathophysiology and
management. Clinical Journal of the American Society of Nephrology 2006;1(5):1066
79.
5. Yuan F, Gurusamy K, Wang Q, Davidson B, Lin H, Xie X, et al. Pre-operative biliary
drainage for obstructive jaundice. Cochrane Database of Systematic
Reviews.2012;9.DOI: 10.1002/14651858.CD005444.pub3.
6. Abdullah S, Gupta T, Jaafar K, Chung Y, Ooi L, Masenas S. Ampullary carcinoma: effect of
perioperative biliary drainage on surgical outcome. World J
Gastroenterol.2009;15(23):2908-12
7. De Palma GD, Galloro G, Siciliano S et al. Unilateral versus bilateral endscopic hepatic
duct drainage in patients with malignan hilar biliary obstruction: results of a prospective,
randomized, and controlled study. Gastrointest. Endosc.2001; 53: 54753.
8. Iwano H1, Ryozawa S, Ishigaki N et al. Unilateral versus bilateral drainage using self-
expandable metallic stent for unresectable hilar biliary obstruction. Dig Endosc. 2011;
23:43-48
9. Naitoh I, Ohara H, Nakazawa T et al. Unilateral versus bilateral endoscopic metal
stenting for malignant hilar biliary obstruction. J. Gastroenterol. Hepatol. 2009; 24: 552
7.
10. Rendi G, Malvezzi M, Levi F, Ferlay J, Negri E, Franceschi S, et al. Epidemiology of biliary
tract cancers: an update. Ann Oncol.2008;
11. Lascano-Ponze E, Miquel J, Munoz N, Herrero R, Ferrecio C, Wistuba I, Alonso de Ruiz P,
et al. Epidemiology and molecular pathology of gallbladder cancer. Cancer J
Clin.2001;51:349-64.
12. Khan S, Toledano B, Taylor-Robinson S. Epidemiology, risk factors, and pathogenesis of
cholangiocarcinoma. HPB.2008;10(2):77-82.
13. Patel T. Cholangicarcinoma. Nat Rev Gastroenterol Hepatol.2006;3(1):33-42.
14. Rerknimitr R, Angsuwatcharakon P, Ratanachu-ek T,

Khor C, Ponnudurai R, Moon J, et al.
Asia Pasific consensus recommendations for endoscopic and interventional
management of hilar cholangiocarcinoma. J Gastroenterol Hepatol.2013;28:593-607

Anda mungkin juga menyukai