Anda di halaman 1dari 10

Shalat Tarawih 11 ataukah 23 Rakaat

Agu 20, 2009Muhammad Abduh Tuasikal, MScShalat0



Sebenarnya dalam permalasalahan jumlah rakaat shalat tarawih tidak ada masalah sama sekali.
Tidak ada masalah dengan 23 rakaat atau 11 rakaat. Semoga kita bisa semakin tercerahkan
dengan tulisan berikut.
Shalat Tarawih Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
Dari Abu Salamah bin Abdirrahman, dia mengabarkan bahwa dia pernah bertanya pada Aisyah
radhiyallahu anha, Bagaimana shalat malam Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam di bulan
Ramadhan?. Aisyah mengatakan,


Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tidak pernah menambah jumlah rakaat dalam shalat
malam di bulan Ramadhan dan tidak pula dalam shalat lainnya lebih dari 11 rakaat. (HR.
Bukhari no. 1147 dan Muslim no. 738)
Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu anhu, beliau menuturkan, Rasulullah shallallahu alaihi
wa sallam pernah shalat bersama kami di bulan Ramadhan sebanyak 8 rakaat lalu beliau
berwitir. Pada malam berikutnya, kami pun berkumpul di masjid sambil berharap beliau akan
keluar. Kami terus menantikan beliau di situ hingga datang waktu fajar. Kemudian kami
menemui beliau dan bertanya, Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami menunggumu tadi
malam, dengan harapan engkau akan shalat bersama kami. Beliau shallallahu alaihi wa sallam
menjawab, Sesungguhnya aku khawatir kalau akhirnya shalat tersebut menjadi wajib bagimu.
(HR. Ath Thabrani, Ibnu Hibban dan Ibnu Khuzaimah. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa
derajat hadits ini hasan. Lihat Shalat At Tarawih, hal. 21)
As Suyuthi mengatakan, Telah ada beberapa hadits shahih dan juga hasan mengenai perintah
untuk melaksanakan qiyamul lail di bulan Ramadhan dan ada pula dorongan untuk
melakukannya tanpa dibatasi dengan jumlah rakaat tertentu. Dan tidak ada hadits shahih yang
mengatakan bahwa jumlah rakaat tarawih yang dilakukan oleh Nabi shallallahu alaihi wa
sallam adalah 20 rakaat. Yang dilakukan oleh beliau adalah beliau shalat beberapa malam
namun tidak disebutkan batasan jumlah rakaatnya. Kemudian beliau pada malam keempat
tidak melakukannya agar orang-orang tidak menyangka bahwa shalat tarawih adalah wajib.
Ibnu Hajar Al Haitsamiy mengatakan, Tidak ada satu hadits shahih pun yang menjelaskan
bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam melaksanakan shalat tarawih 20 rakaat. Adapun hadits
yang mengatakan Nabi shallallahu alaihi wa sallam biasa melaksanakan shalat (tarawih) 20
rakaat, ini adalah hadits yang sangat-sangat lemah. (Al Mawsuah Al Fiqhiyyah Al
Quwaitiyyah, 2/9635)
Ibnu Hajar Al Asqolani mengatakan, Adapun yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dari
hadits Ibnu Abbas bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam shalat di bulan Ramadhan 20
rakaat ditambah witir, sanad hadits itu adalah dhoif. Hadits Aisyah yang mengatakan bahwa
shalat Nabi tidak lebih dari 11 rakaat juga bertentangan dengan hadits Ibnu Abi Syaibah ini.
Padahal Aisyah sendiri lebih mengetahui seluk-beluk kehidupan Rasulullah shallallahu alaihi
wa sallam pada waktu malam daripada yang lainnya. Wallahu alam. (Fathul Bari, 6/295)
Jumlah Rakaat Shalat Tarawih yang Dianjurkan
Jumlah rakaat shalat tarawih yang dianjurkan adalah tidak lebih dari 11 atau 13 rakaat. Inilah
yang dipilih oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam sebagaimana disebutkan dalam hadits-
hadits yang telah lewat.
Aisyah mengatakan, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tidak pernah menambah jumlah
rakaat dalam shalat malam di bulan Ramadhan dan tidak pula dalam shalat lainnya lebih dari
11 rakaat. (HR. Bukhari no. 1147 dan Muslim no. 738)
Dari Ibnu Abbas, beliau berkata,


