dengan :
d = tinggi curah hujan rata-rata
Tahu
No n St Sukonatar St Blambangan CH Rerata Daerah
1 1998 189.00 344.00 266.5
2 1999 536.00 460.00 498.0
3 2000 106.00 344.00 225.0
4 2001 156.00 156.00 156.0
5 2002 213.00 403.00 308.0
6 2003 0.00 102.00 51.0
7 2004 321.00 177.00 249.0
8 2005 105.00 478.00 291.5
9 2006 0.00 0.00 0.0
10 2007 0.00 0.00 0.0
Sumber : Hasil Perhitungan
4.1.2 Curah Hujan Andalan
Curah hujan andalan adalah curah hujan rerata daerah minimum untuk
kemungkinan terpenuhi yang sudah ditentukan dan dapat dipakai untuk keperluan
irigasi. Curah hujan andalan digunakan untuk menentukan curah hujan efektif yang
merupakan curah hujan yang digunakan oleh tanaman untuk pertumbuhan. Curah hujan
andalan untuk tanaman padi ditetapkan sebesar 80 % sedangkan untuk tanaman
palawija sebesar 50 %. Langkah-langkah dalam penentuan curah hujan andalan yaitu :
1. Urutkan data curah hujan rerata daerah bulanan dari kecil ke besar.
2. Tentukan curah hujan andalan dengan rumus :
n
- R= + 1 (untuk keandalan sebesar 80 %)
5
n
- R= + 1 (untuk keandalan sebesar 50 %)
2
Keterangan :
[1] : Bulan
[2] : Periode Persepuluh Harian
[3] : Jumlah Hari Perperiode
[4] : Curah hujan andalan dengan probabilitas 80 %
[5] : Curah hujan andalan dengan probabilitas 50 %
[6] : 0.7 * [4]
[7] : [6] / [3]
[8] : [5] / [3]
4.2 Ketersediaan Air Sungai
Analisis ketersediaan air atau analisis potensi air dapat dilakukan dengan
menggunakan berbagai alternatif data dasar antara lain :
a. Berdasarkan data runtut – waktu (time series) dari data debit aliran yang ada
(historis), bilamana data tersebut tersedia.
b. Jika tidak tersedia data debit, atau jika ternyata data debit yang ada hanya mencakup
kurang dari lima tahun, maka perkiraan potensi sumber daya air dilakukan
berdasarkan data curah hujan, iklim dan kondisi DAS dengan menggunakan model
hujan-aliran (rainfall – runoff model)
Untuk analisis ketersediaan air permukaan, digunakan sebagai acuan adalah
debit andalan (dependable flow).
4.2.1 Debit Andalan
Debit andalan adalah suatu besaran debit pada suatu titik kontrol (titik tinjau) di
suatu sungai dimana debit tersebut merupakan gabungan antara limpasan langsung dan
aliran dasar. Debit ini mencerminkan suatu angka yang dapat diharapkan terjadi pada
titik kontrol yang terkait dengan waktu dan nilai keandalan.
Untuk menentukan besarnya debit andalan dibutuhkan seri data debit yang
panjang yang dimiliki oleh setiap stasiun pengamatan debit sungai. Metode yang sering
dipakai untuk analisis debit andalan adalah metode statistik (rangking). Besarnya
keandalan yang diambil untuk penyelesaian optimum penggunaan air di berbagai
kebutuhan adalah sebagai berikut (Soemarto, 1993) :
Tabel 4.28 Besarnya Debit Andalan untuk Berbagai Kebutuhan
No Kebutuhan Peluang (%)
1. Air Minum 99
2. Air Industri 95 - 98
3. Air Pertanian
Daerah beriklim setengah lembab 70 – 85
Daerah beriklim kering 80 – 95
4. Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) 85 - 90
Sumber : Soemarto, 1993
Penetapan rangking dilakukan menggunakan analisis frekuensi/probabilitas
dengan rumus Weibul. Persamaan Weibull adalah: (Soemarto, 1993)
m
P ( Xm ) = , atau
N +1
N +1
T ( Xm ) =
m
dengan :
Xm = kumpulan nilai/debit yang diharapkan terjadi dengan keandalan tertentu
P ( Xm ) = probabilitas
m
P ( Xm ) = .
N +1
3. Tentukan debit dengan probabilitas 80 % dengan cara interpolasi.
Tabel 4.29 Data Debit Rerata Bulanan Tahun 1998 - 2007 Sungai Bomo
Tahun
Jan Fe
1998 1.72 4.2
1999 4.78 6.8
2000 4.15 4.7
2001 1.58 0.8
T ab el 4
N o
4.2.2 Air Yang Tersedia
Air yang tersedia merupakan debit dengan kendalan 80 % yang siap digunakan
dalam mengairi daerah irigasi. Adapun jumlah air yang tersedia untuk mengairi Daerah
Irigasi Bomo sebagai berikut.
