Anda di halaman 1dari 12

1.

Pendahuluan
Ruang lingkup dari usaha inovatif untuk mengatasi beberapa kendala
dalam penyediaan energy di Indonesia menjadi sebuah topic kajian yang utama
untuk masa sekarang. Perlu diadakan lebih banyak studi penelitian untuk
menyediakan sumber daya energy yang dapat mencukupi kebutuhan
masyarakat. Salah satu sumber energy yang membutuhkan perhatian adalah
energy hidrokarbon.
Diperlukan partisipasi aktifdari komponen masyarakat intelektual dalam
memberikan solusi atas permasalahan tersebut. Dalamusaha untuk
menemukan cadangan sumber daya energy hidrokarbon, salah satunya ialah
dengan melihat karakteristik petrografi batuan pada suatu daerah.
Analisis sayatan tipis petrografi termasuk scanning electron microscope
(SEM) dan difraksi sinar-X (XRD) atas perconto batuan inti-bor sebagai metode
utama yang dipakai, kemudian hasilnya dikombinasikan dengan data deskripsi
megaskopis batuan reservoir, log dan test sumur. Analisis petrografi merupakan
salah satu metode analisis yang akurat dan relatif cepat dengan biaya yang
kompetitif serta hasilnya dapat diaplikasikan baik di bidang geologi maupun
teknik reservoir / produksi.
1.1. Petrografi Batuan Sedimen

Terbentuk dari proses sedimentasi. Di dalam proses sedimentasi
berlangsung proses erosi, transportasi, sedimentasi dan litifikasi. Batuan
vulkanik tidak termasuk di dalam kelompok batuan sedimen, karena dihasilkan
langsung dari aktivitas gunungapi, tidak ada proses erosi. Terdiri dari:
Batuan sedimen klastik; didiskripsi berdasarkan komposisi dan fraksi
butirannya
Batuan sedimen non-klastik --- menyesuaikan dengan kondisi
batuannya
Batuan sedimen klastik fragmental
Struktur sedimen:
Masif : tidak dijumpai struktur yang lain dalam >40 cm
Gradasi : diameter butir fining up (menghalus ke atas(, dan
gradasi terbalik jika diameter butir coarsing up
(mengasar ke atas)
Berlapis : memiliki struktur perlapisan >2 cm
Laminasi : perlapisan dengan tebal lapisan < 2 cm
Silangsiur : struktur lapisan saling memotong dengan lapisan yang
lain, jika tebal silangsiur <2 mm disebut
crosslammination
Antidune: berlawanan arah dengan arah sedimentasi
Dune: searah dengan sedimentasi
Tekstur sedimen
Hubungan antar butir (kemas): terbuka / tertutup
Pemilahan/keseragaman ukuran butir (Sortasi): baik, buruk atau
sedang
Diameter butir (dengan menggunakan parameter Wentworth
grain size analizer)
Komposisi:
Fragmen : litik / kristal mineral
Matriks : lempung / lanau / pasir
Semen : silika / karbonat / oksida besi


Gambar VI.7. Klasifikasi batuansedimen (Dott, 1964 dan Raymond, 1995)

Contoh sayatan tipis batuan sedimen


Foto sayatan tipis batugamping kalkarenit pada nikol silang



Foto sayatan tipis batugamping Ooid pada nikol silang


Foto sayatan tipis batugamping pada nikol silang

1.2. Porositas Batuan Karbonat

Porositas adalah perbandingan antara volume rongga dengan volume
total batuan (dinyatakan dalam persen). Porositas dapat diuji dengan
meneteskan cairan (air) ke dalam batuan. Istilah yang dipakai adalah porositas
baik (batuan menyerap air), porositas sedang (diantara baik-buruk), dan
porositas buruk (batuan tidak menyerap air).
Macam-macam porositas berdasarkan waktu terbentuknya :
Porositas Primer : terbentuk pada saat diendapkan-diagenesis awal,
contoh interkristalin, intagranular
Porositas Sekunder : terbentuk selama diagenesis lanjut mesogenesis-
telogenesis, contoh porositas yang terbentuk akibat retakan/fracturing,
pengkerutan/shrinkage, dan pelarutan (butiran, semen, matriks)
Choquete and Pray (1970) mengklasifikasikan porositas batuan karbonat
berdasarkan tiga kelompok yaitu tipe fabric selective, tipe not fabric selective
dan tipe fabric selective or not.

