Shalat Nabi shallallahu alaihi wa sallam di malam hari adalah 13 rakaat. (HR. Bukhari no.
1138 dan Muslim no. 764). Sebagian ulama mengatakan bahwa shalat malam yang dilakukan
Nabi shallallahu alaihi wa sallam adalah 11 rakaat. Adapun dua rakaat lainnya adalah dua
rakaat ringan yang dikerjakan oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam sebagai pembuka
melaksanakan shalat malam, sebagaimana hal ini dikatakan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari
(4/123, Asy Syamilah).
Bolehkah Menambah Rakaat Shalat Tarawih Lebih dari 11 Rakaat?
Mayoritas ulama terdahulu dan ulama belakangan, mengatakan bahwa boleh menambah rakaat
dari yang dilakukan oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam.
Ibnu Abdil Barr mengatakan, Sesungguhnya shalat malam tidak memiliki batasan jumlah
rakaat tertentu. Shalat malam adalah shalat nafilah (yang dianjurkan), termasuk amalan dan
perbuatan baik. Siapa saja boleh mengerjakan sedikit rakaat. Siapa yang mau juga boleh
mengerjakan banyak. (At Tamhid, 21/70)
Yang membenarkan pendapat ini adalah dalil-dalil berikut.
Pertama, sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam,


Shalat malam adalah dua rakaat dua rakaat. Jika engkau khawatir masuk waktu shubuh,
lakukanlah shalat witir satu rakaat. (HR. Bukhari dan Muslim)
Kedua, sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam,


Bantulah aku (untuk mewujudkan cita-citamu) dengan memperbanyak sujud (shalat). (HR.
Muslim no. 489)
Ketiga, sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam,