Tabel 4.31 Jumlah Air Yang Tersedia Setiap Bulan
Periode
Bulan
I II III
Januari 0.003 0.003 0.003
Februari 1.822 1.822 1.822
Maret 2.244 2.244 2.244
April 1.259 1.259 1.259
Mei 0.534 0.534 0.534
Juni 0.276 0.276 0.276
Juli 0.134 0.134 0.134
Agustus 0.067 0.067 0.067
September 0.034 0.034 0.034
Oktober 0.017 0.017 0.017
November 0.009 0.009 0.009
Desember 0.006 0.006 0.006
Sumber : Hasil Perhitungan
No Tahun
Jan
1 1998 1007
T ab el 4
O
e aw
S uC h ) u Uf (R
B u la n
4.3.2 Kebutuhan Air untuk Pengolahan Tanah dan Persemaian
Waktu atau lamanya pekerjaan pengolahan tanah dipengaruhi oleh jumlah
tenaga kerja, hewan pengolah dan peralatan yang digunakan. Dalam studi ini lamanya
waktu penyiapan tanah (T) adalah 30 hari. Kebutuhan air untuk pengolahan tanah
pembibitan adalah 250 mm, 200 mm digunakan untuk penjenuhan dan pada
pembibitan akan di tambahi 50 mm.
4.3.3 Perkolasi
Perkolasi adalah gerakan air ke bawah dari daerah tidak jenuh kedalam daerah
jenuh. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkolasi adalah tekstur tanah, permeabilitas
tanah, tebal lapisan tanah bagian atas dan letak permukaan tanah. Harga perkolasi dari
berbagai jenis tanah dapat dilihat pada Tabel 4.38.
Tabel 4.38 Harga Perkolasi dari berbagai jenis tanah
Perkolasi vetikal
No Macam Tanah
(mm/hr)
1. Sandy loam 3-6
2. Loam 2-3
3. Clay 1-2
Sumber : Soemarto, 1987 :80
Melihat kondisi jenis tanah di Daerah Irigasi Bomo yang dijumpai pada
umumnya adalah regosol kelabu, aluvial coklat keabu-abuan dan sebagian litosol,
tekstur tanah kasar sampai halus, ketebalan bahan organik di persawahan umumnya
kurang dari 50 cm dan terletak pada topografi yang hampir datar maka dapat ditentukan
besarnya perkolasi adalah 3,5 mm/hari.
4.3.4 Kebutuhan Air Untuk Penyiapan Lahan
Kebutuhan air untuk penyiapan lahan umumnya sangat menentukan kebutuhan
maksimum air irigasi. Bertujuan untuk mempermudah pembajakan dan menyiapkan
kelembaban tanah guna pertumbuhan tanaman. Metode ini didasarkan pada kebutuhan
air untuk mengganti kehilangan air akibat evaporasi dan perkolasi di sawah yang sudah
dijenuhkan selama periode penyiapan lahan. Faktor-faktor penting yang menentukan
besarnya kebutuhan air untuk penyiapanlahan adalah lamanya waktu yang dibutuhkan
untuk menyelesaikan penyiapan lahan dan jumlah air yang diperlukan untuk penyiapan
lahan.
Tabel 4.39 Kebut
E
Bulan
mm
[1]
4.3.5 Pergantian Lapisan Air (Water Level Requirement)
Pergantian lapisan air erat hubungannya dengan kesuburan tanah. Beberapa saat
[
setelah penanaman, air yang digenangkan di permukaan sawah akan kotor dan
Januari
mengandung zat-zat yang tidak lagi diperlukan tanaman, bahkan akan merusak
tanaman. Air genangan ini perlu dibuang agar tidak merusak tanaman di lahan. Saat
pembuangan lapisan genangan, sampah-sampah yang ada di permukaan air akan
Februari
tertinggal, demikian pula lumpur yang terbawa dari saluran saat pengairan. Air
genangan yang dibuang perlu diganti dengan air baru yang bersih.
Pergantian lapisan air hanya diperlukan untuk tanaman padi sedang pada
palawija proses ini tidak diperlukan. Pergantian lapisan air diperlukan pada saat terjadi
Maret
pemupukan dan penyiangan yaitu satu sampai dua bulan setelah pembibitan. Pergantian
lapisan air diperkirakan sebesar 50 mm. Bila digunakan periode 10 harian maka WLR
sebesar 50 mm dibagi menjadi 30 hari yaitu sebesar 1,67 mm/hari.
April
4.3.6 Efisiensi Irigasi
Efisiensi irigasi adalah prosentase jumlah air yang keluar dibandingkan dengan
jumlah air yang masuk. Besarnya efisiensi rerata pda DI Bomo saat ini adalah sebagai
berikut :
Mei
1. Jaringan tersier = 80%
2. Jaringan sekunder = 90%
3. Jaringan Primer = 90%
Efisiensi keseluruhan dapat ditentukan sebesar 0,8*0,9*0,9 = 0,648.
