1. Metode in vitro untuk mendeteksi kemanjuran alcohol
Metode ini menggunakan kulit babi yang dipotong melingkar dengan diameter 0,5 cm. Kemudian kulit babi ini disterilkan dengan uap panas, kemudian diberikan media kultur yang mengandung mikroorganisme. Setelah itu didiamkan selama 15 menit. Selanjutnya, diberikan alcohol selama 30 detik. Aktivitas pembunuhan bakteri dihentikan dengan cara dinetralisir. 1 gram serbuk kaca steril ditambahkan ke dalam 5 ml penetralisir kemudian dikocok pada 1000 rpm selama 1 menit. Sampel sebanyak 0,1 ml diambil dan diratakan pada permukaan agar. Koloni bakteri dihitung setelah inkubasi 48 jam pada suhu 37 C.
2. Metode in vitro untuk ketahanan zat kimia alcohol di kulit Metode ini menggunakan alcohol sebanyak 20 L yang telah dinilai. Setelah kulit dibiarkan mengering selama 30 menit, lalu diberikan 10 L kultur bakteri selama 1 menit. Kerja dari antiseptic diganggu dengan mencelupkan kulit di kaldu steril dan kemudian prosesnya sama seperti pada metode pertama. Prosedur control hampir sama dengan yang pertama kecuali penggunaan air suling. Sampel bakteri kemudian diinkubasi selama 48 jam dan log 10 dikalkulasi dan dicatat.
3. Metode in vivo (modifikasi EN 1500 standar prosedur Eropa) a. Mikroorganisme, media, relawan. Tidak hanya menggunakan E. coli ATCC, tapi juga P. aeruginosa ATCC, S. aureus ATCC dan C. albicans ATCC. Itu semua ditumbuhkan pada kultur media yang cocok tanpa campuran dari flora normal kulit. Diusahakan untuk tidak menggunakan relawan yang merupakan pembawa S.aureus. Ini penting untuk mencegah hasil positif S.aureus yang tidak benar. b. Penilaian efek biosidal. Setiap relawan disuruh mencuci tangan menurut standar EN 1500, dengan pengambilan sampel disamakan dari setiap tangan untuk penghitungan koloni bakteri (CFU). Tahap yang kedua, setiap relawan disuruh untuk mencuci dan mengeringkan tangan kembali, yang telah terkontaminasi ulang dan dibiarkan mongering selama 5 menit, sebelum pemakaian 3 mL antiseptic pada kedua tangan. Prosedur sisanya mengikuti EN 1500, kecuali untuk fakta bahwa kontaminasi yang barusan mirip dengan yang digunakan sebagai control.
4. Metode in vivo menilai kemanjuran untuk flora normal tangan yang dominan Pada metode ini, satu tangan bertindak sebagai yang dites (tangan dominan yang lebih banyak koloni bakteri) dan tangan satunya sebagai control. Pertama, sampel diambil dari tangan control, dengan mencelupkannya ke dalam 10 mL kultur kaldu selama 1 menit. Tangan kemudian dicuci dibawah air keran selama 1 menit lalu dikeringkan dengan handuk. Setelah ini, 3 mL alcohol dipakaikan ke tangan dan diaratakan. Setelah 30 detik, ujung jari dari tangan tersebut ditekan pada kultur kaldu yang mengandung penetralisir dari kerja antiseptic. Akhirnya, sampel dari penetralisir diambil sesuai standar prosedur EN 1500. Perbedaan antara pemeriksaan log 10 dari koloni pada tangan control adalah hasil reduksi log 10.
Analisis statistic Reduksi log 10 diperoleh dari penelitian solusi alcohol yaitu: penelitian in vitro dengan 36 mikroorganisme, tes Manova ditunjukkan dengan perbandingan reduksi log 10 diperoleh dengan 8 merk alkohol dalam melawan sekelompok enterobakteria, NFB, kokus gram positif, dan jamur. Nilai dari p < 0,05 dianggap signifikan. Tiga solusi yang paling manjur (alcohol yang direferensikan) telah diseleksi. Efek terhadap flora normal diteliti dengan Anova, dengan membandingkan tes yang sama antara alcohol yang diseleksi melawan alcohol yang direferensi. Pada penelitian in vivo T-paired telah ditunjukkan, dengan membandingkan kemanjuran isoprophyl-alcohol dengan 3 produk strain ATCC yang digunakan. Rata-rata dari reduksi log 10 diteliti dengan tiap produk melawan mikroorganisme menggunakan tes T.
Hasil 1. In vitro tes Kemanjuran dari 7 alkohol dalam melawan mikroorganisme berspektrum luas ditunjukkan pada tabel 1. Antiseptic yang paling efektif dalam melawan mikroorganisme dalam 30 detik adalah chlorexidine-quac-alcohol (p < 0,05), karena antiseptic itu sangat efektif dalam mereduksi inokulum dari Enterobakteria, kokus gram positive, dan NFB. Antiseptic yang efektif selanjutnya adalah mecetronium- alcohol. Ketahanan zat kimia di kulit dari kedua antiseptic yang paling efektif ditampilkan pada tabel 2. Setelah produk-produk ini mengering selama 30 menit (dan mikroorganisme kemudian dikenakan selama 1 menit). Kerja dari antiseptic jelas dengan chlorexidine-quac-alcohol tetapi sedikit bila menggunakan mecetronium- alcohol dan hampir nihil bila dengan 60% 2-propanol.
2. In vivo tes Hanya dua antiseptic yang menunjukkan kemanjuran terbesar pada tes sebelumnya dan 60% 2-isophrophyl-alcohol digunakan untuk meneliti efek mikrobiosidal atas produk-produk ini setelah lebih dari 30 detik ketika membasmi 4 mikroorganisme ATCC pada 20 relawan (tabel 3). Kami meneliti bahwa dalam membasmi E. coli, efek dari ketiga antiseptic adalah sama. Kedua produk komersial ini membuktikan secara signifikan (p < 0,05) lebih manjur melawan P.aeruginosa dibandingkan 60% alcohol; mecenotrium-alcohol lebih efektif melawan C. albicans dan S. aureus dibandingkan 60% alcohol, tetapi lebih rendah ( p < 0,05) dari chlorexidine-quac- alcohol. Perbandingan rata-rata dari efek antiseptic-antiseptik di atas dalam melawan 4 ATCC mikroorganisme menggunakan percobaan in vitro dan in vivo (tabel 1 dan 3) menunjukkan bahwa efek diperoleh pada kedua tes sangat mirip. Pada in vivo test, ketiga alcohol (antiseptic) menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan. Dalam keefektifan melawan flora normal, meskipun antiseptic yang dihasilkan lebih besar dalam mereduksi mikroorganisme. Ketika efek pada flora normal dan mikroorganisme sementara dibandingkan, efek alcohol based solutions lebih jelas (dengan p < 0,05) pada mikroorganisme sementara daripada flora normal dalam berbagai kasus.