Sesungguhnya engkau tidaklah melakukan sekali sujud kepada Allah melainkan Allah akan
meninggikan satu derajat bagimu dan menghapus satu kesalahanmu. (HR. Muslim no. 488)
Dari dalil-dalil di atas menunjukkan beberapa hal:
Keempat, Pilihan Nabi shallallahu alaihi wa sallam yang memilih shalat tarawih dengan 11 atau
13 rakaat ini bukanlah pengkhususan dari tiga dalil di atas.
Alasan pertama, perbuatan Nabi shallallahu alaihi wa sallam tidaklah mengkhususkan ucapan
beliau sendiri, sebagaimana hal ini telah diketahui dalam ilmu ushul.
Alasan kedua, Nabi shallallahu alaihi wa sallam tidaklah melarang menambah lebih dari 11
rakaat. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, Shalat malam di bulan Ramadhan tidaklah
dibatasi oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam dengan bilangan tertentu. Yang dilakukan oleh
Nabi shallallahu alaihi wa sallam adalah beliau tidak menambah di bulan Ramadhan atau bulan
lainnya lebih dari 13 rakaat, akan tetapi shalat tersebut dilakukan dengan rakaat yang panjang.
Barangsiapa yang mengira bahwa shalat malam di bulan Ramadhan memiliki bilangan rakaat
tertentu yang ditetapkan oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam, tidak boleh ditambahi atau
dikurangi dari jumlah rakaat yang beliau lakukan, sungguh dia telah keliru. (Majmu Al
Fatawa, 22/272)
Alasan ketiga, Nabi shallallahu alaihi wa sallam tidak memerintahkan para sahabat untuk
melaksanakan shalat malam dengan 11 rakaat. Seandainya hal ini diperintahkan tentu saja
beliau akan memerintahkan sahabat untuk melaksanakan shalat 11 rakaat, namun tidak ada satu
orang pun yang mengatakan demikian. Oleh karena itu, tidaklah tepat mengkhususkan dalil yang
bersifat umum yang telah disebutkan di atas. Dalam ushul telah diketahui bahwa dalil yang
bersifat umum tidaklah dikhususkan dengan dalil yang bersifat khusus kecuali jika ada
pertentangan.
Kelima, Nabi shallallahu alaihi wa sallam biasa melakukan shalat malam dengan bacaan yang
panjang dalam setiap rakaat. Di zaman setelah beliau shallallahu alaihi wa sallam, orang-orang
begitu berat jika melakukan satu rakaat begitu lama. Akhirnya, Umar memiliki inisiatif agar
shalat tarawih dikerjakan dua puluh rakaat agar bisa lebih lama menghidupkan malam
Ramadhan, namun dengan bacaan yang ringan. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan,
Tatkala Umar mengumpulkan manusia dan Ubay bin Kaab sebagai imam, dia melakukan
shalat sebanyak 20 rakaat kemudian melaksanakan witir sebanyak tiga rakaat. Namun ketika
itu bacaan setiap rakaat lebih ringan dengan diganti rakaat yang ditambah. Karena melakukan
semacam ini lebih ringan bagi makmum daripada melakukan satu rakaat dengan bacaan yang
begitu panjang. (Majmu Al Fatawa, 22/272)
Keenam, telah terdapat dalil yang shahih bahwa Umar bin Al Khottob pernah mengumpulkan
manusia untuk melaksanakan shalat tarawih, Ubay bin Kaab dan Tamim Ad Daari ditunjuk
sebagai imam. Ketika itu mereka melakukan shalat tarawih sebanyak 21 rakaat. Mereka
membaca dalam shalat tersebut ratusan ayat dan shalatnya berakhir ketika mendekati waktu
shubuh. (Diriwayatkan oleh Abdur Razaq no. 7730, Ibnul Jadi no. 2926, Al Baihaqi 2/496.
Sanad hadits ini shahih. Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 1/416)
Begitu juga terdapat dalil yang menunjukkan bahwa mereka melakukan shalat tarawih sebanyak
11 rakaat. Dari As Saa-ib bin Yazid, beliau mengatakan bahwa Umar bin Al Khottob
memerintah Ubay bin Kaab dan Tamim Ad Daariy untuk melaksanakan shalat tarawih sebanyak
11 rakaat. As Saa-ib mengatakan, Imam membaca ratusan ayat, sampai-sampai kami bersandar
pada tongkat karena saking lamanya. Kami selesai hampir shubuh. (HR. Malik dalam Al
Muqatho, 1/137, no. 248. Sanadnya shahih. Lihat Shahih Fiqih Sunnah 1/418)
Berbagai Pendapat Mengenai Jumlah Rakaat Shalat Tarawih
Jadi, shalat tarawih 11 atau 13 rakaat yang dilakukan oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam
bukanlah pembatasan. Sehingga para ulama dalam pembatasan jumlah rakaat shalat tarawih ada
beberapa pendapat.
Pendapat pertama, yang membatasi hanya sebelas rakaat. Alasannya karena inilah yang
dilakukan oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Inilah pendapat Syaikh Al Albani dalam kitab
beliau Shalatut Tarawaih.
Pendapat kedua, shalat tarawih adalah 20 rakaat (belum termasuk witir). Inilah pendapat
mayoritas ulama semacam Ats Tsauri, Al Mubarok, Asy Syafii, Ash-haabur Royi, juga
diriwayatkan dari Umar, Ali dan sahabat lainnya. Bahkan pendapat ini adalah kesepakatan
(ijma) para sahabat.