Tipe-tipe porositas karbonat (Choquete and Pray, 1970)
Dapat dilakukan perkiraan secara visual dengan menggunakan peraga
visual. Penentuan ini bersifat semi kuantitatif dan dipergunakan suatu skala
sebagai berikut :

0 5% dapat di abaikan (negligible)
5 10 % buruk (poor)
10 15% cukup (fair)
15 20 % baik (good)
20 25% sangat baik (very good)
25% istimewa (excellent)

Pemeriksaan secara mikroskopi untuk jenis porositas dapat pula dilakukan
secara kualitatif. Antara lain ialah jenis :

1) Antar butir (intergranuler), yang berarti bahwa pori pori yang didapat
di antara butir butir.
2) Antar Kristal (interkristalin), dimana pori pori berada di atara kristal
kristal.
3) Celah dan rekah, yaitu rongga terdapat di antara celah celah.
4) Bintik bintik jarum (point point porosity), berarti bahwa pori pori
merupakan bintik bintik terpisah pisah, tanpa kelihatan
bersambungan.
5) Ketat (thigt), yang berarti butir butir berdekatan dan kompak
sehingga pori pori kecil sekali dan hamper tidak ada porositas.
6) Padat (dense), berarti batuan sangat kecil sehingga hamper tidak ada
porositas.
7) Growing (vugular), yang berarti rongga rongga besar berdiameter
beberapa mili dan kelihatan sekali bentuk bentuknya tidak beraturan,
sehingga porositas besar.
8) Bergua gua (cavernous), yang berarti rongga rongga besar sekali
malahan berupa gua gua, sehingga porositas sangat besar.

2. Metode

Penelitian dilakukan dengan beberapa tahap yaitu :
1. Studi Pustaka
Tahap meliputi studi tentang geologi regional dan referensi lain yang
berkaitan dengan satuan batuan yang terdapat di daerah penelitian
secara regional.
2. Pengambilan Data Lapangan
Dilakukan pengambilan data lapangan pada lokasi penelitian yang
secara administrative terletak di Daerah Bulubulu Kecamatan Mallawa
Kabupaten Maros Provinsi Sulawesi Selatan. Adapun kegiatan dalam
tahapan ini yaitu pengambilan sampel batuan, pencatatan data
lapangan, pengukuran data lapangan, serta dokumentasi stasiun
pengamatan.
3. Analisa Petrografis
Tahap ini dilakukan dengan mengambil beberapa sampel batuan yang
kemudian dibuat sebagai sampel pengamatan petrografis. Adapun
sampel petrografis batuan yaitu stasiun pengamatan nomor 7, 19, 21,
31, dan 41.

3. Hasil dan Pembahasan

Dari beberapa tahapan penelitian yang telah dilakukan, dapat diperoleh
beberapa informasi pada daerah penelitian berupa :

3.1. Stratigrafi Daerah Penelitian

Pengelompokan dan penamaan satuan batuan pada daerah penelitian
didasarkan atas litostatigrafi tidak resmi dan litodemik dengan bersendikan
pada ciri litologi, dominasi batuan, keseragaman gejala litologi, hubungan
stratigrafi antara batuan yang satu dengan batuan yang lain, serta hubungan
tektonik batuan, sehingga dapat disebandingkan baik secara vertikal maupun
lateral dan dapat dipetakan dalam 1 : 25000 (Sandi Stratigrafi Indonesia, 1996).
Berdasarkan pengelompokan dan penamaan satuan batuan berdasarkan
atas litostratigrafi tidak resmi dan litodemik, maka daerah penelitian dibagi atas
enam satuan batuan, dari muda sampai yang tertua terdiri dari :
1. Satuan intrusi granodiorit
2. Satuan andesit porfiri
3. Satuan tufa
4. Satuan basal porfiri
5. Satuan batugamping
6. Satuan batupasir


Adapun satuan yang dijadikan objek penulisan adalah satuan
batugamping.

3.2. Satuan Batugamping

Pembahasan tentang satuan batugamping pada daerah penelitian
meliputi uraian mengenai dasar penamaan, penyebaran dan ketebalan, ciri
litologi meliputi karakteristik megaskopis dan petrografis, hubungan stratigrafi
dengan satuan batuan lainnya.


