Anda di halaman 1dari 3

BAB 1

PENDAHULUAN


1.1 Latar belakang
Antibiotik sampai sekarang masih menjadi obat andalan yang digunakan untuk
kasus-kasus peradangan, oleh karena itu sering digunakan di praktek kedokteran
gigi.
1,2
Penggunaan antibiotik secara sistemik di kedokteran gigi masih dibatasi, sejak
banyak penyakit periodontal dan gigi dapat dikelola dengan intervensi operatif dan
tindakan menjaga kebersihan rongga mulut.
3
Antibiotik di kedokteran gigi
diindikasikan sebagai pengobatan pada kasus peradangan dan sebagai profilaksis
pada pasien yang berisiko terhadap peradangan fokal ataupun peradangan lokal.
2
Sekarang ini penggunaan antibiotik mengalami peningkatan yang cukup besar,
baik di Indonesia maupun di negara-negara maju lain seperti Amerika Serikat.
Antibiotik dapat ditemukan dalam berbagai sediaan, yaitu topikal, oral, maupun
intravena.
1
Hasil penelitian yang dilakukan Al-Haroni dan Skaug di Norwegia, dari
268.834 resep yang ditulis oleh 4765 dokter gigi, menunjukkan bahwa resep dokter
gigi berkontribusi sebesar 8% total konsumsi nasional dari 11 antibiotik, dan secara
berturut-turut 13,5%, 2,8% dan 1,2% dari penggunaan penisilin -laktam, makrolida
dan linkosamida serta tetrasiklin. Kontribusi dokter gigi untuk konsumsi
fenoksimetilpenisilin, spiramisin dan metronidazol jauh lebih tinggi ( 13,2%)
dibandingkan antibiotik lain yang diresepkan (8,6%).
4
Hasil penelitian Akram et.al.
di Malaysia yang dilakukan pada mahasiswa kedokteran gigi tingkat akhir tentang
contoh pengobatan pada pulpitis bahwa amoksisilin merupakan jenis antibiotik yang
paling umum diresepkan (57,7%) dan disusul oleh metronidazol (40,4%). Sementara
jenis antibiotik lain hanya 1,9%.
5

Penelitian yang dilakukan Sundarajah, Chong, dan Lim di Malaysia
menunjukkan peresepan antibiotik oleh dokter gigi berdasarkan keluhan utama
pasien. Dari peresepan yang diberikan selama bulan J anuari-Desember 2001, terdapat
759 peresepan (65,4%) antibiotik untuk keluhan sakit, 121 peresepan (10,4%) untuk

pembengkakan setempat, 45 peresepan (3,9%) untuk fraktur gigi. Peresepan pada
kasus trauma wajah/dental, lepasnya tambalan, dan perdarahan gingiva, secara
berturut-turut, yaitu 0,6%, 0,6% dan 0,9% dari jumlah total peresepan antibiotik.
Pasien yang tidak memiliki keluhan atau yang hanya melakukan pemeriksaan
kesehatan gigi biasa tetapi sesudahnya diberi resep antibiotik, berjumlah 211
peresepan (18,2%).
6
Hasil penelitan Palmer et al tentang pengetahuan peresepan antibiotik pada
1544 dokter gigi di Inggris dan 672 dokter gigi di Skotlandia dengan usia 21-61 tahun
menunjukkan bahwa seluruh responden memiliki pemahaman yang kurang tentang
penggunaan antibiotik dalam praktek kedokteran gigi.
7
Begitu pula, penelitian yang
dilakukan Ahmadi-Motamayel et al tentang pengetahuan mahasiswa tingkat akhir dan
dokter gigi di Iran tentang profilaksis endokarditis infektif yaitu secara berturut-turut
65% dan 56%. Hal ini disebabkan oleh sebanyak 93% mahasiswa dan hanya 56%
dokter gigi menggunakan buku sebagai sumber informasi.

Dokter gigi dan mahasiswa
di Iran tersebut mengetahui bahwa pasien dengan riwayat infektif endokarditis dan
menggunakan katup jantung buatan merupakan kasus yang memerlukan profilaksis
antibiotik.
8
Antibiotik memberikan manfaat yang tidak perlu diragukan lagi. Namun bila
dipakai atau diresepkan secara tidak tepat dapat menimbulkan banyak kerugian.
Menurut Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih, sekitar 92% masyarakat
di Indonesia tidak menggunakan antibiotik secara tepat (Utami, 2012).
1

Resistensi terhadap antibiotik merupakan kerugian yang sangat tidak
diinginkan. Resistensi terhadap antibiotik adalah kekebalan bakteri terhadap
antibiotik yang diberikan. Biasanya, kekebalan ini terjadi pada antibiotik lini pertama,
tetapi juga dapat kebal terhadap antibiotik lini kedua dan ketiga yang merupakan
pilihan antibiotik jika lini pertama tidak mampu membunuh atau menghambat
bakteri. Apabila resistensi terhadap pengobatan terus berlanjut dan tersebar luas,
dunia yang sangat maju dan canggih ini akan kembali ke masa-masa kegelapan
kedokteran saat belum ditemukannya antibiotik.
1



Hal ini menjadi masalah di dunia kesehatan di seluruh dunia. Hingga pada
tahun 2011, WHO menetapkan tema Antimicrobacterial Resistance and its Global
Spread. Oleh karena penelitian dan penemuan antibiotik jenis baru lebih lambat
dibanding resistensi terhadap antibiotik, maka sekarang sedang digalakkan kampanye
dan sosialisasi pengobatan secara rasional, baik pengobatan, dosis, durasi atau
lamanya penggunaan serta biaya yang tepat.
1
Meningkatnya masalah resistensi
terhadap antibiotik menegaskan kebutuhan terhadap rasionalisasi penggunaan
antibiotik. Sangat sedikit informasi yang diketahui dan dipahami oleh dokter gigi
umum mengenai penggunaan antibiotik di praktek klinis sehari-hari.
7
Oleh karena itu, penelitian mengenai tingkat pengetahuan penggunaan
antibiotik perlu dilakukan di RSGM-P FKG USU dengan mengambil sampel
mahasiswa kepaniteraan klinik Departemen Bedah Mulut di RSGM-P FKG USU
periode September 2013-Maret 2014. Alasan untuk memilih subjek ini adalah karena
mahasiswa kepaniteraan klinik nantinya akan menjadi dokter gigi yang dalam praktek
sehari-hari akan meresepkan antibiotik kepada pasien.

1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana tingkat pengetahuan penggunaan antibiotik oleh mahasiswa
kepaniteraan klinik Departemen Bedah Mulut RSGM-P FKG USU periode
September 2013-Maret 2014?

1.3 Tujuan penelitian

1.3.1 Tujuan umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan penggunaan
antibiotik oleh mahasiswa kepaniteraan klinik Departemen Bedah Mulut RSGM-P
FKG USU periode September 2013-Maret 2014.

1.3.2 Tujuan khusus
Tujuan khusus penelitian ini yaitu untuk:

Anda mungkin juga menyukai