Al Kasaani mengatakan, Umar mengumpulkan para sahabat untuk melaksanakan qiyam
Ramadhan lalu diimami oleh Ubay bin Kaab radhiyallahu Taala anhu. Lalu shalat tersebut
dilaksanakan 20 rakaat. Tidak ada seorang pun yang mengingkarinya sehingga pendapat ini
menjadi ijma atau kesepakatan para sahabat.
Ad Dasuuqiy dan lainnya mengatakan, Shalat tarawih dengan 20 rakaat inilah yang menjadi
amalan para sahabat dan tabiin.
Ibnu Abidin mengatakan, Shalat tarawih dengan 20 rakaat inilah yang dilakukan di timur dan
barat.
Ali As Sanhuriy mengatakan, Jumlah 20 rakaat inilah yang menjadi amalan manusia dan terus
menerus dilakukan hingga sekarang ini di berbagai negeri.
Al Hanabilah mengatakan, Shalat tarawih 20 rakaat inilah yang dilakukan dan dihadiri banyak
sahabat. Sehingga hal ini menjadi ijma atau kesepakatan sahabat. Dalil yang menunjukkan hal
ini amatlah banyak. (Lihat Al Mawsuah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, 2/9636)
Pendapat ketiga, shalat tarawih adalah 39 rakaat dan sudah termasuk witir. Inilah pendapat
Imam Malik. Beliau memiliki dalil dari riwayat Daud bin Qois, dikeluarkan oleh Ibnu Abi
Syaibah dan riwayatnya shahih. (Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 1/419)
Pendapat keempat, shalat tarawih adalah 40 rakaat dan belum termasuk witir. Sebagaimana hal
ini dilakukan oleh Abdurrahman bin Al Aswad shalat malam sebanyak 40 rakaat dan beliau
witir 7 rakaat. Bahkan Imam Ahmad bin Hambal melaksanakan shalat malam di bulan
Ramadhan tanpa batasan bilangan sebagaimana dikatakan oleh Abdullah. (Lihat Kasyaful
Qona an Matnil Iqna, 3/267)
Kesimpulan dari pendapat-pendapat yang ada adalah sebagaimana dikatakan oleh Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyah,
Semua jumlah rakaat di atas boleh dilakukan. Melaksanakan shalat malam di bulan Ramadhan
dengan berbagai macam cara tadi itu sangat bagus. Dan memang lebih utama adalah
melaksanakan shalat malam sesuai dengan kondisi para jamaah. Kalau jamaah kemungkinan
senang dengan rakaat-rakaat yang panjang, maka lebih bagus melakukan shalat malam dengan
10 rakaat ditambah dengan witir 3 rakaat, sebagaimana hal ini dipraktekkan oleh Nabi
shallallahu alaihi wa sallam sendiri di bulan Ramdhan dan bulan lainnya. Dalam kondisi seperti
itu, demikianlah yang terbaik.
Namun apabila para jamaah tidak mampu melaksanakan rakaat-rakaat yang panjang, maka
melaksanakan shalat malam dengan 20 rakaat itulah yang lebih utama. Seperti inilah yang
banyak dipraktekkan oleh banyak ulama. Shalat malam dengan 20 rakaat adalah jalan
pertengahan antara jumlah rakaat shalat malam yang sepuluh dan yang empat puluh. Kalaupun
seseorang melaksanakan shalat malam dengan 40 rakaat atau lebih, itu juga diperbolehkan dan
tidak dikatakan makruh sedikitpun. Bahkan para ulama juga telah menegaskan dibolehkannya
hal ini semisal Imam Ahmad dan ulama lainnya.
Oleh karena itu, barangsiapa yang menyangka bahwa shalat malam di bulan Ramadhan memiliki
batasan bilangan tertentu dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam sehingga tidak boleh lebih atau
kurang dari 11 rakaat, maka sungguh dia telah keliru. (Majmu Al Fatawa, 22/272)
Dari penjelasan di atas kami katakan, hendaknya setiap muslim bersikap arif dan bijak dalam
menyikapi permasalahan ini. Sungguh tidak tepatlah kelakuan sebagian saudara kami yang
berpisah dari jamaah shalat tarawih setelah melaksanakan shalat 8 atau 10 rakaat karena
mungkin dia tidak mau mengikuti imam yang melaksanakan shalat 23 rakaat atau dia sendiri
ingin melaksanakan shalat 23 rakaat di rumah.
Orang yang keluar dari jamaah sebelum imam menutup shalatnya dengan witir juga telah
meninggalkan pahala yang sangat besar. Karena jamaah yang mengerjakan shalat bersama
imam hingga imam selesai baik imam melaksanakan 11 atau 23 rakaat- akan memperoleh
pahala shalat seperti shalat semalam penuh. Siapa yang shalat bersama imam sampai ia selesai,
maka ditulis untuknya pahala qiyam satu malam penuh. (HR. Ahmad dan Tirmidzi. Syaikh Al
Albani dalam Al Irwa 447 mengatakan bahwa hadits ini shahih). Semoga Allah memafkan kami
dan juga mereka.
Yang Paling Bagus adalah Yang Panjang Bacaannya
Setelah penjelasan di atas, tidak ada masalah untuk mengerjakan shalat 11 atau 23 rakaat.
Namun yang terbaik adalah yang dilakukan oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam, namun
berdirinya agak lama. Dan boleh juga melakukan shalat tarawih dengan 23 rakaat dengan berdiri
yang lebih ringan sebagaimana banyak dipilih oleh mayoritas ulama.
Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,