3.2.1. Dasar Penamaan
Dasar penamaan satuan batugamping yaitu berdasarkan pada
litostratigrafi tidak resmi yang berdasarkan atas ciri litologi, kandungan mineral,
dan penyebaran yang mendominasi pada satuan batuan ini secara lateral serta
dapat terpetakan dalam sekala peta 1: 25.000.
Penamaan dilakukan dengan dua cara yaitu penamaan batuan secara
megaskopis dengan menentukan secara langsung ciri fisik dan komposisi
material yang dapat teramati oleh mata. Cara yang kedua adalah dengan
menggunakan mikroskop polarisasi pada sayatan tipis batuan, sehingga dapat
diamati komposisi mineral beserta sifat optik batuan secara spesifik, kemudian
penamaan batuan menggunakan klasifikasi batugamping Dunham (1962).
Litologi yang menyusun satuan ini yaitu batugamping. Lokasi
penyebaran satuan batuan ini yaitu hampir mendominasi dari keseluruhan
lokasi penelitian mulai dari daerah Desa Lappasabila hingga Tatumpung.

3.2.2. Penyebaran dan Ketebalan

Penyebaran satuan ini menempati sekitar 69,41 % dari luas keseluruhan
daerah penelitian atau sekitar 28.44 km. Berada pada daerah desa
Lappasabila hingga ke desa Tatumpung. Dengan jurus perlapisan relatif
Utaratimurlaut Selatanbaratdaya selatan dengan kemiringan dip relatif 14 -
24.
Berdasarkan hasil perhitungan ketebalan pada penampang geologi C
D dengan mengukur batas bawah dan batas atas lapisan pada penampang
geologi maka diperoleh ketebalan satuan batugamping ini + 1000 meter.

3.2.3. Ciri litologi

Litologi batugamping ini dijumpai pada daerah Bilabilae, Bancee,
Lappasabila, Jampue, Bulubulu dan Tatumpung. Ciri fisik batugamping tersebut
berupa warna segar abu - abu kecoklatan hingga putih, warna pada saat lapuk
yaitu coklat. Tekstur grain support, ukuran butir pasir sedang hingga pasir
halus, komposisi kimia karbonat. Struktur berlapis. Nama batuan Batugamping.
Dari hasil analisa petrografis sayatan pada stasiun 19 memperlihatkan
warna pada nikol silang coklat kehitaman, pada nikol sejajar coklat kekuningan,
tekstur grain support, struktur berlapis, komposisi material berupa grain
(skeletal grain) terdiri atas fosil foraminifera, berupa fosil planktonik dan fosil
bentonik (65 %) dan mud (35%). Nama batuan grainstone (Dunham, 1962
dalam Tucker dan Wright,1990)






Foto

A B C D E F G H I J A B C D E F G H I J
1 1

1
2 2 2
3 3 3
4 4 4
5 5 5
6 6 6
// Nikol XNikol

Deskripsi Mineralogi (Mineralogy Of Description)
Komposisi Mineral
Compotition of Mineral
Jumlah
Amount
(%)
Keterangan optic mineral
Description of Optical Mineralogy
Grain (3E, 1H, 5B)

65

Berwarna kuning sampai transparan pada nikol sejajar terdiri
dari fosil foraminifera besar dan foraminifera, ukuran butir 0,01
2,5 mm.
Mud(1B)

35

Nikol sejajar berwarna coklat kehitaman, dengan ukuran lebih
kecil dari 0.01 mm
Nikol sejajar tidak berw
Foto dan Deskripsi petrografis sampel batuan pada stasiun pengamatan sampel
nomor 19.


Foto Kenampakan litologi batugamping pada stasiun 9 di daerah Bulubulu. Difoto
relatif ke arah Tenggara.
Batugamping bioklastik, yang tidak menunjukkan perlapisan dijumpai
pada stasiun daerah Bilabilae dan sebagian pada daerah Jampue dan
Lappasabila. Ciri fisik litologi berupa warna segar putih kecoklatan, warna lapuk
coklat, Tekstur bioklastik, komposisi kimia karbonat. Struktur tidak berlapis.
Nama batuan batugamping bioklastik.






Kenampakan petrografis litologi ini berdasarkan analisis petrografis pada
sayatan tipis stasiun 21 terlihat warna nikol silang coklat tua kehitaman, nikol
sejajar cokelat, tekstur bioklastik, struktur tidak berlapis, dengan komposisi
material berupa skeletal grain, terdiri atas fosil foraminifera makro dan alga (65
%) dan mud (lumpur karbonat) (35%) Nama batuan yaitu grainstone (Dunham,
1962 dalam Tucker dan Wright, 1990).