4.3.7 Pola Tata Tanam Kondisi Eksisting
Pola tata tanam tahunan meliputi hat-hal yang dilakukan pada areal tanam
selama jangka waktu satu tahun. Adapun kondisi pola tata tanam pada saat ini di DI
Bomo adalah Padi - Palawija - Palawija sedangkan perhitungan selengkapnya dapat
dilihat pada tabel di halaman berikutnya.
Okt Nov
1 2 3 1 2 3 1
4.4 Usulan Pola Tata Tanam
Untuk dapat meningkatkan efisiensi pemakaian air irigasi terutama dalam
keadaan debit terbatas, maka perlu diadakan pengaturan pola tanam. Alternatif yang
diusulkan adalah memodifikasi pola tanam yang ada.
Dalam memodifikasi pola tata tanam ada beberapa hal yang harus diperhatikan.
Selain melihat pada faktor utama berupa ketersediaan air yang dapat disuplai selama 3
periode masa tanam, juga harus melihat faktor lain berupa pemilihan jenis tanaman dan
pola tanam yang harus memperhatikan hal-hal berikut :
1. Dapat memberikan hasil optimal bagi petani.
2. Memperhatikan tenaga kerja yang tersedia.
3. Sesuai dengan kebiasaan yang ada dan dapat diterima oleh masyarakat petani
setempat.
4. Kondisi yang ada di masyarakat.
Penentuan awal tanam didasarkan pada ulan-bulan awal saat penduduk mulai
bekerja menggarap sawah, dengan pemikiran bahwa :
1. Pergantian musim kemarau ke musim hujan (musim tanam 1) diharapkan
dengan awal tanam pada awal musim hujan lebih menjamin ketersediaan air bagi
tanaman.
2. Adanya ketersediaan air pada awal musim tanam 1 memungkinkan awal tanam
yang baik pada musim tanam 2, dimana saat itu debit yang tersedia masih cukup
untuk padi. Sedangkan tanaman palawija tidak memutuhkan terlalu banyak air,
sehingga waktu tanamnya saat musim tanam 3 dimana saat itu debit yang tersedia
mulai berkurang.
Waktu yang dibutuhkan untuk pengolahan lahan baik untuk musim hujan
maupun musim kemarau adalah 1 bulan dan 5 sampai 15 hari untuk palawija.
Dengan memperhatikan hal-hal tersebut diatas, maka diusulkan pola tata tanam
dengan penerapan sistem golongan dengan membagi daerah irigasi menjadi 3 golongan.
Usulan alternatif 1 memulai awal tanam pada Bulan Oktober periode 1 untuk golongan
1 dan untuk golongan lain bergeser 1 periode (10 harian). Alternatif 2 memulai awal
tanam pada Bulan Oktober periode 2, alternatif 3 dan seterusnya bergeser 1 periode (10
harian). Adapun usulan luas tanam tiap jenis tanaman yaitu :
MT 1 (904.9 Ha) MT 2 (904.9 Ha) MT 3 (904.9 Ha)
Golongan
Padi 1 Palawija 1 Padi 2 Palawija 2 Palawija 3
294.05 149.15
Golongan 1 7 41.196 9 186.094 409.050
250.01 105.12
Golongan 2 9 42.617 2 187.515 251.390
234.39
Golongan 3 3 42.617 89.496 187.515 244.460
4.5 Pemilihan Alternatif
Penentuan alternatif dilakukan dengan memperhatikan faktor-faktor yang
menentukan penentuan seuah pola tata tanam baik itu faktor teknis maupun faktor non
teknis. Faktor teknis antara lain mengacu pada neraca air, yaitu keseimbangan antara
kebutuhan air tanaman dan ketersediaan air dibendung, awal musim penghujan dan
kemarau. Sedangkan faktor non teknis antara lain adalah dapat memberikan hasil
optimal bagi petani, ketersediaan tenaga kerja, sesuai dengan kondisi dan kebiasaan
petani setempat.
Dari ketujuh alternatif yang diusulkan, faktor-faktor non teknis semuanya
dianggap sama dan memadai sehingga tidak menjadi pertimbangan utama. Seperti telah
diuraikan diatas, hal utama yang menjadi masalah di daerah studi adalah ketersediaan
air. Besarnya kebutuhan air yang dapat dipenuhi dapat dilihat pada perhitungan neraca
air. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa alternatif 7 memiliki neraca air yang tingkat
ketersediaan airnya lebih banyak dibanding alternatif lainnya. Sehingga dapatlah
diambil kesimpulan bahwa alternatif 7 mempunyai jaminan ketersediaan air yang lebih
baik dibanding alternatif lainnya.