Sebaik-baik shalat adalah yang lama berdirinya. (HR. Muslim no. 756)
Dari Abu Hurairah, beliau berkata,

- -


Nabi shallallahu alaihi wa sallam melarang seseorang shalat mukhtashiron. (HR. Bukhari
dan Muslim).
Ibnu Hajar rahimahullah- membawakan hadits di atas dalam kitab beliau Bulughul Marom,
Bab Dorongan agar khusu dalam shalat. Sebagian ulama menafsirkan ikhtishor
(mukhtashiron) dalam hadits di atas adalah shalat yang ringkas (terburu-buru), tidak ada
thumaninah ketika membaca surat, ruku dan sujud. (Lihat Syarh Bulughul Marom, Syaikh
Athiyah Muhammad Salim, 49/3, Asy Syamilah)
Oleh karena itu, tidak tepat jika shalat 23 rakaat dilakukan dengan kebut-kebutan, bacaan Al
Fatihah pun kadang dibaca dengan satu nafas. Bahkan kadang pula shalat 23 rakaat yang
dilakukan lebih cepat selesai dari yang 11 rakaat. Ini sungguh suatu kekeliruan. Seharusnya
shalat tarawih dilakukan dengan penuh khusyu dan thumaninah, bukan dengan kebut-kebutan.
Semoga Allah memberi taufik dan hidayah.
Banyak orang yang bertanya kenapa umat islam yang berpegang kepada Alquran dan Sunnah
masih bisa berpecah, bahkan menjadi 73 golongan. Berikut ini pertanyaan dan jawaban yang
saya nukil dari web salamdakwah.com.
Kenapa Islam Terpecah 73 Golongan?
Pertanyaan:
Assalamualaykum, Quran kita satu tapi knapa Islam bisa berbeda2 sampai bisa ada 73
golongan ?
Jawaban:
Setiap kelompok mengaku dalilnya quran dan hadist tapi mengapa bisa berbeda, umat Islam
berpecah belah?
Umar juga mempertanyakan Hal Ini. Lalu Umar berdiskusi dg Abdullah bin Abbas
Umar bertanya :
hai abdullah bin Abbas mengapa umat Islam Ini berpecah belah?
Padahal kitabnya 1, Rasulullah

nya sama, kiblatnya sama


Abdullah bin Abbas : ya amirul mukminin sesungguhnya alquran ini diturunkan ditengah2 kita,
kita yg pertama kali membacanya, kita memahami isinya, kita memahami seluruh tafsir alquran,
kita paham benar bagaimana Cara mengamalkannya
Wahai amirul mukminin setelah kita meninggal maka Akan lahirlah generasi selanjutnya,
mereka membaca quran tp tidak memahami apa yg dimaksud, apa tafsir yg benar, ketika
mereka tidak paham maka mulailah keluar pemahaman2 yg menurut pemikiran mereka
sendiri.
Apabila setiap kelompok sudah berani mentafsirkan alquran menurut pemahaman
masing2 maka umat Islam akan berpecah belah
Berita Muslim Sahih - Ahlussunnah wa Al-Jama'ah yang mencoba menjawab hujatan berita
muslim sahih yang tidak shahih.


Hadits Muawiyah bin Abi Sufyan radhiallahu anhu tentang perpecahan ummat, Nabi Muhammad
bersabda :


Sesunggunya agama (ummat) ini akan terpecah menjadi 73 (kelompok), 72 di (ancam masuk ke) dalam
Neraka dan satu yang didalam Surga, dia adalah Al-Jamaah.
(HR. Ahmad dan Abu Daud dan juga diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Anas bin Malik radhiallahu anhu
dan juga mirip dengannya dari hadits Auf bin Malik radhiallahu anhu)


:
: :



Dari sahabat Irbadh bin As Sariyyah rodhiallahuanhu ia berkata: Pada suatu hari Rasulullah
shalat berjamaah bersama kami, kemudian beliau menghadap kepada kami, lalu beliau
memberi kami nasehat dengan nasehat yang sangat mengesan, sehingga air mata berlinang, dan hati
tergetar. Kemudian ada seorang sahabat yang berkata: Wahai Rasulullah, seakan-akan ini adalah
nasehat seorang yang hendak berpisah, maka apakah yang akan engkau wasiatkan (pesankan) kepada
kami? Beliau menjawab: Aku berpesan kepada kalian agar senantiasa bertaqwa kepada Allah, dan
senantiasa setia mendengar dan taat ( pada pemimpin/penguasa , walaupun ia adalah seorang budak
ethiopia, karena barang siapa yang berumur panjang setelah aku wafat, niscaya ia akan menemui
banyak perselisihan. Maka hendaknya kalian berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah Khulafa
Ar rasyidin yang telah mendapat petunjuk lagi bijak. Berpegang eratlah kalian dengannya, dan gigitlah
dengan geraham kalian. Jauhilah oleh kalian urusan-urusan yang diada-adakan, karena setiap urusan
yang diada-adakan ialah bidah, dan setiap bidah ialah sesat. (Riwayat Ahmad 4/126, Abu Dawud,
4/200, hadits no: 4607, At Tirmizy 5/44, hadits no: 2676, Ibnu Majah 1/15, hadits no:42, Al Hakim 1/37,
hadits no: 4, dll)