Foto Kenampakan singkapan batugamping bioklastik pada stasiun 14,
daerah Bulubulu difoto relatif ke arah Baratlaut.
Foto

A B C D E F G H I J A B C D E F G H I J
1 1

1
2 2 2
3 3 3
4 4 4
5 5 5
6 6 6
// Nikol XNikol

Deskripsi Mineralogi (Mineralogy Of Description)
Komposisi Mineral
Compotition of Mineral
Jumlah
Amount
(%)
Keterangan optic mineral
Description of Optical Mineralogy
Grain (2F, 4B, 6A)

65

Berwarna kuning sampai transparan pada nikol sejajar terdiri
dari fosil foraminifera dan alga, ukuran butir 0,3 2 mm.
Mud 35
Nikol sejajar berwarna coklat kehitaman, dengan ukuran lebih
kecil dari 0.02 mm.
Foto dan Deskripsi petrografis sampel batuan pada stasiun pengamatan sampel
nomor 21


3.2.4. Hubungan Stratigrafi

Hubungan stratigrafi satuan batugamping dengan satuan batuan yang
ada di bawahnya berupa satuan batupasir yaitu selaras, sedangkan satuan
batuan yang ada di atasnya berupa satuan tufa yaitu kontak ketidakselarasan.

3.3. Identifikasi Porositas
Berdasarkan karakteristik mikroskopis pada sampel yang telah diamati,
dapat diinterpretasikan bahwa porositas batuan termasuk pada intergranular
porosity. Dimana dari sayatan tipis sampel batuan dapat diamati komposisi
batuan terdiri dari mud dan grain yang menyusun tubuh batuan. Adapun grain
yang menyusun tubuh batuan terdiri dari skeletal grain seperti.



3.4. Identifikasi Lingkungan Pengendapan

Penentuan lingkungan pengendapan satuan batugamping ini didasarkan
pada kandungan fosil foraminifera yang diamati melalui pengamatan
petrografis. Kandungan fosil foraminiferanya yaitu Spiroloculina toddae
Bermudez, Textularia barnetti Bermudez Textularia schencki Cushman and
Valentine (Gambar 3.3).











Tabel Penentuan lingkungan pengendapan satuan batugamping menurut
Bandy (1967) dalam Pringgoprawiro & Kapid (2000)

Berdasarkan analisa kandungan fosil secara petrografis pada sampel
batuan, dapat diidentifikasikan bahwa satuan batugamping pada daerah
penelitian terbentuk pada lingkungan inner neritic (Bandy (1967) dalam
Pringgoprawiro & Kapid (2000)).


4. Kesimpulan

Setelah dilakukan beberapa tahapan dalam penelitian batugamping di
daerah penelitian, dapat diperoleh beberapa kesimpulan yaitu :
- Satuan batugamping pada daerah penelitian termasuk pada kelompok
batugamping bioklastik dengan nama grainstone (Dunham, 1962 dalam
Tucker dan Wright, 1990) dengan didasarkan analisis petrografis pada
beberapa sayatan tipin sampel batuan.
Gambar Kenampakan fosil foraminifera bentonik pada mikroskop polarisasi
yang dijumpai pada satuan batugamping Spiroloculina toddae
Bermudez (a), Textularia barnetti Bermudez (b), Textularia schencki
Cushman and Valentine (c).

- Berdasarkan kenampakan petrografis batuan, porositas yang dimiliki
termasuk pada intergranular porosity pori-pori terletak diantara butiran
yang tidak tertutupi oleh semen dan tubuh batuan secara umum tersusun
oleh skeletal dan mud.
- Batugamping pada daerah penelitian terbentuk pada lingkungan inner
neritic yang didasarkan pada kandungan fosil melalui pengamatan
petrografis.
- Berdasarkan pemetaan geologi permukaan yang dilakukan, sebagai
reservoir hidrokarbon, batugamping pada daerah penelitian dapat
dikategorikan sebagai reservoir yang tidak potensial berdasarkan
karakteristik petrografis yang telah diamati. Terkait porositas dan
lingkungan pengendapan batugamping di daerah penelitian yang tidak
memenuhi kriteria sebagai reservoir yang baik bagi hidrokarbon.

Referensi

A. Ali, Syed. 1981. Sandstone Diagenesis Gulf Science and Technology,
Pittsburgh, Pennsylvania

Boggs, JR, Sam. 1995. Principle of Sedimentology and Stratigraphy. Second
Edition, Prentice-Hall, Inc, A Simon and Schuster Company, Upper Saddle
River, New Jersey.

http://budikhoironi.wordpress.com/2012/02/10/sifat-fisik-batuan-reservoir-
porositas-dan-permeabilitas/

https://www.academia.edu/2588784/FASIES_DAN_LINGKUNGAN_PENGEND
APAN_BATUAN_KARBONAT_FORMASI_PARIGI_DI_DAERAH_PALIMA
NAN_CIREBON

Anda mungkin juga menyukai