()
Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-
Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu.
(Al-Maaidah: 3)

.
"Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya,
mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke
dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi
dan orang-orang yang beriman bersama dengan dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan
di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: "Ya Tuhan kami, sempurnakanlah bagi kami
cahaya kami dan ampunilah kami; sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu".
(QS. At-tahrim [66]:8)

Dalam hadits Abu Hurairah, Nabi bersabda,


Saya tinggalkan pada kalian dua perkara, yang kalian tidak akan sesat di belakang keduanya, (yaitu)
kitab Allah dan Sunnahku. (HR. Malik dan Al-Hakim dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albany dalam Al-
Misykah )

Home Hadits Sahih Hadist Sahih Tentang 73 (Tujuh Puluh Tiga) Golongan Umat Islam

Hadist Sahih Tentang 73 (Tujuh Puluh Tiga) Golongan Umat Islam

Assalaamualaikum warahmatullaahi wabarokatuh,



'Innalhamdalillaah, nahmaduhu wanastainuhu, wanastaghfiruh. Wanaudzubillaahiminsyururi anfusina waminsyay
yiati amalina, may yahdihillahu fala mudzillalah, wamay yutlil fala hadziyalah. Asyhadu alailahaillallahu wah
dahula syarikalah wa assyhadu anna muhammadan abduhu warosuluh.Salallahu'alaihi wa 'ala alihi wa sahbihi wa
man tabi'ahum bi ihsanin illa yaumiddiin'.

Fainna ashdaqal hadits kitabaLLAH wa khairal hadyi hadyu Muhammad Salallahu'alaihiwassalam, wa syarral umuri
muhdatsatuha, Wa kullu muhdatsatin bidah wa kullu bidatin dhalalah wa kullu dhalalatin fin nar Ammabadu
Bertanyalah kepada Ahli Zikir (Ulama) jika kamu tidak mengetahui [An Nahl 43]

Nah kita kalau tak tahu harus bertanya kepada Ulama yang senang berzikir kepada Allah. Bukan
ulama Su' yang lupa kepada Allah.
Nabi saw telah banyak bersabda tentang arti pentingnya sikap toleransi ini. Umat Islam menurut
hadis Nabi saw. yang telah diriwayatkan oleh al Bukhari menggambarkan jika antara mukmin
satu dengan mukmin lain ialah bagaikan satu bangunan yang antara yang satu dengan yang
lainnya saling menguatkan.


Telah menceritakan kepada kami Khallad bin Yahya berkata, telah menceritakan kepada kami
Sufyan dari Abu Burdah bin Abdullah bin Abu Burdah dari Kakeknya dari Abu Musa dari Nabi
shallallahu alaihi wasallam, beliau bersabda: Sesungguhnya seorang mukmin dengan mukmin
lainnya seperti satu bangunan yang saling menguatkan satu sama lain. kemudian beliau
menganyam jari jemarinya.
Dari hadis ini jelaslah bahwa Nabi saw telah menngambarkan bagaimana seharusnya umat Islam
ini saling menguatkan antara yang satu dengan yang lainnya. Dengan saling menguatkan antara
satu dengan yang lainnya maka akan terlihat semakin kokohlah Islam ini sebagai agama yang di
ridhai oleh Allah swt.
Allah swt telah juga berfirman:


Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi
seluruhnya. Maka apakah kamu memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang
beriman semuanya ? (QS. Yunus: 99).
Dari ayat ini maka tampaklah jelas bahwa pentingnya saling menghargai perbedaan pendapat,
karena Allah swt Tuhan alam semestapun tak memaksaan kepada makhluqNya untuk
mengimaniNya.
Namun, tanpa kita sadari ternyata pada masa akhir ini Islam sebagai agama yang seharusnya
rahmatan lil alamin sepertinya sudah tak selaras lagi dengan sandangan predikat tersebut.
Terpecahnya Islam menjadi berbagai golongan inilah yang memicu timbulnya banyaknya
geekan-gesekan dan perbedaan pandangan yang sulit untuk di cari jalan keluarnya. Saling ingin
menang sendiri dan tidak mau bertoleransi untuk saling menerima pendapat inilah yang menjadi
penyebab semakin terpecah belahnya umat Islam.

Anda mungkin juga menyukai